Mengenal suku asmat papua
Kata
pengantar
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang.
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan tugas sejarah yang ditugaskan
kepada saya .Dalam kesempatan
ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada bapak shobirien
nur rasyid atas bimbinganyalah dan dalam praktek belajar mengajar dapat
menambahkan wawasan saya dalam keilmu sejara. dan pemberian tugas ini pun
sebagai tambahan ilmu kepada saya untuk
lebih mengetahui mendalam kehidupan suku asmat dipapua
Adapun tulisan ini telah saya
kerjakan tak terlepas dengan bantuan berbagai pihak salah satunya ialah sumber-sumber
referensi yang ada di internet.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki tugas ini untuk lebih baik lagi
pembahasan
beragamnya kebudayaan indonesia tak lepas dari
keberagaman suku adat yang terdapat di negara indonesia salah satunya yaitu, Suku
Asmat suku pedalaman papua.
Suku
Asmat adalah sebuah suku asli yang tinggal di Papua. Suku Asmat berada di antara Suku
Mappi, Yohukimo dan Jayawijaya diantara berbagai macam suku lainnya yang ada di
Pulau Papua. Papua sendiri adalah propinsi paling timur Indonesia yang
menyimpan kekayaan alam dan budaya. Dengan luas sekitar empat ratus dua puluh
ribu kilometer persegi, Papua menjadi pulau terbesar kedua di dunia setelah
Greenland. Selain luas, Papua juga berlembah, sebagian rawa- rawa dan hutan
lebat. Sebagaimana suku lainnya yang berada di wilayah ini, suku Asmat ada yang
tinggal di daerah pesisir pantai dengan jarak tempuh dari 100 km hingga 300 km,
bahkan Suku Asmat yang berada di daerah pedalaman, dikelilingi oleh hutan heterogen
yang berisi tanaman rotan, kayu (gaharu) dan umbi-umbian dengan waktu tempuh
selama 1 hari 2 malam untuk mencapai daerah pemukiman satu dengan yang lainnya.
Sedangkan jarak antara perkampungan dengan kecamatan sekitar 70 km. Dengan
kondisi geografis demikian, maka berjalan kaki merupakan satu-satunya cara
untuk mencapai daerah perkampungan satu dengan lainnya. Secara umum, kondisi
fisik para anggota masyarakat Suku Asmat, berperawakan tegap, hidung mancung
dengan warna kulit dan rambut hitam serta kelopak matanya bulat. Disamping itu,
Suku Asmat termasuk ke dalam suku Polonesia, yang juga terdapat di New Zealand,
Papua Nugini.
Suku
Asmat dikenal dengan kemampuanya dalam menghasilkan ukiran kayunya yang unik.
Populasi kehidapan dan tempat tinggal suku Asmat terbagi menjadi dua yaitu
mereka yang tinggal di pesisir pantai
dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda
satu sama lain dalam hal dialek,
cara hidup, struktur sosial dan ritual.
Suku Asmat
adalah nama dari sebuah suku terbesar dan paling terkenal di antara sekian
banyak suku yang ada di Papua, Irian Jaya, Indonesia. Salah satu hal yang
membuat suku asmat cukup dikenal adalah hasil ukiran kayu tradisional yang
sangat khas. Beberapa ornamen / motif yang seringkali digunakan dan menjadi
tema utama dalam proses pemahatan patung yang dilakukan oleh penduduk suku
asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut
mbis. Namun tak berhenti sampai disitu, seringkali juga ditemui ornamen / motif
lain yang menyerupai perahu atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol
perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi penduduk
asli suku asmat, seni ukir kayu lebih merupakan sebuah perwujudan dari cara
mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya.
Mereka pun mempunyai Kondisi Alam yang sangat
unik yang mereka tinggali. Dataran coklat lembek yang tertutup oleh jaring
laba-laba sungai. Wilayah yang ditinggali Suku Asmat ini telah menjadi
Kabupaten sendiri dengan nama Kabupaten Asmat dengan 7 Kecamatan atau Distrik. Hampir
setiap hari hujan turun dengan curah 3000-4000 milimeter/tahun.Setiap hari juga
pasang surut laut masuk kewilayah ini, sehingga tidak mengherankan kalau
permukaan tanah sangat lembek dan berlumpur. Jalan hanya dibuat dari papan kayu
yang ditumpuk diatas tanah yang lembek. Praktis tidak semua kendaraan bermotor
bisa lewat jalan ini. Orang yang berjalan harus berhati-hati agar tidak
terpeleset,terutama saat hujan.
Namun walaupun sangat jauh dengan keadaan kehidupan hirup pikuk ibukota
tak lepas pula dengan adanya banyak pertentangan di antara desa berbeda
Asmat. Yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk
membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian
dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka
menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun
sago yang dipanggang dan dimakan. Namun hal ini sudah jarang terjadi bahkan
hilang resmi dari ingatan.
Suku asmat
tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai laut arafuru dan pegunungan
jayawijaya, dengan medan yang lumayan berat mengingat daerah yang ditempati
adalah hutan belantara, dalam kehidupan suku Asmat, batu yang biasa kita lihat
dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa
dijadikan sebagai mas kawin. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal suku
Asmat yang membetuk rawa-rawa sehingga sangat sulit menemukan batu-batu jalanan
yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak, palu, dan sebagainya. Kampung Asmat Sekarang biasanya,
kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Setiap kampung punya
satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara
adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga
keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira
70.000 orang Asmat hidup di Indonesia. Mayoritas anak-anak Asmat sedang
bersekolah.
Ciri Fisik Penduduk
Asmat pada umumnya memiliki ciri fisik yang khas,berkulit hitam dan berambut
keriting. Tubuhnya cukup tinggi. Rata-rata tinggi badan orang Asmat wanita
sekitar 162 cm dan tinggi badan laki-laki mencapai 172 cm.
Mata
Pencaharian Kebiasaan bertahan hidup dan mencari
makan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya di wilayah Distrik
Citak-Mitak ternyata hampir sama. suku asmat darat, suku citak dan suku mitak
mempunyai kebiasaan sehari-hari dalam mencari nafkah adalah berburu binatang
hutan seperti, ular, kasuari, burung, babi hutan dll. mereka juga selalu
meramuh / menokok sagu sebagai makan pokok dan nelayan yakni mencari ikan dan
udang untuk dimakan. kehidupan dari ketiga suku ini ternyata telah berubah. Sehari-hari orang Asmat bekerja
dilingkungan sekitarnya,terutama untuk mencari makan, dengan cara berburu
maupun berkebun, yang tentunya masih menggunakan metode yang cukup tradisional
dan sederhana. Masakan suku Asmat tidak seperti masakan kita. Masakan istimewa
bagi mereka adalah ulat sagu. Namun sehari-harinya mereka hanya memanggang ikan
atau daging binatang hasil buruan. Makanan Pokok orang Asmat adalah sagu,hampir
setiap hari mereka makan sagu yang dibuat jadi bulatan-bulatan yang dibakar
dalam bara api.Kegemaran lain adalah makan ulat sagu yang hidup dibatang pohon
sagu,biasanya ulat sagu dibungkus dengan daun nipah,ditaburi sagu,dan dibakar
dalam bara api.Selain itu sayuran dan ikan bakar dijadikan pelengkap. Namun
yang memprihatinkan adalah masalah sumber air bersih. Air tanah sulit didapat
karena wilayah mereka merupakan tanah berawa.Terpaksa menggunakan air hujan dan
air rawa sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Dalam kehidupan suku Asmat “batu”
yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan,
batu-batu itu bisa dijadikan sebagai mas kawin. Semua itu disebabkan karena
tempat tinggal suku Asmat yang membetuk rawa-rawa sehingga sangat sulit
menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat
kapak, palu, dan sebagainya. Pola Hidup
Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli suku
asmat,mereka merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah mereka
sangat menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan, pohon disekitar tempat
hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang pohon menggambarkan
tangan, buah menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan kaki mereka.
Cara Merias Diri Suku asmat
memiliki cara yang sangat sederhana untuk merias diri mereka. mereka hanya
membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. untuk menghasilkan
warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan.
sedangkan warnah hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan. cara
menggunakan pun cukup simpel, hanya dengan mencampur bahan tersebut dengan
sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunkan untuk mewarnai tubuh.
Suku asmat sendiri pun mempunyai adat istiadat dalam tradisi sukunya Suku Asmat adalah suku yang menganut kepercayaan Animisme,
sampai dengan masuknya para Misionaris pembawa ajaran baru, maka mereka mulai
mengenal agama lain selain agama nenek-moyang mereka. Dan kini, masyarakat suku
asmat telah menganut berbagai macam agama, seperti Protestan, Khatolik bahkan
Islam. dan Animisme yakni suatu ajaran dan praktek keseimbangan alam dan
penyembahan kepada roh orang mati atau patung. Bagi Suku Asmat ulat sagu
merupakan bagian penting dari ritual mereka.Setiap ritual ini diadakan,dapat
dipastikan,kalau banyak sekali ulat yang dipergunakan. Seperti masyarakat pada
umumnya, dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat Suku Asmat pun,
melalui berbagai proses, yaitu :
- Kehamilan, selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung alau ibu mertua.
- Kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
- Pernikahan, proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
- Kematian, bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya,
baik kaum pria maupun wanita melakukannya di ladang atau kebun, disaat prianya
pulang dari berburu dan wanitanya sedang berkerja di ladang. Selanjutnya, ada
peristiwa yang unik lainnya dimana anak babi disusui oleh wanita suku ini
hingga berumur 5 tahun.
Rumah Tradisional Suku Asmat adalah
Jeu dengan panjang sampai 25 meter.Sampai sekarang masih dijumpai Rumah
Tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat Pedalaman.Bahkan masih ada juga
di antara mereka yang membangun rumah tinggal diatas pohon.
Adat istiadat suku Asmat mengakui
dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia mistik atau gaib yang
lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila
nenek moyangnya pada jaman dulu melakukan pendaratan di bumi di daerah
pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya
terdapat tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang
jahat namun mati. Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk
Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis. Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan
tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3
golongan.
- Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
- Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.
- Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.
Kehidupan orang Asmat banyak diisi
oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh komuniti desa yang
selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang seperti berikut
ini :
- Mbismbu (pembuat tiang)
- Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)
- Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)
- Yamasy pokumbu (upacara perisai)
- Mbipokumbu (Upacara Topeng)
Suku ini percaya bahwa sebelum
memasuki surga, arwah orang yang sudah meninggal akan mengganggu manusia.
Gangguan bisa berupa penyakit, bencana, bahkan peperangan. Maka, demi
menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat
patung dan menggelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta
topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.
Roh-roh dan
Kekuatan Magis
- Roh setan
Kehidupan orang-orang Asmat sangat
terkait erat dengan alam sekitarnya. Mereka memiliki kepercayaan bahawa alam
ini didiami oleh roh-roh, jin-jin, makhluk-makhluk halus, yang semuanya disebut
dengan setan. Setan ini digolongkan ke dalam 2 kategori :
1. Setan yang membahayakan hidup.
Setan yang membahayakan hidup ini dipercaya oleh orang Asmat sebagai setan yang
dapat mengancam nyawa dan jiwa seseorang. Seperti setan perempuan hamil yang
telah meninggal atau setan yang hidup di pohon beringin, roh yang membawa
penyakit dan bencana (Osbopan).
2. Setan yang tidak membahayakan
hidup. Setan dalam kategori ini dianggap oleh masyarakat Asmat sebagai setan
yang tidak membahayakan nyawa dan jiwa seseorang, hanya saja suka
menakut-nakuti dan mengganggu saja. Selain itu orang Asmat juga mengenal roh yang
sifatnya baik terutama bagi keturunannya., yaitu berasal dari roh nenek moyang
yang disebut sebagai yi-ow
- Kekuatan magis dan Ilmu sihir
Orang Asmat juga percaya akan adanya
kekuatan-kekuatan magis yang kebanyakan adalah dalam bentuk tabu. Banyak hal
-hal yang pantang dilakukan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, seperti
dalam hal pengumpulan bahan makanan seperti sagu, penangkapan ikan, dan
pemburuan binatang.
Kekuatan magis ini juga dapat
digunakan untuk menemukan barang yang hilang, barang curian atau pun
menunjukkan si pencuri barang tersebut. Ada juga yang mempergunakan kekuatan
magis ini untuk menguasai alam dan mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan
topan.
Wanita Dalam
Pandangan Suku Asmat
Simbolisasi perempuan dengan Flora
& Fauna yang berharga bagi masyarakat Asmat
(pohon/kayu,kuskus,anjing,burung kakatua dan nuri,serta bakung),seperti kata
Asmat diatas,menunjukkan bagaimana sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan
perempuan yang sangat berharga bagi mereka.Hal ini tersirat juga dalam berbagai
seni ukiran dan pahatan mereka.Namun dalam gegap gempitanya serta kemasyuran
pahatan dan ukiran Asmat.Tersembunyi suatu realita derita para Ibu dan gadis
Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.
Derita perempuan Asmat menjadi pelakon
tunggal dalam menghidupi suku tersebut.Setiap harinya mereka harus menyediakan
makanan untuk suami dan anak-anaknya,mulai dari mencari ikan,udang,kepiting,dan
tembelo sampai kepada mencari pohon sagu yang tua,menebang pohon
sagu,menokok,membawa sagu dari hutan,memasak dan menyajikan.Setelah itu mencuci
tempat makanan atau tempat masak termaksud mengambil air dari telaga atau
sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.
Sementara itu kegiatan laki-laki
Asmat sehari-harinya adalah menikmati makanan yang disediakan istrinya,mengisap
tembakau,dan berjudi.Kadang suami membuat rumah atau perahu,namun dengan batuan
istri.Ada pula suami yang mau menemani istrinya mencari kayu bakar. Sayangnya
mereka hanya benar-benar menemani. Mendayung perahu,menebang kayu,dan
membawanya pulang adalah tugas istri.Suami yang cukup berbaik hati akan
membantu membawakan kapak istrinya.
Jika istri tidak menyiapkan
permintaan suaminya seperti sagu atau ikan,maka istri akan menjadi korban
luapan kemarahan.Jika mereka kalah judi,maka istri pula yang akan dijadikan
obyek kekesalan. Mereka yang tinggal di Agats,kini terbiasa pula untuk
mabuk,mereka lebih rentan untuk mengamuk,sehingga istripun yang akan lebih
banyak menerima tindak kekerasan.
Kadangkala laki-laki Asmat
mengukir,jika mereka ingin tau atau jika hendak menyelenggarakan pesta. Ketika
laki-laki mengukir,maka tugas perempuan akan semakin bertambah. Perempuan harus
terus menyediakan sagu bakar dan makanan lain yang diinginkan suami mereka agar
dapat terus bertenaga untuk mengukir.Semakin lama laki-laki mengukir,semakin
banyak pula makanan yang harus mereka sediakan.Hal itu berarti akan semakin
lelah perempuan Asmat,karena harus memangur,meramah,dan mengolah sagu,dan
bahkan menjaring ikan,lebih tragisnya lagi,jika ukiran itu dijual,maka uangnya
hanya untuk suami yang membuatnya,perempuan Asmat tidak menerima imbalan apapun
untuk jerih payahnya menyediakan makanan. Padahal tanpa makanan itu,satu
ukiranpun tidak akan selesai dibuat
Bencana bagi Suku Asmat kurang lebih
ada 3,yaitu ;
- Penyakit Malaria
- Buaya
- HIV/AIDS
Setelah virus HIV/AIDS marak di
Asmat dan mulai merenggut korban jiwa,semakin bertumpuk daftar persoalan yang
harus dihadapi PEMDA dan seluruh masyarakat Asmat. Sebagai sebuah Kabupaten
baru yang tengah sibuk-sibuknya melakukan pembenahan infrastruktur dan segala
sesuatu yang dibutuhkan dalam rangka menyelenggarakan sebuah pemerintahan
baru,dalam berbagi aspek,berjangkitnya HIV/AIDS ini merupakan sebuah pukulan
telak yang bakal menyedot dana,waktu,tenaga,dan pikiran dari segenap komponen
masyarakat Asmat,instansi-instansi terkait dalam jajaran pemerintahan Kabupaten
Asmat khususnya dan sudah pasti butuh Pemerintah Pusat perlu segera mengambil
langkah-langkah penanggulanggannya.
Mitologi
Dalam hal kepercayaan orang Asmat
yakin bahwa mereka adalah keturunan dewa yang turun dari dunia gaib yang berada
di seberang laut di belakang ufuk, tempat matahari terbenam tiap hari. Menururt
keyakinan orang Asmat, dewa nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi di suatu
tempat yang jauh di pegunungan. Dalam perjalanannya turun ke hilir sampai ia
tiba di tempat yang kini didiami oleh orang Asmat hilir, ia mengalami banyak
petualangan. Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo
misalnya, dewa itu namanya Fumeripitsy. Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke
arah laut, ia diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang
ditumpanginya tenggelam. Dalam perkelahian sengit yang terjadi, ia dapat
membunuh si buaya, tetapi ia sendiri luka parah. Ia terbawa arus yang
mendamparkannya di tepi sungai Asewetsy, desa Syuru sekarang. Untung ada seekor
burung Flamingo yang merawatnya sampai ia sembuh kembali; kemudian ia membangun
rumah yew dan mengukir dua patug yang sangat indah serta membuat sebuah
genderang em, yang sangat kuat bunyinya. Setelah ia selesai, ia mulai menari
terus-menerus tanpa henti, dan kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu
memberi hidup pada kedua patung yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah
patung-patung itu bergerak dan menari, dan mereka kemudian menjadi pasangan
manusia yang pertama, yaitu nenek-moyang orang Asmat.
Ritual/ Upacara suku Asmat
- Ritual Kematian
Orang Asmat tidak mengenal dalam hal
mengubur mayat orang yang telah meninggal. Bagi mereka, kematian bukan hal yang
alamiah. Bila seseorang tidak mati dibunuh, maka mereka percaya bahwa orang
tersebut mati karena suatu sihir hitam yang kena padanya. Bayi yang baru lahir
yang kemudian mati pun dianggap hal yang biasa dan mereka tidak terlalu sedih
karena mereka percaya bahwa roh bayi itu ingin segera ke alam roh-roh.
Sebaliknya kematian orang dewasa mendatangkan duka cita yang amat mendalam bagi
masyarakat Asmat.
Suku Asmat percaya bahwa kematian
yang datang kecuali pada usia yang terlalu tua atau terlalu muda, adalah
disebabkan oleh tindakan jahat, baik dari kekuatan magis atau tindakan
kekerasan. Kepercayaan mereka mengharuskan pembalasan dendam untuk korban yang
sudah meninggal. Roh leluhur, kepada siapa mereka membaktikan diri,
direpresentasikan dalam ukiran kayu spektakuler di kano, tameng atau tiang kayu
yang berukir figur manusia. Sampai pada akhir abad 20an, para pemuda Asmat
memenuhi kewajiban dan pengabdian mereka terhadap sesama anggota, kepada
leluhur dan sekaligus membuktikan kejantanan dengan membawa kepala musuh
mereka, sementara bagian badannya di tawarkan untuk dimakan anggota keluarga
yang lain di desa tersebut.
Apabila ada orang tua yang sakit,
maka keluarga terdekat berkumpul mendekati si sakit sambil menangis sebab
mereka percaya ajal akan menjemputnya. Tidak ada usaha-usaha untuk mengobati
atau memberi makan kepada si sakit. Keluarga terdekat si sakit tidak berani
mendekatinya karena mereka percaya si sakit akan ´membawa´ salah seorang dari
yang dicintainya untuk menemani. Di sisi rumah dimana si sakit dibaringkan,
dibuatkan semacam pagar dari dahan pohon nipah. Ketika diketahui bahwa si sakit
meninggal maka ratapan dan tangisan menjadi-jadi. Keluarga yang ditinggalkan
segera berebut memeluk sis akit dan keluar rumah mengguling-gulingkan tubuhnya
di lumpur. Sementara itu, orang-orang di sekitar rumah kematian telah menutup
semua lubang dan jalan masuk (kecuali jalan masuk utama) dengan maksud
menghalang-halangi masuknya roh-roh jahat yang berkeliaran pada saat menjelang
kematian. Orang-orang Asmat menunjukkan kesedihan dengan cara menangis setiap
hari sampai berbulan-bulan, melumuri tubuhnya dengan lumpur dan mencukur habis
rambutnya. Yang sudah menikah berjanji tidak akan menikah lagi (meski nantinya
juga akan menikah lagi) dan menutupi kepala dan wajahnya dengan topi agar tidak
menarik bagi orang lain.
Mayat orang yang telah meninggal
biasa diletakkan di atas para (anyaman bambu), yang telah disediakan di luar
kampung dan dibiarkan sampai busuk. Kelak, tulang belulangnya dikumpulkan dan
disipan di atas pokok-pokok kayu. Tengkorak kepala diambil dan dipergunakan
sebagai bantal petanda cinta kasih pada yang meninggal. Orang Asmat percaya
bahwa roh-roh orang yang telah meninggal tersebut masih tetap berada di dalam
kampung, terutama kalau orang itu diwujudkan dalam bentuk patung mbis, yaitu
patung kayu yangtingginya 5-8 meter. Cara lain yaitu dengan meletakkan jenazah
di perahu lesung panjang dengan perbekalan seperti sagu dan ulat sagu untuk
kemudian dilepas di sungai dan seterusnya terbawa arus ke laut menuju
peristirahatan terakhir roh-roh.
Saat ini, dengan masuknya pengaruh
dari luar, orang Asmat telah mengubur jenazah dan beberapa barang milik pribadi
yang meninggal. Umumnya, jenazah laki-laki dikubur tanpa menggunakan pakaian,
sedangkan jenazah wanita dikubur dengan menggunakan pakaian. Orang Asmat juga
tidak memiliki pemakaman umum, maka jenazah biasanya dikubur di hutan, di
pinngir sungai atau semak-semak tanpa nisan. Dimana pun jenazah itu dikubur,
keluarga tetap dapat menemukan kuburannya.
- Ritual Pembuatan dan Pengukuhan Perahu Lesung
Setiap 5 tahun sekali, masyarakat
Asmat membuat perahu-perahu baru.Dalam proses pembuatan prahu hingga selesai,
ada berapa hal yang perlu diperhatikan. Setelah pohon dipilih, ditebang,
dikupas kulitnya dan diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap untuk
diangkut ke pembuatan perahu. Sementara itu, tempat pegangan untuk menahan tali
penarik dan tali kendali sudah dipersiapkan. Pantangan yang harus diperhatikan
saat mengerjakan itu semua adalah tidak boleh membuat banyak bunyi-bunyian di
sekitar tempa itu. Masyarakat Asmat percaya bahwa jika batang kayu itu diinjak
sebelum ditarik ke air, maka batang itu akan bertambah berat sehingga tidak
dapat dipindahkan.
Untuk menarik batang kayu, si
pemilik perahu meminta bantuan kepada kerabatnya. Sebagian kecil akan mengemudi
kayu di belakang dan selebihnya menarik kayu itu. Sebelumnya diadakan suatu
upacara khusus yang dipimpin oleh seorang tua yang berpengaruh dalam
masyarakat. Maksudnya adalah agar perahu itu nantinya akan berjalan seimbang
dan lancar.
Perahu pun dicat dengan warna putih
di bagian dalam dan di bagian luar berwarna merah berseling putih. Perahu juga
diberi ukiran yang berbentuk keluarga yang telah meninggal atau berbentuk
burung dan binatang lainnya.Setelah dicat, perahu dihias dengan daun sagu.
Sebelum dipergunakan, semua perahu diresmikan terlebih dahulu. Para pemilik
perahu baru bersama dengan perahu masing-masing berkumpul di rumah orang yang
paling berpengaruh di kampung tempat diadakannya pesta sambil mendengarkan
nyanyi -nyanyian dan penabuhan tifa. Kemudian kembali ke rumah masing-masing
untuk mempersiapkan diri dalam perlombaan perahu. Para pendayung menghias diri
dengan cat berwarna putih dan merah disertai bulu-bulu burung. Kaum anak-anak
dan wanita bersorak-sorai memberikan semangat dan memeriahkan suasana. Namun,
ada juga yang menangis mengenang saudaranya yang telah meninggal.
Dulu, pembuatan perahu dilaksanakan
dalam rangka persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah
selesai, perahu -perahu ini dicoba menuju tempat musuh dengan maksud memanas
-manasi mereka dan memancing suasana musuh agar siap berperang. Sekarang,
penggunaan perahu lebih terarahkan untuk pengangkutan bahan makanan.
- Upacara Bis
Upacara bis merupakan salah satu
kejadian penting di dalam kehidupan suku Asmat sebab berhubungan dengan
pengukiran patung leluhur (bis) apabila ada permintaan dalam suatu keluarga.
Dulu, upacara bis ini diadakan untuk
memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh, dan kematian itu harus
segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga dari pihak yang membunuh.
Untuk membuat patung leleuhur atau
saudara yang telah meninggal diperlukan kurang lebih 6-8 minggu. Pengukiran
patung dikerjakan di dalam rumah panjang (bujang) dan selama pembuatan patung
berlangsung, kaum wanita tidak diperbolehkan memasuki rumah tersebut. Dalam
masa-masa pembuatan patung bis, biasanya terjadi tukar-menukar istri yang
disebut dengan papis. Tindakan ini bermaksud untuk mempererat hubungan
persahabatan yang sangat diperlukan pada saat tertentu, seperti peperangan.
Pemilihan pasangan terjadi pada waktu upacara perang-perangan antara wanita dan
pria yang diadakan tiap sore.
Upacara perang-perangan ini
bermaksud untuk mengusir roh-roh jahat dan pada waktu ini, wanita berkesempatan
untuk memukul pria yang dibencinya atau pernah menyakiti hatinya. Sekarang ini,
karena peperangan antar clan sudah tidak ada lagi, maka upacara bis ini baru
dilakukan bila terjadi mala petaka di kampung atau apabila hasil pengumpulan
bahan makanan tidak mencukupi. Menurut kepercayaan, hal ini disebabkan roh-roh
keluarga yang telah meninggal yang belum diantar ketempat perisitirahatan
terakhir, yaitu sebuah pulau di muara sungai Sirets.
Patung bis menggambarkna rupa dari
anggota keluarga yang telah meninggal. Yang satu berdiri di atas bahu yang lain
bersusun dan paling utama berada di puncak bis. Setelah itu diberikan warna dan
diberikan hiasan-hiasan.Usai didandani, patung bis ini diletakkan di atas suatu
panggung yang dibangun dirumah panjang. Pada saat itu, keluarga yang
ditinggalkan akan mengatakan bahwa pembalasan dendam telah dilaksanakan dan
mereka mengharapkan agar roh-roh yang telah meninggal itu berangkat ke pulau
Sirets dengan tenang. Mereka juga memohon agar keluarga yang ditinggalkan tidak
diganggu dan diberikan kesuburan. Biasanya, patung bis ini kemudian ditaruh dan
ditegakkan di daerah sagu hingga rusak.
- Upacara pengukuhan dan pembuatan rumah bujang (yentpokmbu)
Orang-orang Asmat mempunyai 2 tipe
rumah, yaitu rumah keluarga dan rumah bujang (je). Rumah bujang inilah yang
amat penting bagi orang-orang Asmat. Rumah bujang ini dinamakan sesuai nama
marga (keluarga) pemiliknya.
Rumah bujang merupakan pusat
kegiatan baik yang bersifat religius maupun yang bersifat nonreligius. Suatu
keluarga dapat tinggal di sana, namun apabila ada suatu penyerangan yang akan
direncanakan atau upacara-upacara tertentu, wanita dan anak-anak dilarang
masuk. Orang-orang Asmat melakukan upacara khusus untuk rumah bujang yang baru,
yang dihadiri oleh keluarga dan kerabat. Pembuatan rumah bujang juga diikuti
oleh beberapa orang dan upacara dilakukan dengan tari-tarian dan penabuhan
tifa.
Penutupan
dengan keberagamanya budaya dan suku
adat istiadat yang indonesia miliki seharusnya kita bisa lebih bangga dan bisa
mempelajari suku adat istiadat yang ada terutama dengan kebudayaan suku
pedalaman contohnya suku asmat.
Suku asmat adalah suku pedalaman
yang mana sulit untuk terjangkau dengan tekhnologi pada saat ini. Dan juga suku
yang masih sangat menganggungkan budaya nenek moyangnya walaupun sudah masuknya
beberapa misionaris dalam sukunya namun mereka masih melestarikan budaya nenek
moyang mereka berbeda dengan kebudayaan kota-kota besar lainya yang berbanding
sebaliknya, kebudayaan asli mereka luntur dengan masuknya teknologi dan budaya
barat yang lebih mereka sukai
DAFTAR
PUSTAKA
"Suku asmat' https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Asmat ( 4 januari 2016)
“Sistem kepercayaan
suku asmat” (november 2011)
puspitasari,wati. (2011) “ Masyarakat
dan Kebudayaan “Suku Asmat” di Papua”
Terimakasih kak, ini sangat membantu tugas saya :)
BalasHapus