Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Struktur Perekonomian dan Masyarakat Bali
Tahun
1930, di jantung kota Denpasar dibangun sebuah hotel untuk menampung kedatangan
wisatawan ketika itu, Bali hotel yang sekarang bernama Inna Bali Hotel, sebuah
bangunan bergaya arsitektur kolonial menjadi tonggak sejarah pariwisata Bali
yang hingga kini bangunan tersebut masih berdiri kokoh dalam langgam aslinya.
Tidak hanya menerima kunjungan wisatawan tapi juga kunjungan budaya. Duta
kesenian bali dari desa Peliatan melakukan kunjungan budaya ke beberapa negara
di kawasan Eropa dan Amerika. Secara tidak langsung kunjungan tersebut
sekaligus memperkenalkan keberadaan Bali sebagai daerah tujuan wisata yang
layak dikunjungi. Kegiatan pariwisata yang mulai mekar ketika itu sempat
terhenti akibat terjadinya perang Dunia II antara tahun 1942 -1945 yang kemudian
disusul dengan makin sengitnya perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia
termasuk perjuangan yang terjadi di Bali hingga tahun 1945. Pertengahan
dasawarsa 50-an pariwisata Bali mulai ditata kembali dan tahun 1963 dibangunlah
Hotel Bali Beach yang sekarang bernama Inna Grand Bali Beach di pantai Sanur
dengan bangunan berlantai 10. Hotel ini merupakan satu – satunya hunian wisata
yang bertingkat di Bali saat itu. Sementara sarana akomodasi wisata lainnya
yang berkembang kemudian hanyalah bangunan berlantai satu. Pada pertengahan
tahun 1970 pemerintah daerah Bali mengeluarkan Peraturan Daerah yang mengatur
ketinggian bangunan maksimal 15 meter. Ketetapan ini ditentukan dengan
mempertimbangkan faktor budaya dan tata ruang tradisional Bali sehingga tetap memiliki
nilai – nilai budaya yang mampu menjadi tumpuan sektor pariwisata.
Secara pasti sejak dioperasikannya Inna Grand Bali Beach pada November 1966, pembangunan sarana hunian wisata berkembang dengan pesat. Dari sisi kualitas, Sanur berkembang relatif lebig terencana karena berdampingan dengan Inna Grand Bali Beach Hotel sedangkan kawasan pantai Kuta berkembang secara alamiah bergerak mengikuti model akomodasi setempat. Model homestay dan pansion berkembang lebih dominan dibandingkan dengan model standar hotel. Sama halnya dengan kawasan Ubud di daerah Gianyar berkembang secara alamiah, tumbuh di rumah – rumah penduduk yang tetap bertahan dengan nuansa pedesaannya. Pembangunan sarana akomodasi wisata yang berkelas internasional akhirnya dimulai dengan pengembangan kawasan Nusa Dua menjadi resort wisata internasional. Dikelola oleh Bali Tourism Development Corporation, suata badan bentukan pemerintah, kawasan Nusa Dua dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata bertaraf internasional. Beberapa operator hotel masuk ke kawasan Nusa Dua sebagai investor. Pada akhirnya kawasan ini mampu mendongkrak perkembangan pariwisata Bali.
Secara pasti sejak dioperasikannya Inna Grand Bali Beach pada November 1966, pembangunan sarana hunian wisata berkembang dengan pesat. Dari sisi kualitas, Sanur berkembang relatif lebig terencana karena berdampingan dengan Inna Grand Bali Beach Hotel sedangkan kawasan pantai Kuta berkembang secara alamiah bergerak mengikuti model akomodasi setempat. Model homestay dan pansion berkembang lebih dominan dibandingkan dengan model standar hotel. Sama halnya dengan kawasan Ubud di daerah Gianyar berkembang secara alamiah, tumbuh di rumah – rumah penduduk yang tetap bertahan dengan nuansa pedesaannya. Pembangunan sarana akomodasi wisata yang berkelas internasional akhirnya dimulai dengan pengembangan kawasan Nusa Dua menjadi resort wisata internasional. Dikelola oleh Bali Tourism Development Corporation, suata badan bentukan pemerintah, kawasan Nusa Dua dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata bertaraf internasional. Beberapa operator hotel masuk ke kawasan Nusa Dua sebagai investor. Pada akhirnya kawasan ini mampu mendongkrak perkembangan pariwisata Bali.
Masa – masa berikutnya, sarana hunian wisata lalu tumbuh dengan sangat pesat di
pusat akomodasi dan hunian wisata terutama di daerah Badung, Denpasar dan
Gianyar. Kawasan pantai Kuta, Jimbaran dan Ungasan menjadi kawasan hunian
wisata di Kabupaten Badung. Sanur dan pusat kota untuk kawasan Denpasar. Ubud,
Kedewatan, Payangan dan Tegalalang menjadi pengembang akomodasi wisata di
daerahGianyar.Untuk mengendalikan
perkembangan yang amat pesat tersebut, pemerintah daerah Bali kemudian
menetapkan 15 kawasan di Bali sebagai daerah akomodasi wisata berikut sarana
penunjangnya seperti restoran dan pusat perbelanjaan. Hingga kini, Bali telah
memiliki lebih dari 35.000 kamar hotel terdiri dari kelas Pondok Wisata, Melati
hotel hingga berbintang lima. Sarana hotel – hotel tersebut tampil dalam
berbagai variasi bentuk mulai dari model rumah, standar hotel, villa, bungalow
dan boutique hotel dengan harga yang bervariasi. Keanekaragam ini memberi nilai
lebih bagi Bali karena menawarkan banyak pilihan kepada para pelancong.
Perkembangan kunjungan wisatawan membuat sarana wisata penunjang pariwisata
tumbuh dengan pesat seperti restoran, art shop, pasar seni, sarana hiburan dan
rekreasi
Perkembangan
pariwisata khususnya di Bali, sangat mempengaruhi sektor ekonomi. Namun
perkembangan ini belum secara menyeluruh ataupun menyentuh seluruh lapisan
masyarakat Bali. Sampai saat ini perkembangan pariwisata di
Bali lebih terkonsentrasi di Bali Selatan, terutama di Kuta, Sanur
dan Nusa Dua, tentunya juga karena pengaruh keberadaan Bandara Internasional
Ngurah Rai yang berdekatan dengan lokasi tersebut, kemudian perkembangan
pariwisata di Bali selatan ini juga akhirnya menyentuh daerah pecatu yang
dulunya lahan yang tidak produktif, banyak berdiri, hotel,
resor, villa dan lapangan golf, sehingga secara ekonomi membuka lapangan kerja
dan kesempatan berusaha.
Sebagai daerah pariwisata, tentunya karena Bali memiliki banyak objek wisata menarik, begitu juga dengan hasil kreasi budaya yang mempunyai nilai
seni tinggi, adat istiadat yang unik dan juga keramah-tamahan penduduk setempat
sehingga menambah minat wisatawan untuk mengunjungi Bali. Atraksi wisata yang
ada juga bervariasi, baik wisata petualangan, bahari dan banyak lagi yang
lainnya, perkembangan sarana transportasi pun sangat beragam, wisatawan bisa
memilih angkutan umum, taxi, trasnport freelance, sewa motor ataupun sewa mobil
Kendala
– kendala yang dihadapi dalam pengembangan Pariwisata di Bali
Bali sebenarnya
memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi daerah kunjungan wisata nomer
1 di dunia. Tentu saja hal ini dapat terwujud apabila kita sebagai rakyat
Indonesia secara sadar bersama-sama untuk menghargai potensi yang kita miliki
ini. Berikut adalah permasalahan-permasalahan di Bali yang perlu menjadi
perhatian kita :
a. Permasalahan sampah dan kebersihan lingkungan
Sampah
dan masalah kebersihan di Bali sudah sering kali menjadi keluhan utama para
wisatawan di Pulau Dewata kita. Jumlah sampah di tempat-tempat pariwisata
terkenal di Bali sangat banyak, seperti daerah di sekitaran Pantai Dreamland,
jalan-jalan disekitaran wisata bedugul, maupun di area-area wisata pura di
Bali. Penanggulangan masalah sampah dan kebersihan lingkungan bisa dilakukan
dengan cara membiasakan diri kita untuk membersihkan lingkungan rumah sekitar.
Jangan malu untuk mengajak teman-teman kita bersama-sama membersihkan area
wisata di Bali. Semakin bersih Bali, kepercayaan diri kita akan semakin
meningkat untuk mempromosikan Bali sebagai tempat wisata terbaik di dunia yang
tentu saja hal ini dapat meningkatkan perekonomian rakyat Bali.Selain itu,
publik Bali harus bisa menekan jumlah sampah yang berserakan mulai dari
perorangan, baik berupa sampah plastik, lingkungan, maupun sampah hasil
persembahyangan.
b. Kemacetan lalu lintas dan masalah parkir
Sementara itu, permasalahan transportasi yang berupa kemacetan dan
masalah tempat parkir juga terjadi di Bali. Pengembangan transportasi umum
untuk para wisatawan dan penduduk lokal untuk mengurangi penggunaan mobil
pribadi dan sewaan menjadi syarat mutlak yang harus diperjuangkan untuk
mengatasi kemacetan di Bali. Transporatasi umum yang ideal adalah sistem
transportasi yang bisa menjadi solusi yang murah dan tidak mengganggu aktivitas
trasnportasi kendaraan lainnya.Saya Beberapa usaha yang dilakukan seperti pembangunan halte-halte bus yang
baru disekitar ruas jalan, namun pembangunannya terkesan setengah hati.
Halte-halte bus tersebut terlalu besar dan didirikan diatas trotoar yang dapat
mengganggu kenyamanan orang lain. Bali yang kecil ini tidak cocok untuk
angkutan umum dan fasilitas mendukung yang besar-besar karena hal ini tidak
akan menjadi solusi mengatasi kemacetan. Bali hanya butuh sistem trasportasi
umum yang kecil, praktis, dan dapat mencakup seluruh tempat wisata di Bali
melalui jalur-jalur alternatif yang dapat mengatasi kemacetan
c. Permasalahan pada sistem antrian di Bandara
yang tidak teratur
Terlalu
banyak orang yang bekerja di Bandara Internasional Ngurah Rai namun sistem
pelayanannya sangat tidak efektif dan kurang memuaskan. Lampu di bandara tidak
menyala saat menjelang senja, jadwal penerbangan yang dibiarkan salah begitu
saja, beberapa pemeriksaan tiket dan bagasi yang kurang efektif dan
memakan waktu yang lama. Hal-hal kecil seperti kebersihan bandara, parkir,
kebersihan toilet, jam dinding yang dibiarkan mati juga perlu menjadi perhatian
serius dalam peningkatan pelayanan di Bandara Ngurah Rai.
d. Danau-danau di Bali mengalami sedimentasi dan
pendangkalan
Semua danau di Bali rata-rata mengalami pendangkalan. Kerusakan
lingkungan ini bukanlah hal yang wajar. Semuanya berkaitan dengan prilaku kita
yang mengabaikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Sebagai contoh, semakin
banyaknya rumah-rumah dan fasilitas umum yang di beton dan di aspal.Adapun
langkah-langkah yang bisa kita lakukan dalam menanggulangi permasalahan ini
adalah dengan membuat kebun pada pekarangan rumah, membiarkan sebagian halaman
rumah tidak di beton tanpa mengurangi kebersihan rumah, atau dalam skala
pembangunan fasilitas umum dengan membuat taman kota di tempat-tempat wisata.
e. Abrasi pantai, kerusakan terumbu karang,
kerusakan vegetasi hutan mangrove, dan pencemaran air laut
Terlalu
banyak pembangunan-pembangunan di wilayah Bali Selatan yang merusak Pantai dan
Hutan Mangrove. Mereka beralasan bahwa mereka hanya merusak sebagian kecil, 10%
dari pantai-pantai di Bali dan hutan mangrove untuk mendapatkan ijin
pembangunan.Pejabat-pejabat di Bali yang mengambil keputusan dalam pembangunan
proyek di Bali harus lebih pintar dalam memberikan ijin ke Investor.
Pembangunan mal centro di Kuta, dan beberapa proyek yang sedang berlangsung
seperti rencana pembangunan jalan tol Nusa-Dua Bandara Ngurah Rai merupakan
salah satu contoh yang harus menjadi perhatian serius masyarakat Bali.
f. Kurangnya lapangan pekerjaan dan perhatian
untuk para lulusan sarjana di Bali
Jumlah
penggangguran dari kalangan lulusan perguruan tinggi (S1) di Denpasar mencapai
45 persen dari total angka usia produktif yang tidak bekerja di Pulau Dewata.
Pemerintah, pengusaha dan perguruan tinggi harus bersama-sama berusaha untuk
mencari solusi dan memberikan perhatian yang lebih serius dan lapangan
pekerjaan untuk menyikapi permasalahan ini. Akhir-akhir ini, banyak generasi
muda Bali yang lebih memilih bekerja di kapal pesiar dengan gaji 8 juta
perbulan, yang notabene kita dijadikan budak oleh para pebisnis kapal pesiar.
Akan lebih bijaksana apabila pemerintah mampu memanfaatkan tenaga kerja ini
untuk bersama-sama membangun dan mengatasi segala permasalahan yang ada di
Bali.
g. Harga pelayanan jasa hiburan yang tidak adil dan
mencolok mata untuk wisatawan lokal dan mancanegara
harga
tiket masuk yang berbeda untuk orang lokal dan wisatawan asing terlalu
terang-terangan membuat kondisi yang tidak adil untuk wisatawan asing. Tamu
adalah raja tidak sepantasnya kita perlakukan mereka seperti itu. Ada ide
menarik yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan adalah dengan memberikan kartu
khusus untuk mendapatkan diskon bagi wisatawan lokal dan krama Bali yang juga
ingin menikmati indahnya tempat wisata di Bali. Dengan kartu ini, wisatawan
lokal mendapat potongan harga sekitar 30-40 % dengan aturan yang telah
ditetapkan dengan jelas, sehingga memudahkan kita untuk menjelaskan kenapa ada
perbedaan tarif masuk antara orang lokal dan wisatawan asing di Bali.
h. Berbagai macam permasalahan pada sektor pertanian di
Bali
Permasalahan
ekonomi para petani menjadi akar dari permasalahan pada sektor pertanian di
Bali yang berupa semakin banyaknya alih fungsi lahan pertanian di Bali. Pemerintah
daerah perlu mengembangkan insentif bagi upaya mempertahankan lahan pertanian.
Jangan sampai hanya karena masalah ekonomi, kita berusaha merubah sistem
pengairan tradisional Subak yang telah disetujui sebagai sistem irigasi terbaik
di dunia.
i. Permasalahan sumber energi listrik
Sampai
saat ini Bali masih bergantung dengan jaringan listrik dari luar. Karenanya
apabila terjadi gangguan dengan koneksi jaringan listrik Jawa-Bali, dapat
dipastikan Bali akan mengalami pemadaman listrik untuk jangka waktu yang lama,
dan tentu saja ini akan mengganggu industri pariwisata yang akan berpengaruh ke
segala bidang.
Pengaruh
perkembangan pariwisata bali terhadap struktur perekonomian provinsi
bali.
Dengan
berkembangnya sektor pariwisata di Provinsi Bali, yaitu dengan indikator
meningkatnya kunjungan wisatawan asing dan domestik serta meningkatnya
pendapatan pada subsektor perdagangan hotel dan restoran, menyebabkan sektor
jasa meningkat pesat melebihi sektor pertanian dan sector industri. Dengan
pesatnya pertumbuhan sektor jasa sebagai akibat dari perkembangan pariwisata,
maka terjadi ketidak seimbangan pertumbuhan sektorsektor ekonomi di Provinsi
Bali, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya perubahan struktur produksi dan
struktur penyerapan tenaga kerja dari pertanian ke jasa.
Struktur
perekonomian Bali sangat spesifik dan mempunyai karateristik tersendiri
dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia. Spesifik perekonomian Bali
itu dibangun dengan mengandalkan industri pariwisata sebagai leading sector, telah mampu mendorong
terjadinya suatu perubahan struktur. Perubahan struktur ekonomi Bali tidak saja
dilihat dari segi pendapatan saja, namun juga dari kesempatan kerja. Presentase
pekerja di Bali turun setiap tahunnya sebesar 43,12% di sektor pertanian,yang
mengalami fluktuasi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja dari 2,6% menjadi
1,3%. Membaiknya pertumbuhan ekonomi Bali menjadi salah satu indikator
semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pulau Dewata. Struktur ekonomi
Bali masih didominasi sektor tersier sebesar 65,58 persen, menyusul sektor
primer 18,86 persen dan sektor sekunder 15,56 persen. Sektor pertanian
memberikan andil sebesar 18,21 persen, pertambangan dan penggalian 0,65 persen,
sektor industri pengolahan 9,16 persen, serta listrik, gas dan air bersih dua
persen. Sektor bangunan menyumbang sekitar 4,4 persen, perdagangan, hotel dan
restoran 30 persen, angkutan dan komunikasi 13,76 persen, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan 7,11 persen dan sektor jasa-jasa lainnya 14,72
persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali atas dasar harga berlaku
mencapai Rp57,579 miliar selama 2009, meningkat dari tahun sebelumnya yang
hanya Rp49,922 triliun. PDRB perkapita mengalami peningkatan dari Rp14,2 juta
pada tahun 2008 menjadi Rp16,21 juta pada akhir 2009.
Pendapatan
Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak
daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain – lain, pendapatan daerah yang sah, yang bertujuan untuk
memberi keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah. Dalam Perda Provinsi Bali Nomor 14 Tahun 2009
tentang perubahan atas Perda Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2009 tentang APBD
Tahun 2009 tertera bahwa Provinsi Bali memiliki beberapa sumber PAD bagi
sumber pendapatan daerah, yaitu
:
1.
Pajak Daerah yang dikelola provinsi, meliputi : Pajak kendaraan bermotor dan
kendaraan di atas air, Pajak bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di
atas air , Pajak bahan bakar bermotor , Pajak pemanfaatan dan pengambilan air
bawah tanah dan air permukaan.
2.
Retribusi daerah
3.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan.
4. Lain
– Lain Pendapatn Asli Daerah yang Sah.
Total
keseluruhan PAD dalam APBD Provinsi Bali Tahun 2009 adalah Rp.977.410.245.034,- dengan total
pendapatan dalam APBD adalah sebesar Rp.1.661.108.445.333, -. Jadi tingkat
kemampuan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Bali dalam tahun anggaran 2009 adalah
:
Bali
memiliki banyak keunggulan dibanding provinsi lainnya di Indonesia. Seperti
diutarakan di awal sebelumnya,Bali dikenal dengan keindahan alam dan keunikan
budayanya. Bali mengunggulkan produk pariwisatanya yang indah untuk memancing
turis-turis local maupun mancanegara untuk datang ke Bali. Seperti contohnya,
tempat-tempat pariwisata di Bali ialah Pantai Kuta, Tanah Lot, Pantai Sanur,
Jimbranan, dan Nusa Dua sangat ramai di kunjungi orang tiap harinya.
Hotel-hotel yang bernuansa pantai dan pedesaan banyak dibangun disana dari yang
harga murah meriah seperti losmen-losmen hingga hotel berbintang lima dengan
harga yang sangat menguras kocek. Selain itu, Bali dikenal juga dengan budayanya
yang unik dan mengundang decak kagum bagi orang yang melihatnya seperti tari
Kecak dan tari Pendet yang sangat fenomenal hingga ke dunia internasional. Di
Bali juga banyak terdapat pusat-pusat kesenian daerahnya, salah satu tempatnya
ialah di daerah Ubud. Tidak hanya menawarkan pesona alamnya dan keunikan
budayanya, Bali juga mengunggulkan sector kerajinan tangan yang sangat kreatif.
Banyakhandmade buatan
Bali yang diekspor ke luar negeri. Kuliner di Bali sangat beranekaragam dan
enak di lidah, seperti Ayam Betutu, Garang Asem dan Sate Lilit yang menjadi
menu andalan khas Bali yang sering dicari oleh turis-turis yang berkunjung.
Pengaruh perkembangan pariwisata teradap kesejahteraan masyarakat di
bali.
Perkembangan
pariwisata menyebabkan kesejahteraan masyarakat secara tidak langsung meningkat
melalui kinerja perekonomian dan perubahan struktur ekonomi yang dihasilkan
oleh perkembangan pariwisata. Melalui kinerja perekonomian dan perubahan
struktur ekonomi pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kesejahteraan
masyarakat meningkat menjadi 0,569. Hal ini berarti bahwa pengaruh tidak
langsung perkembangan pariwisata tidak langsung meningkat melalui kinerja
perekonomian dan perubahan struktur ekonomi adalah sebesar 0,345 yang lebih
besar dari koefisien pengaruh langsung yang hanya 0,224. Kesimpulan ini sesuai
dengan pendapat Spillane (1989; 47) dan juga Ave (2006) yang mengatakan bahwa
pariwisata di samping memberikan dampak langsung juga memberikan dampak tidak
langsung dan dampak ikutan (induced effect) terhadap perekonomian. Dampak tidak
langsung dinikmati oleh karyawan hotel, restoran, biro perjalanan wisata, objek
tujuan wisata, sopir angkutan, penerimaan pajak bagi pemerintah, pengrajin
cenderamata, seniman, percetakan, pedagang sayur-sayuran dan buah-buahan, pompa
bensin, dan sebagainya. Dampak ikutan antara lain meningkatkan pendapatan bagi
petani sayur dan buah-buahan, peternak, pemasok bahan baku untuk barang
kerajinan, sektor industri, perdagangan, dan sektor agribisnis.
Tidak
adanya pengaruh langsung dan signifikan perkembangan pariwisata terhadap
kesejahteraan masyarakat dijelaskan sebagai berikut. Seperti yang dikemukakan
oleh Spillane (1989: 47) dan Ave (2006) bahwa industri pariwisata merupakan
mata rantai yang sangat panjang, dan dampak langsung dari kunjungan pariwisata
adalah hanya terhadap subsektor yang menerima pendapatan dari belanja
wisatawan, yaitu: hotel, restoran, biro perjalanan, perdagangan. Karena
masyarakat yang bekerja langsung pada sektor pariwisata relatif kecil, yaitu
14,52 persen pada tahun 1980, tahun 1990 sebanyak 15,58 persen, tahun 2000
sebanyak 24,06 persen dan tahun 2004 sebanyak 26,63 persen, sehingga
perkembangan pariwisata tidak memberikan pengaruh langsung yang signifikan
terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Meskipun demikian,
pandangan perspektif developmentalist yang dikemukanan oleh Pye dan Lin (1983)
menegaskan bahwa industri pariwisata telah banyak menyumbangkan kecepatan,
percepatan, dan arah perkembangan di negara-negara berkembang sehingga dianggap
sebagai pintu masuk bagi kesejahteraan masyarakat melalui
pengaruh tidak langsung.
Anisah Tsani Nabila
UJP A 2015
4423154325
Tidak ada komentar:
Posting Komentar