FOLKLORE UPACARA MANTEN JAWA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan
Tugas Sejarah yang diberikan oleh dosen(Pak Shobierin) sehingga tugas yang
diberikan ini dapat selesai tepat pada waktunya.Paparan informasi ini berisikan
tentang informasi “Folklore Indonesia”.
Diharapkan Tugas ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua khususnya untuk mahasiswa Pariwisata Universitas
Negeri Jakarta untuk menambah wawasan dan pengetahuannya. Penulis menyadari
bahwa Tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaa
tugas berikutnya.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Tugas sejarah ini dari awal sampai akhir. Semoga TUHAN senantiasa meridhoi segala usaha kita.
Amin.
Jakarta, 28 Desember 2015
Nurul Ikhrimah
PEMBAHASAN
Indonesia sangat terkenal dengan
budaya-budaya dan adat istiadat yang turun temurun masih di percaya oleh
masyarakat itu sendiri dari daerah yang berbeda dengan budaya yang berbeda juga,sehingga
budaya dan adat istiadat itu semakin lekat pada masyarakat yang masih
mempercayainya serta masih banyak masyarakat yang melakukan berbagai macam
tradisi-tradisi turun-temurun dari nenek moyang kita.salah satu tradisi yang
ada di pulau Jawa yang masih banyak orang melakukannya dan sangat melekat
dengan budaya jawa yaitu saat melangsungkan pernikahan maupun sebelum melakukan
pernikahan.
Jawa adalah sebuah pulau di Indonesia
dan merupakan terluas ke-13 di dunia. Dengan jumlah
penduduk sekitar hampir 160 juta, pulau ini berpenduduk terbanyak di
dunia dan merupakan salah satu tempat terpadat di dunia. Meskipun hanya
menempati urutan terluas ke-5, Pulau Jawa dihuni oleh 60% penduduk Indonesia,
Angka ini turun jika di bandingkan sensus penduduk tahun 1930 yang mencapai 70%
dari seluruh penduduk indonesia penurunan penduduk di pulau jawa secara
persentase di akibatkan perpindahan penduduk(Transmigrasi) dari pulau jawa ke
seluruh indonesia. Ibu kota Indonesia, Jakarta,
terletak di Jawa bagian barat laut (tepatnya di ujung paling barat Jalur
Pantura).
Dan pulau Jawa ini relatif muda dan sebagian besar terbentuk dari aktivitas
vulkanik. Deretan gunung-gunung berapi membentuk jajaran yang terbentang dari
timur hingga barat pulau ini, dengan dataran endapan aluvial sungai di bagian
utara.
Banyak sejarah Indonesia berlangsung di pulau ini. Sebagian besar
penduduknya bertutur dalam tiga bahasa utama. Bahasa Jawa
merupakan bahasa ibu dari 100 juta penduduk Indonesia, dan sebagian besar
penuturnya berdiam di pulau Jawa. Sebagian besar penduduk adalah bilingual,
yang berbahasa Indonesia baik sebagai bahasa pertama
maupun kedua. Dua bahasa penting lainnya adalah bahasa Sunda
dan bahasa Betawi.
Sebagian besar penduduk Pulau Jawa adalah muslim,
namun terdapat beragam aliran kepercayaan, agama, kelompok etnis, serta budaya
di pulau ini.
Pulau ini secara administratif terbagi menjadi enam provinsi, yaitu Jawa Barat,
Jawa Tengah,
Jawa Timur,
dan Banten;
serta dua wilayah khusus, yaitu DKI Jakarta
dan DI Yogyakarta.
Upacara
perkawinan adat pengantin Jawa sebenarnya bersumber dari tradisi keraton.
Bersamaan dengan itu lahir pula seni tata rias pengantin dan model busana
pengantin yang aneka ragam. Seiring perkembangan zaman, adat istiadat
perkawinan tersebut, lambat laun bergerak keluar tembok keraton. Sekalipun
sudah dianggap milik masyarakat, tapi masih banyak calon pengantin yang
ragu-ragu memakai busana pengantin basahan (bahu terbuka) yang konon hanya
diperkenankan bagi mereka yang berkerabat dengan keraton.
Pada
dasarnya banyak persamaan yang menyangkut upacara perkawinan maupun tata rias
serta busana kebesaran yang dipakai keraton Yogyakarta, Surakarta dan
mengkunegara. Perbedaan yang ada bisa dikatakan merupakan identitas
masing-masing yang menonjolkan ciri khusus, dan itu justru memperkaya khasanah
budaya bangsa kita. Bertolak dari kenyataan tersebut, sudah sering
diselenggarakan sarahsehan yang berkenan dengan adat istiadat perkawinan oleh
kerabat keraton.
Dana saya
akan memaparkan berbagai macam ritual atau adat istiadat yang harus dilakukan
jika ingin melangsungkan pernikahan dalam adat Jawa :
Serah-Serahan
Setelah dicapai
kata sepakat oleh kedua belah pihak orang tua tentang perjodohan
putra-putrinya, maka dilakukanlah 'serah-serahan' atau disebut juga 'pasoj
tukon'. Dalam kesempatan ini pihak keluarga calon mempelai putra menyerahkan
barang-barang tertentu kepada calon mempelai putri sebagai 'peningset', artinya
tanda pengikat. Umumnya berupa pakaian lengkap, sejumlah uang, dan adakalanya
disertai cincin emas untuk keperluan 'tukar cincin'.
Pingitan Manten
Saat
menjelang pernikahan biasanya ada tradisi “pingitan” (bahasa jawa) di daerah
tempat tinggal saya yang artinya calon mempelai dilarang bertemu selama 1 bulan
menjelang pernikahan. Dahulu tradisi ini kental sekali dan pasti di jalankan
oleh hampir semua orang bersuku jawa (yang menganut saja). calon mempelai
putri dilarang keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon mempelai
putra. Seluruh tubuh pengantin putri dilulur dengan ramu-ramuan, dan dianjurkan
pula berpuasa.
Ada beberapa
alasan yang dipercayai masyarakat khusunya jawa, kenapa tradisi itu dilakukan:
- Membuat pasangan memiliki rasa rindu yang menggebu saat di hari pernikahan sehingga mempelai terlihat lebih romantic dll.
- Memberikan waktu untuk merenung, banyak hal yang harus di persiapkan bukan hanya financial dan fisik tapi yang terpenting adalah mental.Menghindari godaan syetan ,banyak diluar sana yang menganggap hubungan badan antara tunangan itu wajar padahal dalam agama islam sudah jelas itu di HARAM .
- Menghindari percekcokan, persiapan pernikahan itu rumit banyak dan sangat menyita waktu dan pertengkaran di masa ini kita calon pasangan di tuntut untuk menyelarasakan dua pemikiran dari pribadi yang berbeda .
- Menghindari kegagalan dalam rencana pernikahan
- Supaya pada saat penganten putra melihat si calon penganten putri pada saat pernikahan akan mmebuat pangling oleh karena kecantikan dari penganten putri
Alasan di
atas mewakili makna di balik tradisi pingitan menurut analisa saya.
Hukum Pingit Manten Menurut Agama
Wanita yang dipingit itu adalah wanita yang dijaga dari pergaulan yang
haram. Itu seharusnya bukan saja disaat hendak menikah. Pingit itu adalah
menjaga komunikasi dengan yang bukan mahram untuk tidak keluar dengan
sebebas-bebasnya. Itu sebenarnya pendidikan wanita mulia. Bukan disaat ingin
menikah saja. Dan memang ada di sebagian masyarakat kita ini ada kebiasaan
pingitan disaat mau menikah .
Ada satu hal yang amat perlu diperhatikan bahwa : Di dalam bertunangan belum
menghalalkan sebuah jalinan. Sebagian masyarakat awam telah salah yaitu disaat
bertunangan justru disaat itu menjadi terbukalah pintu keharoman. Karena sudah
bertunangan atau khitbah lalu mereka mudah berkomunikasi. Kadang komunikasi
sebebas-bebasnya. Maka sangat tepat disaat semacam ini diketatin penjagaannya
dengan istilah pingitan. Jadi memingit disaat sudah bertunangan itu adalah
bagus. Untuk menjaga calon mempelai agar tidak terjerumus di dalam perzinaan
atau muqaddimah-muqaddimah zina. Bisa jadi karena merasa sudah akan dinikahkan
menjadi sebebas-bebasnya dalam berkomunikasi dan bergaul hingga ada yang
terjerumus pada dosa yang amat besar (pencabut barokah dan rahmat) yaitu
perzinaan. Jadi pingitan tidak bertentangan dengan syariat Islam bahkan
pingitan itu hendaknya ada pada siapapun dari wanita agar terjaga kehormatannya.Tidak keluar rumah kecuali ada
hajat yang mendesak dan di temani dan dimuliakan oleh mahram atau suaminya.
Pingit maknanya menjaga pergaulan dan komunikasi dengan laki-laki, khususnya
dengan laki-laki yang bukan mahramnya khususnya laki-laki yang akan
menikahinya. Itu adalah hal yang baik, sebab di dalam Islam tidak ada istilah
pacaran. Pacaran adalah bertentangan dengan syari’at Nabi Muhammad SAW. Dan
hendaknya pingitan bukan saja saat menikah akan tetapi senantiasa wanita
dipingit dalam makna dijaga kehormatannya agar tidak bebas dalam pergaulannya
demi menjaga kehormatannya.
Pasang
Bleketepe/ Tarup
Upacara
pasang 'tarup' diawali dengan pemasangan 'bleketepe' (anyaman daun kelapa) yang
dilakukan oleh orangtua calon mempelai putri, yang ditandai pula dengan
pengadaan sesajen. Tarup adalah bangunan darurat yang dipakai selama
upacara berlangsung. Pemasangannya memiliki persyaratan khusus yang mengandung
makna religius, agar rangkaian upacara berlangsung dengan selamat tanpa adanya
hambatan. Hiasan tarup, terdiri dari daun-daunan dan buah-buahan yang disebut
'tetuwuhan' yang memiliki nilai-nilai simbolik.
Makna
upacara ini, secara simbolis merupakan persiapan dan pembersihan diri lahir
batin kedua calon mempelai yang dilakukan dirumah masing-masing. Juga merupakan
media permohonan doa restu dari para pinisepuh. Peralatan yang dibutuhkan,
kembang setaman, gayung, air yang diambil dari 7 sumur, kendi dan bokor.
Orangtua
calon mempelai putri mengambil air dari 7 sumur, lalu dituangkan ke wadah
kembang setaman. Orangtua calon mempelai putri mengambil air 7 gayung untuk
diserahkan kepada panitia yang akan mengantarnya ke kediaman calon mempelai
putra. Upacara ini dimulai dengan sungkeman kepada orangtua calon pengantin serta
para pini sepuh.
Siraman
dilakukan pertama kali oleh orangtua calon pengantin, dilanjutkan oleh para
pinih sepuh, dan terakhir oleh ibu calon mempelai mempelai putri, menggunakan
kendi yang kenudian dipecahkan ke lantai sembari mengucapkan, "Saiki wis pecah
pamore”.
Paes/ Ngerik
Setelah
siraman, dilakukan upacara ini, yakni sebagai lambang upaya memperindah diri
secara lahir dan batin. 'Paes' (Rias)nya baru pada tahap 'ngalub-alubi'
(pendahuluan), untuk memudahkan paes selengkapnya pada saat akan dilaksanakan
temu. Ini dilakukan dikamar calon mempelai putri, ditunggui oleh para ibu pini
sepuh.
Sembari
menyaksikan paes, para ibu memberikan restu serta memanjatkan do'a agar dalam
upacara pernikahan nanti berjalan lancar dan khidmat. Dan semoga kedua mempelai
nanti saat berkeluarga dan menjalani kehidupan dapat rukun 'mimi lan mintuno',
dilimpahi keturunan dan rezeki.
Dodol Dawet
Prosesi ini
melambangkan agar dalam upacara pernikahan yang akan dilangsungkan,
diknjungi para tamu yang melimpah bagai cendol dawet yang laris terjual. dalam
upacara ini, ibu calon mempelai putri bertindak sebagai penjual dawet,
didampingi dan dipayungi oleh bapak calon mempelai putri, sambil mengucapkan :
"Laris...laris". 'Jual dawet' ini dilakukan dihalaman rumah.
Keluarga. kerabat adalah pembeli dengan pembayaran 'kreweng' (pecahan genteng)
Selanjutnya
adalah 'potong tumpeng' dan 'dulangan'. Maknanya, 'ndulang' (menyuapi) untuk
yang terakhir kali bagi putri yang akan menikah. Dianjurkan dengan melepas
'ayam dara' diperempatan jalan oleh petugas, serta mengikat 'ayam lancur'
dikaki kursi mempelai putri. Ini diartikan sebagai simbol melepas sang
putri yang akan mengarungi bahtera perkawinan.
Upacara
berikutnya, 'menanam rikmo' mempelai putri dihalaman depan dan 'pasang tuwuhan'
(daun-daunan dan buah-buahan tertentu). Maknanya adalah 'mendem sesuker', agar
kedua mempelai dijatuhkan dari kendala yang menghadang dan dapat meraih
kebahagiaan.
Midodareni
Ini adalah
malam terakhir bagi kedua calon mempelai sebagai bujang dan dara sebelum
melangsungkan pernikahan ke esokan harinya. Ada dua tahap upacara di kediaman
calon mempelai putri. Tahap pertama, upacara 'nyantrik', untuk
meyakinkan bahwa calon mempelai putra akan hadir pada upacara pernikahan
yang waktunya sudah ditetapkan. Kedatangan calon mempelai putra diantar oleh
wakil orangtua, para sepuh, keluarga serta kerabat untuk menghadap calon
mertua.
Tahap kedua,
memastikan bahwa keluarga calon mempelai putri sudah siap melaksanakan prosesi
pernikahan dan upacara 'panggih' pada esok harinya. Pada malam tersebut, calon
mempelai putri sudah dirias sebagaimana layaknya. Setelah menerima doa restu
dari para hadirin, calon mempelai putri diantar kembali masuk ke dalam kamar
pengantin, beristirahat buat persiapan upacara esok hari. Sementara para pni
sepuh, keluarga dan kerabat bisa melakukan 'lek-lekan' atau 'tuguran',
dimaksudkan untuk mendapat rahmat Tuhan agar seluruh rangkaian upacara berjalan
lancar dan selamat.
Pernikahan
Pernikahan,
merupakan upacara puncak yang dilakukan menurut keyakinan agama si calon
mempelai. Bagi pemeluk Islam, pernikahan bisa dilangsungkan di masjid atau di
kediaman calon mempelai putri. Bagi pemeluk Kristen dan Katolik, pernikahan
bisa dilangsungkan di gereja.
Ketiga
pernikahan berlangsung, mempelai putra tidak diperkenankan memakai keris.
Setelah upacara pernikahan selesai, barulah dilangsungkan upacara adat, yakni
upacara 'panggih' atau 'temu'.
Panggih
(Temu)
Sudah
menjadi tradisi, prosesi ini berurutan secara tetap, tapi dimungkinkan hanya
dengan penambahan variasi sesuai kekhasan daerah di Jawa Tengah. Diawali dengan
kedatangan rombongan mempelai putra yang membawa 'sanggan', berisi 'gedang ayu
suruh ayu', melambangkan keinginan untuk selamat atau 'sedya rahayu'. sanggan tersebut
diserahkan kepada ibu mertua sebagai penebus.
Upacara
dilanjutkan dengan penukaran 'kembang mayang'. Konon, segala peristiwa yang
menyangkut suatu formalitas peresmian ditengah masyarakat, perlu kesaksian.
Fungsi kembang mayang, konon sebagai saksi dan sebagai penjaga serta penangkal
(tolak bala). Setelah berlangsungnya upacara, kembang mayang tersebut ditaruh
di perempatan jalan, yang bermakna bahwa setiap orang yang melewati jalan
itu, menjadi tahu bahwa di daerah itu baru saja berlangsung upacara perkawinan.
'Panggih' atau 'temu' adalah dipertemukannya mempelai putri dan mempelai putra,
yang berlangsung sebagai berikut.
Mempelai putri dan mempelai putra dibimbing menuju 'titik panggih'. Pada jarak lebih kurang lima langkah, masing-masing mempelai saling melontarkan sirih atau gantal yang telah disiapkan.Arah lemparan mempelai putra diarahkan ke dada mempelai putri, sedangkan mempelai putri mengarahkannya ke paha mempelai putra. Ini sebagai lambang cinta kasih suami terhadap istrinya, dan si istri pun menunjukan baktinya kepada sang suami.
Mempelai
putra menginjak telur ayam hingga pecah. Lalu mempelai putri membasuh kaki
mempelai putra dengan air kembang setaman, yang kemudian dikeringkan dengan
handuk. Prosesi ini malambangkan kesetiaan istri kepada suami. Yakni, istri
selalu berbakti dengan sengan hati dan bisa memaafkan segala hal yang kurang
baik yang dilakukan suami. Setelah wijik dilanjutkan dengan 'pageran', maknanya
agar suami bisa betah di rumah. Lalu diteruskan dengan sembah sungkem mempelai
putri kepada mempelai putra.
Pupuk
Ibu mempelai
putri mengusap ubun-ubun mempelai putra sebanyak tiga kali dengan air kembang
setaman. Ini sebagai lambang penerimaan secara ikhlas terhadap menantunya
sebagai suami dari putrinya.
Sinduran/
Binayang
Prosesi ini
menyampirkan kain sindur yang berwarna merah ke pundak kedua mempelai
(mempelai putra di sebelah kanan) oleh bapak dan ibu mempelai putri. Saat
berjalan perlaham-lahan menuju pelaminan dengan iringan gending, Paling depan
di awali bapak mempelai putri mengiringi dari belakang dengan memegangi kedua
ujung sindur. Prosesi ini menggambarkan betapa kedua mempelai telah diterima
keluarga besar secara utuh, penuh kasih sayang tanpa ada perbedaan anatara anak
kandung dan menantu.
Bobot
Timbang
Kedua
mempelai duduk dipangkuan bapak mempelai putri. Mempelai putri berada dipaha
sebelah kiri, mempelai putra dipaha sebelah kanan. Upacara ini disertai dialog
antara ibu dan bapak mempelai putri. "Abot endi bapakne?"
("Berat yang mana, Pak) kata sang ibu. "Podo, podo abote,"
("Sama beratnya") sahut sang bapak. Makna dari upacara ini adalah
kasih sayang orangtua terhadap anak dan menantu sama besar dan beratnya.
Guno Koyo -
Kacar-kucur
Pemberian
'guno koyo' atau 'kacar-kucur' ini melambangkan pemberian nafkah yang pertama
kali dari suami kepada istri. Yakni berupa : kacang tolo merah, keledai hitam,
beras putih, beras kuning dan kembang telon ditaruh didalam 'klasa bongko' oleh
mempelai putra yang dituangkan ke pangkuan mempelai putri. Di pangkuan mempelai
putri sudah disiapkan serbet atau sapu tangan yang besar. Lalu guno koyo dan
kacar-kucur dibungkus oleh mempelai putri dan disimpan.
Upacara
Sungkeman
Sepasang
pengantin melakukan sungkem kepada kedua belah pihak orang tua.
Mula-mula kepada orang tua pengantin wanita kemudian kepada orang tua pengantin
pria. Sungkem adalah merupakan bentuk penghormatan tulus kepada orang
tua dan pinisepuh.
Pada waktu sungkem ( menghormat dengan posisi jongkok , kedua telapak tangan menyembah dan mencium lutut yang di-sungkemi), keris yang dipakai pengantin pria dilepas dulu dan dipegangi oleh perias, sesudah selesai sungkem , keris dikenakan kembali.
Orang tua dengan haru menerima penghormatan berupa sungkem dari putra putrinya dan pada waktu yang bersamaan juga memberikan restunya supaya keduanya menempuh hidup rukun, sejahtera. Tanpa mengucapkan kata-kata itu, sebenarnya para orang tua pengantin sudah memberikan restu yang dilambangkan dari kain batik yang dikenakan yang polanya truntum , artinya punyailah rejeki yang cukup selama hidup. Kedua orang tua juga menggunakan ikat pinggang besar yang namanya sindhur dengan pola gambar dengan garis yang melekuk-lekuk, artinya orang tua mewanti-wanti kedua anaknya supaya selalu bertindak hati-hati, bijak dalam menjalani kehidupan nyata didunia ini.
Pada waktu sungkem ( menghormat dengan posisi jongkok , kedua telapak tangan menyembah dan mencium lutut yang di-sungkemi), keris yang dipakai pengantin pria dilepas dulu dan dipegangi oleh perias, sesudah selesai sungkem , keris dikenakan kembali.
Orang tua dengan haru menerima penghormatan berupa sungkem dari putra putrinya dan pada waktu yang bersamaan juga memberikan restunya supaya keduanya menempuh hidup rukun, sejahtera. Tanpa mengucapkan kata-kata itu, sebenarnya para orang tua pengantin sudah memberikan restu yang dilambangkan dari kain batik yang dikenakan yang polanya truntum , artinya punyailah rejeki yang cukup selama hidup. Kedua orang tua juga menggunakan ikat pinggang besar yang namanya sindhur dengan pola gambar dengan garis yang melekuk-lekuk, artinya orang tua mewanti-wanti kedua anaknya supaya selalu bertindak hati-hati, bijak dalam menjalani kehidupan nyata didunia ini.
PENUTUP
Kesimpulan
Indonesia memiliki banyak adat istiadat yang perlu kita jaga dan terapkan
dalam kehidupan berbudaya yang telah diberikan oleh nenek moyang secara turun
temurun supaya adat istiadat itu tidak punah atau lambat laun menghilang begitu
saja, Jadi untuk generasi muda untuk menerapkannya kepada anak cucunya dimasa
depan yang akan datang. Salah satu contoh budaya yang masih melekat atau kental
di masyarakat yaitu budaya jawa.Di indonesia ini banyak sekali perbedaan budaya
tetapi tidak dipungkiri dengan adanya perbedaan-perbedaan itu, bisa
mempersatukan dan menjalin tali silahtuhrami dengan budaya-budaya daerah
lainnya.
Saran
Demikian informasi yang saya paparkan semoga bisa bermanfaat khususnya untuk Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta ,supaya menambah wawasan mengenai budaya-budaya indonesia ini.Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan serta penyusunan informasi ini jauh dari kata sempurna.Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
NAMA : NURUL IKHRIMAH (4423155584)
KELAS : USAHA JASA PARIWISATA B
Menambah wawasan saya. Terimakasih Nurul.
BalasHapusMantap. Perlu dicoba.
BalasHapusmantap :) saya jd tau bnyak tentang adat jawa.
BalasHapus