Pengembangan Pariwisata
Indonesia Harus Didukung oleh Tata Kelola yang Baik
Pemerintah telah menargetkan dapat menggaet
wisatawan mancanegara (wisman) di tahun 2015 ini sebanyak 10 juta orang. Dengan
asumsi, perolehan devisa negara dari sektor pariwisata akan mencapai
US$12 miliar. Sedangkan di tahun 2019, jumlah target wisman mencapai 20 juta
orang dengan pemasukan negara sebesar US$24 miliar.
Sebab diprediksi, akan terjadi tren penurunan devisa dari sektor migas, batubara, kelapa sawit dan karet alam sepanjang tahun 2015 sampai 2019. Hal ini akan membut sektor pariwisata menjadi andalan pemerintah untuk menjadi penghasil devisa terbesar negara. Nampaknya, kebijakan bebas visa untuk 30 negara yang diterapkan pada bulan Maret lalu juga turut mengamini betapa strategisnya sektor pariwisata saat ini.
Dengan diberlakukannya kebijakan bebas visa 30 negara, Indonesia mengincar wisatawan mancanegara dari 16 negara yang menjadi pangsa pasar. Namun, ada lima negara yang menjadi target utama Indonesia untuk menuju capaian pemerintah dalam jumlah wisman. Kelima negara itu berturut-turut adalah Singapura, Malaysia, Tiongkok, Australia, dan Jepang.
Di tahun 2015, guna mencapai target 10 juta wisatawan mancanegara, pemerintah berambisi menarik sebanyak 2 juta turis dari Singapura, 1,7 juta dari Malaysia, 1,3 juta dari Tiongkok, 1,1 juta dari Australia dan 529 ribu dari Jepang. Target ini pun naik dua kali lipat di tahun 2019, yaitu 3,7 juta wisatawan mancanegara dari Singapura, 3,2 juta dari Malaysia, 2,3 juta dari Tiongkok, 2,1 juta dari Australia dan 985 ribu dari Jepang.
Sebab diprediksi, akan terjadi tren penurunan devisa dari sektor migas, batubara, kelapa sawit dan karet alam sepanjang tahun 2015 sampai 2019. Hal ini akan membut sektor pariwisata menjadi andalan pemerintah untuk menjadi penghasil devisa terbesar negara. Nampaknya, kebijakan bebas visa untuk 30 negara yang diterapkan pada bulan Maret lalu juga turut mengamini betapa strategisnya sektor pariwisata saat ini.
Dengan diberlakukannya kebijakan bebas visa 30 negara, Indonesia mengincar wisatawan mancanegara dari 16 negara yang menjadi pangsa pasar. Namun, ada lima negara yang menjadi target utama Indonesia untuk menuju capaian pemerintah dalam jumlah wisman. Kelima negara itu berturut-turut adalah Singapura, Malaysia, Tiongkok, Australia, dan Jepang.
Di tahun 2015, guna mencapai target 10 juta wisatawan mancanegara, pemerintah berambisi menarik sebanyak 2 juta turis dari Singapura, 1,7 juta dari Malaysia, 1,3 juta dari Tiongkok, 1,1 juta dari Australia dan 529 ribu dari Jepang. Target ini pun naik dua kali lipat di tahun 2019, yaitu 3,7 juta wisatawan mancanegara dari Singapura, 3,2 juta dari Malaysia, 2,3 juta dari Tiongkok, 2,1 juta dari Australia dan 985 ribu dari Jepang.
Terlepas dari seberapa besar target pemerintah dalam
mencapai jumlah wisatawan asing dan devisa negara, ada beberapa hal yang perlu
menjadi bahan renungan. Kita semua sepakat bahwa sumber daya alam Indonesia
sudah menjadi perhatian dunia. Sumber daya alam yang melimpah, ditambah dengan
beragamnya kultur kebudayaan masyaratnya, seakan-akan potensi pariwisata
Indonesia tidak akan habis bila dieksplorasi.
POTENSI TIDAK DIDUKUNG TATA KELOLA YANG BAIK
Namun kenyataannya, sektor pariwisata Indonesia
tidak pernah menduduki posisi lima besar terbaik dunia. Bahkan, pada tahun 2013
Indonesia menduduki peringkat 50 dari 144 negara yang disurvei. Hal ini
menandakan bahwa tata kelola dan manajemen pariwisata di Indonesia selama ini
dapat dikatakan kurang baik. Kondisi ini terlihat dari pengelolaan lingkungan
sekitar resort dan buruknya infrastruktur, yang berkebalikan dengan dengan
keadaan sumber daya alam yang melimpah ruah.
Data dari Travel & Tourism Competitiveness Report 2013 menyebutkan bahwa kondisi lingkungan keberlanjutan di area resort Indonesia menduduki posisi yang rendah di dunia, yaitu berada di urutan 125. Hal ini juga terjadi pada keadaan kesehatan dan kebersihan di lokasi tempat wisata yang jorok, yaitu menduduki urutan 112. Padahal, prioritas sektor pariwisata di Indonesia dapat dikatakan dapat diandalkan untuk menjadi penyumbang devisa negara, yaitu urutan ke 19 di dunia. Namun, lagi-lagi keadaan ini tidak didukung dengan infrastruktur pariwisatanya, yang menepati urutan 113.
Data dari Travel & Tourism Competitiveness Report 2013 menyebutkan bahwa kondisi lingkungan keberlanjutan di area resort Indonesia menduduki posisi yang rendah di dunia, yaitu berada di urutan 125. Hal ini juga terjadi pada keadaan kesehatan dan kebersihan di lokasi tempat wisata yang jorok, yaitu menduduki urutan 112. Padahal, prioritas sektor pariwisata di Indonesia dapat dikatakan dapat diandalkan untuk menjadi penyumbang devisa negara, yaitu urutan ke 19 di dunia. Namun, lagi-lagi keadaan ini tidak didukung dengan infrastruktur pariwisatanya, yang menepati urutan 113.
Kondisi ini sungguh memprihatinkan, mengingat daya
saing harga dalam industri pariwisata di Indonesia yang dapat dikatakan
terbaik di dunia. Seluruh dunia akan dapat mengakses wisata di Indonesia karena
harganya yang murah. Ditambah lagi sumber daya alamnya yang potensial menduduki
posisi enam besar di dunia. Ini menandakan bahwa pemerintah Indonesia kurang
bisa mengelola potensi sumber daya pariwisatanya dengan baik untuk dijadikan
sektor prioritas. Sehingga, jangankan di dunia, di kancah Asia Tenggara saja
sektor pariwisata Indonesia menduduki peringkat keempat. Indonesia kalah
dengan Singapura, Malaysia dan Thailand.
MASALAH
MENGAPA HAL INI DAPAT TERJADI
Beberapa pihak menilai tata kelola sektor pariwisata
Indonesia lah yang masih kurang baik. Menurut Pendiri Komunitas Historia
Indonesia (KHI) Asep Kambali, buruknya infrastruktur pariwisata dan masalah kesehatan-kebersihan resort,
terjadi karena belum adanya koordinasi antara stakeholder di sektor pariwisata.
Seperti halnya, ketika menangani masalah kebersihan dan kesehatan lokasi
resort, seharusnya ada koordinasi dari Pemda yang dalam hal ini Dinas
Kebersihan, Dinas Pariwisata dan pihak pengamanan untuk bekerjasama
mengkondusifkan tempat wisata yang menjadi tanggungjawabnya.
Selain itu, pemerintah juga tidak bisa bekerja sendirian dalam mengelola tempat pariwisata yang ada. Perlu adanya koordinasi antara pemerintah dan swasta untuk menunjang pengelolaan pariwisata tersebut. Hal ini dikarenakan, dengan tidak adanya koordinasi inilah yang nantinya malah justru menyulitkan dalam mengeksplorasi tempat wisata secara optimal, baik itu wisata alam, dunia, atau museum. Sebagai contoh, akibatnya, tempat wisata itu tidak memiliki penyediaan lahan parkir yang baik, sampah dimana-mana, dan sulitnya akses tempat makan dan penginapan. Di Indonesia, standarisasi baik infrastruktur maupun pelayanan adalah hal yang perlu diperbaiki terus-menerus.
Menanggapi anggapan tata kelola sektor pariwisata yang buruk, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) angkat bicara. Menurut Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kemenpar, Dadang Rizki Ratman, dalam tata kelola di sektor pariwisata Kemenpar sudah menjalin kerjasama yang erat dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan terkait masalah infrastruktur. Infrastruktur untuk menunjang sektor pariwisata tersebut antara lain berupa akses terhadap bandara, pelabuhan laut dan jalan raya.
Selain itu, pemerintah juga tidak bisa bekerja sendirian dalam mengelola tempat pariwisata yang ada. Perlu adanya koordinasi antara pemerintah dan swasta untuk menunjang pengelolaan pariwisata tersebut. Hal ini dikarenakan, dengan tidak adanya koordinasi inilah yang nantinya malah justru menyulitkan dalam mengeksplorasi tempat wisata secara optimal, baik itu wisata alam, dunia, atau museum. Sebagai contoh, akibatnya, tempat wisata itu tidak memiliki penyediaan lahan parkir yang baik, sampah dimana-mana, dan sulitnya akses tempat makan dan penginapan. Di Indonesia, standarisasi baik infrastruktur maupun pelayanan adalah hal yang perlu diperbaiki terus-menerus.
Menanggapi anggapan tata kelola sektor pariwisata yang buruk, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) angkat bicara. Menurut Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kemenpar, Dadang Rizki Ratman, dalam tata kelola di sektor pariwisata Kemenpar sudah menjalin kerjasama yang erat dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan terkait masalah infrastruktur. Infrastruktur untuk menunjang sektor pariwisata tersebut antara lain berupa akses terhadap bandara, pelabuhan laut dan jalan raya.
Menanggapi data dari travel and tourism competitiveness
report 2013 yang menempatkan infrastruktur pariwisata, keberlanjutan
lingkungan, kesehatan dan kebersihan pada posisi yang kurang baik, Dadang
justru mengkritiknya. Dadang menyarankan supaya masyarakat tidak secara
mentah-mentah mencerna data itu tanpa melihat kondisi sebenarnya. Sebab, hasil
survei tersebut juga semestinya perlu dikritisi indikator yang dipakainya.
KETIDAKJELASAAN
KONSEP WISATA
Kebijakan pemerintah yang berambisi meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara patut diapresiasi. Ditambah lagi dengan kebijakan pembebasan visa bagi 45 negara, yang membuka peluang tercapainya target itu. Namun Asep menghimbau, jangan sampai program ini tidak dibarengi dengan upaya pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia.
Kebijakan pemerintah yang berambisi meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara patut diapresiasi. Ditambah lagi dengan kebijakan pembebasan visa bagi 45 negara, yang membuka peluang tercapainya target itu. Namun Asep menghimbau, jangan sampai program ini tidak dibarengi dengan upaya pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia.
Kesan
dari para wisatawan mancanegara sangat memiiki nilai yang strategis dalam
komunikasi publik dan promosi. Apabila para wisatawan mancanegara mendapatkan
kesan negatif, tentunya juga akan membuat citra buruk bangsa.
Oleh sebab itu, kesan pertama harus dibangun dari bandara, jalan raya dan dari agen-agenya wisatanya. Bahkan, pemerintah juga perlu mengonsepkan untuk memberikan sambutan yang meriah di destinasi wisata, keramahan pelayanan dan fasilitas pendukung seperti restoran, toliet serta hotel atau penginapan. Akan tetapi, konsep ini nampaknya sulit untuk diterapkan secara menyeluruh di tempat wisata seluruh Indonesia.
Oleh sebab itu, kesan pertama harus dibangun dari bandara, jalan raya dan dari agen-agenya wisatanya. Bahkan, pemerintah juga perlu mengonsepkan untuk memberikan sambutan yang meriah di destinasi wisata, keramahan pelayanan dan fasilitas pendukung seperti restoran, toliet serta hotel atau penginapan. Akan tetapi, konsep ini nampaknya sulit untuk diterapkan secara menyeluruh di tempat wisata seluruh Indonesia.
Supaya tidak menimbulkan kekecewaan bagi wisatawan
mancanegara, seharusnya pemerintah membuat grand design konsep pariwisata
Indonesia yang jelas. Nantinya secara umum wisata di Indonesia akan terlihat
seperti apa bentuknya. Apakah pemerintah akan membuatnya dalam kategori glamor
ataukah akan membuatnya terlihat lebih adventure. Karena selama ini konsep
wisata di Indonesia di satu tempat dengan yang lainnya memiliki konsep yang
berbeda-beda. Upaya ini perlu dicanangkan, mengingat kondisi aksesibilitas dari
bandara ke tempat-tempat wisata di Indonesia yang sebagian besar sangat
memprihatinkan. Maka dari
itu, konsep
wisata glamor di Indonesia sulit dterapkan.
SOLUSI
PRASARANA DAN SARANA WISATA
a. Prasarana Objek Wisata Prasarana Objek wisata adalah sumber daya alam
dan sumber daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam
perjalanannya di daerah tujuan wisata seperti jalan, listrik, air,
telekomunikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya, dan itu termasuk ke
dalam prasarana umum. Untuk kesiapan Objek wisata yang akan di kunjungi oleh
wisatawan di daerah tujuan wisata,
prasarana wisata tersebut perlu di bangun dengan disesuaikan dengan lokasi dan
kondisi Objek wisata yang bersangkutan. Pembangunan prasarana wisata
yang mempertimbangkan kondisi dan lokasi
akan meningkatkan aksesbilitas suatu Objek wisata yang pada gilirannya
akan dapat meningkatkan daya tarik Objek wisata itu sendiri. Di samping berbagai kebutuhan yang telah disebutkan
di atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu disediakan di daerah tujuan
wisata, seperti bank, apotek, rumah sakit, pom bensin, pusat-pusat
perbelanjaan dan lain-lain. Dalam
pembangunan prasarana wisata pemerintah lebih dominan, karena pemerintah
dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti untuk
meningkatkan arus informasi, arus lalu lintas ekonomi, arus mobilitas manusia
antara daerah, dan sebagainya, yang tentu saja meningkatkan kesempatan berusaha
dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat disekitarnya.
b. Sarana Objek Sarana wisata merupakan
kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan
untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya.
Pembangunan sarana wisata di daerah tujuan wisata maupun Objek wisata tertentu
harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Lebih dari itu selera pasar pun dapat menentukan tuntutan
sarana yang di maksud. Berbagai sarana
wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata adalah hotel, biro
perjalanan, alat transportasi, restoran, dan rumah makan serta sarana pendukung
lainnya. Tidak semua Objek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap.
Pengadaan sarana wisata tersebut harus disesuikan
dengan kebutuhan wisatawan. Sarana wisata secara kuantitatif menunjuk
pada jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan secara kualitatif
menunjukkan pada mutu pelayanan yang
diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan yang memperoleh pelayanan.
Dalam hubungannya dengan jenis dan mutu pelayanan sarana wisata di daerah
tujuan wisata telah disusun suatu standar wisata yang baku baik secara nasional
maupun internasional, sehingga penyediaan sarana wisata tinggal memilih atau
menentukan jenis dan kualitas yang akan disediakan.
KONSEP FASILITAS WISATA
Fasilitas wisata ialah pelengkap daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk
memenuhi
kebutuhan dari wisatawan yang sedang menikmati perjalanan wisata. Fasilitas
wisata dibuat untuk mendukung konsep atraksi wisata yang sudah ada. Karena itu
selain daya tarik wisata, kegiatan wisata yang dilakukan wisatawan membutuhkan
adanya fasilitas wisata yang menunjang kegiatan wisata tersebut. Sehingga pada
akhirnya setiap komponen saling berkaitan dalam rangkaian wisata perjalanan
mulai dari daya tarik wisata, kegiatan wisata, sampai dengan fasilitas wisata
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Mill (2000:24) “Facilities sevice them when they get there”. Fasilitas wisata adalah salah satu hal yang memenuhi kebutuhan dari wisatawan yang melakukan
perjalanan wisata sesampainya mereka di atraksi wisata. Komponen dari fasilitas perjalanan terdiri dari unsur alat
transportasi, fasilitas akomodasi, fasilitas makanan-minuman dan fasilitas yang
lainnya sesuai dengan kebutuhan perjalanan. Adapun Fasilitas terbagi
sebagai berikut:
1. Akomodasi Akomodasi diperlukan oleh
wisatawan yang sedang berkunjung ke atraksi wisata untuk tempat tinggal
sementara sehingga dapat beristirahat sebelum
melakukan kegiatan wisata selanjutnya. Dengan adanya akomodasi membuat
wisatawan untuk tinggal dalam jangka waktu yang cukup lama untuk menikmati
objek dan daya tarik wisata. Hal-hal yang berkaitan dengan akomodasi wisata
sangat mempengaruhi wisatawan untuk
berkunjung seperti pilihan akomodasi, jenis fasilitas dan pelayanan yang
diberikan, tingkat harga, serta jumlah kamar yang tersedia.
2. Tempat makan dan minum Tentu saja
dalam melakukan kunjungan ke tempat wisata para wisatawan yang datang
memerlukan makan dan minum sehingga perlu disediakannya pelayanan makanan dan minuman. Hal tersebut mengantisipasi bagi para wisatawan
yang tidak membawa bekal saat melakukan perjalanan wisata. Makanan khas daerah
wisata pub dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan yang datang. Hal yang perlu dipertimbangkan yaitu jenis makanan dan minuman,
ke-higienisan, pelayanan, harga, bahkan lokasi pun menjadi salah satu faktor
untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.
3.
Fasilitas umum di lokasi wisata Fasilitas umum yang dimaksud adalah
fasilitas penunjang tempat wisata seperti toilet umum, tempat parkir, musholla,
dll. Pembangunan fasilitas wisata di daerah tujuan wisata maupun objek wisata
harus disesuaikan dengan
kebutuhan wisatawan baik secara kuantitatif maupun kualitiatif. Fasilitas wisata secara kuantitatif menunjuk pada
jumlah fasilitas wisata yang harus disediakan, dan secara kualitatif
menunjukkan pada mutu pelayanan yang
diberikan dan tercermin pada kepuasan wisatawan.Gamal Suwantoro (2004:22). Pemaparan Soekadijo
(1997:95) mengenai syarat-syarat fasilitas yang baik sebagai berikut:
·
Bentuk dari fasilitas harus dapat dikenal (recognizable).
·
Pemanfaatan
fasilitas harus sesuai dengan fungsinya.
·
Fasilitas
harus strategis, dimana pengunjung dapat menemukannya dengan mudah.
·
Kualitas dari fasilitas itu sendiri harus sesuai dengan standar-standar
yang berlaku dalam kepariwisataan.
KONSEP AKSESIBILITAS WISATA
Aksesibilitas
merupakan salah satu faktor yang membantu mempermudah perjalanan wisata para
wisatawan yang akan berkunjung ke tempat atraksi wisata. Menurut Sammeng
(2000:36) Salah satu komponen yang sangat penting dalam kegiatan pariwisata adalah aksesibilitas atau kelancaran
perpindahan seseorang dari satu tempat ke tempat lain. Perpindahan tersebut
bisa berjarak dekat ataupun berjarak jauh. Komponen askesibilitas dikategorikan ke dalam dua sifat dasar oleh
Hainim (1999:21) yaitu sifat fisik dan non fisik. Aksesibilitas yang
bersifat fisik dapat dikategorikan ke dalam suatu bentuk kemudahan-kemudahan
yang tersedia menyangkut ketersediaan prasarana dan sarana jaringan
transportasi yang menghubungkan antara satu daerah tujuan wisata dengan daerah
asal wisatawan, baik dalam bentuk sarana
transportasi berjadwal (scheduled transport)
ataupun yang tidak berjadwal (non scheduled transport). Sementara aksesibilitas yang
bersifat non fisik, menyangkut suatu bentuk kemudahan
pencapaian melalui jalur perizinan atau permit, biasanya aksesibilitas dalam
kategori non fisik ini ditujukan bagi daerah tujuan wisata yang dilindungi dan
dibatasi frekuensi maupun kuantitas kunjungannya.
PELAYANAN TERHADAP WISATAWAN
Pelayanan berasal dari kata pelayan yang artinya orang yang pekerjaannya
melayani orang lain. Dari kutipan di atas, bila dikaitkan dengan pengertian
pelayanan terhadap wisatawan
adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan orang untuk membantu atau melayani kepentingan wisatawan
dalam rangka memenuhi kebutuhan atau keinginan wisatawan. Dalam melakukan pelayanan terhadap wisatawan ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pelayanan terhadap
wisatawan di Objek pariwisata yaitu:
1. Ramah tamah dalam menerima
wisatawan.
2.
Jujur melayani wisatawan, terutama dalam memenuhi kebutuhan wisatawan di Objek pariwisata.
3.
Kesediaan
masyarakat membantu wisatawan dalam memenuhi kebutuhannya di objek
pariwisata.
4.
Rasa aman yang di peroleh wisatawan, baik terhadap dirinya maupun harta bendanya.
PROSES PERANCANGAN
A. Prosedur
Perancangan
1. Proses
berfikir dan penelusuran masalah Proses perancangan sesuangguhnya selayaknya
bermula dari proses berfikir dan menelusuri masalah (problem seeking) dan tidak
langsung pada pemecahan masalah (problem solving). Prosedur perancangan semacam
ini telah digagas oleh Caudill Rowlett pada tahun 1960-1970 an, sebagai pionir
dalam pendekatan perancangan secara sistematis dalam kegiatan programming. Langkah ini dimulai dari
pengumpulan data, baik melalui wawancara
dengan klien, survai lapangan, survai sosial ekonomi budaya, survai atas
preseden arsitektur, dan lain sebagainya.
2.
Ragam
prosedur perancangan Proses perancangan
arsitektur adalah suatu ilmu dan sekaligus seni, dan karena itu bukan
merupakan sesuatu yang eksak dan matematis. Oleh
sebab itu, tidak satu pendekatan yang dianggap paling jitu untuk suatu
perancangan arsitektur tertentu. Ada banyak prosedur pendekatan, memiliki
prinsip yang sama, yang dapat diterapkan sesuai dengan konteks, karakteristik
proyek, dan atau bahkan berdasarkan selera Arsitek.
B.
Basis Pengetahuan Perancangan Arsitektur Sumber untuk penyusunan konsep desain, paling
tidak berbasis pada tiga pengetahuan dasar :
1. Preseden dalam
arsitektur: Suatu telaah terhadap karya yang sudah ada dan dianggap berhasil.
2. Prinsip-prinsip dalam arsitektur:
Berupa gagasan yang menjadikan karya arsitektur berhasil.
3. Templates
dalam arsitektur: .Pola-pola yang lazim digunakan dan berhasil. Sementara itu,
lingkup konsep desain arsitektur sendiri, mencakup empat komponen :
a. Aspek konseptual, mencakup filosofis
dan gagasan: Tujuan, dan aspirasi perancang yang mengakomodasi aspirasi Klien.
b. Aspek
programanik, meliputi fungsi dan interelasi: Kebutuhan manusia dan aktivitas baik secara
kuantitatif maupun kualitatif (Pengelompokkan fungsional, sirkulasi, hubungan
massa dan ruang).
c. Aspek kontekstual, mencakup tapak
dan lingkungan: Tanggapan terhadap lingkungan fisik dan non fisik.
d. Aspek formal terdiri atas bentuk dan
ruang: Konstruksi geometrik, konfigurasi ruang, bentukan massa dan ruang.
KRITERIA PERANCANGAN
a. Kriteria Umum Desain harus memperhatikan kriteria
umum bangunan, yang disesuaikan dengan fungsi dan kompleksitas bangunan, yaitu
:
1. Persyaratan
Peruntukan dan Intensitas : Menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata
ruang dan tata bangunan yang ditetapkan di daerah yang bersangkutan; Menjamin
keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan.
2. Persyaratan Arsitektur dan
Lingkungan: Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang didirikan berdasarkan
karakteristik lingkungan, ketentuan wujud bangunan, dan budaya daerah, sehingga
seimbang, serasi dan selaras dengan
lingkungannya (fisik, social dan budaya); Menjamin bangunan gedung
dibangun dan dimanfaatkan dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan.
3. Persyaratan Struktur Bangunan:
Menjamin terwujudnya bengunan gedung yang
dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia;
Menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan
atau luka yang disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan; Menjamin
kepentingan manusia dari kehilangan atau 12kerusakan
benda yang disebabkan oleh perilaku struktur; Menjamin perlindungan property
lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan struktur.
4. Persyaratan Ketahanan terhadap
kebakaran: Menjamin terwujudnya bangunan
gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia;
Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa sehingga
mampu secara struktural stabil selama kebakaran.
5. Persyaratan
Sarana Jalan Masuk dan Keluar: Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses
yang layak, aman dan nyaman ke dalam
bangunan dan fasilitas serta layanan di dalamnya; Menjamin terwujudnya upaya
melindungi penghuni dari kesakitan atau luka saat evakuasi pada keadaan
darurat.
6.
Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda arah
Keluar, dan Sistem Peringatan bahaya:
Menjamin tersedianya pertandaan dini yang informatif di dalam bangunan gedung
apabila terjadi keadaan darurat: Menjamin penghuni melakukan evakuasi
secara mudah dan aman, apabila terjadi keadaan darurat.
7.
Persyaratan instalasi Listrik, Penangkal Petir dan Komunikasi: Menjamin
terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam menunjang
terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; Menjamin
terwujudnya keamanan bangunan gedung dan
penghuninya dari bahaya akibat petir; Menjamin tersedianya sarana
komunikasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya
kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.
8.
Persyaratan
Sanitasi Lingkungan dan dalam Bangunan: Menjamin tersedianya sarana sanitasi
yang memadai dalam menunjang terselenggaranya
kegiatan baik di lingkungan kawasan maupun di dalam bangunan gedung sesuai
dengan fungsinya; Menjamin terwujudnya kebersihan, kesehatan dan
memberikan kenyamanan bagi penghuni
bangunan dan lingkungan; Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan
sanitasi secara baik.
9.
Persyaratan Ventilasi dan Pengkondisian Udara: Menjamin terpenuhinya
kebutuhan udara yang cukup, secara alami dalam menunjang terselenggaranya
kegiatan dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; Menjamin upaya
beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara baik.
10.
Persyaratan Pencahayaan: Menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang
cukup, baik alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam
bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; Menjamin upaya beroperasinya peralatan
dan perlengkapan pencahayaan secara baik.
11.
Persyaratan
Kebisingan dan Getaran: Menjamin terwujudnya kegiatan yang nyaman dari gangguan
suara dan getaran yang tidak diinginkan; Menjamin adanya kepastian bahwa setiap
usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak
negative suara dan getaran perlu melakukan upaya pengendalian pencemaran dan
atau mencegah perusakan lingkungan.
b. Kriteria Khusus Kriteria khusus
menyangkut syarat- syarat yang khusus baik dari segi fungsi khusus bangunan maupun segi teknis
lainnya, misalnya :
1. Dikaitkan
dengan upaya pelestarian atau konservasi bangunan yang ada .
2. Kesatuan
perencanaan bangunan dengan lingkungan yang ada disekitar, seperti dalam rangka
implementasi penataan bangunan dan lingkungan.
3. Solusi dan
batasan –batasan kontekstual, seperti faktor sosial budaya
setempat, geografi klimatologi, dan lain– lain.
4. Penggunaan material yang mampu
bertahan lama, misalnya untuk 50 tahun
terhadap ketahanan cuaca, mudah pemeliharaan dan up to date.
5. Bangunan harus
fungsional, efisien, menarik tapi tidak berlebihan.
6. Kreatifitas desain hendaknya
ditekankan pada kemampuan mengadakan sublimasi antara fungsi teknik dan fungsi
sosial bangunan.
7. Dengan batasan tidak mengganggu
produktivitas kerja, biaya investasi dan
pemeliharaan bangunan sepanjang umurnya, hendaknya diusahakan serendah
mungkin.
8. Bangunan
gedung hendaknya menjadi generator dan ikut meningkatkan kualitas lingkungan
lokasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Dani Satria,
Hardiat. “Kala Pengembangan Pariwisata Tak Dikelola Dengan Baik”. http://telusur.metrotvnews.com/read/2015/06/20/406119/kala-pengembangan-pariwisata-tak-didukung-tata-kelola-yang-baik.
Ghofur, Abdul. “Penyusunan DED (Detail Engineering Design) Prasarana Objek Wisata Bono KABUPATEN PELALAWAN BAB IV APRESIASI DAN INOVASI”. http://www.academia.edu/7893874/Penyusunan_DED_Detail_Engineering_Design_Prasarana_Objek_Wisata_Bono_KABUPATEN_PELALAWAN_BAB_IV_APRESIASI_DAN_INOVASI.
Nama : Firhan Abrar
NIM : 4423154635
Kelas A UJP 2015
Struktur nya rapih mulai dari proses, penyebab, solusi, dll. Penyampaiannya detail dan simple jadi gak susah memahaminya. Semua informasi nya terkumpul dalam satu pembahasan. Hebattt
BalasHapusNice... Datanya akurat , mengandung unsur 5 W 1 H & bahasa yang digunakan Jelas 👍
BalasHapusisinya lengkap dan sangat bagus mulai dari penjelasan yang dilengkapi dengan data data yang akurat,pendapat para ahli sampai kepada solusinya.goodlah
BalasHapusGood article!
BalasHapus