Selasa, 05 Januari 2016

Solusi UNJ Untuk Pariwisata Indonesia



Pengembangan Pariwisata Indonesia Harus Didukung oleh Tata Kelola yang Baik

Pemerintah telah menargetkan dapat menggaet wisatawan mancanegara (wisman) di tahun 2015 ini sebanyak 10 juta orang. Dengan asumsi, perolehan devisa negara dari sektor pariwisata  akan mencapai US$12 miliar. Sedangkan di tahun 2019, jumlah target wisman mencapai 20 juta orang dengan pemasukan negara sebesar US$24 miliar.

Sebab diprediksi, akan terjadi tren penurunan devisa dari sektor
migas, batubara, kelapa sawit dan karet alam sepanjang tahun 2015 sampai 2019. Hal ini akan membut sektor pariwisata menjadi andalan pemerintah untuk menjadi penghasil devisa terbesar negara. Nampaknya, kebijakan bebas visa untuk 30 negara yang diterapkan pada bulan Maret lalu juga turut mengamini betapa strategisnya sektor pariwisata saat ini.

Dengan diberlakukannya kebijakan bebas visa 30 negara, Indonesia mengincar wisatawan mancanegara dari 16 negara yang menjadi pangsa pasar. Namun, ada lima negara yang menjadi target utama Indonesia untuk menuju capaian pemerintah dalam jumlah wisman.  Kelima negara itu berturut-turut adalah Singapura, Malaysia, Tiongkok, Australia
, dan Jepang.

Di tahun 2015, guna mencapai target 10 juta wisatawan mancanegara, pemerintah berambisi menarik sebanyak 2 juta turis dari Singapura,  1,7 juta dari Malaysia, 1,3 juta dari Tiongkok, 1,1 juta dari Australia dan 529 ribu dari Jepang. Target ini pun naik dua kali lipat di tahun 2019, yaitu 3,7 juta wisatawan mancanegara dari Singapura, 3,2 juta dari Malaysia, 2,3 juta dari Tiongkok, 2,1 juta dari Australia dan 985 ribu dari Jepang.
Terlepas dari seberapa besar target pemerintah dalam mencapai jumlah wisatawan asing dan devisa negara, ada beberapa hal yang perlu menjadi bahan renungan. Kita semua sepakat bahwa sumber daya alam Indonesia sudah menjadi perhatian dunia. Sumber daya alam yang melimpah, ditambah dengan beragamnya kultur kebudayaan masyaratnya, seakan-akan potensi pariwisata Indonesia tidak akan habis bila dieksplorasi.

POTENSI TIDAK DIDUKUNG TATA KELOLA YANG BAIK
Namun kenyataannya, sektor pariwisata Indonesia tidak pernah menduduki posisi lima besar terbaik dunia. Bahkan, pada tahun 2013 Indonesia menduduki peringkat 50 dari 144 negara yang disurvei. Hal ini menandakan bahwa tata kelola dan manajemen pariwisata di Indonesia selama ini dapat dikatakan kurang baik. Kondisi ini terlihat dari pengelolaan lingkungan sekitar resort dan buruknya infrastruktur, yang berkebalikan dengan dengan keadaan sumber daya alam yang melimpah ruah.

Data dari Travel & Tourism Competitiveness Report 2013 menyebutkan bahwa kondisi lingkungan keberlanjutan di area resort Indonesia menduduki posisi yang rendah di dunia, yaitu berada di urutan 125. Hal ini juga terjadi pada keadaan kesehatan dan kebersihan di lokasi tempat wisata yang jorok, yaitu menduduki urutan 112. Padahal, prioritas sektor pariwisata di Indonesia dapat dikatakan dapat diandalkan untuk menjadi penyumbang devisa negara, yaitu urutan ke 19 di dunia. Namun, lagi-lagi keadaan ini tidak didukung dengan infrastruktur pariwisatanya, yang menepati urutan 113.
Kondisi ini sungguh memprihatinkan, mengingat daya saing harga dalam industri pariwisata di Indonesia  yang dapat dikatakan terbaik di dunia. Seluruh dunia akan dapat mengakses wisata di Indonesia karena harganya yang murah. Ditambah lagi sumber daya alamnya yang potensial menduduki posisi enam besar di dunia. Ini menandakan bahwa pemerintah Indonesia kurang bisa mengelola potensi sumber daya pariwisatanya dengan baik untuk dijadikan sektor prioritas. Sehingga, jangankan di dunia, di kancah Asia Tenggara saja sektor pariwisata Indonesia menduduki peringkat keempat. Indonesia  kalah dengan Singapura, Malaysia dan Thailand.
MASALAH

MENGAPA HAL INI DAPAT TERJADI
Beberapa pihak menilai tata kelola sektor pariwisata Indonesia lah yang masih kurang baik. Menurut Pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI) Asep Kambali, buruknya infrastruktur pariwisata dan masalah kesehatan-kebersihan resort, terjadi karena belum adanya koordinasi antara stakeholder di sektor pariwisata. Seperti halnya, ketika menangani masalah kebersihan dan kesehatan lokasi resort, seharusnya ada koordinasi dari Pemda yang dalam hal ini Dinas Kebersihan, Dinas Pariwisata dan pihak pengamanan untuk bekerjasama mengkondusifkan tempat wisata yang menjadi tanggungjawabnya.

Selain itu, pemerintah juga tidak bisa bekerja sendirian dalam mengelola  tempat pariwisata yang ada. Perlu adanya koordinasi antara pemerintah dan swasta untuk menunjang pengelolaan pariwisata tersebut. Hal ini dikarenakan, dengan tidak adanya koordinasi inilah yang nantinya malah justru menyulitkan dalam mengeksplorasi tempat wisata secara optimal, baik itu wisata alam, dunia, atau museum. Sebagai contoh, akibatnya, tempat wisata itu tidak memiliki penyediaan lahan parkir yang baik, sampah dimana-mana, dan sulitnya akses tempat makan dan penginapan. Di Indonesia, standarisasi baik infrastruktur maupun pelayanan adalah hal yang perlu diperbaiki terus-menerus.

Menanggapi anggapan tata kelola sektor pariwisata yang buruk, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) angkat bicara. Menurut Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kemenpar, Dadang Rizki Ratman, dalam tata kelola di sektor pariwisata Kemenpar sudah menjalin kerjasama yang erat dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan terkait masalah infrastruktur. Infrastruktur untuk menunjang sektor pariwisata tersebut antara lain berupa akses terhadap bandara, pelabuhan laut dan jalan raya.
Menanggapi data dari travel and tourism competitiveness report 2013 yang menempatkan infrastruktur pariwisata, keberlanjutan lingkungan, kesehatan dan kebersihan pada posisi yang kurang baik, Dadang justru mengkritiknya. Dadang menyarankan supaya masyarakat tidak secara mentah-mentah mencerna data itu tanpa melihat kondisi sebenarnya. Sebab, hasil survei tersebut juga semestinya perlu dikritisi indikator yang dipakainya.
KETIDAKJELASAAN KONSEP WISATA

Kebijakan pemerintah yang berambisi meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara patut diapresiasi. Ditambah lagi dengan kebijakan pembebasan visa bagi 45 negara, yang membuka peluang tercapainya target itu. Namun Asep menghimbau, jangan sampai program ini tidak dibarengi dengan upaya pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia.
Kesan dari para wisatawan mancanegara sangat memiiki nilai yang strategis dalam komunikasi publik dan promosi. Apabila para wisatawan mancanegara mendapatkan kesan negatif, tentunya juga akan membuat citra buruk bangsa.

Oleh sebab itu, kesan pertama harus dibangun dari bandara, jalan raya dan dari agen-agenya wisatanya. Bahkan, pemerintah juga perlu mengonsepkan untuk memberikan sambutan yang meriah di destinasi wisata, keramahan pelayanan dan fasilitas pendukung seperti restoran, toliet serta hotel atau penginapan. Akan tetapi, konsep ini nampaknya sulit untuk diterapkan secara menyeluruh di tempat wisata seluruh Indonesia.
Supaya tidak menimbulkan kekecewaan bagi wisatawan mancanegara, seharusnya pemerintah membuat grand design konsep pariwisata Indonesia yang jelas. Nantinya secara umum wisata di Indonesia akan terlihat seperti apa bentuknya. Apakah pemerintah akan membuatnya dalam kategori glamor ataukah akan membuatnya terlihat lebih adventure. Karena selama ini konsep wisata di Indonesia di satu tempat dengan yang lainnya memiliki konsep yang berbeda-beda. Upaya ini perlu dicanangkan, mengingat kondisi aksesibilitas dari bandara ke tempat-tempat wisata di Indonesia yang sebagian besar sangat memprihatinkan. Maka dari itu, konsep wisata glamor di Indonesia sulit dterapkan.

SOLUSI

PRASARANA DAN SARANA WISATA

a.       Prasarana Objek Wisata Prasarana Objek wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya, dan itu termasuk ke dalam prasarana umum. Untuk kesiapan Objek wisata yang akan di kunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan wisata, prasarana wisata tersebut perlu di bangun dengan disesuaikan dengan lokasi dan kondisi Objek wisata yang bersangkutan. Pembangunan prasarana wisata yang mempertimbangkan kondisi dan lokasi akan meningkatkan aksesbilitas suatu Objek wisata yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan daya tarik Objek wisata itu sendiri. Di samping berbagai kebutuhan yang telah disebutkan di atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu disediakan di daerah tujuan wisata, seperti bank, apotek, rumah sakit, pom bensin, pusat-pusat perbelanjaan dan lain-lain. Dalam pembangunan prasarana wisata pemerintah lebih dominan, karena pemerintah dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti untuk meningkatkan arus informasi, arus lalu lintas ekonomi, arus mobilitas manusia antara daerah, dan sebagainya, yang tentu saja meningkatkan kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat disekitarnya.
b.      Sarana Objek Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya. Pembangunan sarana wisata di daerah tujuan wisata maupun Objek wisata tertentu harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Lebih dari itu selera pasar pun dapat menentukan tuntutan sarana yang di maksud. Berbagai sarana wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata adalah hotel, biro perjalanan, alat transportasi, restoran, dan rumah makan serta sarana pendukung lainnya. Tidak semua Objek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap. Pengadaan sarana wisata tersebut harus disesuikan dengan kebutuhan wisatawan. Sarana wisata secara kuantitatif menunjuk pada jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan secara kualitatif menunjukkan pada mutu pelayanan yang diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan yang memperoleh pelayanan. Dalam hubungannya dengan jenis dan mutu pelayanan sarana wisata di daerah tujuan wisata telah disusun suatu standar wisata yang baku baik secara nasional maupun internasional, sehingga penyediaan sarana wisata tinggal memilih atau menentukan jenis dan kualitas yang akan disediakan.

KONSEP FASILITAS WISATA

Fasilitas wisata ialah pelengkap daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dari wisatawan yang sedang menikmati perjalanan wisata. Fasilitas wisata dibuat untuk mendukung konsep atraksi wisata yang sudah ada. Karena itu selain daya tarik wisata, kegiatan wisata yang dilakukan wisatawan membutuhkan adanya fasilitas wisata yang menunjang kegiatan wisata tersebut. Sehingga pada akhirnya setiap komponen saling berkaitan dalam rangkaian wisata perjalanan mulai dari daya tarik wisata, kegiatan wisata, sampai dengan fasilitas wisata merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Mill (2000:24) “Facilities sevice them when they get there”. Fasilitas wisata adalah salah satu hal yang memenuhi kebutuhan dari wisatawan yang melakukan perjalanan wisata sesampainya mereka di atraksi wisata. Komponen dari fasilitas perjalanan terdiri dari unsur alat transportasi, fasilitas akomodasi, fasilitas makanan-minuman dan fasilitas yang lainnya sesuai dengan kebutuhan perjalanan. Adapun Fasilitas terbagi sebagai berikut:

1.      Akomodasi Akomodasi diperlukan oleh wisatawan yang sedang berkunjung ke atraksi wisata untuk tempat tinggal sementara sehingga dapat beristirahat sebelum melakukan kegiatan wisata selanjutnya. Dengan adanya akomodasi membuat wisatawan untuk tinggal dalam jangka waktu yang cukup lama untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Hal-hal yang berkaitan dengan akomodasi wisata sangat mempengaruhi wisatawan untuk berkunjung seperti pilihan akomodasi, jenis fasilitas dan pelayanan yang diberikan, tingkat harga, serta jumlah kamar yang tersedia.

2.      Tempat makan dan minum Tentu saja dalam melakukan kunjungan ke tempat wisata para wisatawan yang datang memerlukan makan dan minum sehingga perlu disediakannya pelayanan makanan dan minuman. Hal tersebut mengantisipasi bagi para wisatawan yang tidak membawa bekal saat melakukan perjalanan wisata. Makanan khas daerah wisata pub dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan yang datang. Hal yang perlu dipertimbangkan yaitu jenis makanan dan minuman, ke-higienisan, pelayanan, harga, bahkan lokasi pun menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.

3.      Fasilitas umum di lokasi wisata Fasilitas umum yang dimaksud adalah fasilitas penunjang tempat wisata seperti toilet umum, tempat parkir, musholla, dll. Pembangunan fasilitas wisata di daerah tujuan wisata maupun objek wisata harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik secara kuantitatif maupun kualitiatif. Fasilitas wisata secara kuantitatif menunjuk pada jumlah fasilitas wisata yang harus disediakan, dan secara kualitatif menunjukkan pada mutu pelayanan yang diberikan dan tercermin pada kepuasan wisatawan.Gamal Suwantoro (2004:22). Pemaparan Soekadijo (1997:95) mengenai syarat-syarat fasilitas yang baik sebagai berikut:

·         Bentuk dari fasilitas harus dapat dikenal (recognizable).
·         Pemanfaatan fasilitas harus sesuai dengan fungsinya.
·         Fasilitas harus strategis, dimana pengunjung dapat menemukannya dengan mudah.
·         Kualitas dari fasilitas itu sendiri harus sesuai dengan standar-standar yang berlaku dalam kepariwisataan.

KONSEP AKSESIBILITAS WISATA

Aksesibilitas merupakan salah satu faktor yang membantu mempermudah perjalanan wisata para wisatawan yang akan berkunjung ke tempat atraksi wisata. Menurut Sammeng (2000:36) Salah satu komponen yang sangat penting dalam kegiatan pariwisata adalah aksesibilitas atau kelancaran perpindahan seseorang dari satu tempat ke tempat lain. Perpindahan tersebut bisa berjarak dekat ataupun berjarak jauh. Komponen askesibilitas dikategorikan ke dalam dua sifat dasar oleh Hainim (1999:21) yaitu sifat fisik dan non fisik. Aksesibilitas yang bersifat fisik dapat dikategorikan ke dalam suatu bentuk kemudahan-kemudahan yang tersedia menyangkut ketersediaan prasarana dan sarana jaringan transportasi yang menghubungkan antara satu daerah tujuan wisata dengan daerah asal wisatawan, baik dalam bentuk sarana transportasi berjadwal (scheduled transport) ataupun yang tidak berjadwal (non scheduled transport). Sementara aksesibilitas yang bersifat non fisik, menyangkut suatu bentuk kemudahan pencapaian melalui jalur perizinan atau permit, biasanya aksesibilitas dalam kategori non fisik ini ditujukan bagi daerah tujuan wisata yang dilindungi dan dibatasi frekuensi maupun kuantitas kunjungannya.

PELAYANAN TERHADAP WISATAWAN

Pelayanan berasal dari kata pelayan yang artinya orang yang pekerjaannya melayani orang lain. Dari kutipan di atas, bila dikaitkan dengan pengertian pelayanan terhadap wisatawan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan orang untuk membantu atau melayani kepentingan wisatawan dalam rangka memenuhi kebutuhan atau keinginan wisatawan. Dalam melakukan pelayanan terhadap wisatawan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pelayanan terhadap wisatawan di Objek pariwisata yaitu:

1.      Ramah tamah dalam menerima wisatawan.
2.      Jujur melayani wisatawan, terutama dalam memenuhi kebutuhan wisatawan di Objek pariwisata.
3.      Kesediaan masyarakat membantu wisatawan dalam memenuhi kebutuhannya di objek pariwisata.
4.      Rasa aman yang di peroleh wisatawan, baik terhadap dirinya maupun harta bendanya.




PROSES PERANCANGAN

A.    Prosedur Perancangan

1.      Proses berfikir dan penelusuran masalah Proses perancangan sesuangguhnya selayaknya bermula dari proses berfikir dan menelusuri masalah (problem seeking) dan tidak langsung pada pemecahan masalah (problem solving). Prosedur perancangan semacam ini telah digagas oleh Caudill Rowlett pada tahun 1960-1970 an, sebagai pionir dalam pendekatan perancangan secara sistematis dalam kegiatan programming. Langkah ini dimulai dari pengumpulan data, baik melalui wawancara dengan klien, survai lapangan, survai sosial ekonomi budaya, survai atas preseden arsitektur, dan lain sebagainya.

2.      Ragam prosedur perancangan Proses perancangan arsitektur adalah suatu ilmu dan sekaligus seni, dan karena itu bukan merupakan sesuatu yang eksak dan matematis. Oleh sebab itu, tidak satu pendekatan yang dianggap paling jitu untuk suatu perancangan arsitektur tertentu. Ada banyak prosedur pendekatan, memiliki prinsip yang sama, yang dapat diterapkan sesuai dengan konteks, karakteristik proyek, dan atau bahkan berdasarkan selera Arsitek.

B.      Basis Pengetahuan Perancangan Arsitektur Sumber untuk penyusunan konsep desain, paling tidak berbasis pada tiga pengetahuan dasar :

1.      Preseden dalam arsitektur: Suatu telaah terhadap karya yang sudah ada dan dianggap berhasil.
2.      Prinsip-prinsip dalam arsitektur: Berupa gagasan yang menjadikan karya arsitektur berhasil.
3.      Templates dalam arsitektur: .Pola-pola yang lazim digunakan dan berhasil. Sementara itu, lingkup konsep desain arsitektur sendiri, mencakup empat komponen :

a.       Aspek konseptual, mencakup filosofis dan gagasan: Tujuan, dan aspirasi perancang yang mengakomodasi aspirasi Klien.
b.      Aspek programanik, meliputi fungsi dan interelasi: Kebutuhan manusia dan aktivitas baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Pengelompokkan fungsional, sirkulasi, hubungan massa dan ruang).
c.       Aspek kontekstual, mencakup tapak dan lingkungan: Tanggapan terhadap lingkungan fisik dan non fisik.
d.      Aspek formal terdiri atas bentuk dan ruang: Konstruksi geometrik, konfigurasi ruang, bentukan massa dan ruang.

KRITERIA PERANCANGAN

a.       Kriteria Umum Desain harus memperhatikan kriteria umum bangunan, yang disesuaikan dengan fungsi dan kompleksitas bangunan, yaitu :

1.      Persyaratan Peruntukan dan Intensitas : Menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata bangunan yang ditetapkan di daerah yang bersangkutan; Menjamin keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan.

2.      Persyaratan Arsitektur dan Lingkungan: Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang didirikan berdasarkan karakteristik lingkungan, ketentuan wujud bangunan, dan budaya daerah, sehingga seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya (fisik, social dan budaya); Menjamin bangunan gedung dibangun dan dimanfaatkan dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

3.      Persyaratan Struktur Bangunan: Menjamin terwujudnya bengunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia; Menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan; Menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau 12kerusakan benda yang disebabkan oleh perilaku struktur; Menjamin perlindungan property lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan struktur.

4.      Persyaratan Ketahanan terhadap kebakaran: Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia; Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa sehingga mampu secara struktural stabil selama kebakaran.

5.      Persyaratan Sarana Jalan Masuk dan Keluar: Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses yang layak, aman dan nyaman ke dalam bangunan dan fasilitas serta layanan di dalamnya; Menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari kesakitan atau luka saat evakuasi pada keadaan darurat.

6.       Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda arah Keluar, dan Sistem Peringatan bahaya: Menjamin tersedianya pertandaan dini yang informatif di dalam bangunan gedung apabila terjadi keadaan darurat: Menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila terjadi keadaan darurat.

7.      Persyaratan instalasi Listrik, Penangkal Petir dan Komunikasi: Menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; Menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari bahaya akibat petir; Menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.

8.      Persyaratan Sanitasi Lingkungan dan dalam Bangunan: Menjamin tersedianya sarana sanitasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya kegiatan baik di lingkungan kawasan maupun di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; Menjamin terwujudnya kebersihan, kesehatan dan memberikan kenyamanan bagi penghuni bangunan dan lingkungan; Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan sanitasi secara baik.

9.      Persyaratan Ventilasi dan Pengkondisian Udara: Menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup, secara alami dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara baik.

10.  Persyaratan Pencahayaan: Menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup, baik alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan pencahayaan secara baik.

11.  Persyaratan Kebisingan dan Getaran: Menjamin terwujudnya kegiatan yang nyaman dari gangguan suara dan getaran yang tidak diinginkan; Menjamin adanya kepastian bahwa setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak negative suara dan getaran perlu melakukan upaya pengendalian pencemaran dan atau mencegah perusakan lingkungan.

 
b.      Kriteria Khusus Kriteria khusus menyangkut syarat- syarat yang khusus baik dari segi fungsi khusus bangunan maupun segi teknis lainnya, misalnya :

1.      Dikaitkan dengan upaya pelestarian atau konservasi bangunan yang ada .
2.      Kesatuan perencanaan bangunan dengan lingkungan yang ada disekitar, seperti dalam rangka implementasi penataan bangunan dan lingkungan.
3.      Solusi dan batasan batasan kontekstual, seperti faktor sosial budaya setempat, geografi klimatologi, dan lain lain.
4.      Penggunaan material yang mampu bertahan lama, misalnya untuk 50 tahun terhadap ketahanan cuaca, mudah pemeliharaan dan up to date.
5.      Bangunan harus fungsional, efisien, menarik tapi tidak berlebihan.
6.      Kreatifitas desain hendaknya ditekankan pada kemampuan mengadakan sublimasi antara fungsi teknik dan fungsi sosial bangunan.
7.      Dengan batasan tidak mengganggu produktivitas kerja, biaya investasi dan pemeliharaan bangunan sepanjang umurnya, hendaknya diusahakan serendah mungkin.
8.      Bangunan gedung hendaknya menjadi generator dan ikut meningkatkan kualitas lingkungan lokasinya.




DAFTAR PUSTAKA
Dani Satria, Hardiat. “Kala Pengembangan Pariwisata Tak Dikelola Dengan Baik”. http://telusur.metrotvnews.com/read/2015/06/20/406119/kala-pengembangan-pariwisata-tak-didukung-tata-kelola-yang-baik.

Ghofur, Abdul. “Penyusunan DED (Detail Engineering Design) Prasarana Objek Wisata Bono KABUPATEN PELALAWAN BAB IV APRESIASI DAN INOVASI”. http://www.academia.edu/7893874/Penyusunan_DED_Detail_Engineering_Design_Prasarana_Objek_Wisata_Bono_KABUPATEN_PELALAWAN_BAB_IV_APRESIASI_DAN_INOVASI.


Nama : Firhan Abrar
NIM : 4423154635
Kelas A UJP 2015

4 komentar:

  1. Struktur nya rapih mulai dari proses, penyebab, solusi, dll. Penyampaiannya detail dan simple jadi gak susah memahaminya. Semua informasi nya terkumpul dalam satu pembahasan. Hebattt

    BalasHapus
  2. Nice... Datanya akurat , mengandung unsur 5 W 1 H & bahasa yang digunakan Jelas 👍

    BalasHapus
  3. isinya lengkap dan sangat bagus mulai dari penjelasan yang dilengkapi dengan data data yang akurat,pendapat para ahli sampai kepada solusinya.goodlah

    BalasHapus