Selasa, 05 Januari 2016

Tugas-3 Folklore Indonesia



FOLKLORE SEBAGIAN LISAN DARI KOTA KUNINGAN
JAWA BARAT

KATA PENGANTAR

            Makalah sejarah berjudul “Folklore sebagian lisan dari Kota Kuningan Jawa Barat,” ini dapat saya selesaikan dengan baik semata-mata atas rakhmat Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, penulis mengucapkan puji syukur kepada-Nya.
Makalah sejarah ini ditulis untuk melengkapi kegiatan mata kuliah Sejarah di Universitas Negeri Jakarta. Penulisan berdasarkan data Sekunder yaitu data yang di dihasilkan dari sumber teori internet. Makalah ini berisi tentang paparan dari beberapa macam folklore sebagian lisan dari kota Kuningan Jawa Barat.
Penulis Menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Namun, penulis menyadari kemungkinan adanya kekurangan atau kesalahan yang tidak disengaja. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca akan penulis terima dengan rasa syukur dan semoga bermanfaat.


Jakarta, 29 Desember 2015
Penyusun,

Ratna Komala Sari



PEMBAHASAN

Kabupaten Kuningan adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa BaratIndonesia. Ibukotanya adalah Kuningan. Letak astronomis kabupaten ini di antara 108°23″ – 108°47″ Bujur Timur dan 6°45″ – 7°13″ Lintang Selatan. Kabupaten ini terletak di bagian timur Jawa Barat, berbatasan denganKabupaten Cirebon di utara, Kabupaten Brebes (Jawa Tengah) di timur, Kabupaten Ciamis di selatan, serta Kabupaten Majalengka di barat. Kabupaten Kuningan terdiri atas 32kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 361 desa dan 15kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Kuningan.
Bagian timur wilayah kabupaten ini adalah dataran rendah, sedang di bagian barat berupa pegunungan, dengan puncaknyaGunung Ceremai (3.076 m) yang biasa salah kaprah disebut dengan Gunung Ciremai, gunung ini berada di perbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Gunung Ceremai adalah gunung tertinggi di Jawa Barat.
Kabupaten Kuningan termasuk salah satu daerah tujuan wisata yang berada di dataran yang relatif lebih tinggi memiliki panorama yang indah bernuansa alam pegunungan. Didukung oleh sumber daya manusia dan tenaga kerja yang tersedia, seni budaya yang beraneka ragam, kondisi iklim yang cukup mendukung untuk aktivitas sepanjang tahun, sikap masyarakat pegunungan yang ramah dan lembut, Kabupaten Kuningan berpotensi dalam mengembangkan ekotourismnya. 
1. Asal Mula Kabupaten Kuningan
Pertama kali diketahui Kerajaan Kuningan diperintah oleh seorang raja bernama Sang Pandawa atau Sang Wiragati. Raja ini memerintah sejaman dengan masa pemerintahan Sang Wretikandayun di Galuh (612-702 M). Sang Pandawa mempunyai putera wanita bernama Sangkari. Tahun 617 Sangkari menikah dengan Demunawan, putra Danghyang Guru Sempakwaja, seorang resiguru di Galunggung. Sangiyang Sempakwaja adalah putera tertua Wretikandayun, raja pertama Galuh. Demunawan inilah yang disebutkan dalam tradisi lisan masyarakat Kuningan memiliki ajian dangiang kuning dan menganut agama sanghiyang.
Meskipun Kuningan merupakan kerajaan kecil, namun kedudukannya cukup kuat dan kekuatan militernya cukup tangguh. Hal itu terbukti dengan kekalahan yang diderita pasukan Sanjaya (Raja Galuh) ketika menyerang Kuningan. Kedatangan Sanjaya beserta pasukannya atas permintaan Dangiyang Guru Sempakwaja, besan Sang Pandawa dengan maksud untuk memberi pelajaran terhadap Sanjaya yang bersikap pongah dan merasa diri paling kuat. Sanjaya adalah cicit Sang Wretikandayun, melalui putranya Sang Mandiminyak yang menggantikannya sebagai Raja Galuh (703-710) dan cucunya Sang Sena yang menjadi raja berikutnya (710-717).
Di Kerajaan Galuh terjadi konflik kepentingan, sehingga Resi Guru Sempakwaja mengambil keputusan. Diantaranya menempatkan Sang Pandawa menjadi guru haji (resiguru) di layuwatang (sekarang tempatnya di Desa Rajadanu Kecamatan Japara). Sedangkan kedudukan kerajaan digantikan Demunawan dengan gelar Sanghiyangrang Kuku, tahun 723.
Masa pemerintahan Rahyangtang Kuku, diberitakan bahwa ibu kota Kerajaan Kuningan ialah Saunggalah. Lokasinya diperkirakan berada di sekitar Kampung Salia, sekarang termasuk Desa Ciherang Kecamatan Nusaherang. Seluruh wilayahnya meliputi 13 wilayah diantaranya Galunggung, Layuwatang, Kajaron, Kalanggara, Pagerwesi, Rahasesa, Kahirupan, Sumanjajah, Pasugihan, Padurungan, Darongdong, Pegergunung, Muladarma dan Batutihang.
Tahun 1163-1175, Kerajaan Saunggalah terungkap lagi setelah tidak ada catatan paska Demunawan. Saat itu tahta kerajaan dipegang oleh Rakean Dharmasiksa, anak dari Prabu Dharmakusumah (1157-1175) seorang raja Sunda yang berkedudukan di Kawali. Rakean Dharmasiksa memerintah Saunggalah menggantikan mertuanya, karena ia menikah dengan putri Saunggalah.
Namun Rakean Dharmasiksa tidak lama kemudian menggantikan ayahnya yang wafat tahun 1175 sebagai Raja Sunda. Sedangkan kerajaan Saunggalah digantikan puteranya yang bernama Ragasuci atau Rajaputra. Sebagai penguasa Saunggalah, Ragasuci dijuluki Rahyantang Saunggalah (1175-1298). Ia memperistri Dara Puspa, putri seorang raja Melayu.
Tahun 1298, Ragasuci diangkat menjadi Raja Sunda menggantikan ayahnya dengan gelar Prabu Ragasuci (1298-1304). Kedudukannya di Saunggalah digantikan puteranya bernama Citraganda. Pada masa kekuasaan Ragasuci, wilayah kekuasaannya bertambah meliputi Cipanglebakan, Geger Gadung, Geger Handiwung, dan Pasir Taritih di Muara Cipager Jampang. 
2. Masa Keadipatian
Berdasarkan tradisi lisan, sekitar abad 15 Masehi di daerah Kuningan sekarang dikenal dua lokasi yang mempunyai kegiatan pemerintahan yaitu Luragung dan Kajene. Pusat pemerintahan Kajene terletak sekarang di Desa Sidapurna Kecamatan Kuningan. saat itu, Luragung dan Kajene bukan lagi sebuah kerajaan tapi merupakan buyut haden. Masa ini, dimulai dengan tampilnya tokoh Arya Kamuning, Ki Gedeng Luragung dan kemudian Sang Adipati Kuningan sebagai pemipun daerah Kajene, Luraugng dan kemudian Kuningan.
Mereka secara bertahap di bawah kekuasaan Susuhunan Jati atau Sunan Gunung Djati (salah satu dari sembilan wali, juga penguasa Cirebon). Tokoh Adipati Kuningan ada beberapa versi. Versi pertama Sang Adipati Kuningan itu adalah putera Ki Gedeng Luragung (unsur lama). Tetapi kemudian dipungut anak oleh Sunan Gunung Djati (unsur baru).
Dia dititipkan oleh aya angkatnya kepada Arya Kamuning untuk dibesarkan dan dididik. Kemudian menggantikan kedudukan yang mendidiknya. Versi kedua, Sang Adipati Kuningan adalah putera Ratu Selawati, keturunan Prabu Siliwangi (unsur lama), dari pernikahannya dengan Syekh Maulanan Arifin (unsur baru). Disini jelas terjadi kearifan sejarah.
Berdasarkan Buku Pangaeran Wangsakerta yang ditulis abad ke 17, Sang Adipati Kuningan yang berkelanjutan penjelasanya adalah berita yang menyebutkan tokoh ini dikaitkan dengan Ratu Selawati. Bahwa agama Islam menyebar ke Kuningan berkat upaya Syek Maulana Akbar atau Syek Bayanullah. Dia adalah adik Syekh Datuk Kahpi yang bermukim dan membuka pesantren di kaki bukit Amparan Jati (sekarang Cirebon).
Syekh Maulana Akbar membukan pesantren pertama di Kuningan yaitu di Desa Sidapurna sekarang, ibu kota Kajene. Ia menikah dengan Nyi Wandansari, putri Surayana. Ada pun Surayana adalah putra Prabu Dewa Niskala atau Prabu Ningrat Kancana, Raja Sunda yang berkedudukan di Kawali (1475-1482) yang menggantikan kedudukan ayahnya Prabu Niskala Wastu Kancana atau lebih dikenal dengan sebutan Prabu Siliwangi.
Dari pernikahan dengan Nyi Wandansari berputra Maulana Arifin yang kemudian menikah dengan Ratu Selawati. Ratu Selawati bersama kakak dan adiknya yaitu Bratawijaya dan Jayakarsa adalah cucu Prabu Maharaja Niskala Wastu Kancana atau Prabu Siliwangi. Bratawijaya kemudian memimpin di Kajene dengan gelar Arya Kamuning. Sedangkan Jayaraksa memimpin masyarakat Luragung dengan gelar Ki Gedeng Luragung.
Mereka bertiga, yakni Ratu Selawati, Arya Kamuning (Bratawijaya), Ki Gedeng Luragung (Jayaraksa) diIslamkan oleh uwaknya yakni Pangeran Walangsungsang. Adapun Sang Adipati Kuningan yang sesungguhnya bernama Suranggajaya adalah anak dari Ki Gedeung Luragung (namun hal itu masih merupakan babad peteng atau masa kegelapan yang sampai saat ini tidak diketahui kebenarannya sesungguhnya anak siapa Sang Adipati Kuningan).
Atas prakarsa Sunan Gunung Djati dan istrinya yang berdarah Cina Ong Tin Nio yang sedang berkunjung ke Luragung, Suranggajaya diangkat anak oleh mereka. Tetapi pemeliharaan dan pendidikannya dititipkan pada Arya Kamuning. Sedangkan Arya Kamuning sendiri dikabarkan tidak memiliki keturunan. Akhirnya Suranggajaya diangkat jadi adipati oleh Susuhunan Djati (Sunan Gunung Djati) menggantikan bapak asuhnya.
Penobatan ini dilakukan pada tanggal 4 Syura (Muharam) Tahun 1498 Masehi. Penanggalan tesebut bertempatan dengan tanggal 1 September 1498 Masehi. Sejak tahun 1978, hari pelantikan Suranggajaya menjadi Adipati Kuningan itu ditetapkan sebagai Hari Jadi Kuningan sampai sekarang. 
3. Sejarah nama Kuningan
Ada beberapa kemungkinan tentang asal-usulnya Kuningan dijadikan nama daerah ini. Salah satu kemungkinan adalah bahwa istilah tersebut berasal dari nama sejenis logam, yaitu kuningan. Dalam bahasa Sunda (juga bahasa Indonesia), kuningan adalah sejenis logam yang terbuat dari bahan campuran berupa timah, perak dan perunggu. Jika disepuh (dibersihkan dan diberi warna indah) logam kuningan itu akan berwarna kuning mengkilap seperti emas sehingga benda dibuat dari bahan ini akan tampak bagus dan indah. Memang logam kuningan bisa dijadikan bahan untuk membuat aneka barang keperluan hidup manusia seperti patung, bokor, kerangka lampu maupun hiasan dinding.
Di Sangkanherang, dekat Jalaksana sebelum tahun 1914 ditemukan beberapa patung kecil terbuat dari kuningan. Paling tidak sampai tahun 1950-an barang-barang yang terbuat dari bahan logam kuningan itu sangat disukai oleh masyarakat elit (menak) di daerah Kuningan. Barang-barang yang dimaksud berbentuk alat perkakas rumah tangga dan barang hiasan di dalam rumah. Benda-benda dari bahan kuningan itu juga disukai pula oleh sejumlah masyarakat Sunda, Jawa, Melayu, dan beberapa kelompok masyarakat di Nusantara umumnya
Di daerah Ciamis dan Kuningan sendiri terdapat cerita legenda yang bertalian dengan bokor (tempat menyimpan sesuatu di dalam rumah dan sekaligus sebagai barang perhiasan) yang terbuat dari logam kuningan[. Kedua cerita legenda dimaksud menuturkan tentang sebuah bokor kuningan yang dijadikan alat untuk menguji tingkat keilmuan seorang tokoh agama.
4.      Ikan Dewa dan Sumur 7 Cibulan

 
Objek wisata Cibulan merupakan salah satu objek wisata tertua di Kuningan. Obyek wisata ini diresmikan pada 27 Agustus 1939 oleh Bupati Kuningan saat itu, yaitu R.A.A. Mohamand Achmad. Kolam pemandian ini berdiri di atas lahan seluas 5 ha memiliki dua buah kolam besar berbentuk persegi panjang. Kolam pertama berukuran 35 x 15 meter persegi dengan kedalaman sekitar 2 m, sedangkan kolam kedua berukuran 45 x 15 meter persegi yang dibagi menjadi dua bagian, masing-masing dengan kedalaman 60 cm dan 120 cm.
Cibulan merupakan salah satu lokasi wisata tertua di Kuningan,yang di dalamnya terdapat beberapa kolam pemandian atau kolam renang besar yang airnya sangat dingin sekali.mungkin kalau anda berenang ditempat ini akan terasa berbeda,karena selain airnya yang sangat dingin dan jernih,anda akan ditemani oleh segerombolan ikan dewa. Obyek wisata yang menyajikan suasana alam berpadu dengan keunikan Ikan Dewa dan Sumur Tujuh-nya. Cibulan memiliki kekhasan pada kolam ikannya yang dihuni oleh Kanra Bodas (Labeobarbus doumensis) atau akrab disebut Ikan Dewa.
Konon menurut cerita masyarakat di daerah tersebut, timbulnya sumber air di Cibulan berasal dari cerita Putri Buyut Manis yang terkenal dengan kecantikannya dipinang menjadi permaisuri oleh Putra Buyut Talaga. Tetapi, Putri Buyut Manis telah mempunyai kekasih pilihannya sendiri, hingga dalam hati Putri Buyut Manis tidak setuju dan tidak mau atas pinangan Putra Buyut Talaga tersebut. Kemudian dia pergi dan menghilang, di tempat dimana Putri Buyut Manis menghilang inilah  timbul sumber-sumber mata air, dari situlah muncul nama Cibulan.
Versi selanjutnya mengatakan Pada waktu para wali menyebarkan agama Islam ratusan tahun yang lalu yang berpusat di Cirebon, akan mengislamkan daerah Kuningan, maka sampai di daerah Cibulan para wali menemukan sumber mata air yang selanjutnya dijadikan tempat peristirahatan. Selanjutnya dibuatlah kolam dan ditanami ikan kancra bodas. Ikan tersebut sekarang dijadikan ikan keramat dan dinamakan ikan dewa, ikan jenis ini juga yang terdapat di kolam renang Cigugur, Darmaloka, Linggarjati dan Situ Pesawahan.
Cerita berikutnya tentang Objek Wisata Cibulan ini,  Tempat ini dahulunya merupakan tempat Patilasan Prabu Siliwangi di sekitar Patilasan terdapat  sumur-sumur kecil, yang terkenal dengan sebutan “SUMUR TUJUH”.  Ditengah-tengah ke tujuh sumur  oleh Prabu Siliwangi dipergunakan sebagai tempat bersemedi. Sumur tersebut juga oleh Prabu Siliwangi dipergunakan untuk keperluan membasuh muka dikala beliau akan mensucikan diri dan mengheningkan cipta. Adapun mengenai ikan yang ada di sana menurut versi ini merupakan penjelmaan dari para pengawal prabu Siliwangi yang membangkang sehingga berubah menjadi Ikan.
Adapun nama-nama sumurnya ialah
  1. Sumur Kejayaan;
  2. Sumur Kemulyaan;
  3. Sumur Pengabulan,
  4. Sumur Cisandane;
  5. Sumur Kemudaan;
  6. Sumur Keselamatan;
  7. Sumur Cirancana
Bagaimanapun sejarah mengenai tempat ini, lebih baik kita menjaganya agar tempat ini tetap lestari dan terjaga. Untuk para wisatawan yang ingin berenang sambil bercengkrama dengan ikan dewa atau sekedar berfoto dengan ikan tersebut.
5.      Sapton dan Panahan Tradisional
 
Secara etimologi dan historis, bahwa kegiatan Sapton dan Panahan Tradisional adalah acara rutin setiap hari sabtu setelah kegiatan serba raga (sidang) yang dilaksanakan disekitar istana kerajaan Kajene (Kuningan) dan mempunyai makna yang dalam seperti heroisme, ketangkasan berkuda dan panahan dalam bela negara serta kebersamaan antara pemerintah dengan rakyatnya. Dalam upaya  promosi kepariwisataan  daerah dan pelestarian nilai-nilai budaya tradisional daerah serta memeriahkan hari  jadi  Kuningan, setiap tahun pada bulan September diselenggarakan Saptonan dan Panahan Tradisional
6.      Seren Taun
 
Upacara Seren taun merupakan upacara masyarakat agararis adalah penyerahan hasil panen yang diterima pada tahun yang akan berlalu serta salah satu media dalam mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah yang telah diterima seiring dengan harapan agar dimasa yang akan datang, hasil panen seluruh anggota masyarakat dapat lebih melimpah lagi.  Penyelenggaraan dimulai dengan upacara ngajayuk (menyambut) pada tanggal 18 Rayagung, kemudian dilanjutkan pada tanggal 22 Rayagung dengan upacara pembukaan padi sebagai puncak acara, dengan disertai beberapa kesenian tradisional masyarakat agraris sunda tempo dulu, seperti ronggeng gunung, seni klasik tarawangsa, gending karesmen, tari bedaya, upacara adat ngareremokeun dari masyarakat kanenes baduy, goong renteng, tari buyung, angkulung buncis doodog lonjor, reog, kacapi suling dan lain-lain yang mempunyai makna dan arti tersendiri, khususnya bagi masyarakat sunda.
7.      Kawin Cai
 
Upacara Adat Kawin Cai merupakan tradisi masyarakat Desa Babakanmulya Kecamatan Jalakasana Kabupaten Kuningan untuk memohon air/turun hujan untuk mengairi lahan pertaniannya serta kebutuhan hidup lainnya, dilaksanakan apabila terjadi kemarau panjang atau sangat sulit untuk mendapat air antar bulan September, dengan mengambil lokasi searah intinya disumber mata air telaga balong Tirta Yarta pada malam Jum`at Kliwon yang pada pelaksanaannya selain dihadiri dan diikuti oleh pamong desa. Tokoh masyarakat dan masyarakat desa setempat juga oleh masyarakat desa tetangga yang lahan pertaniannya terairi atau memanfaatkan air yang berasal dari sumber mata air telaga/ Balong Dalem Tirta Yarta. Selesai berdo`a punduh/sesepuh desa mencampurkan air yang diambil dari mata air telaga/ Balong Dalem Tirta Yarta dengan air yang diambil dari mata air Cikembulan (Cibulan), inilah istilah yang dipakai masyarakat sebagai Upacara Adat Kawin Cai yang intinya mengambil barokah air dari dua sumber mata air.
8.      Pesta Dadung
 
Seperti lazimnya kesenian tradisional lainnya kesenian ini tumbuh dan berkembang secara turun temurun sejak abad ke XVIII. Kesenian ini lahir di kalangan Budak Angon (Pengembala) yang intinya mengadakan syukuran setelah panen menjelang musim tanam tiba, sekitar bulan September. Dikatakan Pesta Dadung karena media yang digunakan dalam upacara yang sakral tersebut menggunakan Dadung (tali pengikat leher Kerbau atau Sapi).
9.      Sintren
 
Sintren adalah jenis kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang secara turun temurun sejak tahun 1957. sintren berasal dari kata ‘Sasantrian’ yang pada mulanya kesenian ini adalah merupakan seni hiburan rakyat yang sering di tampilkan pada sore hari sambil melepas lelah setelah seharian bekerja keras di sawah. Pada pertunjukannya peran sintren harus dibawakan oleh seorang gadis yang masih suci (belum adil balig). Begitu pula dengan pawang sintren tidak boleh diperankan oleh orang sembarangan, akan tetapi harus dibawakan oleh sesepuh semacam kiyai sehingga peran sintren yang sudah di ikat dalam kurungan akan dapat berubah memakai pakaian sintren dalam keadaan Transparan.
10.      Tari Cingcowong
 
Cingcowong adalah salah satu Upacara ritual  untuk meminta hujan (zaman dulu)upacara in dilakukan pada saat musim kemarau panjang 3 bulan tardisi awal Cingcowong atau uapacara ritual ini dipercayi oleh masyarakat khususnya Kecamatan Luragung setiap datag kemarau upacara ritual Cingcowong selalu dilaksanakan agar  lahan pertanian mereka terhindar dari kemarau dan turun hujan.
11.  Tari Kemprongan
 
Tari Kemprongan adalah salah satu seni tradisional asal Kabupaten Kuningan, yang hilang sekitar 30 tahun silam. Tarian ini konon berasal dan pernah ada di desa Sidaraja dan Citangtu. Dilakukan oleh masyarakat petani pada malam hari hingga tengah malam atau menjelang subuh, sebagai ungkapan rasa syukur setelah selesai panen. Pelaksanaan pertunjukan dilakukan di lapangan atau arena terbuka yang dikelilingi pepohonan. Sementara untuk menerangi tempat pertunjukan menggunakan Oncor (Obor / red) dan disimpan di tengah-tengah lapangan. Namun seiring perkembangan jaman, tarian ini mengalami kepunahan tergerus arus modernisasi dan sudah lama ditinggalkan pelakunya. Demikian dikatakan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Kuningan, Drs. Tedi Suminar.
Untuk membangkitkan kembali Tari Kemprongan, saat ini kata Teddy, tengah dilakukan latihan yang diagendakan sebanyak 30 kali latihan melalui kegiatan Pewarisan Tari Kemprongan. Kegiatan latihan ini diikuti oleh para pelaku seni tradisional di Kabupaten Kuningan, bertempat di Gedung Kesenian Kuningan. Sementara latihan itu sendiri diselenggarakan oleh Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat (BPTB Jabar) bekarjasama dengan Disparbud Kabupaten Kuningan.
12.  Tari Buyung
 
Tari Buyung merupakan tarian khas masyarakat Cigugur, Kabupaten Kuningan. Tari Buyung ini memiliki keterkaitan erat dengan upacara seren taun yang telah dikemukakan di atas.
Tarian ini merupakan tarian utama dalam upacara Seren Taun di Desa Cigugur Kuningan Jawa Barat. Tarian ini menceritakan tentang gadis-gadis Desa Cigugur yang sedang mengambil air ke sungai
13.  “Golewang” dalam kegiatan Babarit Desa
Babarit atau sering pula disebut hajat bumi, sebenarnya merupakan tradisi yang tumbuh di lingkungan masyarakat beberapa desa di Kabupaten Kuningan. Tradisi masyarakat ini diadakan satu kali dalam satu tahun, terutama saat menjelang musim panen padi dan tanaman lainnya.  Sedangkan Golewang dalam acara babarit merupakan tradisi masyarakat, yang sejak zaman dulu hingga sekarang rutin dan tak pernah absen digelar satu kali setiap tahun oleh masyarakat diDusun Dayeuhkolot, di Desa Cageur, Kec. Darma.  Diawali dan ditutup dengan doa bersama, acara tradisi yang disebut-sebut masyarakat setempat dengan istilah golewang itu, sepintas hanya terlihat berisi lantunan lagu-lagu sunda diiringi tabuhan gamelan (alat musik) tradisional. Seperti di antaranya, kendang, goong, bonang, saron, dan gambang.
Selain itu, setiap lantunan lagu sunda diiringi musik tradisional dalam acara itu, juga diikuti tarian empat orang laki-laki warga setempat disertai dua orang juru kawih/sinden (penyanyi). Acara golewang yang hanya berlangsung selama sekitar satu jam itu, tampak begitu khidmat diikuti penari, penabuh gamelan, dan juru kawih, serta masyarakat pengunjungnya.
Menurut warga Dusun Dayeuhkolot dan sekitarnya, acara tradisi golewang pada masa lalu biasa digelar juga masyarakat di beberapa desa sekitar, termasuk di Blok Desa Cageur. Pada masa lalu golewang, biasanya digelar bersamaan dengan waktu shalat maghrib. Namun, acara itu sejak tahun 1981-an di Dusun Dayeuhkolot telah digeser waktu digelar di antara waktu solat ashar dengan waktu solat magrib, atau pada kurun waktu antara sekitar pukul 15.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB.
Sebutan “golewang” yang dikenal masyarakat untuk acara tradisi babarit di dusunnya itu, menurut mereka, sebenarnya hanya nama satu judul lagu dari tujuh lagu utama yang dilantunkan dalam acara babarit. Ketujuh lagu utama yang dilantunkan dalam acara babarit itu, masing-masing berjudul Lahir Batin, Golewang, Titi Pati, Sali Asih, Renggong Buyut, Goyong-goyong, dan Raja Mulang.
14.  Burokan
Kemunculan seni Burokan berdasarkan tuturan para senimannya berawal dari sekitar tahun 1934, yaitu ketika seorang penduduk desa Kalimaro, Kecamatan Babakan bernama abah Kalil membuat sebuah kreasi baru seni Badawang (boneka-boneka berukuran besar) yaitu berupa Kuda Terbang Buroq.  Konon ia diilhami oleh hikayat yang hidup di kalangan masyarakat Islam tentang perjalanan Isra Mi’rajNabi Muhamad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan menunggang hewan kuda bersayap yang disebut Buroq.
15.  Goong Renteng
Di Kampung Cibogo Desa/Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan, ada satu jenis kesenian yang boleh dibilang langka. Di katakan langka, tidak banyak desa yang memiliki kesenian yang merupakan peninggalan Sunan Gunung Djati tersebut. Tidak seperti pergelaran kesenian lainnya khususnya yang berkembang di daerah ini, pergelaran kesenian Goong Renteng biasanya pada acara penuh sakral, misalnya pada acara memperingati hari besar agama Islam.  Pada peringatan Maulid nabi misalnya atau digelar satu tahun sekali terutama pada saat memperingati hari jadi Kuningan.
Goong Renteng di Desa Kadugede, tergolong jenis Goong.Renteng Kuning. Sedangkan Goong Renteng di Desa Cikeleng termasuk jenis Goong Renteng Hitam. Tidak banyak perbedaan antara Goong Kuning dan Goong hitam, baik ukuran waditra (gamelan), laras dan cara menabuhnya. Hanya saja Goong Renteng Kuningan terbuat dari bahan Kuningan, sedangkan Goong Renteng hitam terbuat dari bahan perunggu.
Istilah "goong renteng" merupakan perpaduan dari kata "goong" dan "renteng". Kata ‘goong’ merupakan istilah kuno Sunda yang berarti gamelan, sedangkan kata ‘renteng’ berkaitan dengan penempatan pencon-pencon kolenang (bonang) yang diletakkan secara berderet/berjejer, atau ngarenteng dalam bahasa Sunda. Jadi, secara harfiah goong renteng adalah goong (pencon) yang diletakkan/disusun secara berderet (ngarenteng).
16.  Tari Jaipong Jawa Barat
 
Jaipongan adalah sebuah jenis tari pergaulan tradisional masyarakat Sunda, Jawa Barat, yang cukup populer di Indonesia. Tari ini diciptakan oleh seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira, sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan untuk menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng. Perhatian Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan kesenian jaipongan. 
17.  Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam. Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari bermacam buah-buahan.
Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh pinisepuh keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan beberapa lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang.  Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban. 
18.  Upacara Puput Puseur
Setelah bayi terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang. Seterusnya pusar bayi ditutup dengan uang logaml yang telah dibungkus kasa atau kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol, menonjol ke luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamath.
Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara bayi yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni, pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.

PENUTUP
Kesimpulan
            Banyak sekali folklore di indonesia yang beragam bentuknya mulai dari folklore lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan. Penulis hanya menuliskan folkolore sebagian lisan yang ada di kota kecil di Jawa barat yaitu Kota Kuningan yang meliputi Kepercayaan dan takhayul masyarakat, permainan dan hiburan rakyat setempat, teater rakyat, tari rakyat, adat kebiasaan, dan upacara adat. Didalam setiap kehidupan bermasyarakat memiliki Adat istiadat yang diwariskan  oleh para  leluhurnya, salah satunya  pada masyarakat Sunda yang masih dipelihara dan dihormati dengan baik
            Indonesia memiliki budaya lokal yang bervariasi, contohnya yaitu di kota Kuningan yang memiliki banyak sekali kebudayaaan khas sunda. Budaya lokal tersebut harus dijaga agar dapat memperkokoh ketahanan budaya bangsa. Selain itu kita harus memahami arti kebudayaan serta menjadikan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia sebagai sumber kekuatan untuk ketahanan budaya bangsa. Selain itu diperlukan pula antisipasi atau cara-cara agar budaya lokal tidak bercampur dengan budaya asing.
Saran
            Tentunya banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan ini kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh, hubungannya dengan makalah ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga dapat bermanfaat. Aamiin
 

DAFTAR PUSTAKA



7 komentar:

  1. bagus budayanya sangat menarik... seni nya cukup tertuang dalam sejarah

    BalasHapus
  2. Waaaahh menarik sekali, kuningan memiliki adat budaya serta kesenian yang sangat beragam. Sebagai generasi muda penerus sudah menjadi kewajiban kita untuk melestarikan budaya dan kesenian tersebut. Ayooo bangkitkan pariwisata kuningan :)

    BalasHapus
  3. Wahh. Ternyata indonesia punya banyak budaya yang bagus yg blm kita tau ya..

    BalasHapus
  4. artikel nya bagus jadi semakin tau pariwisata kuningan. Walaupun eli org kuningan tp minim bgt pengetahuan tentang kuningan😁

    BalasHapus
  5. Artikelnya sangat membantu untuk lebih mengenal kuningan? Terima kasih

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  7. baguss nih. menambwh wawasan tentang seni dan budaya kuningan..

    BalasHapus