Rabu, 06 Januari 2016

Tugas 3 - Folklore Indonesia



FOLKLORE LEGENDA ANDE-ANDE LUMUT

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga Penyusun dapat menyususn makalah ini hingga selesai. Tidak lupa penyusun juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi khususnya kepada Pak Shobirien  selaku dosen pengajar pada mata pelajaran Sejarah Nasional Indonesia yang telah memberikan tugas-3 Foklore Indonesia yang akan penyusun bahas di makalah kali ini. Dan keluarga besar di Usaha Jasa Pariwisata UNJ yang sudah memberikan dukungan dan partisipasinya dalam selesainya makalah ini.

    Dan harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

    Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penyusun, penyusun yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bekasi, 3 Januari 2016
Penyusun
Juliana Rahmawati





                                                                                     
PENGANTAR
 
Folklor berasal dari bahasa Inggris yaitu folklore. Kata ini merupakan kata majemuk, berasal dari kata folk dan lore. Folk artinya kolektif. Menurut Alan Dundes, folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik. Ciri-ciri ini berkaitan dengan warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama , mata pencaharian yang sama, bahasa yang digunakan sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Sedangkan Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, diwariskan secara turun-temurun baik secara lisan atau suatu contoh dengan gerak lisan. Jadi definisi folklore secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif , tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh suatu gerak isyarat.
Agar dapat membedakan folklore dari kebudayaan lainnya, hal yang perlu di ketahui adalah mengenal ciri-ciri pengenal umum folklore tersebut, yaitu ;
  1. Penyebaran dilakukan dengan lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut disertai dengan gerak isyarat dan dibantu dengan alat pengingat dari satu generasi ke generasi berikutnya.
  2. Folklor bersifat tradisional, artinya disebarkan dalam bentuk relait tetap atau standard an disebarkan di antara kolektif tertentu dan dalam waktu yang lama.
  3. Folklor ada dalam versi bahkan varian-varian yang berbeda. Ini di sebabkan proses penyebaran dari mulut ke mulut yang mengalami proses interpolasi. Walaupun demikian bentuk dasar tetap bertahan.
  4. Folklor bersifat anonim, yaitu tidak diketahui penciptanya.
  5. Folklor berbentuk rumus dan berpola, misalnya menggunakan kata-kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan atau kalimat-kalimat pembuka atau penutup yang baku.
  6. Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama.
  7. Bersifat pralogis, artinya mempunyai logika tersendiri yang tidak sesuai dengan logika pada umumnya.
  8. Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu.
  9. Bersifat polos dan lugu karena folklore merupakan hasil dari emosi manusia yang paling jujur.

Folklor Menurut Jan Harold Brunvand, “dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan, folklor bukan lisan”.
1. Folklor lisan.
Folklor lisan bentuknya murni lisan. Bentuk folklor kelompok ini antara lain:
Bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, puisi rakyat cerita prosa rakyat, nyanyian rakyat.
2. Folklor sebagian lisan.                                                                                      
Folklor berbentuk dari campuran unsur isan dan bukan lisan. Bentuk folklor kelompok ini antara lain:
Kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat dan lain-lain.
3. Folklor bukan lisan.
Folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Bentuk folklore ini terbagi dua subkelompok, yakni material dan bukan material. Bentuk-bentuk yang tergolong dalam kelompok material : arsitektur rakyat, kerajinan tangan, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk bukan material antara lain : gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat, dan musik rakyat.
Contoh-contoh folklore lisan di Indonesia
1. Bahasa rakyat.
Bentuk-bentuk folklor Indonesia yang termasuk dalam kelompok bahasa rakyat adalah logat bahasa, slang (kosa kata para penjahat), can’t (bahasa rahasia yang digunakan oleh gay), shop talk (bahasa para pedagang), colloquial (bahasa sehari-hari yang menyimpang dari bahasa konvensional), sirkumkolusi (ungkapan tidak langsung), nama julukan, gelar kebangsawanan, jabatan tradisional, bahasa bertingkat, onomatopoetis (kata yang dibantuk dari mencontoh bunyi dan suara alamiah), onomastis (nama tradisional atau tempat-tempat tertentu yang mempunyai sejarah terbentuknya)
2. Ungkapan tradisional.
Ungkapan tradisional mempunyai tiga sifat hakiki, saat hendak meneliti hal ini (a) peribahasa harus berupa satu kalimat ungkapan saja. (b) peribahasa dalam bentuk yang sederhana. (c) peribahasa harus memiliki daya hidup yang dapat membedakan dari bentuk-bentuk klise tulisan yang berbentuk, iklan, syair, dan lain-lainnya. Peribahasa di bagi menjadi empat golongan besar, yakni: (a) peribahasa yang sesungguhnya, (b) peribahasa yang tidak lengkap maknanya, (c) peribahsa perumpamaan, (d) ungkapan yang mirip bahasa.
3. Pertanyaan tradisional.
Dikenal dengan nama teka-teki. Menurut Robert A. Georges dan Alan Dundes teka-teki adalah “Ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsure pelukisan, sepasang daropadanya dapat saling bertentangan dan jawabnya harus diterka. Menurut kedua sarjana ini teka-taki dapat digolongkan dalam dua kategori umum, yakni: (1) teka-teki yang tidak bertentangan, dan (2) teka-teki yang bertentangan. Pada teka-teki tidak bertentangan, sifatnya harfiah, jawab, dan pertanyaannya identik.
4. Sajak dan puisi rakyat.
Sajak atau puisi rakyat adalah kesusasteraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terjadi dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkan mantra, berdasarkan panjang pendek suku kata, lemah tekanan suara, atau hanya berdasarkan irama.
5. Cerita prosa rakyat.
Menurut William R Bascom, cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu:
a. Mite
Menurut Bascom mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap bena-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohkan oleh para dewa dan mahluk setengah dewa. Peristiwa di dunia lain, di dunia yang tidak kita kenal sekarang, dan masa lampau. Menurut asalnya mite di Indonesia terbagi dua ,yakni: yang asli Indonesia dan yang berasal dari luar negeri seperti India, Arab, dan Negara sekitar Lant Tengah. Mite di Indonesia biasanya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, terjadinya susunan para dewa, terjadinya manusia pertama dan tokoh kebudayaan, dan terjadinya makanan pokok untuk pertama kalinya.
b. Legenda
Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri mirip seperti mite, dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Tokoh dalam legenda adalah manusia walaupun ada kalanya memiliki sifat-sifat yang luar biasa. Tempat terjadinya legenda ini berada di dunia. Legenda bersifat migratoris, artinya berpindah-pindah dan dikenal luas di daerah-daerah yang berbeda. Jan Harold Brunvand membagi legenda menjadi empat kelompok, yaitu:
a) legenda keagamaan
Yang termasuk dalam golongan ini adalah orang-orang suci.
b) legenda alam gaib
Legenda ini biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi pada seseorang. Fungsi legenda ini adalah untuk memperkuat mengenai kepercayaan rakyat.
c) legenda perseorangan
Cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap empunya cerita benar-benar terjadi.
d) legenda setempat.
Yang termasuk dalam legenda ini adalah legenda yang berhubungan dengan tempat, nama tempat, dan bentuk tipografi suatu daerah.
6. Dongeng
Dongeng merupakan kesusasteraan kolektif secara lisan. Dongeng merupakan cerita prosa yang dianggap benar-benar terjadi, dongeng bertujuan untuk menghibur, memberi pelaajaran moral, melukiskan kebenaran bahkan digunakan sebagai sindiran. Stith Thompson menggolongkan dongeng menjadi empat bagian, yaitu:
a) Dongeng binatang
Dongeng ini ditokohi oleh binatang, binatang dalam cerita inidapat berbicara dan berakal budi seperti manusia.
b) Dongeng biasa
Dongeng ini ditokohi oleh manusia dan biasanya berkisah tentang suka duka seseorang.
c) Lelucon dan anekdot
Dongeng yang dapat menggelitik sehingga dapat menimbulkan tertawa bagi yang membaca maupun yang mendengar. Perbedaan ankdot dengan lelucon adalah bahwa anekdot menyangkut kisah fiktif lucu seseorang, sedangkan lelucon menyangkut kisah fiktif lucu mengenai suatu kelompok. Lelucon dan anekdot terbagi menjadi tujuh kategori, yaitu: a). lelucon dan anekdot agama, b) lelucon dan anekdot seks, c) lelucon dan anekdot suku-suku tau bangsa-bangsa, d) lelucon dan anekdot politik, e) lelucon dan anekdot angkatan bersenjata, f) lelucon dan anekdot seorang professor, g) lelucon dan anekdot anggota kelompok lainnya.
d) Dongeng berumus
Merupakan dongeng-dongeng yang oleh Stith Thompson dan Antti Aarne disebut formula tales dan strukturnya terdiri dari pengulangan. a) Dongeng-dongeng berumus terdiri dari dua subbentuk, yakni: Dongeng tertimbun banyak disebut dongeng berantai karena dibentuk dengan cara menambah keterangan lebih terperinci pada setiap pengulangan inti cerita. b) Dongeng untuk mempermainkan orang adalah cerita fiktif yang diceritakan khusus untuk memperdayai orang karena akan menyebabkan pendengarnya mengeluarkan pendapat yang bodoh. c) Dongeng yang tidak ada akhirnya adalah dongeng yang jika diteruskan tidak akan sampai pada batas akhir.
7. Nyayian rakyat
Menurut Jan Harold Brundvand, nyanyian rakyat  adalah salah satu genre atau bentuk folklore yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif lainnya tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak banyak mempunyai varian.

PEMBAHASAN 



Raden Panji Asmarabangun tengah mencari isterinya yang hilang, Dewi Sekartaji.
Cerita Panji ialah sebuah kumpulan cerita yang berasal dari Jawa periode klasik, tepatnya dari era Kerajaan Kediri. Isinya adalah mengenai kepahlawanan dan cinta yang berpusat pada dua orang tokoh utamanya, yaitu Raden Inu Kertapati (atau Panji Asmarabangun) dan Dewi Sekartaji (atau Galuh Candrakirana). Cerita ini mempunyai banyak versi, dan telah menyebar di beberapa tempat di Nusantara (Jawa, Bali, Kalimantan, Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Filipina). Beberapa cerita rakyat seperti Keong Mas, Ande-ande Lumut, dan Golek Kencana juga merupakan turunan dari cerita ini. Karena terdapat banyak cerita yang saling berbeda namun saling berhubungan, cerita-cerita dalam berbagai versi ini dimasukkan dalam satu kategori yang disebut “Lingkup Panji” (Panji cycle).
Penyebaran Cerita Panji
Sebagai suatu karya sastra yang berkembang dalam masa Jawa Timur klasik, kisah Panji telah cukup mendapat perhatian para ahli. Ada yang telah membicarakannya dari segi kesusasteraannya (Cohen Stuart 1853), dari segi kisah yang mandiri (Roorda 1869), atau diperbandingkan dengan berbagai macam cerita Panji yang telah dikenal (Poerbatjaraka 1968), serta dari berbagai segi yang lainnya lagi’.Menurut C.C.Berg (1928) masa penyebaran cerita Panji di Nusantara berkisar antara tahun 1277 M (Pamalayu) hingga ± 1400 M. Ditambahkannya bahwa tentunya telah ada cerita Panji dalam Bahasa Jawa Kuno dalam masa sebelumnya, kemudian cerita tersebut disalin dalam bahasa Jawa Tengahan dan Bahasa Melayu. Berg (1930) selanjutnya berpendapat bahwa cerita Panji mungkin telah populer di kalangan istana raja-raja Jawa Timur, namun terdesak oleh derasnya pengaruh Hinduisme yang datang kemudian. Dalam masa selanjutnya cerita tersebut dapat berkembang dengan bebas dalam lingkungan istana-istana Bali’.
R.M.Ng. Poerbatjaraka membantah pendapat Berg tersebut, berdasarkan alasan bahwa cerita Panji merupakan suatu bentuk revolusi kesusastraan terhadap tradisi lama (India). Berdasarkan relief tokoh Panji dan para pengiringnya yang diketemukan di daerah Gambyok, Kediri, Poerbatjaraka juga menyetujui pendapat W.F.Stutterheim yang menyatakan bahwa relief tersebut dibuat sekitar tahun 1400 M. Akhirnya Poerbatjaraka menyimpulkan bahwa mula timbulnya cerita Panji terjadi dalam zaman keemasan Majapahit (atau dalam masa akhir kejayaan kerajaan tersebut) dan ditulis dalam Bahasa Jawa Tengahan (1968:408–9). Penyebarannya ke luar Jawa terjadi dalam masa yang lebih kemudian lagi dengan cara penuturan lisan.
Hubungan dengan Sejarah
Cerita di dalam lakon panji berhubungan dengan tokoh-tokoh nyata dalam sejarah Jawa (terutama Jawa Timur). Tokoh Panji Asmarabangun dihubungkan dengan Sri Kamesywara, raja yang memerintah Kediri sekitar tahun 1180 hingga 1190-an. Permaisuri raja ini memiliki nama Sri Kirana adalah puteri dari Jenggala, dan dihubungkan dengan tokoh Candra Kirana. Selain itu ada pula tokoh seperti Dewi Kilisuci yang konon adalah orang yang sama dengan Sanggramawijaya Tunggadewi, puteri mahkota Airlangga yang menolak untuk naik tahta.

Panji History
Sebelum lebih jauh berbicara mengenai cerita Panji, pada kesempatan ini penulis artikel akan membahas cerita Panji secara sekilas, dan membahas sejauhmana arti penting dan eksistensi cerita panji pada masa kini sebagai salah satu aset budaya Indonesia. Dengan memperhatikan beberapa parameter seperti eksistensi Cerita Panji terhadap kesenian Indonesia, akankah Cerita Panji makin terpinggirkan dan tergantikan oleh cerita-cerita dari yang lebih populer dan instans yang tumbuh dan berkembang  pada saat ini? Cerita Panji sebagai salah satu epos nusantara yang tidak kalah dengan epos Mahabarata maupun Ramayana. Berkaca pada pengalaman baru-baru ini bahwa negara tetangga dengan tidak segan-segan melakukan klaim terhadap aset budaya yang kita miliki. Sehingga dipandang perlu adanya upaya untuk menyelamatkan, memelihara, serta mengembangkan Cerita Panji sebagai kontribusi positif pembangunan budaya bangsa, sehingga cerita Panji dapat dijadikan identitas dan ikon epos asli yang berasal dari Indonesia.
Sudah banyak artikel ilmiah maupun penelitian yang membahas mengenai Cerita Panji dalam berbagai kajian, yang mana sebagian pemerhati Cerita Panji adalah orang-orang mancanegara antara lain W.H. Rassers menulis buku Panji, The Cultural Hero: As Structural Study of Religion in Java; A.Teeuw meneliti cerita Panji Syair Ken Tambunan; S.O. Robson menulis buku Wangbang Wideya: A Javanese Panji Romance; J.J. Ras The Panji Romance and W.H. Rassers analysis of its theme; dan Lidya Kieven dalam disertasinya yang berjudul Cerita Panji; sedangkan R.M. Poerbatjaraka menulis tentang Tjerita Panji dalam perbandingan, yang mewakili salah satu bumiputera yang juga mempunyai perhatian mengenai Cerita Panji. Cerita Panji muncul dalam sastra kuno Jawa Timur pada abad VII sampai dengan XV Masehi. Cerita Panji diduga berasal dari Kakawin Smaradahana karya Mpu Dharmaja dari Jaman Kadiri. Pada bagian akhir kakawin ini diceritakan tentang kisah perkawinan Kamerwara dari Madyadesa (Kadiri) dengan Putri Kirana dari Wajradrawa (Janggala). Penyebaran Cerita panji dalam Bahasa Jawa Kuna pada masa sebelumnya, yang kemudian disalin dalam bahasa Jawa Tengahan dan Bahasa Melayu. Menurut Poerbatjaraka bahwa cerita Panji merupakan suatu bentuk revolusi kesusastraan terhadap tradisi India yang berawal dari jaman keemasan Majapahit dan ditulis dalam bahasa jawa Tengahan (Poerbatjaraka,1968:408-409).
Penyebarannya ke luar jawa terjadi dalam masa yang lebih kemudian lagi dengan cara penuturan lisan. Dalam perkembangan selanjutnya cerita tersebut ditulis dengan huruf Arab-Melayu, dan cerita Panji dalam bentuk naskah Arab-Melayu itulah diperkenalkan
ke wilayah Asia Tenggara daratan (ibid.). Cerita Panji tersebar ke daerah di Nusantara meliputi seluruh Jawa dan Bali, Nusa Tenggara, dan berbagai daerah Sumatra; dan hingga menyebar ke negara lain di Asia Tenggara meliputi Thailand, Kamboja, dan Myanmar.
Cerita Panji berkembang melalui berbagai aspek kehidupan dan bentuk seni seperti seni tari, sastra, teater, wayang, seni lukis, dan seni pahat. Cerita Panji Meski terdiri dari berbagai versi, inti cerita Panji selalu bercerita tentang kehidupan tokoh Raden Panji (Panji Asmorobangun) dari Kerajaan Jenggala dan Putri Candrakirana (Dewi Sekartaji) dari Kerajaan Daha atau Kediri. Raden Panji dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu, sedang Dewi Sekartaji sebagai titisan dari Dewi Sri. Penyatuan Panji dan Sekartaji, sebagai bentuk penyatuan pria dan wanita yang menghasilkan kesuburan atau keturunan,dijadikan simbol kesuburan padi.
Dalam perkembangan berikutnya Cerita Panji muncul dalam berbagai versi sesuai dengan lingkungan kebudayaannya. Dalam kesusastraan Melayu Lama, Cerita Panji dijumpai berbagai versi yaitu seperti Hikayat Jaran Panji Asmaradana, Hikayat Anom Mataram, Hikayat Mesa Gimang, Hikayat Panji Kuda Semirang, dan Hikayat Panji Semirang. Di Bali, Cerita Panji dikenal dengan Cerita Malat dan di Palembang dikenal dengan cerita Panji Anggraeni. Di Jawa sebagai tempat munculnya cerita panji juga dijumpainya berbagai versi cerita panji sejak masa Bahasa Jawa Tengahan seperti pada naskah Wangbang Wideya dan Panji Angreni dan Bahasa Jawa baru seperti yang ditulis oleh pujangga Kraton Surakarta,Ronggowarsito yaitu Panji Jayeng Tilam. (Sumardjo, 1990:135-136).
Variasi versi Cerita Panji juga mempengaruhi penamaan tokoh-tokoh cerita panji seperti Penyebutan tokoh utama dalam Cerita Panji dari Kamboja disebut Eynao dan dalam versi Cerita Panji Thailand disebut Dalang dan Ari Negara. Walaupun terjadi variasi penyebutan tokoh maupun negara-negera dalam dalam cerita Panji, namun cerita panji tersebut ternyata juga mempunyai pola plot yang sama dan kemiripan setting negera asal para tokoh panji, yaitu kerajaan Koripan (kahuripan),Jenggala, Gegelang, Daha atau Kediri, Mamenang, Urawan, dan Singasari. Pola plot cerita yang inti ceritanya berawal dari kisah percintaan putra raja dengan putri raja dari negara yang berbeda yang kemudian dipisahkan dan berkelana untuk mencari pasangannya melalui penyamaran yang kemudian akhirnya mereka bertemu dan disatukan dalam perkawinan. (ibid.)
CERITAPANJI
Cerita Panji dalam Kesenian Indonesia
Sebagai suatu karya sastra yang berkembang dalam masa Majapahit Akhir, cerita Panji telah cukup mendapat perhatian para ahli. Ada yang telah membicarakannya dari segi kesusastraannya, dari segi kisah yang mandiri, atau diperbandingkan dengan berbagai macam cerita Panji yang telah dikenal, serta dari berbagai segi yang lainnya lagi. Cerita Panji sebagai suatu karya sastra juga memberikan sumbangan sumberdaya budaya yang kaya dalam berbagai bentuk kesenian di Indonesia, salah satunya adalah seni tari,teater, dan seni pertunjukan. Kesenian Wayang Gedog dan Wayang Beber di Jawa, teater Raket atau Gambuh di bali, Tari Topeng dari Cirebon, teater Topeng Malang – Jawa Timur,Wayang Topeng (Pacitan), wayang golek Kediri, wayang thengul Bojonegoro), wayang krucil (Nganjuk), Legong Kraton (Lasem), Lutung Kasarung (Jabar) serta Wayang Topeng di wilayah Jawa Tengah mengambil Cerita Panji sebagai plotting
ceritanya. Dilingkungan teater rakyat pada abad XVIII – XIX Masehi juga dikenal dengan teater Ande-Ande Lumut dan ketek Ogleng yang plotting ceritanya berdasarkan Cerita Panji pula. Selain seni tari, dan teater di Wilayah Banyuwangi Cerita Panji digunakan sebagai salah satu motif batik. (Sumardjo, 1990:135). Sementara Cerita Panji dalam bentuk fisik, terpahat dalam relief di beberapa candi (punden berundak) di lereng Gunung Penanggungan, Candi Penataran dan peninggalan purbakala di lereng gunung Arjuno. Bahkan, patung Panji pernah ditemukan di Candi Selokelir di lereng Penanggungan. Arca tersebut berukuran 1.50 M dalam sikap berdiri, kedua tangannya berada di samping tubuh, mengenakan tekes dan selain juga kalung, upawita dari kain yang menjuntai hingga paha, serta sarung yang mencapai punggung telapak kaki. Bentuk arca seperti ini mengingatkan pada arca-arca perwujudan dari masa Majapahit akhir.
sumber : MUTIARA YANG TERLUPAKAN (bag. II) Hery Priswanto – Balai Arkeologi Yogyakarta
CERITA PANJI DALAM MASYARAKAT MAJAPAHIT AKHIR
Cerita Panji dipahat dan divisualisasikan pada seni arsitektur pada bangunan candi terutama pada dinding kaki candi-candi yang terdapat di Jawa terdapat hiasan ornamental yang turut memperindah bangunan suci masa lalu tersebut. Hiasan ornamental yang dimaksudkan adalah relief. Dari sekian banyak karya sastra Jawa Kuno yang dikenal hingga saat ini, dapatlah diketahui bahwa hanya
beberapa karya sastra saja yang divisualisasikan ke dalam bentuk relief cerita. Agaknya terdapat sejumlah alas an tertentu sehingga para seniman ahli pahat masa itu hanya memilih dan menyukai beberapa cerita saja yang dipahatkan pada bangunan candi yang akan dirangkai dalam sebuah cerita dalam bentuk relief, salah satunya adalah Cerita Panji. (Agus Aris Munandar,2004:54).
sumber:http://irsam.multiply.com/journal/item/19/
 Cerita Panji sebagai Aset Budaya dan Identitas Bangsa
Pada hakikatnya setiap bangsa di dunia ini terdiri dari kekayaan budaya masing-masing, yang mana antara budaya-budaya tersebut bisa saling belajar dan mengajar. Sehingga dipandang perlu memperhatikan dan melestarikan warisan dan identitas budaya masing-masing tersebut. Pelestarian warisan dan identitas budaya adalah juga tuntutan dalam kegiatan UNESCO; contohnya pelestarian Candi Borobudur. Cerita Panji sebagai salah satu warisan dan identitas kebudayaan nasional yang perlu diapresiasi dan dilestarikan, khususnya dalam era globalisasi sebagai keunikan budaya tersendiri dan aset budaya yang sangat bernilai. http://brangwetan.wordpress.com/2009/06/20/road-show-panjibersama-lydia-kieven/). Cerita panji sebagai sebuah tradisi budaya telah terbukti diversifikasi dan berkelanjutan dalam bentuk dan fungsi hingga lintas masa dan sekaligus lintas area. Sehingga diperlukan kajian mendalam mengenai Cerita Panji dan segala aspeknya untuk dapat dideskripsikan, dan didokumentasikan dalam program
Konservasi cerita Panji.
Dalam bidang pendidikan, dipandang perlu menjadikan Cerita Panji sebagai bahan baku ajar atau media pendidikan mengenai sejarah, sastra, dan seni pertunjukan dalam upaya menghargai potensi budaya lokal yang dimiliki Jawa Timur khususnya maupun sebagai aset budaya nasional. Di dalam bidang industri kreatif untuk mengeksplorasi Cerita Panji dengan cara menerbitkan kembali cerita Panji, serta juga dalam berbagai bentuk karya berupa seni rupa seperti grafis, komik, seni patung dan pahat, seni video, dan cenderamata sebagai upaya tameng budaya (counter culture) terhadap budaya impor yang menyerbu dengan deras tanpa filter ke ranah budaya nasional. Masih segar diingatan bahwa beberapa aset budaya nasional dengan terang-terangan diklaim oleh negara tetangga. Hal ini akan meminimalisir dikemudian hari Cerita Panji akan lebih populer di negeri orang daripada di negeri sendiri. Salah satu contoh nyata adalah I La Galigo, hikayat anak bangsa dari Makasar, Sulawesi yang justru masyhur di luar negeri namun tak banyak masyarakat di Indonesia yang mengapresiasinya. (http://henrinurcahyo.wordpress.com/2009/02/03/harta-karun-cerita-panji/)
Di Jawa Timur, sudah sejak tahun 2007 ketika dilangsungkan Pekan Budaya Panji di Universitas Merdeka Malang dan pada November 2008 digelar Pasamuan Budaya Panji di PPLH Trawas. Di April 2009, diadakan sebuah diskusi terbatas Budaya Panji di Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL) Surabaya. Hasil kegiatan tersebut membuahkan sebuah rekomendasi dari Dewan Kesenian Jawa Timur (DK-Jatim) yang memutuskan bahwa dipandang perlu untuk melakukan aksi Konservasi Budaya dengan pilihan Budaya Panji. Istilah “Budaya Panji” berarti bahwa budaya Jawa Timur punya keunikan sendiri. Kreasi cerita Panji dan gambarnya dalam relief candi ada salah satu contoh untuk keunikan itu, sehingga Panji bisa menjadi icon untuk keunikan Jawa Timur itu. Kenyataan bahwa kreativitas di kebudayaan Jawa Timur kuno tidak tergantung dari kebudayaan India, bisa diterapkan pada masa kini: Budaya Jawa dan seluruh Indonesia tidak perlu tergantung dari dunia Barat, tapi punya ‘local genius’ sendiri.
sumber :(http://www.wacananusantara.org/Kisah Raden Panji/)
Mengenal Figur Panji
Siapakah sesungguhnya Panji? Masih banyak yang beranggapan bahwa Panji adalah sosok fiktif yang hanya ada di cerita dongeng. Citra ini memang tak lepas dari kemasan budaya tutur Panji yang lebih berupa “Dongeng yang Disejarahkan” ketimbang “Sejarah yang Didongengkan”. Bila dirunut ke belakang, barangkali ini tak lepas dari pengaruh kekuasaan Majapahit ketika cerita heroik soal “pahlawan Kadiri” ini lahir. Dalam bukunya, Prof. DR. CC. Berg (1928) menyebutkan, bahwa penyebaran cerita Panji dimulai adanya Kertanegara Raja Singasari mengadakan pamalayu, tahu 1277 M sampai kurang lebih tahun 1400 M. Dari sumber ini diketemukan Panji adalah pahlawan kebudayaan, sebagaimana tahun 1996 pernah dijadikan tema sentral Pekan Budaya Bali, karena cerita Panji dianggap paling banyak memberikan keteladanan membangun kebudayaan Indonesia.
Ki Ageng Sri Widadi dari Kasunyatan Jawi, dalam makalahnya yang tak dibacakan dalam pertemuan itu menulis, Panji adalah tokoh yang menggunakan kesenian untuk menundukkan lawan. Panji pandai bermain gamelan, juga penari yang piawai, sebagai dalang yang pintar mempesona penonton, bahkan berjasa menyusun nada-nada gamelan berlaras pelog.
Hal ini dikuatkan oleh Dwi Cahyono, arkeolog dari Universitas Negeri Malang. Menurutnya, Panji adalah tokoh manusia biasa, yang merupakan Pangeran Jawa dan bukan pahlawan pendatang seperti Rama dan Pandawa. Panji adalah sosok yang piawai berolah seni, seorang Maecenas kesenian Jawa masa lalu. Panji acap diceritakan sebagai pemain musik, penari, pemain drama (sendratari) dan penulis puisi. Panji adalah tokoh teladan masa lampau, dan perilakunya merupakan teladan arif dalam mengembangkan lingkungan dengan cara-cara yang sarat dengan nilai ekologis. Keteladanan Panji sebagai seseorang yang dipredikati sebagai “pahlawan budaya” masa lalu (masa Hindu-Budha) itulah kiranya yang perlu diupayakan untuk dapat ditransformasikan bagi pengembangan kesenian lokal dan pertanian serta pengelolaan lingkungan hidup pada masa kini mau  pun  mendatang.
Bahkan, menurut Dwi Cahyono, Kapanjian tidak hanya sekadar merupakan fenomena kesenian, namun sekaligus berwujud sebagai fenomena sosial, pemerintahan, kemiliteran, religi dan fenomena lainnya. Oleh karena itu cukup alasan untuk menyatakan bahwa
Kapanjian merupakan suatu fenomena budaya. Tradisi Panji adalah Tradisi Budaya, karena terbukti budaya Panji berkelanjutan dan mengalami diversifikasi bentuk dan fungsi hingga lintas masa dan sekaligus lintas area.
Cerita Legenda Ande-Ande Lumut
Pada zaman dahulu, ada sebuah Kerajaan besar yang bernama Kerajaan Kahuripan. Namun, untuk mencegah perang persaudaraan Kerajaan Kahuripan di bagi menjadi dua Kerajaan, yaitu Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala. Suatu hari sebelum Raja Erlangga meninggal, ia berpesan untuk menyatukan kembali kedua Kerajaan tersebut. Akhirnya, kedua Kerajaan tersebut bersepakat untuk menyatukan kedua Kerajaan, dengan cara menikahkan Pangeran dari Kerajaan Jenggala, yaitu Raden Panji Asmarabangun. Dengan Putri cantik Dewi Sekartaji dari Kerajaan Kediri.
Namun, keputusan untuk menikahkan Pangeran Raden Panji Asmarabangun dengan Putri Sekartaji, di tentang oleh Ibu Tiri Putri Sekartaji. Karena Istri kedua dari kerajaan Kediri menginginkan Putri kandungnya sendiri yang menjadi Ratu Jenggala. Akhirnya, ia merencanakan untuk menculik dan menyembunyikan Putri Sekartaji dan ibu kandungnya.
Suatu hari, Raden Panji datang ke Kerajaan Kediri untuk menikah dengan Dewi Sekartaji. Namun, Putri Sekartaji sudah menghilang. Mengetahui hal itu Pangeran Panji sangat kecewa. Namun, Ibu tiri Putri Sekartaji membujuknya untuk tetap melangsungkan pernikahan tersebut. Putri Sekartaji di gantikan dengan Putri kandungnya Intan Sari. Namun, Pangeran langsung menolak usulan tersebut. Karena sangat kecewa, Pangeran Panji memutuskan untuk mencari Putri Sekar dan Ibunya. Ia akhirnya mengganti namanya menjadi Ande-ande Lumut. Suatu hari, ia menolong seorang Nenek yang sedang kesusahan yang bernama Mbok Randa. Akhirnya, mbok Randa mengangkatnya sebagai anak angkat dan tinggal dirumah Mbok Randa.
Suatu hari, Ande-ande Lumut meminta ibu angkatnya untuk mengumumkan bahwa ia sedang mencari calon istri. Banyak gadis-gadis desa di sekitar desa Dadapan untuk bertemu dan melamar Ande-ande Lumut. Namun, tidak seorangpun yang ia terima untuk di jadikan istrinya. Sementara, Putri Sekar dan ibunya Candrawulan berhasil membebaskan diri dari sekapan ibu tirinya. Mereka pun mengirimkan pesan melalui Burung Merpati untuk di sampai kepada Raja dari Kerajaan Kediri. Mengetahui bahwa Putri Sekar dan Ibunya mengirimkan surat. Intan Sari dan Ibunya segera melarikan diri. Putri Sekar sangat senang dan berniat untuk bertemu dengan Pangeran Panji. Namun, ia pun kecewa karena Pangeran Panji sudah pergi berkelana. Ia pun memutuskan untuk berkelana juga untuk mencari Pangeran Panji. Suatu hari, ketika Putri Sekar tiba di rumah seorang janda yang mempunya tiga anak gadis cantik. Nama ke tiga Janda tersebut adalah, Klenting Merah, Kelentin Biru dan Klenting Ijo. Akhirnya, Putri Sekar pun mengganti namanya menjadi Klenting Kuning.
Mendengar berita yang bersumber dari desa Dadapan kabar itu menyebutkan jika Mbok Randa mempunyai anak angkat, seorang pemuda yang sangat tampan wajahnya_ Ande-ande Lumut namanya. Ketampanan Ande-ande Lumut sangat terkenal menjadi buah bibir dimana-rnana. Banyak gadis yang datang ke desa Dadapan untuk melamar anak angkat Mbok Randa itu. Kabar tentang Ande-ande Lumut sedang mencari Istri terdengar oleh ke ke empat gadis cantik tersebut. Akhirnya, Janda tersebut menyuruh anak-anaknya untuk pergi menemui Ande-Ande Lumut. Suatu hari, mereka segera berangkat. Namun, mereka hanya pergi bertiga karena Klenting Kuning mempunyai pekerjaan rumah yang belum selesai. Mereka bertiga saling mendahului agar terpilih oleh Ande-ande Lumut. Namun, di tengah perjalanan mereka sangat kebingungan karena harus menyebrang sungai. Di tengah kebingungan tersebut. Tiba-tiba, muncullah. Pemuda bernama Yuyu Kakang. Ia menawarkan untuk mengantarkan mereka menyebrang. Tapi, Yuyu Kakang mengajukan satu syarat. ‘’ Jika sudah menyebrangkan kalian, maka perbolehkan aku untuk mencium kalian bertiga’’ pada awalnya mereka menolak. Namun, karena itu jalan satu-satunya mereka pun terpaksa menyetujui persyaratan tersebut. Sesampainya di rumah mbok Randa, mereka langsung memperkenalkan diri satu persatu. Melihat kedatangn ketiga gadis cantik tersebut, ia segera memanggil Ande-ande Lumut. Namun, ia langsung menolak ketiga gadis tersebut. Sementara itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya Kleting Kuning. Kleting Kuning pun juga berniat datang ke desa Dadapan Untuk bertemu dengan Ande-ande Lumut. Keinginan itu disarnpaikannya kepada ibu angkatnya. Kleting Kuning berangkat menyusul ketiga Kleting lainnya. Tibalah ia di tepi sungai. Ia pun merasa kebingungan untuk menyebrang. Namun, lagi-lagi Yuyu Kangkang datang menawarkan bantuannya. Sama seperti ketiga Klenting setelah di sebrangkan Klenting Kuning harus bersedia untuk di cium. Klenring Kuning pun segera naik ke punggung Yuyu Kangkang. Setelah mereka tiba di seberang, Kleting Kuning langsung membuka kotoran ayam yang dibungkus daun pisang. Ia mengoleskannya pada kedua pipinya. Yuyu Kangkang kemudian menagih janji. Kleting Kuning segera memasang pipinya yang diolesi kotoran ayam. Yuyu Kakang pun marah dan menyuruhnya segera pergi. Ande-ande Lumut menolak ke tiga Klenting karena telah di cium oleh Yuyu Kangkang. Tiba-tiba, Ande-ande Lumut sangat terkejut ketika melihat kedatangan Klenting Kuning. Mbok Randa sangat heran melihat sikap anak angkatnya. Banyak gadis-gadis cantik yang datang untuk melamarnya. Namun, ia tolak dengan berbagai alasan. Tapi, melihat Klenting Kuning yang berpakaian sangat kumal dan badannya yang sangat bau malah di sambut dengan wajah bahagia dan berseri-seri. Akhirnya, Mbok Randa pun terdiam. Ia mengikuti Ande-Ande Lumut menemui gadis itu. Sementara, Kleting Kuning terkejut sekali melihat Ande-Ande Lumut adalah tunangannya, Raden Panji Asmarabangun. Akhirnya, di depan semua orang, Klenting Kuning langsung mengubah diri menjadi Putri Sekartaji. Semua orang sangat terkejut melihat sosoknya yang sangat cantik. Ketiga kakak angkatnya pun sangat terkejut ketika mengetahui jika sosok yang selama itu mereka perlakukan dengan tidak baik itu ternyata Putri Sekartaji. Tak lama kemudian, mereka di kejutkan oleh Ande-ande Lumut yang membuka dirinya. Ia tidak lain adalah Pangeran Raden Panji. Kedua sejoli tersebut sangat bahagia karena dapat bertemu kembali. Akhirnya, Raden Panji langsung membawa Putri Sekar dan ibu angkatnya Mbok Randa ke Kerajaan Jenggala. Mereka pun segera melangsungkan pernikahan. Akhirnya Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala dapat bersatu kembali.

PENUTUP

KESIMPULAN
Demikian cerita Ande-Ande Lumut dari daerah Kediri, Jawa Timur. Cerita tersebut tergolong folklore lisan mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Pada tokoh Ande-Ande Lumut atau Panji Asmarabangun dan Klenting Kuning atau Putri Sekartaji dapat digambarkan bahwa keduanya adalah sosok pria dan wanita yang mempunyai rupa yang memadai yaitu cantik dan tampan diantara yang lain, tapi mereka tidak memanfaatkannya tidak memberikan begitu saja hargadiri mereka untuk menikah dengan yang lain karena mereka adalah sosok yang penyayang dan setia pada kekasihnya. Dari sini dapat disimpulkan pelajaran bahwa kesetiaan senantiasa harus selalu dijaga agar tercipta hubungan yang harmonis dalam kehidupan didalam rumah tangga nantinya, dan tidakboleh memanfaatkan rupa kecantikan atau ketampanan untuk mendapatkan sesuatu. Dan  pada tokoh Klenting Abang, ijo, dan biru dapat digambarkan bahwa mereka adalah gadis-gadis cantik yang tidak pandai menjaga harga dirinya, karena menerima persyaratan yuyu  kangkang, akibatnya mereka tidak dipilih oleh ande-ande lumut unuk dijadikan permaisurinya. Dari sini dapat disimpulkan  pelajaran bahwa untuk tidak menghalalkan segala cara dalam  mencapai tujuan yang kita inginkan.

DAFTAR PUSTAKA


JULIANA RAHMAWATI
UJP A 2015
4423154428

Tidak ada komentar:

Posting Komentar