Kamis, 07 Januari 2016

Tugas 2 - solusi pariwisata UNJ

Permasalahan wisatawan di Indonesia

Indonesia memiliki sumber daya pariwisata yang tidak kalah menariknya bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asean. Namun demikian kepemilikan kelebihan sumber daya tersebut perlu diiringi dengan upaya dan usaha yang lebih terarah, agar sumber daya tersebut mampu memiliki daya saing dalam menarik kunjungan wisatawan. 

Keppres N. 38 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa seluruh sektor harus mendukung pembangunan pariwisata Indonesia. Hal ini merupakan peluang bagi pembangunan kepariwisataan Indonesia. Apalagi pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan pembangunan Indonesia. 

Kebijakan ini memberikan beberapa implikasi antara lain perlu adanya pembenahan yang menyeluruh diberbagai sektor. Namun tentunya agar lebih efisien dan efektifnya pembangunan kepariwisataan tersebut diperlukan suatu flatform pembangunan pariwisata yang berorientasi kepada trend kepariwisataan global masa kini dan masa depan. 

Melihat tren pariwisata tahun 2020, perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang. Diantaranya 438 juta orang akan berkunjung ke kawasan Asia-Pasifk, dan 100 juta orang ke Cina. Melihat jumlah wisatawan yang sedemikian besar, maka Indonesia dapat menawarkan segala daya tariknya untuk mendatangkan wisatawan dan merebut pangsa pasarnya. Dengan perolehan sebesar USD 4, 496 miliar pada tahun 2002, penerimaan devisa dari pariwisata Indonesia baru memperoleh 0,95 % dari pengeluaran wisatawan dunia (USD 474 miiiar). 

Angka tersebut masih dinilai sangat kecil. Namun demikian dengan pulihnya perekonomian Indonesia, serta semakin baiknya kondisi keamanan dan politik nasional, wisatawan internasional ke Indonesia diperkirakan akan mencapai 10 juta orang pada tahun 2009 dengan perolehan devisa mencapai lebih dari USD 10 miliar. 

Selain wisatawan mancanegara, wisatawan domestikpun (dalam negeri, atau nusantara) diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sejalan dengan semakin meningkatnya rata-rata pendapatan masyarakat. Tahun 2004 diperkirakan terdapat 103 juta wisatawan nusantara yang menghasilkan 195 juta perjalanan Wisata Nusantara. Dengan angka sebesar itu diperkirakan jumlah wisatawan nusantara di akhir tahun 2009 akan menembus angka 218 juta orang dengan jumlah perjalanan wisata lebih dari 300 juta trips. Angka-angka tersebut memberikan harapan terhadap peningkatan di bidang investasi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan kontribusi kegiatan pariwisata terhadap pendapatan masyarakat dan pemerintah. 

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 menjelaskan bahwa salah satu sasaran untuk meningkatkan sektor non-migas adalah dengan meningkatkan kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa menjadi sekitar USD 10 miliar pada tahun 2009, sehingga sektor pariwisata diharapkan mampu menjadi salah satu penghasil devisa besar. Berdasarkan hal tersebut, maka kebijakan pembangunan kepariwisataan diarahkan untuk meningkatkan efektivitas pemasaran melalui kegiatan promosi dan pengembangan produk-produk wisata serta meningkatkan sinergi dalam jasa pelayanan pariwisata. 

Dengan jumlah wisman yang masih relatif rendah dan dengan potensi wisata yang jauh lebih besar dan beragam dibanding dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, sesungguhnya Indonesia memiliki peluang cukup besar untuk menarik lebih banyak lagi wisatawan mancanegara. Apalagi dalam tahun belakang ini telah terjadi perubahan consumer behaviour pattern atau pola konsumsi dari para wisatawan ke jenis wisata yang lebih tinggi. Yaitu menikmati produk atau kreasi budaya (culture) dan peninggalan sejarah (heritage), serta nature atau eko wisata dari suatu daerah.   

Sebagai negara yang sarat dengan sejumlah besar peninggalan sejarah, kekayaan atraksi budaya yang sangat beragam dan unik, natur maupun ekowisata yang tersebar di hampir seluruh pelosok nusantara, peluang Indonesia untuk menjadi daerah tujuan wisatawan mancanegara menjadi semakin besar.   Adanya kebijakan-kebijakan baru pemerintah dibidang kepariwisataan telah menimbulkan rasa optimisme dari pemerintah baik pusat maupun daerah, serta para swasta dalam pengembangan pariwisata mancanegara. 

Optimisme ini telah pula menimbulkan adanya kesadaran dan keyakinan para stake holders (ASITA, PHRI dan sebagainya) terhadap kenyataan bahwa promosi pariwisata Luar Negeri, mampu meningkatkan citra negara di mata dunia. Lahirnya Keppres No. 38 tahun 2005, merupakan salah satu kebijaksanaan pemerintah yang secara de yure mengakui eksistensi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata sebagai instansi yang menangani promosi kepariwisataan, termasuk kerjasama interdept. 

Demikian pula eksistensi kelembagaan promosi pemerintah daerah dan lembaga swasta yang bergerak dibidang kepariwisataan telah turut aktif dalam melakukan kegiatan promosi pariwisata Luar Negeri. Pada level destinasi, upaya daerah juga sudah mulai menggeliat untuk mempromosikan destinasinya. Program-program promosi luar negeri sudah dilakukan beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Riau, Sulawesi Selatan, Bali, Jakarta dan Jogyakarta. Jakarta telah mengeluarkanbranding dengan slogan Enjoy Jakarta, dan Jogyakarta dengan Never Ending Asia. 

Kemampuan daya tarik Destinasi unggulan di Indonesia tadi cukup menggembirakan. Demikian pula adanya Bali yang telah dikenal dan memiliki ikon internasional. Disamping adanya kekuatan-kekuatan sebagaimana diuraikan tadi , ternyata Indonesia pun masih memiliki beberapa kelemahan, yang tentunya mau tidak mau harus mendapatkan perhatian serius bagi semua aparat dan pelaku kepariwisataan di semua lini. Kalau tidak, Indonesia akan tetap ketinggalan baik dilingkungan Asean maupun ditingkat internasional. 

Secara umum daya saing yang perlu ditingkatkan untuk memacu pertumbuhan pariwisata nasional mencakup tiga aspek yaitu: 

1.  Daya saing negara termasuk di dalamnya organisasi            
     pariwisata nasional dan kualitas SDM nya; 
2. Daya saing masyarakat termasuk didalamnya niiai-nilai yang 
    dimilki masyarakat      dalam menyikapi kepariwisataan; 
3. Daya saing unit bisnis kepariwisataan termasuk didalamnya  
    keandalan dalam     mengantisipasi keinginan wisatawan yang  
    semakin bertambah.   

Da1am buku profil pariwisata Indonesia di kancah internasional terbitan Depbudpar, disebutkan ada dua pesaing, yaitu pesaing Utama dan pesaing Khusus. Pesaing utama merupakan negara-negara dengan beberapa kemiripan dalam industri pariwisata seperti jumlah kunjungan, keberadaan pasar utama, keberadaan pasar potensial, posisi geografis, dan produk wisata yang ditawarkan. Negara-negara yang termasuk pesaing utama bagi Indonesia adalah: Malaysia, Thailand, Philipina, dan Vietnam. Sedangkan Singapura dan Australia dikategorikan sebagai pesaing khusus berdasarkan fungsi geografis dan strategi pemasarannya. 

Daya saing pariwisata Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain terutama dengan pesaing-pesaing di atas, hingga kini masih lemah. Kelemahan tersebut menyangkut masalah manajemen produk, kurangnya sajian atraksi pariwisata dan budaya, kondisi infrastruktur, sumber daya manusia, pengolaan destinasi wisata, pemasaran dan regulasi. Kelemahan lain, termasuk pula masalah bencana alam, keamanan dan kesehatan, seperti isu adanya penyakit demam berdarah dan flu burung yang saat ini cukup menakutkan bagi wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia. 

Bagi wisatawan, ancaman teror sangat diperhitungkan dalam rencana liburan mereka sebagaimana kelimpahan cahaya sinar matahari. Promosi yang sudah dilakukan hanya berupa informasi yang sporadis. Kita ketinggalan dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Seluruh pihak di pemerintahan harus lebih proaktif dalam mempromosikan, bahkan kepulauan terbesar di dunia masih belum siap mempromosikan pariwisata maritim, karena hanya memiliki 2 marinal. 

Indonesia adalah negara besar dan pemerintah perlu menunjukkan bahwa Bali ada di Indonesia, bukan sebaliknya. Kerjasama diantara pelaku kepariwisataan , baik pemerintah pusat, daerah dan pihak swasta masih dirasakan belum selaras dan optimal. Terutama pada hal-hal yang strategis dalam aktivitas promosi Luar Negeri, antara lain dalam hal sosialisasi kebijakan, koordinasi dan implementasinya. Hal ini menyebabkan kurang sinergisnya instansi lintas sektoral maupun antar stake holders. Hal tersebut bisa mengganggu dan menghambat kelancaran program promosi yang diharapkan. 

Secara kasat mata, usaha efektivitas promosi Indonesia yang dilakukan sudah ketinggalan dari negara pesaing, yang sudah meluncurkan website-nya sejak lama. Sedang perkembangan teknologi informasi di daerah asal wisatawan dalam memperoleh informasi mengenai destinasi, akan lebih baik apabila lebih terkini. Demikian pula tentang terbatasnya informasi, baik yang menyangkut substansi materi, pusat/lembaga informasi, serta saluran distribusinya kepada pasar wisata. 

Demikian pula tentang terbatasnya informasi keamanan (security). Hal-hal tersebut diakibatkan oleh lemahnya penelitian pasar serta behavioural segmentation sebagai prakondisi implementasi promosi pariwisata Luar Negeri. Terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) baik kuantitas maupun kualitas yang diharapkan mempunyai daya saing tinggi ternyata masih jauh dari memadai. Terutama SDM di bidang promosi pemasaran pariwisata yang memiliki pemikiran stratejik dan visioner. Kondisi ini dapat menghambat kualitas dari segala aktivitas kegiatan pemasaran dan promosi Indonesia. Hal tersebut memberikan implikasi pada kualitas output promosi pariwisata Luar Negeri Indonesia itu sendiri, yang dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat. 

Implikasi lain dari lemahnya SDM ini adalah menjadi lemahnya diplomasi dan PublicRelations (kehumasan) pemerintah dalam membantu mendongkrak citra Indonesia yang dirasakan masih negatif di mata dunia internasionai seperti dalam berbagai isue-isue: keamanan, terorisme, penyakit menular, dan bencana alam. Citra tersebut menjadi tantangan bahkan peluang yang besar dalam segala kegiatan promosi pariwisata Luar Negeri.   
Pada dasarnya saya bukan seorang yang suka berkomentar atau mengatur gaya traveler lain.
Apapun yang kamu lakukan untuk mendapatkan kesenangan – berkeliling dunia, menginap di resort mahal di Bali, menjelajah hutan belantara di Papua sana, itu hak setiap orang.
Namun saat kamu berada di daerah lain, ada suatu aturan atau budaya lokal yang harus kamu pahami.
Jika diibaratkan, kamu adalah orang yang sedang bertamu di rumah orang lain. Kesan pertama sangat penting, sekali bertindak buruk, citra daerahmu akan ikut memburuk.
- Indonesia terus berupaya menarik wisatawan asing dengan berbagai promosi. Selain itu, langkah baru yang dilaksanakan pemerintah, yakni dengan memperluas cakupan negara yang bebas visa untuk berkunjung ke Indonesia. Kini sudah ada 30 negara yang warganya bebas visa saat berwisata ke Indonesia.
1. Turunkan Intonasi Bicaramu
Mungkin kita terbiasa berucap dengan volume keras di kampung halaman, namun itu bukan alasan. Semua orang, pada umumnya, tak suka berbicara dengan seorang – yang baru dikenal dengan nada bicara tinggi dan cenderung memerintah.
Tak masalah jika itu kawan akrabmu, tapi kita tak bisa memperlakukan semua orang dengan sama.
Seorang kawan saya asal Kendari, kampung halamannya adalah wilayah pesisir pantai. Saat saya ajak berkunjung ke Solo, kami tersesat. Dia turun dari motor dan bertanya pada seorang tukang parkir dengan nada bicara sangat lembut, bahkan sembari menunduk-nundukan badan.
Bagi saya yang biasa mendengarnya berbicara dengan volume keras hanya tersenyum geli. Namun saya salut, dia mau berusaha mengerti dan memahami budaya lokal.
Program lainnya, lanjut Menpar, meneruskan pembenahan objek wisata ke sejumlah daerah. Jakarta, Bali, Yogyakarta perlu meningkatkan daya tarik tambahan. Turis asing pun nantinya akan digiring ke Medan, Lombok, Makassar, Manado sampai ke Papua. Belitung dan Bintan pun tidak terlepas dari pembenahan.
2. Jangan bertingkah bak seorang raja
Saat berada di Nusa Dua Bali, saya melihat seorang turis membentak pemandunya karena keinginannya tak dituruti. Usut punya usut, semua memang dikarenakan si turis datang terlambat, sehingga tak dapat mencoba wahana parasailing. Hari terlanjur gelap.
Kejadian seperti diatas mungkin cukup sering kita alami. Hal terpenting yang perlu diingat adalah, kita tamu, mereka tuan rumah. Berlakulah sebagai tamu yang baik. Selesaikan permasalahan tanpa sebuah bentakan.
3. Kesopanan adalah yang utama
Saat tersesat di Jogja, saya beruntung mendapat tumpangan becak gratis. Alasan si tukang becak simpel. Dia kasihan melihat saya yang berkeliling kesana kemari dengan raut muka bingung, dan saya bertanya dengan sopan pada dirinya.
Jangan pernah lupakan kata “permisi, maaf, terima kasih” saat berada di ‘rumah’ orang. Nampak sepele, namun sebenarnya sangat penting.
4. Jangan membandingkan
Bercerita tentang kekurangan daerah yang sedang dikunjungi, sembari membandingkannya dengan daerah asal di depan warga lokal adalah tindakan bunuh diri.
Seramah apapun, tak ada tuan rumah yang suka rumahnya dihina.
5. Jangan tirukan logat daerah warga lokal
Hal yang sangat sering saya temui di perjalanan. Di Sukowati, Bali, saya berpapasan dengan serombongan anak muda berbicara dengan logat lokal yang dibuat-buat agar teman-temannya tertawa. Sebuah selera humor yang buruk. Apalagi mereka melakukannya di depan warga lokal pengguna logat tersebut.
Tak pernah ada yang suka logat berbicaranya di tirukan untuk bahan bercandaan, bahkan oleh seorang yang cukup akrab sekalipun.
6. Tempatkan diri sesuai kondisi
Saya berjumpa dengan beberapa rombongan abg tanggung, mengobrol dan tertawa keras di tempat Makam Raja Imogiri Bantul. Mereka berfoto selfie sembari berteriak-teriak histeris layaknya abg masa kini.
Seorang tua menegur mereka. Setelah si orang tua pergi, mereka melanjutkan aktivitas alay mereka. Bukan karena foto selfie saya menyebut mereka alay, tingkah mereka yang tak bisa menempatkan dirilah yang alay.
Melihat tingkah mereka saya teringat kisah seorang kawan yang sakit keras setelah tak sengaja memecahkan sebuah kendi di depan rumah di Bali.
Saya bukan seorang penggila kisah mistik, namun saya termasuk orang yang yakin bahwa tiap tindakan kita akan selalu ada balasannya.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.pikiran-rakyat.com/wisata/2015/03/25/321079/pemandu-wisata-di-indonesia-masih-kurang





Abdullah Ahmad Agil Alaydrus
UJP B 2015

1 komentar: