CERITA
RAKYAT SITU BAGENDIT
Kata
Pengantar
Puji
dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karuniaNya, saya dapat menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah sejarah
mengenai Folklore atau bisa disebut cerita rakyat. Tidak lupa saya ucapkan
terima kasih kepada Bapak Moh. Shobirien Nurrasyid yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Adapun
tulisan ini telah saya usahakan dengan maksimal dan tentunya dengan bantuan
dari beberapa pihak, maupun sumber referensi yang terdapat di internet, untuk
itu saya juga ingin mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan dukungan
yang telah diberikan, sehingga pada akhirnya saya dapat mengerjakan tugas ini
dengan lebih mudah.
Namun
saya juga menyadari, masih banyak kekurangan dalam artikel itu, dari segi
penyusunan bahasa, pemilihan kata, penulisan sumber maupun segi lainnya. Oleh
karena itu saya membutuhkan kritik dan saran dari pembaca agar kedepannya saya
dapat membuat artikel yang lebih baik lagi. Untuk itu saya memohon maaf untuk
segala bentuk kekurangan dalam artikel ini. Akhir kata semoga artikel ini dapat
bermanfaat bagi semua, terlebih untuk saya dan juga pembaca.
PEMBAHASAN
Folklor adalah sebagian
kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di
antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda,
baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau
alat pembantu pengingat, namun sering kita sebut folklore sebagai cerita
rakyat. Cerita rakyat sendiri adalah . Proses penyampaian yang hanya
dari mulut ke mulut dan mungkin tanpa alasan bukti yang kuat sehingga sering
kali kita menemui perbedaan jalan cerita, tokoh pelaku ataupun waktu
kejadiannya. Entah bentuk ceritanya yang sangat sederhana atau justru sulit
dimengerti tetapi setiap cerita rakyat pasti memiliki nilai-nilai moral yang
ingin disampaikan dan agar ditiru oleh pendengarnya. Berawal dari cerita
turun-temurun mungkin juga suat hal yang menyebabkan suatu jalan ceritanya
dapat berubah.
Kisah
Situ Bagendit
Pada zaman dahulu kala,
tepatnya di daerah utara kota Garut, ada sebuah desa dimana mayoritas penduduk
nya berprofesi sebagai petani. Tanah yang subur dan tidak pernah kekurangan air
di daerah tersebut menjadikan sawah-sawah warga selalu menghasilkan panen padi
yang melimpah ruah, namun meskipun begitu tidak merubah keadaan masyarak
sekitar yang hidup miskin dan serba kekurangan.
Saat itu hari masih gelap dan embun
masih bergayut di dedaunan, namun para penduduk sudah bergegas menuju sawah
mereka. Hari ini adalah hari panen. Mereka akan menuai padi yang sudah
menguning dan menjualnya kepada seorang tengkulak bernama Nyai Endit.
Nyai Endit adalah seorang janda kaya
di desa itu. Rumahnya mewah, lumbung padinya sangat luas karena harus cukup
menampung padi yang dibelinya dari seluruh petani di desa itu. ya seluruh
petani dan bukan dengan sukarela para petani itu menjual hasil panen mereka
kepada Nyai Endit. Mereka terpaksa menjual semua hasil panennya dengan harga
murah kalau tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan nyai Endit
karena seluruh warga memang takut kepada centeng-centeng nyai Endit. Lalu jika
pasokan padi mereka telah habis, mereka harus kembali membeli padi yang mereka
panen dari nyai Endit dengan harga yang melambung tinggi.
Banyak masyarakat yang mengeluh
dengan tingkah laku nyai Endit yang menyulitkan dan merugikan mereka, namun
mereka sendiri tidak dapat melakukan apa-apa selain mengikuti semua aturan yang
telah diterapkan nyai Endit, bukan mereka tidak ingin melawan tindakan nyai
Endit yang semena-mena, mereka takut dengan centeng-centeng nyai Endit.
“Wah kapan ya nasib kita bisa
berubah?” ujar seorang petani yang tengah beristirahat dari pekerjaaannya
kepada temannya. “Tidak tahan saya hidup seperti ini. Kenapa yah, Tuhan tidak
memberikan hukuman atau adzab pada lintah darat seperti itu?” “ssstt” jawab
kawan petani tersebut “jangan kencang-kencang, hati-hati kalau bicara, nanti
salah satu centeng nya ada yang dengar, lalu mengadu padanya, bisa celaka kita.
Kita sabar saja dan berdoa, semoga tuhan memberikan teguran kepada orang yang
suka menganiaya, tuhan tidak pernah tidur, kita sabar saja” “sampai kapan kita
harus bersabar? Kau tahu makin hari hidup kita makin susah dibuatnya, dia enak
menekan kita untuk menjual semua hasil panen kita dengan harga yang sangat
murah tanpa merasakan kesulitan apa yang kita rasakan, lalu kita harus membeli
lagi hasil panen kita dengan biaya yang luar biasa tinggi” gerutu petani tadi
pada kawannya “yah, mau bagaimana lagi, memangnya kamu berani melawan
centeng-centeng nyai Endit?” jawab kawannya lagi. Keduanya terdiam duduk
dibawah gubuk kecil di tengah sawah, sampai terdengar suara teriakan dari
seorang laki-laki “hei kalian, apa yang kalian lakukan? Cepat kerja, bukannya
dia seperti itu” keduanya bergegas berdiri dan kembali bekerja ketika laki-laki
yang ternyata centeng nya nyai Endit itu marah.
Sementara itu, di tempat lain nyai
Endit sedang memeriksa lumbung padinya “Barja !” seru nyai Endit kepada salah
satu centeng nya “Bagaimana? Apakah semua hasil panen padi sudah kau beli?”
“beres nyi” jawab Barja salah satu centeg nyai Endit “nyai bisa periksa
lumbungnya, semua sudah terisi penuh oleh hasil panen padi, bahkan beberapa
lagi masih kita simpan di luar karena sudah tidak muat lagi untuk disimpan di
lumbung” jelas Barja kepada nyai Endit “ha..ha..ha.. sebentar lagi mereka akan
kehabisan beras dan akan datang menemuiku untuk membeli beras, dan aku akan
semakin kaya. Bagus! Awasi terus para petani itu, jangan sampai mereka menjual
hasil panennya ke tempat lain, beri pelajaran bagi mereka yang berani
membangkang” perintah nyai Endit kepada Barja “laksanakan nyi” jawab Barja.
Benar saja, beberapa minggu
kemudian, para penduduk desa mulai kehabisan bahan makanan,bahkan sudah banyak
yang mulai menderita kelaparan. Sementara nyai Endit selalu berpesta pora
dengan makanan mewah setiap hari di rumah nya. Disaat bersamaan para penduduk
mulai kebingungan “aduh pak, persediaan beras kita sudah hampir habis,
bagaimana ini? Kita terpaksa harus membeli beras kepada Nyai Endit” keluh
seorang istri pada suaminya “besok kita beli beras bu, semoga uang kita cukup”
jawab sang suami “bapak tidak tahu, harga beras yang dijual nyi Endit saat ini
berapa?” Tanya sang istri lagi “berapa memangnya bu? Bapak belum tahu”
“sekarang harganya menjadi lima kalilipat dari harga jual kita dulu pak” jawab
si istri dengan raut wajah sedih “Masya Allah, kenapa begitu tinggi, tega betul
Nyai Endit itu menyengsarakan rakyat kecil yang sedang kesusahan” sergah suami
dengan nada emosi “iya pak, ibu sendiri bingung kenapa dia begitu tega,
sedangkan kita dituntut untuk menjual hasil panen yang sudah susah payah kita
kerjakan dengan harga yang sangat rendah” si istri mulai menangis “sabar bu…
semoga ada jalan keluar dibalik semua ujian ini” jawab sang suami sambil
mengelus pundak istri nya.
Di waktu yang lain, seorang pembantu
rumah tangga yang bekerja di rumah nyi Endit merasa sedih, mengingat anak nya
yang kelaparan dirumah, suatu pagi sang anak datang menemui ibunya yang tengah
membersihkan halaman depan rumah nyai Endit. “bu.. Yuni lapar, yuni ingin
makan, ibu punya makanan tidak?” Tanya si anak kepada ibu nya saat itu “ya
Allah nak, maafkan ibu, kamu sampai kelaparan seperti ini, sebentar ibu lihat
dulu, barangkali ada sisa makanan di dalam yang tidak termakan” jawab sang ibu
sambil masuk menuju dapur, si anak hanya mengangguk dan menunggu, berharap si
ibu membawakan makanan untuk mengganjal perutnya yang memang sudah lapar. Si
ibu pun masuk dan mulai melihat apa ada makanan yang bisa ia berikan kepada
anaknya “kamu mau apa” Tanya salah satu orang yang juga bekerja di rumah itu.
“ini, anak ku lapar, aku mau mencoba mencari makanan, barangkali ada yang bisa
kuberikan pada anakku” jawab si ibu “ya ampun kasihan, tuh ada pisang goring,
tadi nyai minta dibuatkan, tapi tidak habis, daripada trbuang, lebih baik kau
berikan pada anakmu. Cepat, jangan sampai nyai tahu, kalau dia tahu, pasti dia
akan marah besar” jawab teman si ibu tadi, dengan cepat si ibu berlari menuju
meja makan untuk mengambil pisang goreng yang dimaksudkan, saat tengah
memasukan pisang ke dalam bungkusan, nyi Endit melihat dan langsung murka “heh,
mau apa kamu? Berani sekali kamu ambil makananku tanpa ijin” hardik nyi Endit penuh
amarah “ampun nyai, saya hanya minta sedikit makanan ini untuk anak saya,
kasihan dia lapar belum makan” jawab si ibu ketakutan “apa kau bilang? Kau kira
rumah ku ini tepat sembako, kau suruh anak mu itu cari makannannya sendiri,
jangan pernah kau coba mengambil makanan milikku” si ibu tak dapat melakukan
hal apapun selain menangis, ia kembali berjalan ke luar menemui anaknya yang
terduduk menunggu nya membawa sesuatu untuk dimakan “nak, maafkan ibu, ibu
tidak bisa memberikanmu makanan” ucap si ibu dengan air mata, sang anak hanya
tersenyum sambil menutupi rasa kecewa nya “tidak papa bu, belum rezeki mungkin,
biar Yuni cari makanan yang bisa Yuni makan hari ini” jawab si anak berusaha
menenangkan, si ibu memeluk Yuni dengan rasa sedih, tak lama dari itu nyai
Endit keluar “oh jadi kamu yang ingin makan? Hah masih muda sudah mengandalkan
belas kasih orang, berusaha lah, cari makananmu sendiri, jangan hanya mengharap
rasa kasihan orang lain” hardik nyai Endit tanpa belas kasih, si anak yang
ketakutan pun menangis “maafkan saya nyai, saya tidak bermaksud menyusahkan
nyai” jawab si anak sambil berlalu pergi.
Nyai Endit memang terkenal sangat
kikir, bahkan dia lebih memilih makanan yang dia miliki untuk membusuk dan
dibuang daripada harus iya berikan kepada orang yang membutuhkan, ada beberapa
warga yang mencurigai bahwa kekayaan yang di dapat nyai Endit didapat dari
hasil pesugihan, karena suatu hari ada seorang anak yang mendapati lintah
raksasa masuk ke rumah nyai Endit, warga dibuat geger dengan peristiwa tersebut,
hal ini tentu sampai ke telinga nyai Endit, dia sangat murka, bahkan dia
memerintahkan salah satu centeng kepercayaannya untuk meberikan hukuman kepada
warga yang berani membicarakan hal yang macam-macam tentang dirinya “heh Barja,
cepat kau cari orang yang berani membicarakanku, kalau perlu kau habisi saja
dia” perintah nyi Endit dengan penuh amarah “baik nyai” jawab Barja dengan
segera. Barja bersama kawan-kawannya pun mendatangi salah satu rumah warga yang
diduga membicarakan perihal pesugihan nyai Endit kepada lintah tadi, tanpa rasa
kasihan, mereka siksa warga itu hingga tak berdaya, mereka bakar rumah warga
itu hingga tidak bersisa “sungguh kejam perlakuan nyai Endit yang semena-mena”
gumam salah satu laki-laki kepada kawannya “iya benar, jahat sekali nyi Endit
itu” jawab kawannya.
Suatu hari nyai Endit tengah sibuk
memasukan uangnya ke dalam sebuah peti besar di kamar nya, sayup-sayup dia
mendengan suara parau dari depan rumahnya, saat dia berjalan mengahampiri suara
itu, didapatinya seoran nenek tua renta tengah terduduk meminta belas kasihan
untuk diberi makan, dengan kejam dan teganya nyi endit mengusir nenek tersebut
“pergi kau, jangan hanya meminta-minta, kalau sudah tua, tunggu ajal saja,
jangan sibuk merepotkan orang” hardik nya kepada si nenek, si nenek yang
ketakutan hanya bisa mengelus dada dan pergi meninggalkan rumah Nyi Endit,
dalam hati si nenek bergumam “betapa kejam nya orang ini” si nenek berjalan
terseok-seok dan hampir terjatuh, beruntung seorang warga menolong si nenek dan
memberinya makan dan minum, si nenek Nampak senang karena rasa lapar nya dapat
terobati, si nenek menceritakan bahwa dia baru saja dari rumah nyi endit dan
mendapat perlakuan buruk dari janda kaya itu, laki-laki yang menolong si nenek
hanya tersenyum dan berkata “itu hal yang biasa nek, dia memang seperti itu,
selalu kasar dan pelit, tidak perduli kepada sesama” jawab si pemuda penuh
emosi, si nenek tersenyum “biarkan nak, akan ada balasan untuk setiap perbuatan
yang dilakukan” jawab si nenek memberikan petuah pada pemuda itu.
Ternyata pesugihan yang dilakukan
nyai Endit benar adanya, dia memang memberikan pesugihan kepada mahluk sejenis
lintah, konon salah satu pembantu rumah tangga nyi Endit pernah melihat seekor
lintah raksasa yang memasuki salah satu kamar yang memang selalu terkunci, jika
ada mahluk itu, tidak lama berselang pasti ada hewan ternak milik warga yang
mati tak wajar, seperti kehabisan darah, karena hewan itu mati terbujur dengan
kurus kerontang, suatu hari, salah satu warga sudah hilang kesabaran, dia
datang dan mengamuk di halaman rumah nyi Endit “ hei Endit keluar kau” teriak
nya dengan lantang dan penuh amarah “ ada apa kau teriak di depan rumah ku?
Sudah berani kau ya” jawab nyai Endit tak kalah emosi “ya.. aku datang untuk
meminta ganti rugi, ternakku mati, ini pasti oleh hewan yang memberimu kekayaan
bukan” “apa maksudmu, berani sekali kau menuduh tanpa memiliki bukti yang kuat,
kau kira kau siapa hah?” jawab nyi Endit sambil berkacak pinggang “alah, tidak
usah pura-pura tidak tahu, semua warga kampong ini juga sudah tahu kalau kau
menyembah lintah jadi-jadian” tak lama berselang dari itu, salah satu centeng
nyi Endit datang dan menyeret laki-laki itu dengan kasar, nyi endit berucap
bahwa itu adalah hukuman bagi siapa saja yang berani menuduh hal yang
bukan-bukan kepadanya.
Pada suatu siang yang panas, dari
ujung desa Nampak seorang kakek yang berjalan terbungkuk-bungkuk menggunakan
tongkatnya,dia melewati pemukiman penduduk dengan tatapan penuh iba, tengah
berjalan dan memandang sekeliling si nenek bergumam “hmm… kasian penduduk ini,
mereka harus menderita dan hidup kekurangan karena perlakuan seseorang” si
kakek berjalan mendekati seorang penduduk yang tengah menumbuk padi “nyai, saya
mau numpang Tanya” Tanya si kakek pada penduduk tersebut. “iya kek ada apa? Ada
yang bisa saya tolong” jawab penduduk tersebut. “dimana ya kiranya saya dapat
menemukan orang terkaya di kampong ini?” Tanya si kakek kemudian “oh, nene
mencari rumah nyai Endit?” “yaa..iya nak” “maaf kek, kakek mau apa ke rumah nyi
Endit? Jujur ke dia bukan orang yang ramah dan tidak punya rasabelas kasih
terhadap sesama” “saya mau minta sedekah” jawab si kakek. “ah percuma ke, dia
tidak akan memberi apapun, dia orang yang sangat pelit, bukannya memberikan
sedekah, dia pasti akan menghardik kake” jawab penduduk berusaha mengingatkan
“tidak papa nak, saya hanya ingin tahu reaksinya apabila ada orang yang meminta
sedekah” “baiklah kek, kalo kake memang tetap inin kesana, rumah nya sudah
dekat, kake lurus saja sampai kakek menemukan rumah yang paling besar disini”
jawab penduduk tersebut “baik nak, terima kasih ya” “iya ke, hati-hati” jawab
penduduk tersebut sambil kembali menumbuk padi nya. “oh iya nak, tolong kamu
beritahu seluruh penduduk untuk mengungsi, karena sebentar lagi aka nada banjir
besar” penduduk tersebut kaget mendengar ucapan si kakek “kakek bercanda ya?,
panas seperti ini ada banjir darimana” “aku tidak bercanda” jawab si kakek
“akulah orang yang akan memberikan pelajaran kepada nyi endit atas semua
perilaku nya, maka dari itu segera mengungsilah, bawalah semua barang berharga
yang kalian miliki” perintah si kakek dengan wajah yang serius sambil
melanjutkan perjalannannya menuju rumah nyi endit, si penduduk tadi hanya bisa
terbengong bengong melihat si kakek pergi.
Sementara itu nyai Endit sedang
menikmati hidanganyang berlimpah, demikian juga para centeng, mereka sibuk
melahap segala jenis makanan yang dihidangkan tanpa perduli keadaan warga yang
kesusahan dan kelaparan. Si kakek tiba di halaman rumah nyai Endit, para
centeng langsung menghadang si kakek sebelum masuk lebih dalam “heh kakek tua
mau apa kau datang kesini? Cepat pergi, kau menganggu selera makan kami” bentak
salah satu centeng nyai Endit dengan kejam nya, “saya mau minta sedekah,
barangkali ada sedikit makanan yang bisa saya makan, sudah tiga hari saya tidak
makan, saya benar-benar lelah” jawab si kakek memelas. “apa peduliku” bentak si
centeng “cepat pergi, jangan sampai teras rumah ini kotor terinjak oleh kakimu
itu, cepat pergi sebelum kau ku seret dari sini kakek tua” bentak si centeng,
si kakek masih mencoba memohon “tolong saya, saya lapar belum makan” “kau piker
aku bapak mu, kalau kau lapar kau usaha sendiri untuk cari makananmu” dengan
kejam centeng tersebut terus membentak si kakek yang tua renta itu, si kakek
tidak bergeming, dia terus berteriak-teriak meminta sedekah, si kakek justru
terus berteriak meminta sedekah “nyai endit keluarlah.. aku ingin meminta
sedekah” teriak si kakae memanggil sang pemilik rumah, centeng-centeng berusaha
untuk menyeret si kake keluar, namun mereka tidak berhasil, dari dalam nyi
Endit menghentikan makan nya, nyai endit mulai kesal “siapa sih itu, berisik
sekali” nyai endit pun berjalan menuju
pekarangan depan rumah nya untuk melihat keributan yang terjadi “ada apa ini
berisik sekali, mengganggu orang makan saja” bentak nyi endit pada si kakek “
saya ingin minta sedekah, sudah tiga hari saya tidak makan, saya mohon belas
kasih nyai untuk saya” pinta si kakek dengan wajah memelas “apa kau bilang? Sedekah?
Kau kira siapa kau ini hah kakek tua, kau sudah menganggu waktu makan ku kau
tahu” bentak nyi endit pada kakek itu “tolonglah saya nyi, memberi saya makan
tidak lantas membuatmu menjadi miskin, saya lapar” jawab si kakek lagi “heh,
kau piker mudah mengumpulkan harta, cepat pergi kakek tua, jangan sampai rumah
ku ini penuh lalat karena mencium bau tubuhmu, sudah tua masih merepotkan, kau
tahu jika aku memberi mu makan maka makin banyak pengemis lain yang datang
kesini, kau piker harta yang kumiliki harus ku habiskan untuk membiyayai kau
makan?” hardik nyi Endit dengan kasar, si kakek hanya menggeleng-gelengkan
kepala sambil melihat wajah nyi Endit “hei endit, sungguh keterlaluan semua
sikapmu itu, betapa pengasih nya Allah memberikanmu limpahan rezeki, namun kau
begitu sombong dan kikir, sudah sepantasnya kau mendapatkan balasan atas semua
perlakuanmu ini” jawab si kakek dengan tatapan penuh sambil menancapkan tongkat
yang dia bawa ke tanah “aku datang kesini sebagai jawaban doa para penduduk
yang sengsara dan teraniyaya karna perbuatanmu, kini bersiaplah menerima
hukumanmu” “ha..ha..ha.. kau mau menghukumku? Dengan apa? Dengan tongkat tua
itu? Kau kira kau siapa, punya kekuatan apa, tubuhn sudah reyot saja masih mau
menghukumku” ledek nyi endit dengan wajah sinis nya. “kau tidak lihat
centeng-centeng ku? Sekali pukul kau bisa langsung mati, jadi cepat pergi
sebelum kuusir” “tidak perlu repot-repot mengusirku, aku akan pergi apabila kau
dapat mencabut tongkat yang ku tancapkan ini” jawab si nenek “dasar kakek gila,
tanpa tenaga pun bisa kucabut tongkat itu” lalu nyi endit beranjak dari
tempatnya dan menghampiri tongkat si kakek yang menancap di tanah, tanpa ragu
dia mencoba untuk mecabut tongkat tersebut dan gagal, tongkat tetap menancap di
tanah dan tidak bergeming sama sekali, dia terus mencoba untuk mencabut tongkat
tersebut namun usaha nya tetap sia-sia, dia mulai murka dan berteriak kepada
para centeng nya agar segera mencabut tongkat itu “heh barja, cepat kau cabut
tongkat ini, agar pengemis kotor ini segera pergi dari rumahku, awas jika
kalian tidak berhasil mencabutnya, kupotong gaji kalian” ancam nyi endit kepada
centeng-centeng nya. Para centeng pun mulai berusaha mencabut tongkat si kakek,
namun usaha mereka gagal, bahkan tiga orang sekaligus yang berusaha mencabut
tongkat itu tetap tidak berhasil, tongkat tetap menancap di tanah dan tidak
bergeming sama sekali. “ha.. ha.. ha.. mencabut tongkat ku pun kalian tidak
bisa” ucap si kakek yang berdiri dekat tongkat nya.”ternyata tenaga kalian
tidak seberapa” “diam kau kakek tua, tidak usah banyakbicara, kau piker kau bisa
mencabut tongkat ini” bentak Barja salah satu centeng kepercayaan nyai endit,
tak lama dari itu si kakek maju dan memegang tongkat, semua centeng termasuk
nyi endit memperhatikan hal yang dilakukan si kakek, dan dengan mudah nya
tongkat tercabut dari tanah, tak lama berselang, air keluar darii lubang bekas
tancapan tongkat tadi, mulanya sedikit, namun semakin lama semakin deras, nyi
endit mulai memerintahkan para centeng nya untuk menghentikan aliran alir
tersebut, namun air terus keluar dengan deras nya, si kakek pun pergi meninggalkan
nyi endit yang sibuk memerintah agar centengnya segera mengatasi masalah ini,
tapi semua usaha yang dilakukan sia-sia, semakin lama air semakin deras dan
mulai membanjiri pekarangan rumah nyi endit, nyi endit mulai panic, dia
bergegas masuk ke dalam rumahnya untuk mengamankan seluruh harta yang dia
miliki, sedangkan para centeng mulai sibuk mengungsi ke tempat yang lebih
tinggi.
Semakin lama air semakin besar,
merendam hampir setengah rumah besar nan mewah milik nyi endit, nyi endit
sendiri masih sibuk mengamankan harta nya, tak lama dari itu air mulai
mengepung nyi endit, dia berusaha keluar dengan mebawa peti harta nya, namun
terlambat air yang deras langsung menenggelamkan nyi endit beserta harta nya,
termasuk para centeng nyi endit yang tadi sibuk mencari tempat tinggi, dari
jauh warga yang sudah mengungsi melihat kejadian banjir bandang inji,
kebanyakan dari mereka hanya terbengong-bengong melihat kejadian ini “ maha
besar Allah, lihat, orang kaya pelit itu ditenggelamkan bersama harta dan
centeng-centeng nya” ucap salah satu penduduk “benar, dia benar-benar di adzab”
jawab penduduk lainnya.
Tak lama, air sudah membentuk
menjadi sebuah danau atau situ yang menenggelamkan nyi endit, warga yang berada
disana pun menamai tempat itu dengan nama Situ Bagendit, dimana seorang janda
kaya raya yang kikir tenggelam bersama hartanya di dasar situ tersebut. Versi lain
mengatakan bahwa nyi endit berubah menjadi lintah dan akan mencelakai siapapun
orang yang memiliki perilaku buruk yang sama seperti dirinya dulu, sejak saat
itu, situ ini pun menjadi sangat terkenal dan menjadi tujuan para wisatawan
untuk datang berkunjung ke temap yang dinamai Situ Bagendit ini.
KESIMPULAN
Terlepas dari kejadian yang terjadi
dalam cerita ini, dan pelaku utama yang menjadi tokoh sentar dalam kisah ini,
ataupun versi berbeda yang berkembang di masyarakat tentang kisah ini, kisah
ini memberikan banyak pesan moral dan pembelajaran bagi setiap pendengarnya,
adapun pesan penting yang disampaikan cerita ini adalah dimana seharusnya sesame
manusia sudah selayaknya kita saling menolong dan membantu, memberi dengan apa
yang kita miliki, terlebih apabila kita memang diberikan rezeki yang berlimpah.
Pesan yang lain yang disampaikan dalam cerita ini adalah, kita tidak boleh
menjadi orang yang tamak, rakus dan pelit, dimana kita bisa menikmati semua nya
tanpa memikirkan keadaan orang lain yang berada dalam kesulitan, saya rasa
kisah ini sangat cocok untuk tetap di ceritakan kepada anak-anak agar sejatinya
mereka mendapat pembelajaran bahwa seharusnya hidup harus saling mengasihi dan
menyayangi.
SARAN
Saran saya dalam hal
ini adalah Terus
kembangkan dan sebarkan cerita rakyat karena ini merupakan bagian dari
kebudayaan yang dimiliki bangsa kita dan harus kita lestarikan. Setiap daerah
pasti memiliki sejarah dan ceritanya masing-masing dan orang bijak adalah orang
yang tidak pernah melupakan sejarah. Selain itu, dalam penyampaian cerita
semoga si pencerita selalu menjelaskan hal-hal positif atau pelajaran moral
yang dapat diambil dari kisah tersebut.
Akhirnya,
sebagai pembaca kita harus cerdik memilah mana sikap, dan perilaku juga perbuatan
yang harus kita tiru dan mana yang sepatutnya kita jadikan contoh pembelajaran
untuk tidak di tiru. Jika perlu kita menguji sendiri kebenaran kisah tersebut
dengan berusaha bertanya ataupun mencari di sumber-sumber referensi lainnya. Akhirnya
saya ingin mengucapkan terima kasih dan memohon maaf apabila masih banyak
kekurangan dalam artikel ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Deadra Dimitri (4423154656) UJP A
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar