Asal Usul Kota Banyuwangi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayatnya kepada saya. Sehingga akhirnya saya dapat
menyelesaikan tugas ketiga dari mata kuliah sejarah yang isi tugasnya adalah
menceritakan kembali folklore Indonesia. Tidak lupa juga saya mengucapkan
ucapan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah sejarah Bapak Moh.
Shobirien telah memberikan tugas seperti ini. Karena dengan tugas seperti
inilah saya dapat lebih mengetahui secara mendalam tentang subjudul yang saya
angkat yaitu Asal Usul Kota Banyuwangi.
Adapun
tulisan ini telah saya kerjakan dengan usaha semaksimal mungkin dan dengan
bantuan berbagai pihak serta sumber-sumber referensi yang ada di internet.
Selain itu, pengalaman saya menonton film legenda Kota Banyuwangi juga cukup
membantu sehingga pembuatan tugas ini menjadi lancar. Untuk itu saya tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan tugas ini.
Namun
saya sadar masih banyak kekurangan dalam pengerjaan tugas ini, dari segi penyusunan
bahasa, pemilihan kata, penulisan sumber maupun segi lainnya. Oleh karena itu
saya membutuhkan kritik dan saran dari pembaca agar kedepannya saya dapat
membuat makalah yang lebih baik dari sebelumnya.
Harapan
saya adalah setelah pembaca membaca tulisan di tugas ini semoga para pembaca
dapat mengambil nilai-nilai positif yang ada. Kesempurnaan hanyalah milih Allah
SWT dan kekurangan berada di diri saya.
` Jakarta, 6 Januari 2016
Penulis
PEMBAHASAN
Cerita rakyat banyak
sekali berkembang dan beredar di masyarakat secara bebas. Proses penyampaian
yang hanya dari mulut ke mulut dan mungkin tanpa alasan bukti yang kuat sehingga
sering kali kita menemui perbedaan jalan cerita, tokoh pelaku ataupun waktu
kejadiannya. Entah bentuk ceritanya yang sangat sederhana atau justru sulit
dimengerti tetapi setiap cerita rakyat pasti memiliki nilai-nilai moral yang
ingin disampaikan dan agar ditiru oleh pendengarnya. Berawal dari cerita
turun-temurun mungkin juga suat hal yang menyebabkan suatu jalan ceritanya
dapat berubah.
Cerita yang berkembang
di kota Banyuwangi adalah cerita rakyat yang berisikan tentang asal usul nama
kota Banyuwangi. Ada dua kisah yang sangat terkenal yaitu Sri Tanjung dan kisah
lainnya adalah tentang Raden Banterang. Kedua kisah tersebut akan saya paparkan
di bawah ini.
Sri Tanjung bukanlah gadis biasa, karena ibunya adalah bidadari yang turun ke bumi dan diperistri seorang manusia. Karena itulah Sri Tanjung memiliki paras yang luar biasa cantik jelita. Patih Sidopekso jatuh hati dan menjalin cinta dengan Sri Tanjung yang kemudian dinikahinya. Setelah menjadi istrinya, Sri Tanjung diboyong ke Kerajaan Sindurejo. Prabu Sulahkromo diam-diam terpesona dan tergila-gila akan kecantikan Sri Tanjung. Sang Raja menyimpan hasrat untuk merebut Sri Tanjung dari tangan suaminya, sehingga ia mencari siasat agar dapat memisahkan Sri Tanjung dari Sidopekso. Lalu tercetuslah ide ia akan menjebak Sidopekso.
Lantas Sidopekso diutus oleh Prabu Sulahkromo dengan akal liciknya pergi ke Swargaloka dengan membawa surat yang isinya "Pembawa surat ini akan menyerang Swargaloka". Atas bantuan Sri Tanjung yang menerima warisan selendang ajaib peninggalan ibunya dari ayahnya, Raden Sudamala, Sidopekso dapat terbang ke Swargaloka. Setibanya di Swargaloka, Sidopekso yang tidak mengetahui apa isi surat itu menyerahkan surat itu kepada para dewa. Akibatnya dia dihajar dan dipukuli oleh para dewa. Namun akhirnya, dengan menyebut leluhurnya adalah Pandawa, maka jelaslah kesalahpahaman itu. Patih Sidopekso kemudian dibebaskan dan diberi berkah oleh para dewa.
Sementara itu di bumi, sepeninggal Sidopekso, Sri Tanjung digoda oleh Prabu Sulahkromo. Sri Tanjung menolak, namun Sulahkromo memaksa, memeluk Sri Tanjung, dan hendak memperkosanya. Mendadak datang Sidopekso yang menyaksikan istrinya berpelukan dengan sang Raja. Prabu Sulahkromo yang jahat dan licik, malah balik memfitnah Sri Tanjung dengan menuduhnya sebagai wanita sundal penggoda yang mengajaknya untuk berbuat zina. Sidopekso termakan hasutan sang Raja dan mengira istrinya telah berselingkuh, sehingga ia terbakar amarah dan kecemburuan.
Sri Tanjung memohon kepada suaminya agar percaya bahwa ia tak berdosa dan selalu setia. Dengan penuh kesedihan Sri Tanjung bersumpah apabila dirinya sampai dibunuh, jika yang keluar bukan darah, melainkan air yang harum, maka itu merupakan bukti bahwa dia tak bersalah. Akhirnya dengan garang Sidopekso yang sudah gelap mata menikam Sri Tanjung dengan keris hingga tewas. Maka keajaiban pun terjadi, benarlah persumpahan Sri Tanjung, dari luka tikaman yang mengalir bukan darah segar melainkan air yang beraroma wangi harum semerbak.
Patih Sidopekso menyadari kekeliruannya dan menyesali perbuatannya. Sementara sukma Sri Tanjung terbang ke Swargaloka dan bertemu Dewi Durga. Setelah mengetahui kisah ketidakadilan yang menimpa Sri Tanjung, Sri Tanjung dihidupkan kembali oleh Dewi Durga dan para dewa. Sri Tanjung pun dipersatukan kembali dengan suaminya. Para dewa memerintahkan Sidopekso untuk menghukum kejahatan Prabu Sulahkromo. Ia pun membalas dendam dan berhasil membunuh Prabu Sulahkromo dalam suatu peperangan. Konon air yang harum mewangi itu menjadi asal mula nama tempat tersebut. Maka sampai sekarang ibukota kerajaan Blambangan dinamakan Banyuwangi yang bermakna "air yang wangi".
KISAH RADEN BANTERANG
Kisah ini terjadi pada masa pemerintahan Prabu Menak Prakosa ini kerajaan Blambangan mempunyai wilayah kekuasaan yang cukup luas, bahkan sang Prabu berhasil memperluas wilayah kekuasaanya sampai ke Kerajaan Klungkung di Pulau Bali. Armada pasukan kerjaan Blambangan dengan prajurit-prajurit pilihan mendarat di dekat Kusamba, prajurit kerajaan Klungkung yang berada di Kusamba tak mampu membendung serangan prajurit kerajaan Blambangan yang dipimpin oleh Prabu Menak Prakosa sendiri. Setelah memperoleh kemenangan di Kusamba, prajurit Blambangan bergerak ke arah timur menuju Gianyar dan dalam waktu singkat dapat ditaklukkan. Prabu Menak Prakosa berjanji kepada Patih Ragajampi, jika serangan ke kerajaan Klungkung berhasil, maka Patih Ragajampi menjadi wakil Prabu Menak Prakosa dan menjadi Raja di Kerajaan Klungkung.
Sementara
itu di istana kerajaan Klungkung, Sri Baginda Raja kerajaan Klungkung
mengumpulkan seluruh anggota keluarganya, maka diperintahkannyalah Panglima
Cokorde Rai untuk membawa permaisuri dan kedua anaknya mengungsi keluar dari
kerajaan malam itu juga, dan anak laki-laki sang raja Bagus Tantra diwariskan
keris pusaka sakti kerajaan Klungkung. Sementara sang Baginda Raja Klungkung
dengan gagah berani memimpin langsung prajurit kerajaan Klungkung menghadang
serbuan kerajaan Blambangan.
Prabu Menak Prakosa dan Patih Ragajampi
terkejut bukan main, matahari baru saja mengintip di ufuk timur dan keadaan belumlah
terlalu terang, suasana masih remang-remang tetapi prajurit kerajaan Klungkung
sudah datang menyerang. Sungguh diluar dugaan sang Prabu dan Patihnya,
prajurit Blambangan yang masih tertidur dibuat kalang kabut kebingungan. Akibat
serangan mendadak tersebut hampir sepertiga dari seluruh prajurit Blambangan
telah gugur dan terluka parah, hal ini membuat mereka terbakar api semangat
untuk membalas rekan-rekan mereka yang telah gugur, mereka geram dan marah.
Ketika sang surya sudah menampakkan
sinarnya dan bumi telah terang benderang Sang Prabu dan Patihnya meneriakkan
pasukannya untuk balik menyerang. Maka terjadilah pertempuran sengit antara
pasukan Blambangan dan pasukan Klungkung, prajurit-prajurit Blambangan begitu
membara semangat dengan amarah dan dendam akibat gugurnya rekan mereka, mereka
menyerang dengan begitu sengit dan dengan sepenuh tenaga mereka menghunuskan
pedang dan tombak menyerang prajurit-prajurit Klungkung. Tidak berapa lama
saja, jumlah pasukan Klungkung dan Blambangan sudah seimbang. Sang Prabu
melihat peluang untuk menuntaskan serangan dan memenangkan pertempuran Sang
Prabu mengincar Sang Baginda Raja Klungkung, Sang Prabu melompat tinggi dan
tepat mendarat dihadapan Sang Baginda, mereka bertempur dengan sengit, saling
mengeluarkan jurus-jurus saktinya sampai-sampai debu berterbangan disekeliling
mereka terhempas angin tenaga dalam.
Keris Sang
Prabu berkali-kali berhasil mengenai tubuh Sang Baginda, akan tetapi sedikitpun
tak melukai Sang Baginda. Prabu kebingungan dan ditengah kebingungannya tiba-tiba
" dessssss!!!!" telapak Sang Baginda Raja Klungkung yang sakti
tersebut menghantam dada Sang Prabu, tubuh Sang Prabu terlempar dan terjengkang
jatuh ke tanah beberapa meter dan darah segar keluar dari mulut Sang Prabu.
Sang Prabu
Menak Prakosa memegang Kerisnya erat-erat dan menghunuskannya ke langit dan
kemudian menghujamkan keris tersebut ketanah, lalu menarik keris tersebut dan
meludahinya tiga kali, melihat hal tersebut Sang Baginda Raja Klungkung menjadi
ciut nyalinya dan pucat pasi karena itu adalah kelemahannya. Sang Prabu melompat mendekati Sang
Baginda dan menghunuskan serta menyabet-nyabet kerisnya ke arah tubuh Sang
Baginda. Karena usia Sang Baginda Raja Klungkung yang sudah renta dan kurus,
tenaganya mulai berkurang dan gerakannya pun mulai lamban, hal ini diketahui
oleh Sang Prabu Menak Prakosa yang jauh lebih muda dan badannya lebih tegap,
Sang Prabu memanfaatkan keadaan tersebut, tidak berapa lama Sang Baginda Raja
mulai terdesak kemudian dengan segenap kesaktiannya Sang Prabu Menak Prakosa
berhasil menghujamkan kerisnya ke dada Sang Baginda Raja Klungkung dan tepat
mengenai jantungnnya. Raja Pulau Dewata tersebut berteriak keras dan akhirnya
Sang Baginda Raja Klungkung roboh bersimbah darah.
Pada saat yang bersamaan Patih
Ragajampi juga berhasil mengalahkan Senopati Klungkung, akibatnya
prajurit-prajurit Klungkung mulai tercerai berai dan kerepotan
menghadapi serangan pedang dan tombak prajurit Blambangan karena
kehilangan Raja dan Senopatinya.
dan
akhirnya semua prajurit Klungkung pun menyerah dan melemparkan pedang, keris
dan tombak serta tamengnya ke tanah. Sesampainya di istana kerajaan
Klungkung, ternyata Permaisuri Raja Klungkung tidak ikut mengungsi bersama
putranya Bagus Tantra dan putrinya Dewi Supraba bersama Panglima Cokorde Rai,
permaisuri tetap di istana menanti Sang Baginda Raja Klungkung, air mata dan
tangis sang permaisuri pun terdengar disegenap ruangan kerajaan dan membuat
sedih seluruh pengawal dan dayang-dayang yang tinggal bersama sang permaisuri.
Sesuai
dengan Kepercayaan Agama Hindu, maka jenazah Sang Baginda Raja dan Senopatinya
kemudian dibakar (Ngaben) dengan upacara Pritayadya yang dipimpin oleh seorang
Pendeta Agung, karena kesetian sang permaisuri kepada Sang Baginda Raja
Klungkung Sang Permaisuripun melompat kedalam pembakaran Sang Baginda Raja
Klungkung disaksikan Prabu Menak Prakosa dan Patih Ragajampi serta prajurit
Blambangan juga seluruh rakyat kerajaan Klungkung.
Sesuai dengan janji sang Prabu Menak
Prakosa kepada Patih Ragajampi, maka Patih Ragajampi diangkat menjadi Adipati
atau Raja Muda sebagai wakil Kerajaan Blambangan di Klungkung Pulau
Dewata-Bali. Setelah beberapa hari Sang Prabu pun membagi dua pasukan kerajaan
Blambangan, separuh tinggal bersama Adipati Ragajampi di Klungkung dan
separuhnya ikut kembali bersama Sang Prabu ke Blambangan bersama harta benda
rampasan perang dari Kerajaan Klungkung. Bahkan untuk merangkul masyarakat
Klungkung agar tak mendendam, sang Adipati Ragajampi memerintahkan seluruh
prajurit dan rakyat Klungkung mencari Bagus Tantra dan Dewi Supraba agar dibawa
ke istana kadipaten Klungkung menjadi Patih dan Anggota kadipaten Klungkung.
Tetapi setelah beberapa lama mencari Bagus Tantra dan Dewi Supraba serta
Panglima Cokorde Rai tidak dapat ditemukan, mereka seperti hilang ditelan bumi
Klungkung.
Prabu Menak Prakosa mempunyai
seorang putra bernama Raden Banterang, wajahnya tampan, dia juga cerdas dan
pintar serta memiliki badan yang tegap dan gagah perkasa. Raden Banterang
dikenal oleh rakyat kerajaan Blambangan sebagai pemuda yang pemberani dan baik
hati juga adil dan ramah serta mudah bergaul dengan rakyat jelata, oleh
sebabnya rakyat sangat mencintai dan menyegani juga takut kepada Raden
Banterang, terutama oleh meraka yang berbuat kejahatan. Bila Raden Banterang
melihat seseorang berbuat kejahatan, tanpa pandang bulu dan pikir panjang Raden
Banterang pasti akan menegur dan menghukum siapa saja. Tetapi hal inilah yang
menjadi titik kelemahan sang raden, dia tidak mendengar terlebih dahulu
keterangan dari semua orang tentang kesalahan atau siapa yang sebenarnya
berbuat salah atau kejahatan, dia lebih mendengar dari siapa saja yang
berbicara langsung kepadanya dan lebih percaya pada instingnya sendiri.
Banyak sekali gadis-gadis kerajaan
dan rakyat jelata yang berharap sekali menjadi istri atau selir sang Pangeran.
Tetapi sang Pangeran belum juga tertarik dengan wanita manapun, dia lebih suka
melajang tanpa ikatan dan menimba ilmu kanuragan dan kesaktian
setingi-tingginya. Bila Pangeran mendengar kabar adanya seorang guru atau
pertapa sakti, dia pasti akan datang menyambangi dan berguru kepadanya. Dengan
usianya yang masih muda, sang Pangeran muda tidak bisa lagi dilawan oleh
orang-orang yang hanya memiliki ilmu pencak silat yang biasa-biasa saja. Bahkan
Sang Prabu Menak Prakosa dan juga Patih Ragajampi kewalahan jika beradu
kesaktian dengan sang pangeran Raden Banterang.
Pada suatu hari Raden Banterang
mendengar kabar tentang hadirnya seoramg pendekar sakti di sebelah utara
ibukota kerajaan Blambangan. Ki Bantaran pun menjelaskan dengan
sejelas-jelasnya keberadaan si pendekar tanpa nama tersebut berada,dan tanpa
menunggu lama dan tanpa pamit kepada ayahandanya sang Prabu Menak Prakosa, Raden
Banterang langsung memacu kudanya ke lembah temu guru, tempat sang pendekar
tanpa nama tersebut berada. Raden Banterang berdiri di tengah rerumputan,
matahari pun hampir berada diatas kepala, dia kemudian berteriak : "
hai pendekar tanpa nama.....!!! keluarlah ...., berilah aku pelajaran barang
satu atau dua jurus..!" Setelah menunggu, belum terdengar ada jawaban,
hanya keheningan dan suara lembah yang saling bersahutan.
Sesaat kemudian tiba-tiba melesat
bayangan hitam dari dalam goa. Raden Banterang terkejut bukan kepalang karena
tiba-tiba tepat dihadapannya telah berdiri sesosok pria dengan tubuh yang kurus
dan tinggi. Rambutnya sudah hampir memutih semua, meski usianya sudah tergolong
tua, tapi si pendekar ini terlihat bersih dan rapi. Raden Banterang menarik nafas dalam-dalam, jauh-jauh dia
datang ketempat sunyi ini untuk mengadu kesaktian, malahan diajak
ngobrol-ngobrol di dalam goa... ini sungguh suatu penghinaan, Raden Banterang
marah sekali merasa di remehkan. Tiba-tiba Raden Banterang mengeluarkan pukulan
tenaga dalam yang cepat dan keras ke tubuh si pendekar tanpa nama, dan bagaikan
selembar daun yang kering, si pendekar tanpa nama terdorong kebelakang dengan
ringannya, tapi anehnya posisinya masih tetap tegap berdiri diatas kaki
kurusnya yang sudah keriput.
Raden
Banterang geram dan terus menyerang pendekar tanpa nama itu. Lalu hanya dengan
satu balasan pukulan “Jaladha Meru”, membuat Raden Banterang pingsan tak
sadarkan diri. Selang beberapa saat, Raden Banterang pun tersadar, dia
mendapati dirinya ada di mulut goa, tubuhnya sudah sehat dan tidak ada
sedikitpun rasa sakit akibat pukulan si pendekar tanpa nama. Lalu ditengah
kebingungannya, dia melihat ada guratan tulisan di batu goa tersebut, lalu
Raden Banterang pun membacanya ...
"Raden Banterang.... Saya sudah
pergi dari tempat ini untuk menghindari pertarungan-pertarungan yang hanya akan
saling menyakiti, Raden tak sadarkan diri sehari semalam, aku sudah mengobati
luka dalam Raden, dan aku memberikan tenaga dalam Hawa Sakti ke tubuh Raden.
Pulanglah Raden.... hentikan kebiasaan Raden untuk menantang para pendekar,
uruslah Ayahandamu yang sudah tua... DIATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT .. jangan
sombong dan takabur dengan sedikit kesaktian yang Raden miliki, lebih baik
Raden segera berumah tangga dan pelajarilah ilmu tentang kehidupan yang lebih
berguna untuk rakyatmu, sehingga negeri Blambangan akan menjadi lebih makmur
sentosa "
Raden
Banterang pun termenung sejenak dan menyadari kekhilafannya. Raden Banterang
pun memacu kudanya secepat mungkin, dia khawatir Ayahanda dan Bundanya akan
kebingungan mencarinya.
Saat
melewati pinggiran sungai di tepi hutan, tiba-tiba Raden Banterang mendengar
jeritan seorang wanita. Raden Banterang pun turun dari kudanya dan mencoba mencari
sumber suara itu. Kemudian ia menyelinap di antara rerimbunan pepohonan dan
akhirnya dia menemukan asal suara tersebut, dan ternyata ada seorang wanita
yang sedang dikejar oleh dua orang pria. Raden Banterang yang melihat perbuatan
kedua pria tersebut pun melompat setingi-tingginya dan dengan dua kali
tendangan kaki kiri dan kanannya Raden Banterang langsung berhasil melepaskan
si wanita dan membuat kedua pria tersebut jatuh tersungkur dipinggiran sungai.
Si Wanita berdiri tak jauh dari
Raden Banterang dan wajahnya masih pucat pasi ketakutan bukan kepalangan. Lalu
terjadilah percakapan di antara mereka, dari mulai perkenalan hingga pada saat itu juga Raden Banterang
mengajak si wanita yang bernama Dewi Surati untuk tinggal bersamanya dan
menjadi istrinya. Raden Banterang adalah seorang pemuda yang cepat dalam
mengambil keputusan. Ia begitu terpesona dengan Dewi Surati yang memang
berwajah cantik jelita.
Raden
Banterang tidak menelusuri asal-usul Dewi Surati, siapakah nama ayah-ibunya,
apakah nama desanya, semuanya diabaikan oleh Raden Banterang, yang ia tahu saat
ini adalah Dewi Surati yang ia cintai dan merasa cocok menjadi istrinya.
Maka ketika Dewi Surati
diperkenalkan kepada sang Prabu dan permaisuri, alangkah senangnya mereka, sang
prabu dan permaisuripun langsung setuju, kerena melihat kecantikan, dan tutur
kata Dewi Surati yang lemah lembut laksana putri raja. Akhirnya
dilangsungkanlah pernikahan Raden Banterang dan Dewi Surati dengan upacara yang
sangat meriah dan melibatkan seluruh rakyat kerajaan Blambangan, rakyatpun bersuka-cita
dan pesta meriah tersebut diadakan selama tiga hari tiga malam.
Selanjutnya hari-hari Raden
Banterang pun selalu bersama Dewi Surati dan hidup harmonis dan penuh dengan
kebahagian. Prabu Menak Prakosa dan permaisuri pun sangat menyayangi Dewi
Surati sebagai menantunya. Tetapi kebahagian itu tidak berlangsung lama, dua
tahun kemudian timbul masalah, karena selama dua tahun ini pula Dewi Surati
belum juga mengandung. Prabu Menak Prakosa dan Permaisuri yang sejak awal ingin
sekali menimang cucu kini menjadi kecewa. Dewi Surati pun mulai merasa resah
dan sering melamun, duduk menyendiri di tempat sunyi, merenungi nasibnya karena
Ibu Suri mulai terlihat kurang senang dengan Dewi Surati.
Dewi
Surati terkenal sebagai seorang yang baik hati, ia sering bergaul dengan
masyarakat dan menolong rakyat yang kesusahan, hampir setiap hari ada saja
rakyat yang di derma tolong oleh sang dewi. Pada suatu hari datanglah seorang
pengemis yang berpakaian compang camping, pengemis itu belumlah terlihat tua
dan tubuhnyapun tegap hanya pakaiannya yang terlihat kotor dan robek serta
penuh tambalan disana-sini, anehnya sang dewi mulai merasa seperti mengenali
pengemis tersebut.
"Supraba ....!!!! sekarang kau
berganti nama menjadi Dewi Surati ? meskipun aku berpakaian
compang-camping seperti ini, aku yakin kau tidak akan lupa dengan wajahku ini
!" ujar si pengemis itu. Dewi Surati pun segera mengenali suara
tersebut, tidak salah lagi si pengemis itu adalah Bagus Tantra putra mahkota kerajaan Klungkung, kakandanya.
Bagus
Tantra sangat marah karena pada kenyataannya adiknya justru menikah dengan anak
musuh keluarganya selama ini. Terjadilah perbincangan untuk sebuah kesepakatan
agar Dewi Supraba atau Dewi Surati mau membunuh suami dan mertuanya sebagai
pembalasan dendam keluarganya selama ini. Tentunya Dewi Surati menolak
permintaan kakandanya tersebut. Dengan amarah yang sangat memuncak Bagus Tantra
meninggalkan adiknya dengan kecewa dan mengancam akan menghukum Dewi Surati
atas pengkhianatannya kepada kerajaan dan rakyat Klungkung.
Raden
Banterang meninggalkan istana Blambangan, bermaksud menghibur hatinya yang
sedang resah dengan berburu di hutan. Pikirannya kacau, Ibunda permaisuri
memaksanya agar segera mencari wanita lain untuk diperistri agar permaisuri dan
prabu bisa segera menimang cucu. Tetapi hari itu, baru saja Raden Banterang sampai di pinggir
hutan, ada seorang pengemis berpakaian compang-camping yang menghalangi laju
kudanya, si pengemis itu duduk bersimpuh di tengah jalan. Pengemis itu tidak lain
adalah Bagus Tantra yang memfitnah Dewi Surati adalah Dewi Supraba putri dari
Raja Baginda Klungkung dan ingin membalas dendam dengan cara membunuh Raden
Banterang dan Baginda Prabu Menak Prakosa lalu merebut kembali kekuasaan di
kerajaan itu.
Untuk lebih meyakinkan Raden
Banterang, pengemis itu juga mengatakan “jika tuanku tidak percaya, tuanku bisa
mendapatkan bukti bahwa istri tuanku sedang meletakkan keris pusaka kerajaan
Klungkung dibawah bantalnya, dan sepulang tuanku berburu, istri tuanku
akan membunuh tuanku dalam tidur dan jika hamba berbohong pada tuanku,
maka hamba siap dipenggal kepala, tuanku dapat mencari dan menemukan hamba di
pasar kerajaan Blambangan”.
Raden Banterang yang pikirannya
sedang kacau jadi naik pitam dan emosi, tanpa berfikir panjang ia memacu
kudanya kembali ke istana Blambangan, sepanjang jalan kembali ke istana
Blambangan pikirannya berkecamuk antara percaya dan ragu apakah benar istri
yang sangat ia sayangi, ternyata adalah musuh ayahandanya sendiri. Tak berapa
lama, Raden Banterang pun sampai di istana Blambangan, dengan tergesa-gesa ia
masuk ke kamar dan tak melihat keberadaan istrinya. Raden Banterang pun menuju
pembaringan dan bermaksud memeriksa dibawah bantal istrinya. Baetapa
tercengangnya Raden Banterang, ternyata benar dibawah bantal istrinya
tergeletak sebilah keris dan pada sarung keris tersebut tertulis aksara-aksara
tulisan bali.
Raden
Banterang kecewa dan sedih sekaligus marah. Dengan geram diambilnya keris
tersebut dan menyembunyikan di selipan kain pengikat pinggangnya. Kemudian dia
berjalan ke taman istana mencari Dewi Surati. Tanpa banyak bicara lagi dan
ditengah kebingungan Dewi Surati penuh tanya keheranan dan terkejut melihat
wajah suaminya yang merah padam tanda sedang memendam amarah, Raden Banterang pun
mengajak istrinya naik kuda meninggalkan lingkungan istana Blambangan entah
kemana. Ternyata Raden Banterang mengajak
Dewi Surati ke sebuah sungai di tengah hutan tempat pertama kali mereka bertemu.
Di tempat
itu Raden Banterang mengeluarkan keris peninggalan Raja Klungkung dan Dewi
Surati pun kaget. Disitu Raden Bnaterang menyuruh Dewi Surati berterus terang
dan akhirnya terjadilah pengakuan. Ia berkata “Sesungguhnya saya adalah Dewi
Supraba, saya adalah putri kerajaan Klungkung, saya menyamar sebagai Dewi
Surati untuk menghindari kejaran prajurit Adipati Ragajampi yang hendak memaksa
saya menjadi istrinya” (padahal Adipati Ragajampi mencari Dewi Supraba dan
Bagus Tantra serta Panglima Cokorde Rai, hanya untuk dijadikan sebagai anggota
tetap kerajaan Klungkung/ Kadipaten dari wilayah kekuasaan kerajaan Blambangan,
dan Dewi Supraba bukan untuk dijadikan istri).
Raden
Banterang tetap tidak percaya dengan semua penjelasan dari Dewi Supraba karena
yang ia percaya hanyalah fitnah dari si pengemis tadi alias Bagus Tantra. Dewi
Supraba mencoba menjelaskan bahwa sesungguhnya pengemis tadi adalah kakaknya
yang memang membujuknya untuk membunuh suami serta mertuanya. Tapi ia menolak
dan justru kini kakaknyalah yang memfitnah dirinya. Ia menjelaskan bahwa ia
benar-benar menyayangi Raden Banterang dan tidak ada sedikitpun niat membalas
dendam.
Raden Banterang merasa bahwa Dewi Supraba
harus mati dengan keris peninggalan ayahnya. Dengan memelas Dewi Supraba
memohon agar tidak dibunuh namun amarah Raden Banterang telah menutupi mata
hatinya. Kemudian Dewi Supraba pun berkata kepada suaminya Raden Banterang
setelah selesai berdoa "saksikanlah kakanda, saya akan terjun ke sungai
ini, jika nanti sungai ini menjadi harum wangi, itu tandanya saya istrimu yang
setia, tetapi bila berbau busuk itu tandanya saya bersalah dan khianat kepada
kakanda... selamat tinggal kakanda ..." belum sempat Raden Banterang
berkata-kata lagi, Dewi Supraba pun terjun ke sungai yang sangat dalam dan
berair deras tersebut dan tak muncul-muncul lagi.
Raden Banterang pun terpaku berdiri
di tempatnya beberapa saat, dipandanginya sungai tersebut dan berharap Dewi
Supraba muncul kembali ke permukaan... tetapi selang beberapa saat hidungnya
mencium aroma wangi semerbak yang begitu tajam dan tak henti-hentinya meski
angin bertiup cukup kencang, aroma wangi tersebut tidak juga sirna. "Banyuwangi...."
gumam Raden Banterang lemas (Banyuwangi = Air yang wangi dalam bahasa Jawa).
Kini Raden Banterang menyadari bahwa istrinya Dewi Surati atau Dewi Supraba
adalah istri yang setia kepadanya, dan istrinya tersebut tidak bersalah dan
juga tidak memiliki maksud khianat kepadanya. Tetapi apa daya, meski sesal
berkalpa-kalpa istri yang setia dan cantik telah pergi dengan meninggalkan
aroma wangi yang tiada hentinya.
Sejak itu daerah tersebut dinamakan
Banyuwangi, yang saat ini merupakan wilayah kabupaten yang termasuk dalam provinsi
Jawa Timur.
KESIMPULAN
Siapapun tokoh yang menjadi pelaku
di dalam cerita yang ada di Banyuwangi, tetap menggambarkan kisah yang sama dengan
focus utama adalah kesetiaan dan kejujuran seorang istri yang tulus yang rela
dibunuh oleh suaminya untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah dan
benar-benar mencintai suaminya. Kisah Sri Tanjung sendiri ada sekitar 1500-1600
SM sedangkan kisah Raden Banterang setelah 1500-1600 SM.
Namun tanpa memikirkan yang mana
kisah yang benar, saya rasa keduanya sama-sama memiliki maksa yang tersirat.
Dari kedua kisah itu kita dapat mengambil pelajaran bahwa kita sebagai manusia
:
1. Harus memiliki sifat seperti Raden Banterang
yang pemberani, baik hati, adil, ramah dan mudah bergaul serta berani menindak orang yang
salah.
2. Dengan kelebihan yang kita miliki,
bukan berarti kita dapat merasa bangga dan menyombongkan diri. Perlu diingat
seperti yang dikatakan pendekar tanpa nama bahwa “di atas langit masih ada
langit”.
3. Jangan mudah mengambil keputusan
yang gegabah tanpa mau memerhatikan, mendengarkan dan menimbang atas penjelasan
dari kejadian yang ada. Bila kita gegabah mungkin kita akan menyesal seperti
Raden Banterang yang kehilangan istrinya karena tidak mau mendengarkan
penjelasan yang sebenarnya.
4. Meniru sikap jujur dan setia seperti
yang dilakukan oleh Sri Tanjung dan Dewi Supraba dalam kisah di atas. Kesetiaan
mereka kepada suaminya yang dibuktikan dengan keberanian untuk dibunuh di
tangan suaminya sendiri.
SARAN
Terus kembangkan dan sebarkan cerita
rakyat karena itu merupakan bagian dari kebudayaan yang harus terus kita
lestarikan. Setiap daerah pasti memiliki sejarahnya masing-masing dan orang
bijak tidak pernah melupakan sejarah. Selain itu, dalam penyampaian cerita
semoga si pencerita selalu menjelaskan hal-hal positif atau pelajaran moral
yang dapat diambil dari kisah tersebut. Jangan sampai ada kesalahpahaman dalam
cerita yang diterima oleh pendengar atau pembaca.
Pada akhirnya, sebagai pembaca kita
harus cerdik memilah mana sikap, perilaku dan perbuatan yang harus kita tiru
dan mana yang harus kita buang jauh-jauh. Jika perlu kita menguji sendiri
kebenaran kisah tersebut dengan berusaha bertanya ataupun mencari di
sumber-sumber referensi lainnya. Kurang lebihnya mohon dimaafkan dan terima
kasih telah membaca.
DAFTAR
PUSTAKA
http://agathanicole.blogspot.co.id/2013/09/raden-banterang-asal-mula-kota_6682.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar