Selasa, 05 Januari 2016

Tugas-2 Solusi UNJ untuk Pariwisata Indonesia

Peran Serta Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata

Pengertian Ekowisata
Ekowisata atau ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri. Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat.
Pada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun memberikan dampak negatif kepada lingkungan mulai dikurangi.
Ekowisata di Indonesia
Di Indonesia kegiatan ekowisata mulai dirasakan pada pertengahan 1980-an, dimulai dan dilaksanakan oleh orang atau biro wisata asing, salah satu yang terkenal adalah Mountain Travel Sobek – sebuah biro wisata petualangan tertua dan terbesar. Beberapa objek wisata terkenal yang dijual oleh Sobek antara lain adalah pendakian gunung api aktif tertinggi di garis khatulistiwa - Gunung Kerinci (3884 m), pendakian danau vulkanik tertinggi kedua di dunia - Danau Gunung Tujuh dan kunjungan ke danau vulkanik terbesar didunia - Danau Toba.
Beberapa biro wisata lain maupun perorangan yang dijalankan oleh orang asing juga melaksanakan kegiatan kunjungan dan hidup bersama suku-suku terasing di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Papua.
Salah satu dari proyek ekowisata yang terkenal yang dikelola pemerintah bersama dengan lembaga asing adalah ekowisata orang hutan di Tanjung Puting, Kalimantan.
Kegiatan ekowisata di Indonesia diatur Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009.
Secara umum objek kegiatan ekowisata tidak jauh berbeda dari kegiatan wisata alam biasa, namun memiliki nilai-nilai moral dan tanggung jawab yang tinggi terhadap objek wisatanya.
  • Wisata pemandangan:
    • Objek-objek alam (pantai, air terjun, terumbu karang)
    • Flora (hutan, tumbuhan langka, tumbuhan obat-obatan)
    • Fauna (hewan langka dan endemik)
    • Perkebunan (teh, kopi)
  • Wisata petualangan:
    • Kegiatan alam bebas (lintas alam, berselancar)
    • Ekstrem (mendaki gunung, paralayang)
    • Berburu (babi hutan)
  • Wisata kebudayaan dan sejarah:
    • Suku terasing (orang Rimba, orang Kanekes)
    • Kerajinan tangan (batik, ukiran)
    • Peninggalan bersejarah (candi, batu bertulis, benteng kolonial)
  • Wisata penelitian:
    • Pendataan spesies (serangga, mamalia dan seterusnya)
    • Pendataan kerusakan alam (lahan gundul, pencemaran tanah)
    • Konservasi (reboisasi, lokalisasi pencemaran)
  • Wisata sosial, konservasi dan pendidikan:
    • Pembangunan fasilitas umum di dekat objek ekowisata (pembuatan sarana komunikasi, kesehatan)
    • Reboisasi lahan-lahan gundul dan pengembang biakan hewan langka
    • Pendidikan dan pengembangan sumber daya masyarakat di dekat objek ekowisata (pendidikan bahasa asing, sikap)
Ekowisata merupakan sub-komponen dari pariwisata yang berkelanjutan. Ide ekowisata berakar dari keinginan untuk berkontribusi terhadap konservasi sumber daya alam dunia. Sebuah riset yang dimulai pada tahun 1970 di Kenya mendemonstrasikan keuntungan ekonomi yang berasal dari pariwisata di alam bebas. Pada tahun 1980-an, hutan hujan dan terumbu karang menjadi subyek baru yang menarik untuk dibuat film dokumenter. Hal ini mendorong ketertarikan untuk mengeksplorasi alam sebagai suatu bentuk pariwisata baru.
Ekowisata dan wisata berbasis alam pada umumnya banyak yang mengambil tempat pada kawasan lindung dan konservasi, area terpencil dengan keindahan alam yang eksepsional, area ekologi dan kawasan budaya. Definisi untuk kawasan lindung menurut International Union of the Conservation of Nature  menyatakan bahwa kawasan lindung adalah suatu kawasan baik daratan maupun lautan yang khusus didedikasikan untuk melindungi dan menjaga keanekaragaman biologis dan kondisi natural yang berasosiasi dengan sumber daya budaya yang dikelola secara hukum. Terdapat beberapa kategori untuk hal ini, yang walaupun tujuan utamanya adalah untuk konservasi namun bisa saja memiliki fungsi khusus dalam kondisi tertentu misalnya, untuk kegiatan wisata.
Potensi Ekowisata yang Dimiliki Indonesia
Indonesia yang memiliki pulau-pulau sebanyak 17.508 ribu pulau merupakan daerah potensial untuk mengembangkan ekowisata karena potensi alam, seni, budaya, dan etnis yang beraneka ragam.
Alamnya yang memiliki banyak gunung, perbukitan, dan danau yang indah, sungau dan riam yang masih perawan, flora dan fauna yang beraneka ragam, menjadikan Indonesia sebagai surganya ekowisata.
Wilson (1988) membaginya dalam tiga bagian yang sangat berkaitan, yaitu:
Pertama : Berdasarkan Keanekaragaman Ekosistem.
Kedua : Berdasarkan Keanekaragaman Hayati.
Ketiga : Berdasarkan Keanekaragaman Genetika yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
Menurut BAPPENAS dari UNEP tahun 1991, di Indonesia terdapat tidak kurang 49 jenis ekosistem yang berbeda, baik yang alami maupun buatan. Menurut sumber ini, walau Indonesia hanya memiliki luas daratan seluas 1,32% dari seluruh daratan yang ada di dunia, Indonesia memiliki kekayaan yang cukup berlimpah, seperti:
  • 10% jenis tumbuhan berbunga yang terdapat di seluruh dunia
  • 12% binatang menyusui
  • 16% reptilia dan amphibia
  • 17% burung-burung
  • 25% jenis ikan
  • 15% jenis serangga
Sesuai penelitian yang dilakukan oleh MacNeely at all : 1990, dalam dunia binatang atau hewan, Indonesia mempunyai kedudukan yang termasuk istimewa di dunia. Dari 515 janis mamalia besar, 36% endemik, 33% jenis prima, 78% berparuh bengkok, dan 121 jenis kupu-kupu.
Adapun potensi obyek wisata yang dapat dikembangkan untuk ekowisata di Indonesia tidak kurang dari 120 buah yang terdiri dari:
  1. Taman nasional : 31 buah, (12 diantaranya sudah ditetapkan sebagai Taman Nasional, 2 diantaranya sudah ditetapkan sebagai warisan dunia, dan 19 buah lainnya dalam proses penetapan).
  2. Taman Hutan Raya : 9 buah
  3. Taman Wisata Alam : 73 buah
  4. Taman Wisata Laut : 7 buah
Berdasarkan identifikasi Masyarakat Ekowisata Indonesia (MEI), di Indonesia terdapat 61 Daerah Tujuan Ekowisata (DTE) yang dianggap potensial yang terdapat pada beberapa pulau sehingga Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki Mega Diversity yang dijumpai pada pulau :
  • Sumatera : 12 DTE
  • Kalimantan : 1 DTE
  • Jawa : 10 DTE
  • Sulawesi : 8 DTE
  • Bali : 6 DTE
  • Maluku : 4 DTE
  • Nusa Tenggara Barat : 8 DTE
  • Irian Jaya : 6 DTE
  • Nusa Tenggara Timur : 6 DTE

Para pelaku dan pakar di bidang ekowisata sepakat untuk menekankan bahwa pola ekowisata sebaiknya meminimalkan dampak yang negatif terhadap linkungan dan budaya setempat dan mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat setempat dan nilai konservasi. Beberapa aspek kunci dalam ekowisata adalah:
1. Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya dukung lingkungan dan sosial- budaya masyarakat ( vs mass tourism)
2. Pola wisata ramah lingkungan (nilai konservasi)
3. Pola wisata ramah budaya dan adat setempat (nilai edukasi dan wisata)
4. Membantu secara langsung perekonomian masyarakat lokal (nilai ekonomi)
5. Modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak besar (nilai partisipasi masyarakat dan ekonomi).

Ekowisata berbasis masyarakat (community- based ecotourism) Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas.

Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola.

Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos transportasi; homestay; menjual kerajinan, dll. Ekowisata membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata.

Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti bahwa masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Tataran implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing.

Beberapa aspek kunci dalam ekowisata berbasis masyarakat adalah:
1. Masyarakat membentuk panitia atau lembaga untuk
pengelolaan kegiatan ekowisata di daerahnya,
dengan dukungan dari pemerintah dan organisasi
masyarakat (nilai partisipasi masyarakat dan edukasi)
2. Prinsip local ownership (=pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat setempat) diterapkan
sedapat mungkin terhadap sarana dan pra-sarana
ekowisata, kawasan ekowisata, dll ( nilai partisipasi masyarakat)
3. Homestay menjadi pilihan utama untuk sarana
akomodasi di lokasi wisata ( nilai ekonomi dan edukasi)
4. Pemandu adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat)
5. Perintisan, pengelolaan dan pemeliharaan obyek
wisata menjadi tanggungjawab masyarakat
setempat, termasuk penentuan biaya (=fee) untuk
wisatawan (nilai ekonomi dan wisata

Masalah
Perkembangan  ekowisata di Indonesia memang belum terlalu populer, namun ternyata konsep ekowisata ini justru menjadi andalan di berbagai kawasan di Indonesia. Pasalnya, ekowisata sangat berperan penting dan memiliki berbagai macam manfaat. Namun sayangnya pengembangan ekowisata kurang dapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat dan juga terdapat dampak negatif bagi pariwisata.
Dampak negatif yang umumnya terjadi diantaranya:
·         wisatawan cenderung membuang sampah / mengotori kawasan wisata.
·         pariwisata dapat menyebabkan kepadatan baik itu manusia maupun kendaraan.
·         pariwisata memiliki andil dalam pencemaran aliran air dan kawsan pantai.
·         pariwisata dapat menyebabkan erosi.
·         pariwisata dapat menyebabkan adanya pembangunan yang tidak diinginkan.
·         pariwisata menyebabkan gangguan dan kerusakan pada habitat hewan liar.
Kegiatan wisata yang tidak terkendali akan menyebabkan ancaman terhadapp lingkungan. Menurut UNEP (United Nations Environment Programme), dampak utama pariwisata terhadap lingkungan terbagi menjadi tiga poin besar, yaitu berkurangnya sumber daya alam, bertambahnya polusi, dan dampak terhadap ekosistem. Kegiatan pariwisata dapat menciptakan tekanan yang besar bagi sumber daya lokal, seperti energi, air, hutan,tanah, juga satwa liar. Hutan kerap mendapatkan dampak negatif dengan adanya deforestasi dan land clearing atau pembukaan lahan untuk lapangan parkir atau fasilitas bersama.
Pariwisata juga dapat menyebabkan dampak lain yaitu polusi, seperti emisi udara, kebisingan,limbah padat, limbah cair, maupun polusi visual. Emisi dari transportasi dan produksi energy akan mengakibatkan hujan asam, polusi fotokimia,dan pada tingkat global akan berdampak pada pemanasan global. Polusi bising juga dapat mengubah perilaku satwa terhadap pola aktivitas alami mereka. Hal ini secara tidak langsung merubah alam dan perilakunya.
Jika kita lihat dari paparan diatas, secara umum dampak fisik pariwisata dapat dibagi berdasarkan area of effect,  yaitu, biodiversity, erosi dan kerusakan fisik, polusi, permasalahan sumber daya, dan perubahan atau kerusakan visual atau struktural.
Sebuah area wisata alam yang menarik pasti memiliki lanskap beserta ekosistem yang beragam. Namun pembangunan fasilitas pendukung pariwisata seperti pembangunan infrastruktur akan menyebabkan degradasi tanah dan mineral. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga menghilangkan populasi habitat tertentu di area tersebut.
Dengan adanya kebutuhan dan permintaan yang semakin meningkat akan keberadaan kawasan wisata dalam hal ini khusus kawasan ekowisata tentunya diperlukan kesadaran dan pemahaman oleh para stakeholders akan pentingnya dampak pariwisata terhadap lingkungan , sehingga perencanaan dan pengendalian pariwisata terintegrasi menjadi penting untuk dilakukan.
Sadar akan pentingnya isu lingkungan dan perlunya menjaga kondisi ekologis dan biodiversitas maka diperlukan metoda dan tools  untuk dapat menilai suatu proyek atau pengembangan kawasan terkait denga potensi dampaknya terhadap lingkungan tersebut, salah satunya adalah dengan menggunakan EIA, yaitu Environmental Impact assesment, dengan adanya pengembangan metode ini diharapkan memudahkan parapolicy-maker dalam pengambilan keputusan, demi mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
Solusi
            Permasalahan mengenai pariwisata di Indonesia sekarang ini sangat memprihatinkan karena kurangnya kepedulian mengenai pengembangan ekowisata. Oleh sebab itu, menyebabkan menurunnya jumlah pengunjung (wisatawan). Menurunnya jumlah wisatawan tersebut karena fasilitas yang tidak lengkap dan kurang mendukung keamanan serta kenyamanan. Faktor lainnya juga karena tidak terlaksananya dengan baik 7 sapta pesona,yaitu bersih,tertib,aman,indah,ramah,tamah,sejuk,kenangan.
            Agar terwujudnya 7 sapta pesona perlunya partisipasi dari masyarakat. Pariwisata harus dikembangkan karena dapat meningkatan pertumbuhan ekonomi namun dengan tidak merusaknya, melainkan ikut berpartisipasi untuk melestarikannya. Masyarakat merupakan salah satu unsur yang berperan penting dalam pembangunan serta pengembangan ekowisata. Untuk itu peran serta masyarakat dalam pengembangan ekowisata sangat penting, Konsep ekowisata juga dapat memberdayakan ekonomi masyarakat setempat,sehingga dapatt menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat disekitar daerah destinasi wisata tersebut.
Dengan keadaan alam sekarang yang penuh polusi baik udara maupun air, kerusakan hutan maupun permasalahan alam lainnya memang membutuhkan solusi ampuh untuk memperbaiki kerusakan yang ada. Dan dengan adanya ekowisata, dapat setidaknya memperbaiki kerusakan yang terjadi pada alam sekaligus ,menjadi potensi baru bagi dunia pariwisata.
Dengan begitu masyarakat juga dapat merasakan manfaat dari pengembangan ekowisata karena pengembangan ekowisata memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat disekitar wilayah objek wisata tersebut. Dengan demikian terjalinnya kerja sama yang kuat,objek wisata bertema ekowisata membutuhkan masyarakat untuk menjaga keasrian serta kelestariannya,sedangkan masyarakat membutuhkan objek wisata yang bertema ekowisata tersebut sebagai sumber mata pencaharian bagi kehidupan mereka.
            Selain peran serta masyarakat dalam Pengembangan ekowisata, peran pemeritah yaitu lebih tepatnya Dinas Pariwisata juga sangat berperan penting dalam pengembangan ekowisata. Untuk itu, kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah harus terjalin dengan baik agar terlaksananya sistem pengembangan ekowisata dan berjalan dengan baik.
            Peranan masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata  yaitusebagai upaya untuk memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta menciptakan keindahan alam dan membantu kelestariannya. Masyarakat yang ikut berperan juga haruslah Sumber Daya Manusia yang terdidik maupun terlatih, serta mengerti dan memahami tentang pariwisata dan juga pemahaman tentang ekowisata.
            Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menunjang Pengembangan Ekowisata:
1.      Melibatkan masyarakat di daerah setempat dalam mengelola maupun berkontribusi untuk kemajuan dan pengembangan objek wisata.
2.      Pembuatan peraturan terhadap mutu pelayanan pariwisata dan untuk tetap menjaga kelestarian objek wisata. Dan juga perlunya tindak tegas bagi para pelanggar yang melakukan pelanggaran  terhadap peraturan, seperti tidak merusak ataupun membuang sampah disekitar objek wisata.
3.      Membuat ciri khas atau keunikan dari objek wisata tersebut dibandingkan objek wisatalain. Dengan adanya keunikan, dapat menaikan jumlah pengunjung, sehingga dapat memajukan pengembangan ekowisata.
4.      Melakukan promosi tentang daerah ekowisata tersebut, terutama dijaman yang serba teknologi dapat memudahkan orang untuk melakukan promosi melalui internet baik website maupun social media.
5.      Memperbaiki segala sarana maupun fasilitas yang tersedia untuk menambah kenyamanan para wisatawan.
Meskipun begitu meningkatnya jumlah wisatawan pada objek wisata yang bertema ekowisata tidak hanya berdampak positif, namun juga dampak negatif. Karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya ikut menjaga kelestarian dari objek wisata. Maka dari itu, tindak tegas sangat diperlukan.Menurut saya, solusi untuk wisatawan yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang dapat merusak suatu objek wisata khususnya ekowisata adalah dengan sanksi denda yang tinggi agar masyarakat jera dan tidak melakukan kesalahan yang sama.

Memperbaiki sarana dan fasilitas yang tersedia juga merupakan upaya dalam mengembangkan ekowisata. Karena seringkali dijumpai fasilitas yang kurang memadai di beberapa tempat wisata. Untuk pemerintah diharapkan lebih memperhatikan fasilitas & pengelolaan yang ada di lokasi ekowisata supaya pengunjung lebih nyaman, dan aman di kawasan ekowisata. Dan untuk masyarakat yang datang berkunjung ataupun berwisata diharapkan menjaga kebersihan lingkungan.
Daftar Pustaka



Rachael Thalita ( 4423154172)-Kelas A UJP 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar