Jumat, 08 Januari 2016

TUGAS-3 Folklore Indonesia



Folklore Sebagai Alat Bantu Pengenalan dari Pati, Jawa Tengah

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat serta karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas ini sesuai yang di harapkan dengan judul  “Folklore Sebagai Alat Bantu Pengenalan dari Pati, Jawa Tengah“. Saya menyadari dalam penulisan tugas ini masih jauh dari sempurna, dan banyak kekurangan baik dalam metode penulisan maupun dalam pembahasan materi. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kemampuan Penulis. Sehingga saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, mudah-mudahan dikemudian hari saya dapat memperbaiki segala kekuranganya dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Pengertian Folklore
Kata folklore merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris folklore, berasal dari dua kata folk dan lore. Kata folk berarti sekelompok orang yang memiliki cirri pengenal fisik, social dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok kelompok social lainnya. Ciri pengenal itu antara lain: warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, dsb. Kata lore merupakan tradisio dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui salah satu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan.  Ciri-ciri pengenal itu dapat berwujud:
1.      Penanda fisik (warna kulit, bentuk rambut, dan sebagainya)
2.      Penanda sosial (mata pencarian, taraf pendidikan, kegiatan)
3.      Penanda budaya (bahasa, budaya, kegiatan, agama, dan lain-lain.)
Namun yang lebih penting adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat mereka akui sebagai milik bersama. Dan yang penting lagi, mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri.
Latar Belakang
Sebuah kisah cinta yang muram akan tetap dikenang, bahkan hingga ratusan tahun kemudian. Entah, meski kita tak pernah tahu bahwa kisah tersebut apakah benar-benar nyata, atau sekedar rekaan semata. Di Eropa ada cerita sedih Romeo dan Juliet, sementara di belahan bumi yang lain ada Laila - Majnun juga ada San Pek danEng Tay. Sementara dari tanah Jawa ada tragedi cinta Roro Mendut - Pranacitra. Tragedi cinta tersebut terjadi di tahun 1600-an, pada masa kerajaan Mataram. Suatu kisah cinta yang berakhir secara tidak happy ending, jika kita memakai sudut pandang pembaca dongeng yang yang biasanya selalu berharap agar cerita diakhiri dengan happily ever after, kemudian mereka berbahagia selama-lamanya. Rara Mendut adalah tokoh perempuan legendaris dari Pati Jawa Tengah. Kenapa legendaris? Karena kisah tentang keperempuanan dari Rara Mendut menjadi tombak tajam bagi para wanita modern masa kini.
            Dari informasi dari Babad Tanah Jawi dan cerita tutur masyarakat yang berkembang, kisah Roro Mendut dimulai dari peristiwa pertempuran antara Mataram dan Kadipaten Pati. Menurut sejumlah literasi atau informasi yang saat ini berkembang dan masih hangat untuk diperbincangkan, pertempuran Mataram (saat ini Yogyakarta-Surakarta) dan Pati meletus karena Kadipaten Pati dinilai membangkang atau makar terharap pemerintahan pusat.

(Ilustrasi Roro Mendut)
Padahal, sejarahnya tidak begitu. "Babad Tanah Jawi perlu dipertanyakan. Sebelum Mataram ada, Kadipaten Pati sudah ada dan bahkan orang-orang Mataram pada waktu itu tak lain adalah cucu – cucu dari para tokoh leluhur yang memimpin Pati. Tidak ada ceritanya Pati berbuat makar atau memberontak pada Mataram, karena Pati adalah wilayah yang lebih tua dan merdeka sedari awal ketimbang Mataram," ujar Susilo Tomo, anggota tim Bedah Sejarah Pati (BSP) saat ditemui Direktoripati.com.

"Babad Tanah Jawi, bahkan Babad Pati itu dibuat pada zaman Belanda. Untuk mengaburkan sejarah dan ingatan tentang leluhur Nusantara dengan generasi selanjutnya, pembuatan babad tidak lepas dari tekanan politik Belanda. Ini yang harus kita sadari bersama dan perlu adanya penafsiran terhadap simbol-simbol yang terkandung di dalam kisah babad," imbuh Ustadz Giok, panggilan akrab anggota Bedah Sejarah Pati.

Kisah Rara Mendut

            Rara Mendut atau Roro Mendut (dalam bahasa jawa) adalah gadis cantik yang berpendirian teguh.Rara Mendut yauitu Putri dariKi Ragawangsa di wilayah Kadipatenpada waktu kekuasaannya di Adipati Pragolo II. Rara Mendut dikaruniai kecantikan yang luar biasa sehingga membuat Rara Mendut menjadi rebutan para pria, mulai dari kalangan rakyat biasa, bangsawan, hingga panglima perang. Roro Mendut menjadi salah satu representasi perempuan sempurna pada masanya. Suatu ketika Rara Mendut diculik oleh Adipati Pragolo II, penguasa Kadipaten Pati untuk dijadikn selir. Namun sebelum menjadikan Rara Mendut sebagai selir Adipati Pragolo II, Rara Mendut direbut oleh panglima perang Kerajaan Mataram, Tumenggung Wiraguna untuk dijadikan selir pula. Lalu bagaimana nasib Rara Mendut selanjutnya? Berikut adalah kisahnya.
            Dahulu dipesisir pantai utara Pulau Jawa, tepatnya di daerah Pati, Jawa Tengah, tersebutlah sebuah desa nelayan Teluk Cikal. Desa itu termasuk kedalam wilayah Kadipaten Pati yang di Perintah oleh Adipati Pragolo II. Kadipaten Pati sendiri merupakan salah satu wilayah yang dikuasai atau  taklukan dari Kesultanan  Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung.
            Di Teluk Cikal, hiduplah seorang gadis anak nelayan yang bernama Rara Mendut. Ia seorang gadis yang cantik nan rupawan. Rara Mendut juga dikenal sebagai gadis yang berpendirian  teguh terhadap pilihannya. Iya tidak segan – segan menolak para lelaki yang datang untuk melamarnya, sebab ia sudah memiliki calon suami yaitu seorang pemuda desa yang tampan yang bernama Pranacitra atau Pronocitro (dalam bahasa jawa), putra dari Nyai Singabarong, ia adalah  seorang saudagar yang kaya – raya.
            Suatu hari, berita tentang kecantikan dan kemolekan seorang  gadis cantik Rara Mendut ini terdengar oleh Adipati Pragolo II. Penguasa Kadipaten Pati bermaksud menjadikan gadis ini menjadi selir hatinya. Sudah berkali – kali Adipati Pragolo II membujuknya, namun Rara Mendut tetap saja menolak lamaran itu. Adipati Pragolo II merasa dikecewakan akan hal ini, dan akhirnya ia mengutuskan para pengawalnya untuk menculik Rara Mendut.
            Pada hari itu, ketika Rara Mendut sedang asyik menjemur ikan di pesisir pantai seorang diri, datanglah utusan (pengawal) Adipati Pragolo II.
“Ayo gadis cantik ikut kami ke Keraton!” seru para pengawal itu sambil menarik tangan Rara Mendut dengan kasar.
“Lepaskan aku!” teriak Rara Mendut sambil meronta – ronta, “Aku tidak mau menjadi selir Adipati Pragolo... Aku sudah  memiliki kekasih hati!”
Pengawal itu tidak peduli dengan rengekan Rara Mendut. Mereka terus dan terus berusaha menyeret Rara Mendut ke Kuda secara paksa lalu membawanya ke Keraton. Sesampainya di Keraton Rara Mendut langsung di pingit. Sebagai calon selir, Rara Mendut di pingit didalam Puri Kadipaten Pati dibawah asuhan seorang dayang yang bernama Ni Semangka dan dengan dibantu oleh seorang dayang yang lebih muda yaitu Genduk Duku. Sementara Rara Mendut sedang dalam masa pingitan, di Kadipaten Pati sedang terjadi gejolak. Untuk mengukuhkan hegemoni kekuasaannya, Raja Mataram saat itu Sultan Agung Hanyokrokusumo mengutus panglima perang dan ahli strategi Tumenggung Wiraguna atau Tumenggung Wiroguno (dalam bahasa jawa). Untuk menaklukkan kabupaten kecil di pantai utara Jawa, Pati. Maka peperangan yang tidak seimbang tersebut terlalu mudah ditebak, dan Pati pun takluk. Sultan Agung Hanyokrokusumo  menuding Adipati Pragolo II sebagai pemberontak karena tidak mau membayar upeti kepada Kesultan Mataram. Sultan Agung pun yang langsung memimpin penyerangan ke Kadipaten Pati.
            Menurut cerita, Sultan Agung tidak mampu melukai bahkan mengalahkan Adipati Pragolo II karena penguasa Pati itu memakai Kere waja (baju hijrah) kesaktian dari baju inilah yang membuat tidak mempannya senjata apapun menembus badan Adipati Pragolo II. Melihat hal itu, abdi pemegang payung sang Sultan yang bernama Ki Nayadarma pun berkata,
“Ampun, Gusti Prabu. Perkenankanlah hamba yang menghadapi Adipati Pragolo!” pinta Ki Nayadarma sera memberi sembah
“Baiklah, Abdiku. Gunakanlah tombak baru Klinting ini...!” Ujar Sang Sultan sembari memberi tombak Klintingnya.
            Berbekal tombak pustaka baru Klinting, Ki Nayadarma langsung menyerang Adipati Pragolo II. Namun serangannya masih mampu di tepis oleh Adipati Pragolo II. Saat Adipati Pragolo II itu lengah, Ki Nayadarma dengan cepat menikamkan menggunakan benda pustaka Klintang milik Sultan ke bagian tubuh Sang Adipati yang tidak terlindungi oleh baju hijrahnya itu. Lalu kemudian Adipati Pragolo II pun tewas seketika di tempat.
            Sementara itu, Para Prajurit yang di Komandan Panglima perang Mataram, Dan sebagai bukti atas penaklukan tersebut Tumenggung Wiraguna membawa serta sejumlah rampasan perang,
Tumenggung Wiraguna, segera merampas harta kekayaan Kadipaten Pati, dan termasuk gadis desa yang cantik: Roro Mendut. Tumenggung Wiraguna yang menjadi senopati atau panglima perang Mataram saat perang melawan Pati, tak kuasa melihat kecantikan Roro Mendut. Tumenggung Wiraguna langsung terpesona saat melihat kecantikan dari Rara Mendut. Ia pun memboyong Rara Mendut ke Mataram untuk dijadikan selir hatinya. Saat modern ini, posisi Tumenggung Wiraguna setara dengan panglima TNI Republik Indonesia. Sebagai seorang priyayi, sudah tentu Tumenggung Wiraguna ingin agar terlihat bijaksana, dan meminta agar Roro Mendut secara rela mau diperistri.Tumenggung Wiraguna berkali – kali membujuk Rara Mendut untuk dijadikan selir, barangkali demi harga dirinya, sebab dia juga punya hak untuk menolak. Bahkan di hadapan panglima itu, ia berani terang – terangan menjelaskan bahwa ia sudah memiliki kekasih hati yang bernama Pranacitra. Ia lebih memilih Pranacitra yang notabene rakyat biasa, ketimbang Wiraguna yang merupakan pejabat senior di negeri Mataram waktu itu. Sifat Rara Mendut yang keras kepala dan kekeh akan pendiriannya itu membuat Tumenggung Wiraguna menjadi sangat murka. Merasa ditolak, Tumenggung Wiraguna mengajukan syarat yang mustahil dipenuhi oleh Rara Mendut. Dia cuma seorang gadis miskin, tentu tidak akan mampu bila harus membayar sekian jumlah uang. 

“Baiklah Rara Mendut, jika kau tidak ingin menjadi selir ku maka sebagai gantinya kau harus membayar pajak Mataram!” Ancam Tumenggung Wiraguna.
Namun Rara Mendut tidak menyerah dan tidak gentar mendengar ancaman Tumenggung Wiraguna.  Ia lebih memilih membayar pajak dari pada harus menjadi selir hati Tumenggung Wiraguna sendiri. Oleh karena masih dalam pengawasan Prajurit Mataram,  demi mendapatkan uang untuk kebebasannya Roro Mendut harus berjualan rokok klobot untuk membayar pajak atau menebus diri dari belenggu Tumenggung Wiraguna. Rara mendut kemudian meminta izin untuk berjualan rokok di pasar.   Akhirnya Tumenggung Wiragunapun menyetujui izin yang diminta oleh Rara Mendut.
Sesampainya dipasar ia langsung berjualan dan ternyata dagangan rokok milik Rara Mendut laris, laku keras, dengan memanfaatkan pesona ragawinya. Rokok yang dijual oleh Rara Mendut ini sangatlah unik, yaitu dihisap terlebih dahulu oleh Rara Mendut, karena para lelaki tersebut tertarik dengan bekas bibirnya, itu sebabnya Rara menjual rokok yang telah dia hisap olehnya untuk menggaet para pembeli. Erotisme Roro Mendut ketika berjualan rokok lintingannya, dengan lem dari jilatan lidahnya, menggambarkan telah dikenalnya potensi perempuan dalam pemasaran, bahkan di zaman kerajaan Jawa abad ke-17. Bahkan orang beramai – ramai ingin membeli putung rokok bekas hisapan Rara Mendut. Hasilnya luar biasa. Berapa pun harga yang diminta Rara Mendut pasti dibayar. Inilah yang kemudian menginspirasi pengusaha rokok di Indonesia bahkan dunia untuk membuat Sales Promotion Girl (SPG) sebagai sarana untuk menjual produknya, sama seberti sebagaimana kisah Rara Mendut dikala itu.
            Suatu hari, ketika Rara Mendut sedang berjualan di pasar, ia bertemu seorang pria tampan yang ternyata itu adalah Pranacitra. Ia sengaja mencari dan menemui kekasihnya itu. Pranacitra berusaha mencari jalan untuk bisa melarikan Rara Mendut dari Mataram. Sesampainya Rara Mendut di istana, ia langsung menceritakan prihal pertemuannya itu dengan kekasihnya Pranacitra kepada Putri Arumardi (salah satu selir Tumenggung Wiraguna), dengan harapan dapat membantunya keluar dari istana. Rara Mendut sangat tahu persis bahwa Putri Arumardi tidak menyetujui jikalau Tumenggung Wiraguna menambah selir lagi.
            Putri Arumardi beserta dengan selir lainnya yang bernama Nyai Ajeng menyusun siasat untuk mengeluarkan Rara Mendut keluar dari istana. Genduk Duku, sahabat erat dan boleh juga dibilang adik dari Rara Mendut juga membantunya menerobos benteng istana Mataram dan melarikan diri dari kejaran Tumenggung Wiraguna. Bersama dengan kekasihnya Pranacitra, Rara mendut berusaha untuk kembali ke kampung halamannya di Kadipaten Pati. Namun amat sangat disayangkan, pelarian Rara Mendut dan Pranacitra itu di ketahui oleh Tumenggung Wiraguna. Pasangan kekasih ini akhirnya berhasil ditemukan oleh prajurit Tumenggung Wiraguna. Rara Mendut pun akhirnya dibawa kembali ke istana Mataram, sedangkan secara diam – diam Tumenggung Wiraguna memerintahkan abdi kepercayaannya itu untuk menghabisi nyawa Pranacitra yang jelas bukan lawan sepadan baginya. Akhirnya kekasih dari Rara Mendut ini tewas dan dikuburkan di suatu hutan terpencil di Ceporan, Desa Gandhu, terletak kurang lebih 9 kilometer sebelah timur kota Yogyakarta.
            Sepeninggalan Pranacitra, Tumenggung Wiraguna membujuk hati Rara Mendut kembali agar mau menjadi selirnya. Namun, usahanya pun tetap saja sia – sia, gadis cantik itu tetap menolak dan tetap kekeh dengan pendiriannya dari awal. Sang Panglima pun tidak kehabisan akal, iya tetap berusaha untuk bisa mendapatkan hati gadis cantik ini. Lalu kemudian Tumenggung Wiraguna mencerikatan kembali kronologi kejadian tentang kematian Pranacitra kepada kekasihnya Rara Mendut.
“Sudahlah Rara Mendut, percuma saja kau menikah dengan Pranacitra” Ujar Tumenggung Wiraguna
“Apa maksudmu, Tuan?” tanya Rara mendut  mulai merasa kecemasan
“Pemuda yang kau kasihi itu sudah tidak ada lagi!” jawab Tumenggung Wiraguna
“Kanda Pranacitra sudah tidak ada? Ah itu tidak mungkin terjadi, aku baru saja bertemu dengannya kemarin.” Kata Rara Mendut tidak percaya.
“Jika kau tidak percaya, ikutlah bersamaku, akan aku tunjukkan kuburannya.”  Ujar Tumenggung Wiraguna.
Rara Mendut pun mengikuti apa Tumenggung Wiraguna untuk membuktikan kebenaran dari perkataannya itu. Betapa terkejutnya Rara Mendut begitu sampai ditempat kuburan dari Pranacitra. Ia berteriak keras dan sangat histeris didepan makam itu saat melihat kuburan kekasihnya.
“Kanda jangan tinggalkan Dinda....” ujarnya sambil menangis histeris
“Sudahlah Rara, tak ada gunanya lagi kau meratapi orang yang jelas – jelas sudah mati!” ujar Tumenggung Wiraguna “Ayo kita segara tinggalkan tempat ini!”
            Rara mendut pun akhirnya bangkit dan mengikuti Tumenggung Wiraguna sambil terus menangis. Tidak jauh mereka meninggalkan pemakaman itu, Rara Mendut pun murka dan mengancam akan melaporkan perbuatan  Tumenggung Wiraguna yang menghabisi nyawa  Pranacitra ini kepada Raja Mataram yaitu Sultan Agung.
“Tuan sangatlah  jahat sekali, perbuatan mu akan ku laporkan kepada Raja Mataram, Sultan Agung agar kau mendapat hukuman yang setimpa!” Ancam Rara Mendut.
Seketika Tumenggung Wiraguna yang mendengar ancaman Rara Mendut pun langsung sangat marah. Kemudian ia menarik tangan Rara Mendut dengan paksa, namun gadis cantik itu menolaknya dan meronta – ronta meminta melepaskan tangannya dari genggaman Tumenggung Wiraguna untuk melepaskan diri. Setelah dipaksa terus menerus akhirnya genggaman tangan Rara Mendut yang dipaksa itu dilepaskan oleh Tumenggung Wiraguna. Begitu tangannya Rara Mendut terlepas, ia laangsung menarik keris milik Tumenggung Wiraguna yang terselip di pinggangnya dan Rara Mendut memegang keris itu.  Rara Mendut pun berlari sambil membawa keris milik Panglima menuju makam kekasihnya dan Panglima itu berusaha berlari mengejar kepergian Rara Mendut.
“Berhenti Rara, kau mau pergi kemana?!” teriaknya kesal sambil menyusuli Rara yang berlari. Tumenggung terus berusaha mengejar kepergian Rara.
Setiba dimakam Pranacitra,  Rara Mendut bermaksud untuk membunuh dirinya sendiri karena ia tak kuasa melihat kekasihnya pergi begitu saja menginggalkannya.
“Jangan Rara, kau jangan lakukan itu...!” teriak Tumenggung Wiraguna yang baru saja sampai ditempat pemakaman Pranacitra.
Namun usaha Tumenggung Wiraguna mengejar Rara Mendut itu terlambat, semuanya sia – sia. Rara Mendut telah menikam perutnya sendiri dengan keris yang dibawanya milik Tumenggung Wiraguna. Tubuhnya langsung roboh terkapar dan tewas disamping makam Pranacitra kekasihnya itu. Melihat Rara Mendut bunuh diri, Tumenggung Wiraguna sangat terpukul atas kejadian itu dan merasa amat sangat menyesal atas perbuatan pemaksaannya.
“Oh Tuhan, sekiranya aku tidak memaksa Rara menjadi selir ku, tentu saja Rara Mendut tidak akan nekad membunuh dirinya sendiri” ujar perkataan penyesalan yang dilontarkan Tumenggung Wiraguna kepada Rara Mendut.
            Penyesalan itu sudah tidak berguna lagi karena semuanya sudah terjadi. Untuk menebus semua kesalahan Tumenggung Wiraguna kepada Rara Mendut akhirnya Panglima ini menguburkan Rara Mendut bersama dengan kekasihnya Pranacitra secara satu liang.
            Setelah kematian Rara Mendut dan Pranacitra, Genduk Duku menjadi saksi perseteruan diam-diam antara Tumenggung Wiraguna dan Pangeran Aria Mataram, putra mahkota yang kelak bergelar Sunan Amangkurat I dan yang sesungguhnya juga jatuh hati kepada Rara Mendut, perempuan rampasan yang oleh ayahnya, Sultan Agung Hanyakrakusuma, dihadiahkan kepada Tumenggung Wiraguna, panglimanya yang berjasa tersebut.
Lusi Lindri, anak Genduk Duku yang dipilih menjadi anggota pasukan pengawal Sunan Amangkurat I oleh Ibu Suri. Lusi Lindri menjalani kehidupan penuh warna di balik dinding-dinding istana yang menyimpan ribuan rahasia. Sebagai istri perwira mata-mata Mataram, ia menjadi tahu banyak dan bahkan terlalu banyak tentang politik dan intrik-intrik jahat yang terjadi di dalam istana. Semakin lama akhirnya nuraninya semakin terusik melihat kezaliman junjungannya. Akhirnya dia membulatkan tekad, lebih baik memilih untuk mati sebagai pemberontak daripada hidup nyaman bergelimang kemewahan.
            Kurang lebih begitulah kisah cerita Rara Mendut dalam mempertahankan harga diri dan kesetiannya terhadap Pranacitra. Demikian cerita kisah Rara Mendut dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Hingga saat ini, kisah ini masih dikenang sebagai simbol cinta abadi dalam kalangan masyarakat jawa. Hal ini mirip dengan cerita cinta Romeo dan Juliet yang digambarkan sebagai kisah kesetiaan sepasang kekasih sehidup semati.
            Adapun pesan moral yang dapat dipetik dari kisah diatas adalah bahwa harta, pangkat, dan jabatan bukanlah jaminan untuk bisa mendapatkan cinta sejati dari seseorang. Kisah Roro Mendut itu harus diambil hikmahnya. Betapa perempuan Nusantara yang direpresentasikan Roro Mendut dari bumi Pati sudah memiliki harga diri yang tinggi, mandiri, dan tidak dibutakan oleh harta dan kekuasaan sebagaimana perempuan modern sekarang ini.
Inilah sebabnya Roro Mendut menjadi tokoh perempuan legendaris asal Pati yang kemudian ditulis di sejumlah novel, buku, bahkan dilakonkan dalam kesenian budaya ketoprak dan film modern. Mengingat kisah, cerita, dan sejarah kehidupannya bisa menjadi pelajaran berharga bagi perempuan dari zaman ke zaman.Cinta sejati tidak bisa selamanya dinilai dengan materi, namun justru cinta itu hadir karena perasaan saling memberi dan menerima (take and give), dan memiliki sebagimana kisah cinta Rara Mendut bersama dengan Pranacitra.
            Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam tugas ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul tugas ini. Saya mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan logis.Karena saya hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Saya banyak berharap para pembaca dan Dosen Pembimbing yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada saya demi sempurnanya tugas ini dan tugas – tugas nantinya  dan penulisan tugas  di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi saya pada khususnya juga para pembaca dan Dosen Pemnimbing Mata Kuliah Pendidikan Sejarah Indonesia yang budiman pada umumnya.


Inez Wahyu Rosalia
UJP – A 2015
4423154715

1 komentar: