KATA PENGANTAR
Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat TUAHAN YANG
MAHA ESA yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya sehingga saya berhasil
menyelesaikan tugas sejarah indonesia yang di berikan oelh dosen, pada
waktunya. Makalah ini berisikan informasi “folklore indonesia”
Diharapakan tugas ini dapat menginformasikan kepada kita
semua yang telah membaca makalah yang telah di buat ini. Saya menyadari bahwa
tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan Tugas
berikutnya.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang yang telah berperan serta dalam peyelesain tugas sejarah ini dari awal
hingga akhir. Semoga tuhan senantiasa meridhoi segala sesuatu usaha yang telah
saya buat.
Folklore yang terdapat di jawa timur
Sebelum daya masuk kedalam folklore di derah pilihan saya yaitu
derah jawa timur. Saya akan menjelaskan sebuah arti atau pengertian dari sebuah
folklore, karena kebanyakan orang mengetahui folklore itu hanya sebuah cerita
legenda saja sebenarnya banyak sekali yang dimaksud dengan folklore. Folklore
berasal dari Bahasa inggris, yang pertama kali di temukan oleh sejarahwan
inggris William thoms dalam sebuah surat yang di terbitkan oleh London journal
pada tahun1846, folklore sangat berkaitan dengan mitologi. Folklore juga
merupakan serangkain praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai tradisi
budaya. Folklore meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon,
takhayul, dongeng dan kebiasaan yang menjadi sebuah teradisi dalm sebuah
budaya, subkultur atau kelompok. Pada kesempatan ini saya akan memberikan
berbagai folklore yang berada di daerah jawa timur.
Pada zaman
kerajaan di daerah jawa timur, folklore (music) di gunakan sebagai alat
penyebaran agama islam di indonesia. Contohnya persebaran agama islam yang di
lakuakn sunan giri pada saat itu, sekelas cerita,”Sunan Giri memang seorang ulama sekaligus budayawan yang sangat
hebat. Dakwahnya tidak memaksa namun justru menjadikan rasa untuk hanyut
didalamnya. Metode ini ternyata sangat ampuh untuk menjadikan daya tarik
orang-orang jawa awam terhadap islam. Melalui seni budaya yang berupa gamelan,
tembang, ataupun karya sastra lainnya menjadikan Sunan Giri sebagai sosok yang
dikagumi hingga kini. Salah satu karyanya adalah Cublak-cublak suweng yang
ternyata mengandung makna yang dalam.
Berikut ini Makna lagu dolanan Cublak-Cublak Suweng
1.
Cublak-cublak suweng,
Cublak Suweng = tempat Suweng. Suweng adalah anting
perhiasan wanita Jawa. Jadi, Cublak-cublak suweng, artinya ada tempat harta
berharga, yaitu Suweng (Suwung, Sepi, Sejati) atau Harta Sejati.
2. Suwenge teng
gelenter,
Suwenge Teng Gelenter = suweng berserakan.
Harta Sejati itu berupa kebahagiaan sejati sebenarnya sudah ada berserakan di
sekitar manusia.
3. Mambu ketundhung gudel,
Mambu (baunya) Ketundhung (dituju) Gudel (anak Kerbau).
Maknanya, banyak orang berusaha mencari harta sejati itu. Bahkan
orang-orang bodoh (diibaratkan Gudel) mencari harta itu dengan penuh nafsu ego,
korupsi dan keserakahan, tujuannya untuk menemukan kebahagiaan sejati.
4. Pak empo lera-lere,
Pak empo (bapak ompong) Lera-lere (menengok kanan kiri).
Orang-orang bodoh itu mirip orang tua ompong yang kebingungan. Meskipun
hartanya melimpah, ternyata itu harta palsu, bukan Harta Sejati atau
kebahagiaan sejati. Mereka kebingungan karena dikuasai oleh hawa nafsu
keserakahannya sendiri.
5. Sopo ngguyu ndhelikake,
Sopo ngguyu (siapa tertawa) Ndhelikake (dia yg menyembunyikan).
menggambarkan bahwa barang siapa bijaksana, dialah yang menemukan Tempat Harta
Sejati atau kebahagian sejati. Dia adalah orang yang tersenyum-sumeleh dalam
menjalani setiap keadaan hidup, sekalipun berada di tengah-tengah kehidupan
orang-orang yang serakah.
6. Sir-sir pong dele kopong,
Sir (hati nurani) pong dele kopong (kedelai
kosong tanpa isi). Artinya di dalam hati nurani yang kosong.
Maknanya bahwa untuk sampai kepada Tempat Harta Sejati (Cublak Suweng) atau
kebahagiaan sejati, orang harus melepaskan diri dari kecintaan pada harta benda
duniawi, mengosongkan diri, rendah hati, tidak merendahkan sesama, serta
senantiasa memakai rasa dan mengasah tajam Sir-nya / hati nuraninya.
untuk mencari harta janganlah menuruti hawa nafsu tetapi
semuanya kembali ke hati nurani yang bersih. Tidak dipengaruhi hawa nafsu..
Dengan hati nurani akan lebih mudah menemukannya, tidak tersesat jalan hingga
lupa akan akhirat.”
selain ada
folklore yang digunakan sebagai perluasan agama, ada juga folklore yang
digunakan oleh rakyat untuk menceritakan sebuah cerita di balik kejadian yang
terjadi. Di jawa timur terdapat folklore(cerita rakyat) yang di percayai oleh
warga setempat akan terkjadinya peristiwah tersbut, Seperti letusan gunung
kelut, di balik letusan gunung tersebut rakyat memiliki sebuah cerita yang
menceritakan arti atau pengertian di balik peristiwah yang terjadi. Seperti
cerita rakyat jawa timur yang mencerikan “letusan gunung kelud arti dendam
pengjianatan cinta” berikut adalah singkat cerita yang dapat saya tampilkan.
Cerita rakyat:
Prabu
Brawijaya merupakan penguasa kerajaan majapahit, ia mempunyai seorang putri nan
cantik yaitu Dyah Ayu pusparani. Putri ini memang benar-benar ayu sesuai dengan
namanya. Banyak raja dan pangeran yang melamar untuk dijadikan permaisuri. Hal
itu membuat Prabu Brawijaya bingung memilih calon menantu. Raja mengadakan
sayembara, siapa yang bisa merentang busur sakti Kyai Garodayaksa dan sanggup
mengangkat gong kyai Sekardelima, dialah yang berhak menikah dengan putri
pusparani.
Sayambara telah dilakukan. Banyak raja, pengeran
serta rakyat menguji kemampuannya namun ternyata tak satu pun yang sanggup
merentang busur sakti kyai Garodayaksa apalagi mengangkat gong kyai Sekardelima
yang sangat besar itu.Menjelang akhir sayembara itu datang seorang pemuda berkepala
lembu yaitu Raden Lembu Sura atau Raden Wimba. Dia mengikuti sayembara itu dan
berhasil merentang busur kyai Garodayaksa serta mengangkat gong kyai
Sekardelima, dengan demikian berarti raden Lembu Sura yang berhak menikah
dengan Dewi Pusparani. Melihat kemenangan lembu sura, putri Pusparani langsung
meninggalkan sitihinggil. Ia sangat sedih karena harus menikah dengan pemuda
yang bekepala lembu. Diah Ayu Pusparani tidak mau menikah dengan manusia
berkepala binatang, betapapun saktinya seperti lembusura. Emban yang setia itu
mencari akal bagaimana agar putri itu batal menikah dengan Raden Lembu Sura.
Putri Pusparani disarankan mengajukan syarat kepada lembu sura. Syaratnya,
Raden Lembu Sura harus bisa membuat sumur di puncak gunung Kelud. Mendengar
saran embannya, Dyah Pusparani sangat gembira, dia segera menyertai ayahnya
untuk menemui lembu sura.Raden Wimba putra Adipati Blambangan itu segera
meninggalkan keraton Majapahit menuju puncak gunung Kelud. Dengan kesaktiannya,
konon dia mampu mengerahkan makhluk halus untuk membantunya menggali sumur di
puncak gunung Kelud. ternyata benar, tak lama kemudian Lembu Sura telah
menggali cukup dalam. Melihat hal itu, Pusparani ketakutan karena jika Lembu
Sura berhasil melakukan tantangan itu dia harus menjadi istri Lembu Sura. Prabu
Brawijaya juga kebingungan, dia bisa memahami perasaan putrinya. Dewi Pusparani
menangis di hadapan ayahnya, dia memohon ayahandanya bisa menolongnya. Para
prajurit menimbun sumur dengan batu-batuan dan untuk meratakan tanah seperti
semula menggunakan tanah galian, Lembu Sura dikubur hidup-hidup. Namun Lembu
Sura masih bisa menyampiakan ancaman.Semua ketakukan mendengar ancaman Lembu
Sura, begitu pula dengan putri Dyah Ayu Ppusparani. Prabu Brawijaya yang
kemudian memerintahkan membuat tanggul guna pengamanan apabila ancaman Lembu
Sura terjadi dan ketika gunung Kelud meletus dianggap sebagai anacaman Lembu
Sura.
Folklore(alat
music) di jawa timur juga terdapat ciri khas dari sejak jaman dulu, bahkan
berkolaborasi dengat alat music luar negeri seperti biola dll, yang di sebut
dengan gamelan.Gamelan Banyuwangi khususnya yang dipakai dalam tari Gandrung
memiliki kekhasan dengan adanya kedua biola, yang salah satunya dijadikan
sebagai pantus atau pemimpin lagu. Menurut sejarahnya, pada sekitar abad ke-19,
seorang Eropamenyaksikan pertunjukan Seblang (atau
Gandrung) yang diiringi dengan suling. Kemudian orang tersebut mencoba
menyelaraskannya dengan biola yang dia bawa waktu itu, pada saat dia mainkan
lagu-lagu Seblang tadi dengan biola, orang-orang sekitar terpesona dengan irama
menyayat yang dihasilkan biola tersebut. Sejak itu, biola mulai menggeser suling
karena dapat menghasilkan nada-nada tinggi yang tidak mungkin dikeluarkan oleh
suling. Selain itu, gamelan ini juga menggunakan “kluncing” (triangle),
yakni alat musik berbentuk segitiga yang dibuat dari kawat besi tebal, dan
dibunyikan dengan alat pemukul dari bahan yang sama. Kemudian terdapat
“kendhang” yang jumlahnya bisa satu atau dua. Kendhang yang dipakai di
Banyuwangi hampir serupa dengan kendhang yang dipakai dalam gamelan Sunda
maupun Bali. Fungsinya adalah menjadi komando dalam musik, dan sekaligus
memberi efek musical di semua sisi. Alat berikutnya adalah “kethuk”. Terbuat
dari besi, berjumlah dua buah dan dibuat berbeda ukuran sesuai dengan
larasannya. “Kethuk estri” (feminine) adalah yang besar, atau dalam
gamelan Jawa disebut Slendro. Sedangkan “kethuk jaler” (maskulin)
dilaras lebih tinggi satu kempyung (kwint). Fungsi kethuk disini bukan sekedar
sebagai instrumen ‘penguat atau penjaga irama’ seperti halnya pada gamelan
Jawa, namun tergabung dengan kluncing untuk mengikuti pola tabuhan kendang.
Sedangkan “kempul” atau gong, dalam gamelan Banyuwangi (khususnya Gandrung)
hanya terdiri dari satu instrumen gong besi. Kadang juga diselingi dengan
“saron bali” dan “angklung”.
Alat Musik Khas
Jawa Timur
·
Bonang
Bonang adalah salah
satu bagian dari seperangkat Gamelan Jawa, Bonang terbagi menjadi dua yaitu
Bonang barung dan Bonang penerus. Bonang barung berukuran sedang, beroktaf
tengah sampai tinggi adalah salah satu dari instrumen-instrumen pemuka dalam
Ansambel. Khususnya dalam teknik tabuhan pipilan, pola-pola nada yang selalu
mengantisipasi nada-nada yang akan datang dapat menuntun lagu
instrumen-instrumen lainnya. Pada jenis gendhing bonang, bonang barung
memainkan pembuka gendhing (menentukan gendhing yang akan dimainkan) dan
menuntun alur lagu gendhing. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, bonang barung
tidak berfungsi sebagai lagu penuntun; ia membentuk pola-pola lagu
jalin-menjalin dengan bonang panerus, dan pada aksen aksen penting bonang boleh
membuat sekaran (lagu-lagu hiasan), biasanya di akhiran kalimat lagu.
·
Terompet Reog
Terompet Reog
merupakan alat musik tradisional yang berasal dari Ponorogo Jawa Timur. Alat
musik ini biasanya digunakan sebagai pengiring saat pertunjukan Reog Ponorogo.
Alat musik ini termasuk dalam jenis alat musik tiup (aerofon). Alat ini juga
sering di jadikan panjangan. Terompet Reog berfungsi sebagai pemanggil arwah
Reog.
·
Saronen
Saronen adalah musik Rakyat yang tumbuh berkembang di masyarakat
Madura. Harmonisasi yang dinamis, rancak, dan bertema keriangan dari bunyi yang
dihasilkannya memang dipadukan dg karakteristik dan identitas masyarakat Madura
yang tegas, polos, dan sangat terbuka mengilhami penciptanya . Saronen berasal
dari bahasa Madura “sennenan ” ( Hari Senin ). Ciri khas musik
Saronen ini terdiri dari sembilan instrumen yang sangat khas, karena
disesuaikan dengan nilai filosofis Islam yang merupakan kepanjangan tangan dari
kalimat pembuka Alqur’anul Karim yaitu ”BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM” yang kalau
dilafalkan terdiri dari sembilan keccab. Kesembilan instrumen musik Saronen ini
terdiri dari : 1 saronen, 1 gong besar, 1 kempul, 1 satu kenong besar, 1
kenong tengahan, 1 kenong kecil, 1 korca, 1 gendang besar, 1 gendang dik-gudik
( gendang kecil ). Yang menarik dan menjadi jiwa dari musik ini satu alat
tiup berbentuk kerucut, terbuat dari kayu jati dengan enam lobang berderet di
depan dan satu lubang di belakang. Sebuah gelang kecil dari kuningan mengaitkan
bagian bawah dengan bagian atas ujungnya terbuat dari daun siwalan. Pada
pangkal atas musik itu ditambah sebuah sayap dari tempurung menyerupai kumis,
menambah kejantanan dan kegagahan peniupnya. Alat tiup yg mengerucut ini
berasal dari Timur Tengah yang dimodifikasi bunyinya. Pada perhelatan
selanjutnya musik saronen ini dipakai untuk mengiringi lomba kerapan sapi,
kontes sapi sono’, upacara ritual, resepsi pernikahan, kuda serek ( kencak )
dll.
Selain itu di jawa timur juga terdapat pepatah yang memunyai
arti yang mendalam, biasanya pepatah ini di keluarkan oleh orang-orang jawa
pada jaman dahulu. Pepatah ini juga termasuk kedalam folklore. Saya akan
memnampilkan beberapa peptah jawa yang sering kita dengar dalam sehari hari
beserta artinya.
1. Ana dina, ana upa.
ada hari ada rezeki
2. Ora obah, ora mamah.
Siapa yang tidak bergerak (berusaha), tidak makan.
3. Witing tresna jalaran saka kulina.
Cinta bermula dari kebiasaan.
4. Ngono ya ngono, ning aja ngono.
Begitu ya begitu, tapi jangan terlalu begitu ( jangan berlebihan).
5. Durung menang yen durung wani kalah, durung unggul yen durung wani asor, durung gedhe yen durung wani cilik.
Belum menang kalau belum berani kalah, belum unggul kalau belum berani rendah, belum besar kalau belum berani kecil.
6. Sing salah bakal seleh.
Siapa yang salah akhirnya akan menyerah.
7. Ngelmu iku kelakone kanthi laku.
Ilmu itu bisa terwujud dengan cara dilakukan (belajar).
8. Memayu hayunin bawana.
Menambah indahnya dunia yang memang sudah diciptakan sedemikian indahnya.
9. Aja adigang, adigung, adiguna.
Jangan mengandalkan kekuasaan, keluhuran, dan kepandaiannya.
10. Wani ngalah luhur wekasane.
Orang yang mau mengalah akan mulia di kemudian hari.
11. Angon mongso.
Menunggu waktu yang tepat untuk bertindak.
12. Becik ketitik ala ketara.
Baik dan buruk pasti akan ketahuan di kemudian hari.
13. Mburu uceng kelangan dhelek.
Mencari sesuatu yang kecil malah kehilangan sesuatu yang lebih berharga.
14. Cincing-cincing meksa klebus.
Bermaksud irit tapi justru boros.
15. Gliyak-gliyak tumindak, sareh pakoleh.
Meskipun bertindak pelan-pelan tetapi bisa terlaksana keinginannya.
16. Kakehan gludhug kurang udan.
Terlalu banyak bicara tetapi tidak ada kenyataannya.
17. Mulat salira, hangrasa wani.
Sebelum bertindak harus tahu diri, dipikir dengan jernih, tidak sembrono, supaya tidak mengecewakan orang lain. Jika merasa mampu maka bertindak, namun jika tidak mampu harus berani mengatakan tidak.
18. Milih-milih tebu oleh boleng.
Terlalu banyak pertimbangan akhirnya justru mendapat hal yang tidak baik.
19. Ngundhuh wohing pakarti.
Setiap orang akan mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya.
20. Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.
Jika hidup saling rukun maka akan sejahtera, jika hidup saling berselisih maka akan membuat rusak.
21. Sepi ing pamrih, rame ing gawe.
Melakukan suatu pekerjaan dengan giat tanpa pamrih.
22. Sluman slumun slamet.
Meskipun kurang hati-hati namun masih diberi keselamatan.
23. Tega larane ora tega patine.
Meskipun hati tega melihat orang lain sengsara tetapi masih mau memberi pertolongan.
24. Yitna yuwana lena kena.
Barang siapa berhati-hati akan selamat, sedangkan yang ceroboh akan mendapat petaka.
25. Ajining diri dumunung ana ing lathi.
Kehormatan seseorang terletak pada tutur katanya.
26. Ajining raga ana ing busana.
Kehormatan seseorang secara fisik dilihat dari busana yang dikenakan.
27. Alon-alon waton kelakon.
Biar lambat tidak apa-apa asalkan tercapai tujuannya.
28. Yen wani aja wedi-wedi, yen wedi aja wani-wani.
Kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan sok berani.
29. Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi daya kekuatan.
30. Sapa sira sapa ingsun.
Orang harus bisa menempatkaan diri, jangan sembarangan menyuruh atau memerintah orang lain.
31. Utang lara nyaur lara, utang pati nyaur pati.
Segala perbuatan yang dilakukan terhadap orang lain akan dibalas setimpal perbuatannya.
32. Basa iku busananing bangsa.
Budi pekerti seseorang bisa terlihat dari tutur kata yang diucapkannya.
33. Aja dumeh.
Siapa pun tidak boleh mengandalkan jabatan, kedudukan, atau kepandaiannya untuk menekan orang lain karena manusia sama di hadapan Sang Khalik.
34. Cedhak kebo gupak.
Berteman dan bergaul dengan orang jahat pasti nantinya akan ikut-ikutan / terbawa-bawa.
35. Aja goleh wah, mengko dadi owah.
Jangan melakukan suatu pekerjaan dengan didasari dengan niat mencari perhatian orang atau mendapatkan pujian melainkan lakukanlah dengan niat baik dan ketulusan.
36. Balilu tau pinter durung nglakoni.
Orang bodoh tetapi sering mempraktekan suatu pekerjaan akan lebih dihargai daripada orang pintar tetapi belum pernah mempraktekan pekerjaan tersebut.
37. Sabar sareh mesthi bakal pakoleh.
Berbuat sesuatu janganlah terburu-buru agar mendapat hasil yang diinginkan.
38. Durung pecus keselak besus.
Belum memiliki bekal yang cukup, tetapi memiliki keinginan yang bermacam-macam.
39. Kendel ngringkel, dhadag ora godhag.
Mengaku berani dan pandai tetapi sesungguhnya penakut dan bodoh.
40. Kalah cacak menang cacak.
Setiap pekerjaan sebaiknya dicoba terlebih dahulu untuk mengetahui dapat atau tidaknya pekerjaan tersebut diselesaikan.
41. Garang garing.
Orang yang sok kaya tetapi sesungguhnya berkekurangan.
42. Kemrisik tanpa kanginan.
Mengatakan kebersihan hatinya sendiri karena khawatir dirinya diduga orang melakukan hal yang tidak baik.
43. Sak beja bejane wong lali, isih beja wong kang eling lan waspada.
Seberuntung-beruntungnya orang yang lupa, masih lebih beruntung orang yang selalu ingat dan waspada.
44. Bapa kesolah anak molah.
Jika orangtua sedang mengalami kesulitan, anak juga ikut merasakan akibatnya.
ada hari ada rezeki
2. Ora obah, ora mamah.
Siapa yang tidak bergerak (berusaha), tidak makan.
3. Witing tresna jalaran saka kulina.
Cinta bermula dari kebiasaan.
4. Ngono ya ngono, ning aja ngono.
Begitu ya begitu, tapi jangan terlalu begitu ( jangan berlebihan).
5. Durung menang yen durung wani kalah, durung unggul yen durung wani asor, durung gedhe yen durung wani cilik.
Belum menang kalau belum berani kalah, belum unggul kalau belum berani rendah, belum besar kalau belum berani kecil.
6. Sing salah bakal seleh.
Siapa yang salah akhirnya akan menyerah.
7. Ngelmu iku kelakone kanthi laku.
Ilmu itu bisa terwujud dengan cara dilakukan (belajar).
8. Memayu hayunin bawana.
Menambah indahnya dunia yang memang sudah diciptakan sedemikian indahnya.
9. Aja adigang, adigung, adiguna.
Jangan mengandalkan kekuasaan, keluhuran, dan kepandaiannya.
10. Wani ngalah luhur wekasane.
Orang yang mau mengalah akan mulia di kemudian hari.
11. Angon mongso.
Menunggu waktu yang tepat untuk bertindak.
12. Becik ketitik ala ketara.
Baik dan buruk pasti akan ketahuan di kemudian hari.
13. Mburu uceng kelangan dhelek.
Mencari sesuatu yang kecil malah kehilangan sesuatu yang lebih berharga.
14. Cincing-cincing meksa klebus.
Bermaksud irit tapi justru boros.
15. Gliyak-gliyak tumindak, sareh pakoleh.
Meskipun bertindak pelan-pelan tetapi bisa terlaksana keinginannya.
16. Kakehan gludhug kurang udan.
Terlalu banyak bicara tetapi tidak ada kenyataannya.
17. Mulat salira, hangrasa wani.
Sebelum bertindak harus tahu diri, dipikir dengan jernih, tidak sembrono, supaya tidak mengecewakan orang lain. Jika merasa mampu maka bertindak, namun jika tidak mampu harus berani mengatakan tidak.
18. Milih-milih tebu oleh boleng.
Terlalu banyak pertimbangan akhirnya justru mendapat hal yang tidak baik.
19. Ngundhuh wohing pakarti.
Setiap orang akan mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya.
20. Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.
Jika hidup saling rukun maka akan sejahtera, jika hidup saling berselisih maka akan membuat rusak.
21. Sepi ing pamrih, rame ing gawe.
Melakukan suatu pekerjaan dengan giat tanpa pamrih.
22. Sluman slumun slamet.
Meskipun kurang hati-hati namun masih diberi keselamatan.
23. Tega larane ora tega patine.
Meskipun hati tega melihat orang lain sengsara tetapi masih mau memberi pertolongan.
24. Yitna yuwana lena kena.
Barang siapa berhati-hati akan selamat, sedangkan yang ceroboh akan mendapat petaka.
25. Ajining diri dumunung ana ing lathi.
Kehormatan seseorang terletak pada tutur katanya.
26. Ajining raga ana ing busana.
Kehormatan seseorang secara fisik dilihat dari busana yang dikenakan.
27. Alon-alon waton kelakon.
Biar lambat tidak apa-apa asalkan tercapai tujuannya.
28. Yen wani aja wedi-wedi, yen wedi aja wani-wani.
Kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan sok berani.
29. Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi daya kekuatan.
30. Sapa sira sapa ingsun.
Orang harus bisa menempatkaan diri, jangan sembarangan menyuruh atau memerintah orang lain.
31. Utang lara nyaur lara, utang pati nyaur pati.
Segala perbuatan yang dilakukan terhadap orang lain akan dibalas setimpal perbuatannya.
32. Basa iku busananing bangsa.
Budi pekerti seseorang bisa terlihat dari tutur kata yang diucapkannya.
33. Aja dumeh.
Siapa pun tidak boleh mengandalkan jabatan, kedudukan, atau kepandaiannya untuk menekan orang lain karena manusia sama di hadapan Sang Khalik.
34. Cedhak kebo gupak.
Berteman dan bergaul dengan orang jahat pasti nantinya akan ikut-ikutan / terbawa-bawa.
35. Aja goleh wah, mengko dadi owah.
Jangan melakukan suatu pekerjaan dengan didasari dengan niat mencari perhatian orang atau mendapatkan pujian melainkan lakukanlah dengan niat baik dan ketulusan.
36. Balilu tau pinter durung nglakoni.
Orang bodoh tetapi sering mempraktekan suatu pekerjaan akan lebih dihargai daripada orang pintar tetapi belum pernah mempraktekan pekerjaan tersebut.
37. Sabar sareh mesthi bakal pakoleh.
Berbuat sesuatu janganlah terburu-buru agar mendapat hasil yang diinginkan.
38. Durung pecus keselak besus.
Belum memiliki bekal yang cukup, tetapi memiliki keinginan yang bermacam-macam.
39. Kendel ngringkel, dhadag ora godhag.
Mengaku berani dan pandai tetapi sesungguhnya penakut dan bodoh.
40. Kalah cacak menang cacak.
Setiap pekerjaan sebaiknya dicoba terlebih dahulu untuk mengetahui dapat atau tidaknya pekerjaan tersebut diselesaikan.
41. Garang garing.
Orang yang sok kaya tetapi sesungguhnya berkekurangan.
42. Kemrisik tanpa kanginan.
Mengatakan kebersihan hatinya sendiri karena khawatir dirinya diduga orang melakukan hal yang tidak baik.
43. Sak beja bejane wong lali, isih beja wong kang eling lan waspada.
Seberuntung-beruntungnya orang yang lupa, masih lebih beruntung orang yang selalu ingat dan waspada.
44. Bapa kesolah anak molah.
Jika orangtua sedang mengalami kesulitan, anak juga ikut merasakan akibatnya.
Jawa Timur juga memiliki mitos/ takhayul yang baru ini
terjadi di jawa timur, tepatnya di derah ngajuk. Musibah tebing longsor di
obyek wisata Air Terjun Sedudo, Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten
Nganjuk pada Selasa kemarin, 21 Juli 2015, bak mengingatkan orang pada beberapa
mitos yang masih diyakini hingga sekarang. Karena mitos itulah secara turun-temurun
warga Ngliman selalu mengingatkan pengunjung agar tak berbuat yang aneh-aneh.Mitos
Air Terjun Sedudo ada yang bermakna positif dan juga sebaliknya. Salah satu
mitos positif adalah khasiat air terjun yang konon bisa membuat wajah awet
muda dan menyembuhkan beragam penyakit. Khasiat ini bahkan ditulis di papan
informasi ruas jalan setapak menuju air terjun.Mitos awet muda
inilah yang menarik minat pengunjung untuk mandi atau sekedar mencelupkan
kakinya di kolam air terjun setinggi 105 meter itu. Para pengunjung yang
sebagian besar anak muda biasanya betah berendam hingga berjam-jam di
kolam tersebut. “Airnya memang segar dan membawa aura kesehatan,” kata Ristika,
42 tahun, w yang mengenal tempat itu sejak kecil, Rabu, 22 Juli 2015Menurut
dia, sejumlah orang bahkan percaya khasiat air kolam dapat melempangkan
karir politik. Karena itu tak heran bila banyak calon anggota wakil
rakyat yang melakukan ritual tertentu di Sedudo menjelang pemilihan umum.
"Mereka berharap dengan mandi di bawah air terjun Sedudo bisa memuluskan
langkah menjadi anggota Dewan," katanya.Namun Air Terjun Sedudo
juga dipercaya bisa mencelakakan pengunjung yang sengaja melanggar pantangan.
Pantangan tersebut antara lain dilarang berbuat asusila di lokasi air terjun,
tidak membawa pulang benda-benda temuan, tidak membawa pulang shampoo dan sabun
yang dibawa dari rumah, dan dilarang berkomentar bila melihat hal tak wajar di
tempat itu.Menurut Ristika pengunjung yang tak mematuhi pantangan itu
umumnya tak berumur panjang. “Itu yang saya dengar dari para orang tua secara
turun-temurun,” kata dia. Celaka yang dialami pengunjung pelanggar pantangan,
kata Ristika, bisa seketika di air terjun atau saat dalam perjalanan pulang.
"Namun bisa juga balak (musibah) itu datang beberapa hari setelah
kunjungan."Dinas Pariwisata Kabupaten Nganjuk menggelar
ritual setiap 1 Suro di air terjun. Bertema “Mandi Sedudo” ritual tahunan
ini justru menjadi ikon pariwisata karena menyedot pengunjung. Masyarakat
mempercayai mandi di bulan Suro dalam air terjun Sedudo membawa banyak manfaat
bagi tubuh.
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi indonesia banyak sekali terdapt
kebudayaan dan keunikan di setiap daerahnya. Hal tersebut adalah kekayaan yang
dimiliki oleh indonesia. Hal tersebut harus di jaga kelestariannya agar terus
dikenal oleh generasi selanjutnya. Hal ini juga dapat dimanfaatkan sebagai sektor
pariwisata sebagai lahan kuntungan, agar terjadi kenaukan perekonomian
indonesia dan kemajuan negara kita.
SARAN
Jangan hanya menyalahkan pemerintah
dalam penanganan dan perawatan asset negara, tapi para masyarakatnya pun juga
harus membantu peran pemerintah dalam menjaga dan merawat asset negara tersebut
agar tetap terjaga dan lestari.
Daftar pustaka
Endra Purnawan
Usaha jasa pariwisata
Kelas B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar