CERITA PROSA RAKYAT DARI LEGENDA PESUT MAHAKAM
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, segala
puji bagi Allah SWT dzat yang maha mulia dan pemurah. Begitu banyak nikmat dan
rohmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya, semoga kita senantiasa dijadikan
sebagai hamba-Nya yang patuh terhadap perintah-perintah-Nya dan selalu berusaha
untuk menjauhi semua larangan-Nya yang tiada terhingga besarnya, sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas folklor dengan judul ” PROSA RAKYAT
DARI LEGENDA PESUT MAHAKAM”. mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga penyusunan tulisan ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Meskipun saya berharap isi dari tugas
folklor ini tidak memiliki kekurangan dan kesalahan, namun saya menyadari bahwa hal tersebut sangat sulit
direalisasikan. Dengan berbesar harti saya mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun sehingga tugas folklor ini
dapat lebih baik lagi.
Akhir kata, saya berharap agar tugas
ini dapat memberikan manfaat dan hal-hal positif lainnya untuk semua pembaca.
Jakarta, 7 Januari 2016
PEMBAHASAN
Pengertian Folklore
Kata folklor adalah
pengindonesiaan kata Inggris folklore.
Kata folklore adalah kata majemuk, yang berasal dari
dua kata dasar folk dan lore. Folk sama artinya dengan kata kolektif (collectivity).
Menurut Alan Dundes, folk adalah sekelompok yang memiliki
cirri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan
dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu dapat berwujud:
1. Penanda fisik (warna kulit, bentuk
rambut, dan sebagainya)
2. Penanda sosial (mata pencarian, taraf
pendidikan, kegiatan)
3. Penanda budaya (bahasa, budaya,
kegiatan, agama, dan lain-lain.)
Lore adalah
tradisi folk, yaitu
sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau
melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat mnemonic device.
Definisi folklor secara
keseluruhan: folklor adalah
sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun,
di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda,
baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau
alat pembantu pengingat (mnemonic device).
Agar dapat membedakan
folklor dari kebudayaan lainnya, harus terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri
pengenal utama folklor pada umumnya, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Penyebaran
dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui
tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai
dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
- Folklor
bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau
dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu
yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).
- Folklore
ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.
Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut, biasanya bukan
melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau
proses interpolasi (penambahan atau pengisian unsur-unsur baru pada bahan
folklor), folklor dengan mudah mengalami perubahan. Walaupun demikian
perbedaannya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk
dasarnya dapat tetap bertahan.
- Folklor
bersifat anonim,
yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui oleh orang lain.
- Folklor
biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat misalnya,
selalu mempergunakan kata-kata klise seperti “bulan empat belas hari”
untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis, dan lain-lain.
- Folklor
mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat
misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes
sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
- Folklor
bersifat pralogis,
yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika umum. Ciri
pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
- Folklor
menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini
diakibatkan karena penciptanya sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap
anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
- Folklor
pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya
kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa
banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur
manifestasinya.
Bentuk-bentuk
folklore
1) Folklore lisan adalah folklore yang bentuknya
murni secara lisan, yang
terdiri dari:
a) Puisi rakyat, misalnya pantun. Contoh: wajik klethik gula Jawa
(isih cilik sing prasaja)
b) Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki. Contoh: Binatang apa yang
perut, kaki, dan ekornya semua di kepala? jawabnya: kutu kepala.
c) Bahasa rakyat, seperti logat (Jawa, Banyumasan, Sunda, Bugis dan
sebagainya), julukan (si pesek, si botak, si gendut), dan gelar kebangsawanan
(raden masa, teuku, dan sebagainya) dan sebagainya.
d) Ungkapan tradisional, seperti peribahasa/pepatah. Contoh: seperti
telur di ujung tanduk (keadaan yang gawat), koyo monyet keno
tulup (seperti kera kena sumpit) yakni untuk menggambarkan orang
yang bingung.
e) Cerita prosa rakyat, misalnya mite, legenda, dan dongeng.
terdiri dari:
a) Puisi rakyat, misalnya pantun. Contoh: wajik klethik gula Jawa
(isih cilik sing prasaja)
b) Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki. Contoh: Binatang apa yang
perut, kaki, dan ekornya semua di kepala? jawabnya: kutu kepala.
c) Bahasa rakyat, seperti logat (Jawa, Banyumasan, Sunda, Bugis dan
sebagainya), julukan (si pesek, si botak, si gendut), dan gelar kebangsawanan
(raden masa, teuku, dan sebagainya) dan sebagainya.
d) Ungkapan tradisional, seperti peribahasa/pepatah. Contoh: seperti
telur di ujung tanduk (keadaan yang gawat), koyo monyet keno
tulup (seperti kera kena sumpit) yakni untuk menggambarkan orang
yang bingung.
e) Cerita prosa rakyat, misalnya mite, legenda, dan dongeng.
2)
Folklore sebagian lisan
Adalah folklore yang bentuknya merupakan campuran
unsur lisan dan
unsur bukan lisan, seperti: kepercayaan rakyat/takhayul, permainan
rakyat, tarian rakyat, adat istiadat, pesta rakyat dan sebagainya.
unsur bukan lisan, seperti: kepercayaan rakyat/takhayul, permainan
rakyat, tarian rakyat, adat istiadat, pesta rakyat dan sebagainya.
3) Folklore bukan lisan (non verbal folklore)
Adalah folklore yang bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya
diajarkan secara lisan. Contoh: arsitektur rakyat (bentuk rumah
Joglo, Limasan, Minangkabau, Toraja, dsb); kerajinan tangan, pakaian
dan perhiasan dan sebagainya; di mana masing-masing daerah berbeda
sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
Adalah folklore yang bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya
diajarkan secara lisan. Contoh: arsitektur rakyat (bentuk rumah
Joglo, Limasan, Minangkabau, Toraja, dsb); kerajinan tangan, pakaian
dan perhiasan dan sebagainya; di mana masing-masing daerah berbeda
sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
Legenda (bahasa Latin: legere) adalah
cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang mempunyai cerita sebagai sesuatu
yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dianggap sebagai
"sejarah" kolektif (folk history). Menurut Pudential, legenda
adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar-benar terjadi, tetapi
tidak dianggap suci atau sakral yang juga membedakannya dengan mite. Dalam KBBI 2005 legenda adalah cerita rakyat pada
zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah.
Legenda adalah cerita prosa rakyat
yang mirip dengan mite, yaitu dianggap
benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan mite, legenda
ditokohi oleh manusia, ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali
juga dihubungkan dengan makhluk ajaib. Peristiwanya bersifat sekuler (keduniawian),
dan sering dipandang sebagai sejarah kolektif.
Jan Harold Brunvand menggolongkan legenda menjadi empat kelompok, yaitu legenda keagamaan (religious legends) legenda alam gaib (supernatural legends), legenda perseorangan (personal legends), dan legenda setempat (local legends).
benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan mite, legenda
ditokohi oleh manusia, ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali
juga dihubungkan dengan makhluk ajaib. Peristiwanya bersifat sekuler (keduniawian),
dan sering dipandang sebagai sejarah kolektif.
Jan Harold Brunvand menggolongkan legenda menjadi empat kelompok, yaitu legenda keagamaan (religious legends) legenda alam gaib (supernatural legends), legenda perseorangan (personal legends), dan legenda setempat (local legends).
a. Legenda Keagamaan
Legenda keagamaan adalah legenda orang-orang yang dianggap suci atau
saleh. Karya semacam itu termasuk folklor karena versi asalnya masih tetap
hidup di kalangan masyarakat sebagai tradisi lisan. Di Jawa hagiografi
menceritakan riwayat hidup para wali penyebar Islam pada masa yang paling awal.
Salah satu contohnya adalah legenda Wali Sembilan (Wali Songo) mereka adalah
Mau- lana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat,
Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.
b. Legenda Alam Gaib
Legenda semacam ini biasanya berbentuk kisah yang dianggap
benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi legenda semacam ini
adalah untuk meneguhkan kebenaran ”takhayul” atau kepercayaan rakyat. Contoh
legenda ini yaitu kepercayan terhadap adanya hantu, gendruwo, sundel bolong
serta nyi blorong.
c. Legenda Perseorangan
Legenda perseorangan merupakan cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu
yang dianggap benar-benar terjadi. Di Indonesia legenda semacam ini banyak
sekali. Di Jawa Timur yang paling terkenal prosa rakyat itu sudah diubah
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan rumus cerita tokoh-tokoh rakyat
tradisional. Suatu jenis legenda perseorangan mengenai perampok seperti Robin
Hood, yang merampok penguasa korup atau orang kaya untuk didermakan kepada
rakyat miskin. Legenda semacam ini di Jakarta pada ”tempo doeloe” adalah kisah
petualangan ”Si Pitung”.
d. Legenda Setempat
Legenda setempat adalah cerita yang berhubungan dengan suatu tempat,
nama tempat dan bentuk topografi, yaitu bentuk permukaan suatu tempat,
berbukit-bukit, berjurang dan sebagainya. Legenda setempat yang berhubungan
dengan nama suatu tempat misalnya, legenda Kuningan. Kuningan adalah nama suatu
kota kecil yang terletak di lereng Gunung Ceremai, di sebelah selatan kota
Cirebon, Jawa Barat. Contoh lain mengenai legenda setempat yang berhubungan
erat dengan nama tempat adalah legenda “Anak-anak Dalem Solo yang Mengembara
Mencari Sumber Bau Harum”. Legenda ini berasal dari Trunyan, Bali. Legenda ini
dapat dimasukkan ke dalam golongan legenda setempat karena menceritakan asal
mula nama beberapa desa di sekitar Danau Batur, seperti Kedisan, Abang Dukuh,
dan Trunyan. Selain itu contoh-contoh lain legenda setempat ini misalnya ”Asal
Mula Nama Banyuwangi”, serta legenda ”Roro Jongrang”, ”Tangkuban Perahu”, ”Asal
Mula nama Tengger dan Terjadinya Gunung Batok” serta “asal mula nama kota
Bogor”.
Di antara kumpulan
Cerita Rakyat Nusantara, Legenda Pesut Mahakam dari Kalimantan Timur
(Kaltim) termasuk salah satu yang cukup
dikenal. Menurut cerita, pesut adalah penjelmaan dua anak kecil kakak beradik
yang ditelantarkan sang ayahnya hingga berubah menjadi ikan pesut, yang dikenal
luas sebagai pesut mahakam. Masyarakat Kutai menyebutnya ‘jelmaan’ tersebut
dengan pesut atau pasut, sedangkan masyarakat di pedalaman Mahakam menyebutnya
dengan bawoi.
Banyak orang Indonesia yang bahkan belum pernah mendengar, apalagi melihat pesut mahakam (Orcaella brevirostris). Tidak mengherankan, karena kini
populasi pesut Mahakam di habitatnya di Sungai Mahakam diperkirakan tak lebih
dari 70 ekor saja dan makin hari makin sulit ditemui. Sebuah angka yang sangat
kecil dan mengkhawatirkan, mengingat konon dulunya mamalia air unik ini mudah
ditemukan di muara-muara sungai. Bisa jadi, inilah mamalia air paling
langka dan paling terancam di negeri ini.
Pesut mahakam, yang
juga kadang disebut lumba-lumba air tawar, hanya bisa ditemukan di Sungai
Mahakam, Kaltim dan inilah sebabnya pesut mahakam ditetapkan sebagai fauna
identitas provinsi Kaltim. Berbeda dengan lumba-lumba dan paus, pesut hidup di
air tawar yang terdapat di sungai-sungai dan danau yang terdapat di daerah
tropis dan subtropis.
Ukuran tubuh pesut
mahakam dewasa bisa mencapai panjang hingga 2,3 meter dengan berat mencapai 130
kg. Tubuh pesut berwarna abu-abu atau kelabu sampai biru tua dengan bagian
bawah berwarna lebih pucat. Pesut bernafas dengan mengambil udara di permukaan
air. Mamalia ini dapat juga menyemburkan air dari mulutnya. Pesut bergerak
dalam kawanan kecil. Meski pandangannya tidak begitu tajam dan hidup dalam air
yang mengandung lumpur, namun mempunyai kemampuan mendeteksi dan menghindari
rintangan-rintangan dengan menggunakan gelombang ultrasonik.
ekor pesut
atau lumba-lumba air payau (Orcaella brevirostris) di perairan Kubu Raya dan
Kayong Utara, Kalimantan Barat. Foto : WWF
Legenda Ikan Pesut
yang ada di Mahakam dihubungkan oleh masyarakat Kalimantan Timur dengan kisah
yang akan diceritakan kali ini. Ini dia kisahnya.
Pada jaman dahulu kala di
rantau (sungai) Mahakam, terdapat sebuah dusun yang didiami oleh beberapa
keluarga. Mata pencaharian mereka kebanyakan adalah sebagai petani
maupun nelayan. Setiap tahun setelah musim panen, penduduk dusun tersebut
biasanya mengadakan pesta adat yang diisi dengan beraneka macam pertunjukan
ketangkasan dan kesenian.
Ditengah masyarakat yang tinggal di dusun
tersebut, terdapat suatu keluarga yang hidup rukun dan damai dalam sebuah
pondok yang sederhana. Mereka terdiri dari sepasang suami istri dan
dua orang putra dan putri. Kebutuhan hidup mereka tidak terlalu
sukar untuk dipenuhi karena mereka memiliki kebun yang ditanami berbagai jenis
buah-buahan dan sayur-sayuran. Begitu pula segala macam kesulitan
dapat diatasi dengan cara yang bijaksana, sehingga mereka hidup dengan bahagia
selama bertahun-tahun.
Pada suatu ketika, sang ibu terserang
suatu penyakit. Walau telah diobati oleh beberapa orang tabib, namun
sakit sang ibu tak kunjung sembuh pula hingga akhirnya ia meninggal
dunia. Sepeninggal sang ibu, kehidupan keluarga ini mulai tak
terurus lagi. Mereka larut dalam kesedihan yang mendalam karena
kehilangan orang yang sangat dicintai. Sang ayah menjadi pendiam dan
pemurung, sementara kedua anaknya selalu diliputi rasa bingung, tak tahu apa
yang mesti mereka lakukan. Keadaan rumah dan kebun mereka kini sudah
tak terawat lagi. Beberapa sesepuh desa telah mencoba menasehati
sang ayah agar tidak larut dalam kesedihan, namun nasehat-nasehat mereka tak
dapat memberikan perubahan padanya dan keadaan ini berlangsung cukup lama.
Suatu Hari di dusun tersebut kembali
diadakan pesta panen. Berbagai pertunjukan dan hiburan kembali
digelar. Dalam suatu pertunjukan ketangkasan, terdapatlah
seorang gadis yang cantik dan mempesona sehingga selalu mendapat sambutan
pemuda-pemuda dusun tersebut bila beraksi. Mendengar berita yang
demikian itu, tergugah juga hati sang ayah untuk turut menyaksikan bagaimana
kehebatan pertunjukan yang begitu dipuji-puji penduduk dusun hingga banyak
pemuda tergila-gila dibuatnya.
Malam itu adalah malam ketujuh dari acara
keramaian yang dilangsungkan. Perlahan-lahan sang ayah berjalan
mendekati pertunjukan dimana gadis itu akan bermain. Sengaja ia
berdiri di depan agar dapat dengan jelas menyaksikan permainan serta wajah sang
gadis. Akhirnya pertunjukan pun dimulai. Berbeda dengan
penonton lainnya, sang ayah tidak banyak tertawa geli atau memuji-muji
penampilan sang gadis. Walau demikian sekali-sekali ada juga sang
ayah tersenyum kecil. Sang gadis melemparkan senyum manisnya kepada
para penonton yang memujinya maupun yang menggodanya. Suatu saat,
akhirnya bertemu jua pandangan antara si gadis dengan sang ayah dari dua anak
tersebut.
Demikianlah keadaannya, atas persetujuan
kedua belah pihak dan restu dari para sesepuh maka dilangsungkanlah pernikahan
antara mereka setelah pesta adat di dusun tersebut usai. Dan
berakhir pula lah kemuraman keluarga tersebut, kini mulailah mereka menyusun
hidup baru. Mereka mulai mengerjakan kegiatan-kegiatan yang
dahulunya tidak mereka usahakan lagi. Sang ayah kembali rajin
berladang dengan dibantu kedua anaknya, sementara sang ibu tiri tinggal di
rumah menyiapkan makanan bagi mereka sekeluarga. Begitulah
seterusnya sampai berbulan-bulan lamanya hingga kehidupan mereka cerah kembali.
Dalam keadaan yang demikian, tidak lah
diduga sama sekali ternyata sang ibu baru tersebut lama kelamaan memiliki sifat
yang kurang baik terhadap kedua anak tirinya. Kedua anak itu baru
diberi makan setelah ada sisa makanan dari ayahnya. Sang ayah hanya
dapat memaklumi perbuatan istrinya itu, tak dapat berbuat apa-apa karena dia
sangat mencintainya. Akhirnya seluruh rumah tangga diatur dan berada
dalam tangan sang istri muda yang serakah tersebut. Kedua orang anak
tirinya disuruh bekerja keras setiap hari tanpa mengenal lelah bahkan disuruh
mengerjakan hal-hal yang diluar kemampuan mereka.
Pada suatu ketika, sang ibu tiri telah
membuat suatu rencana jahat. Ia menyuruh kedua anak tirinya itu
untuk mencari kayu bakar dihutan.
“Kalian berdua hari ini harus mencari
kayu bakar lagi” perintah sang ibu, “Jumlahnya harus tiga kali lebih banyak
dari yang kalian peroleh kemarin. Dan ingat! Jangan pulang sebelum
kayunya banyak dikumpulkan. Mengerti?!!
“Tapi, Bu….” Jawab anak lelakinya, “Untuk
apa kayu sebanyak itu….? Kayu yang ada saja masih cukup
banyak. Nanti kalau sudah hampir habis, barulah kami mencarinya
lagi…”
“Apa?!! Kalian sudah berani membantah
ya?!! Nanti kulaporkan ke ayahmu bahwa kalian pemalas! Ayo, berangkat sekarang
juga!!!” kata si ibu tiri dengan marahnya.
Anak tirinya yang perempuan kemudian
menarik tangan kakaknya untuk segera pergi. Ia tahu bahwa ayahnya
telah dipengaruhi sang ibu tiri, jadi sia-sia saja untuk membantah karena tetap
akan dipersalahkan jua. Setelah membawa beberapa perlengkapan,
berangkatlah mereka menuju hutan. Hingga senja menjelang, kayu yang
dikumpulkan belum mencukupi seperti yang diminta ibu tiri
mereka. Terpaksalah mereka harus bermalam dihutan dalam sebuah bekas
pondok seseorang agar dapat meneruskan pekerjaan mereka esok
harinya. Hampir tengah malam barulah mereka dapat terlelap walau
rasa lapar masih membelit perut mereka.
Esok paginya, mereka pun mulai
mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya. Menjelang tengah hari, rasa
laparpun tak tertahankan lagi, akhirnya mereka tergeletak di tanah selama
beberapa saat. Dan tanpa mereka ketahui, seorang kakek tua datang
menghampiri mereka.
“Apakah yang kalian lakukan disini,
anak-anak?!! Tanya kakek itu kepada mereka. Kedua anak yang malang tersebut
lalu menceritakan semuanya, termasuk tingkah ibu tiri mereka dan keadaan mereka
yang belum makan nasi sejak kemarin hingga rasanya tak sanggup lagi untuk
meneruskan pekerjaan.
“Kalau begitu…., pergilah pergilah kalian
kearah sana.” Kata si kakek sambil menunjuk ke arah rimbunan belukar, “Disitu
banyak terdapat pohon buah-buahan. Makanlah sepuas-puasnya sampai
kenyang. Tapi ingat, janganlah dicari lagi esok harinya karena akan
sia-sia saja. Pergilah sekarang juga!”
Sambil mengucapkan terima kasih, kedua
kakak beradik tersebut bergegas menuju tempat yang
dimaksud. Ternyata benar apa yang diucapkan kakek tadi, disana
banyak terdapat beraneka pohon buah-buahan. Buah durian, nangka,
cempedak, wanyi, mangga dan pepaya yang telah masak dan berserakan di tanah. Buah-buahan
lain seperti pisang, rambutan dan kelapa gading tampak bergantungan
dipohonnya. Mereka kemudian memakan buah-buahan tersebut hingga
kenyang dan badan terasa segar kembali. Setelah beristirahat
beberapa saat, mereka dapat kembali melanjutkan pekerjaan mengumpulkan kayu
hingga sesuai dengan yang diminta sang ibu tiri.
Menjelang sore, sedikit demi sedikit kayu
yang jumlahnya banyak itu berhasil diangsur semuanya ke
rumah. Mereka kemudian menyusun kayu-kayu tersebut tanpa
memperhatikan keadaan rumah. Setelah tuntas barulah mereka naik ke
rumah untuk melapor kepada sang ibu tiri, namun alangkah terkejutnya mereka
ketika melihat isi rumah yang telah kosong melompong.
Ternyata ayah dan ibu tiri mereka telah
pergi meninggalkan rumah itu. Seluruh harta benda didalam rumah
tersebut telah habis dibawa serta, ini berarti mereka pergi dan tak akan
kembali lagi ke rumah itu. Kedua kakak beradik yang malang itu
kemudian menangis sejadi-jadinya. Mendengar tangisan keduanya,
berdatanganlah tetangga sekitarnya untuk mengetahui apa gerangan yang terjadi.
Mereka terkejut setelah mengetahui bahwa kedua ayah dan ibu tiri anak-anak
tersebut telah pindah secara diam-diam.
Esok harinya, kedua anak tersebut
bersikeras untuk mencari kedua orangtuanya.Mereka memberitahukan
rencana tersebut kepada tetangga terdekat. Beberapa tetangga yang
iba kemudian menukar kayu bakar dengan bekal bahan makanan bagi perjalanan
kedua anak itu. Menjelang tengah hari, berangkatlah keduanya mencari
ayah dan ibu tiri mereka.
Telah dua hari mereka berjalan namun
orangtua mereka belum juga dijumpai, sementara perbekalan makanan sudah
habis. Pada hari yang ketiga, sampailah mereka disuatu daerah yang
berbukit dan tampaklah oleh mereka asap api yang mengepul di kejauhan. Mereka
segera menuju ke arah tempat itu sekedar bertanya kepada penghuninya barangkali
mengetahui atau melihat kedua orangtua mereka.
Mereka akhirnya menjumpai sebuah pondok
yang sudah reot. Tampak seorang kakek tua sedang duduk-duduk didepan
pondok tersebut. Kedua kakak beradik itu lalu memberi hormat kepada
sang kakek tua dan memberi salam.
“Dari mana kalian ini? Apa maksud kalian
hingga datang ke tempat saya yang jauh terpencil ini?” tanya sang kakek sambil
sesekali batuk kecil.
“
Maaf, Tok.” Kata si anak lelaki, “ Kami ini sedang
mencari urangtuha kami. Apakah Datok pernah melihat seorang laki-laki dan
seorang perempuan yang masih muda lewat sini?”
Sang kakek terdiam sebentar sambil
mengernyitkan keningnya, tampaknya ia sedang berusaha keras untuk
mengingat-ingat sesuatu.
“Hmmmm…., beberapa hari yang lalu memang
ada sepasang suami-istri datang kesini.” Kata si kakek kemudian, “ Mereka
banyak sekali membawa barang. Apakah mereka itu yang kalian cari?”
“Tak
salah lagi, Tok “ kata anak lelaki itu
dengan gembira, “Mereka pasti urangtuha kami!
Ke arah mana mereka pergi, Tok?”
“Waktu itu mereka meminjam perahuku untuk
menyeberangi sungai. Mereka bilang, mereka ingin menetap diseberang sana dan
hendak membuat sebuah pondok dan perkebunan baru. Cobalah kalian cari
diseberang sana.”
“Terima
kasih, Tok….” Kata si anak sulung tersebut, “Tapi….,
bisakah Datok mengantarkan kami ke seberang sungai??”
“Datok ini dah tuha…. mana kuat lagi untuk mendayung
perahu!” kata si kakek sambil terkekeh, “ Kalau kalian ingin menyusul mereka,
pakai sajalah perahuku yang ada ditepi sungai itu.”
Kakak beradik itupun memberanikan diri
untuk membawa perahu si kakek. Mereka berjanji akan mengambalikan
perahu tersebut jika telah berhasil menemukan kedua orangtua
mereka. Setelah mengucapkan terima kasih, mereka lalu menaiki perahu
dan mendayungnya menuju ke seberang. Keduanya lupa akan rasa lapar yang
membelit perut mereka karena rasa gembira setelah mengetahui keberadaan
orangtua mereka. Akhirnya mereka sampai di seberang dan menambatkan perahu
tersebut dalam sebuah anak sungai. Setelah dua hari lamanya mereka
berjalan dengan perut kosong, barulah mereka menemui ujung sebuah dusun yang
jarang sekali penduduknya.
Tampaklah oleh mereka sebuah pondok yang
kelihatannya baru dibangun. Perlahan-lahan mereka mendekati pondok
itu. Dengan perasaan cemas dan ragu si kakak menaiki tangga dan
memanggil-manggil penghuninya, sementara si adik berjalan mengitari pondok
hingga ia menemukan jemuran pakaian yang ada di belakang pondok. Ia
pun teringat pada baju ayahnya yang pernah dijahitnya karena sobek terkait
duri, setelah didekatinya maka yakinlah ia bahwa baju itu memang baju
ayahnya. Segera ia berlari menghampiri kakaknya sambil menunjukkan
baju sang ayah yang ditemukannya di belakang. Tanpa pikir panjang
lagi mereka pun memasuki pondok dan ternyata pondok tersebut memang berisi
barang-barang milik ayah mereka.
Rupanya orangtua mereka terburu-buru
pergi, sehingga di dapur masih ada periuk yang diletakkan diatas api yang masih
menyala. Diadalam periuk tersebut ada nasi yang telah menjadi
bubur. Karena lapar, si kakak akhirnya melahap nasi bubur yang masih
panas tersebut sepuas-puasnya. Adiknya yang baru menyusul ke dapur menjadi
terkejut melihat apa yang sedang dikerjakan kakaknya, segera ia menyambar
periuk yang isinya tinggal sedikit itu. Karena takut tidak kebagian,
ia langsung melahap nasi bubur tersebut sekaligus dengan perikunya.
Karena bubur yang dimakan tersebut masih
panas maka suhu badan mereka pun menjadi naik tak terhingga. Dalam
keadaan tak karuan demikian, keduanya berlari kesana kemari hendak mencari
sungai. Setiap pohon pisang yang mereka temui di kiri-kanan jalan
menuju sungai, secara bergantian mereka peluk sehingga pohon pisang tersebut
menjadi layu. Begitu mereka tiba di sungai, segeralah mereka terjun
ke dalamnya. Hampir bersamaan dengan itu, penghuni pondok yang
memang benar adalah orangtua kedua anak yang malang itu terheran-heran ketika
melihat banyak pohon pisang di sekitar pondok mereka menjadi layu dan hangus.
Namun mereka sangat terkejut ketika masuk
kedalam pondok dan menjumpai sebuah bungkusan dan dua buah mandau kepunyaan
kedua anaknya. Sang istri terus memeriksa isi pondok hingga ke
dapur, dan dia tak menemukan lagi periuk yang tadi
ditinggalkannya. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada
suaminya. Mereka kemudian bergegas turun dari pondok dan mengikuti jalan
menuju sungai yang kiri-kanannya banyak terdapat pohon pisang yang telah layu
dan hangus.
Sesampainya di tepi sungai, terlihatlah
oleh mereka dua makhluk yang bergerak kesana kemari di dalam air sambil
menyemburkan air dari kepalanya. Pikiran sang suami teringat pada
rentetan kejadian yang mungkin sekali ada hubungannya dengan
keluarga. Ia terperanjat karena tiba-tiba istrinya sudah tidak ada
disampingnya. Rupanya ia menghilang secara gaib. Kini
sadarlah sang suami bahwa istrinya bukanlah keturunan manusia
biasa. Semenjak perkawinan mereka, sang istri memang tidak pernah
mau menceritakan asal usulnya.
Tak lama berselang, penduduk desa datang
berbondong-bondong ke tepi sungai untuk menyaksikan keanehan yang baru saja
terjadi. Dua ekor ikan yang kepalanya mirip dengan kepala manusia
sedang bergerak kesana kemari ditengah sungai sambil sekali-sekali muncul
dipermukaan dan menyemburkan air dari kepalanya. Masyarakat yang berada di
tempat itu memperkirakan bahwa air semburan kedua makhluk tersebut panas
sehingga dapat menyebabkan ikan-ikan kecil mati jika terkena semburannya. Oleh
masyarakat Kutai ikan yang menyembur-nyemburkan air itu dinamakan ikan Pasut atau Pesut. Sementara
masyarakat di pedalaman Mahakam menamakannya ikan Bawoi.
Pesan moral
yang terdapat dalam legenda ini adalah akibat buruk dari sifat orang tua yang
suka menelantarkan anak-anaknya. Hal ini digambarkan oleh sikap dan perilaku
sang ayah yang telah pergi meninggalkan kedua anaknya, karena lebih memilih
istri barunya. Akibatnya, kedua anaknya terlantar dan berubah menjadi ikan
pesut. Dari sini dapat dipetik suatu pelajaran bahwa berubahnya kedua anak
tersebut menjadi seekor ikan adalah akibat kelalaian sang ayah dalam melindungi
dan menjaga mereka. Dalam kehidupan orang melayu, orang tua seperti ini,
disebut tidak tahu diri, tak bertanggungjawab dan tak beradat, sehingga kelak
diakhirat akan menanggung akibat kelalaiannya. Sebelum melakukan suatu
tindakan hendaklah kita memikirkan dan mempertimbangkan masak-masak. Kecerobohan
akan menyebabkan kerugian dan penyesalan di kemudian hari.
Pesut
mahakam adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa yang wajib kita jaga
keberadaannya. Seluruh upaya harus ditempuh untuk menyelamatkan dan melestarikan satwa unik ini, kalau kita
tak ingin pesut mahakam benar-benar menjadi legenda.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari Paparan atau penjelasan di atas, maka saya dapat menyimpulkan bahwa sesuai dengan folklor “CERITA PROSA RAKYAT DARI LEGENDA PESUT MAHAKAM” menyimpulkan bahwa folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). wisata di Kalimantan Timur memiliki sejarah yang bermakna, seperti sungai mahakam yang memiliki asal usul dan legenda pada ikan pesut. Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mite, yaitu dianggap
benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci. Di antara kumpulan Cerita Rakyat Nusantara, Legenda Pesut Mahakam dari Kalimantan Timur (Kaltim)termasuk salah satu yang cukup dikenal. Pesan moral dari legenda pesut mahakam adalah sebelum melakukan suatu tindakan hendaklah kita memikirkan dan mempertimbangkan masak-masak. Kecerobohan akan menyebabkan kerugian dan penyesalan di kemudian hari.
Dari Paparan atau penjelasan di atas, maka saya dapat menyimpulkan bahwa sesuai dengan folklor “CERITA PROSA RAKYAT DARI LEGENDA PESUT MAHAKAM” menyimpulkan bahwa folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). wisata di Kalimantan Timur memiliki sejarah yang bermakna, seperti sungai mahakam yang memiliki asal usul dan legenda pada ikan pesut. Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mite, yaitu dianggap
benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci. Di antara kumpulan Cerita Rakyat Nusantara, Legenda Pesut Mahakam dari Kalimantan Timur (Kaltim)termasuk salah satu yang cukup dikenal. Pesan moral dari legenda pesut mahakam adalah sebelum melakukan suatu tindakan hendaklah kita memikirkan dan mempertimbangkan masak-masak. Kecerobohan akan menyebabkan kerugian dan penyesalan di kemudian hari.
Demikianlah tugas folklor yang saya buat ini, semoga
bermanfaat dan menambah pengetahuan para pembaca. Saya mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas dan dimengerti. Karena saya
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Dan saya juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan tugas ini.
Sekian penutup dari saya semoga dapat diterima di hati dan saya ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
Daftar Pustaka:
ANISTYA ARIFIANTI
UJP A 2015
4423154907
Tidak ada komentar:
Posting Komentar