FOLKLORE INDONESIA “SIAMANG
PUTIH”
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas dalam rangka untuk memenuhi ujian akhir semester mata
kuliah Sejarah Indonesia.
Adapun isi dari tugas ini disusun untuk membantu proses
pembelajaran mata kuliah Sejarah Indonesia yang inshaAllah telah memenuhi
standar dalam proses pengajaran. Penulis menyadari bahwa tugas ini masih
memiliki banyak kekurangan untuk itu penulis berharap agar tugas ini dapat
menjadi acuan bagi para pembacanya.
Pada kesempatan kali ini tidak lupa penulis mengucapkan
terima kasih kedapa dosen mata kuliah Sejarah Indonesia yakni Drs. M.
Shobirienur Rasyid karena beliau telah
memberikan pengarahan dan limpahan materi Sejarah Indonesia yang maksimal
kepada penulis sehingga tugas ini dapat terwujud sesuai rencana. Penulis juga
tidak lupa berterima kasih kepada teman-teman kelas karena telah memberikan
penulis motivasi agar lebih benar dalam proses
penyelesaian akhir dari tugas ini.
Dengan kelengkapan materi dalam tugas ini diharapkan
kegiatan pengajaran menjadi lebih aktif dan kreatif serta para mahasiswa
menjadi lebih memahami tentang Folklore di Indonesia.
Jakarta, 05 Januari 2016
Penyusun
PEMBAHASAN
1.1 ASAL USUL SIAMANG PUTIH
Pada
kesempatan kali ini penulis akan membahas salah satu Folklore yang ada di Indonesia yaitu tentang Siamang Putih. Siamang
Putih adalah cerita rakyat atau folklore
Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat, Indonesia. Siamang putih
menceritakan tentang nasib seorang putri raja yang bernama putri Julian yang
melanggar sumpahnya. Ia berubah menjadi siamang berbulu putih karena melanggar
sumpahnya. Siamang Putih berasal dari kata Siamang yang artinya hewan sejenis
kera hitam yang hidup di daerah Sumatera Barat. Siamang adalah kera hitam yang
berlengan panjang, dan hidup pada pohon-pohon. Siamang, yang dalam bahasa
Inggris juga disebut Siamang, dalam bahasa latin dinamai Symphalangus
syndactylus (Raffles, 1821). Kera hitam berlengan panjang ini mempunyai
beberapa nama sinonim seperti Hylobates syndactylus (Raffles, 1821),
Symphalangus continentis (Thomas, 1908), Symphalangus gibbon (C. Miller, 1779),
Symphalangus subfossilis (Hooijer, 1960), dan Symphalangus volzi (Pohl, 1911). Pada
umumnya, Siamang sangat tangkas saat bergerak di atas pohon, sehingga tidak ada
predator yang bisa menangkap mereka. Siamang merupakan spesies terancam, karena
deforestasi habitatnya cepat. Siamang tidak memliki ekor dan memiliki postur
tubuh yang kurang tegak. Siamang juga memiliki perkembangan otak yang tinggi.
Siamang berwarna hitam agak cokelat kemerahan. Kera ini memiliki anyaman antara
jari kedua dan ketiga.
Siamang berciri-cirikan hampir sama seperti kera pada
umumnya, namun yang membedakan antara lain; kera yang hidupnya berkelompok dan Anatomi
itu sendiri—anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur tumbuhan, hewan, dan
manusia. (Anatomi hewan juga disebut sebagai anatomi perbandingan atau
morfologi hewan jika mempelajari struktur berbagai hewan). Anatomi dari Siamang
yaitu;
a.
Rambut
rambut
Siamang yaitu ditutupi oleh rambut yang lebat di sebagian besar tubuhnya,
kecuali wajah, jari, telapak tangan, ketiak, dan telapak kaki mereka. Beberapa
spesies siamang memiliki wajah berbentuk cicin dan berwarna putih.
b.
Indera
Siamang
juga memiliki indera yang sangat mirip dengan manusia, seperti pendengaran,
penglihatan (melihat warna), bau, rasa, dan sentuhan.
c.
Wajah
Siamang
memiliki wajah berbulu dengan mata gelap dan hidung kecil.
d.
Tangan dan Kaki
Selain
itu, Siamang memiliki tangan dengan empat jari panjang ditambah jempol yang
lebih kecil. Mereka memiliki kaki dengan lima jari, ditambah jempol kaki.
Siamang bisa memegang dan membawa barang-barang dengan kedua tangan dan kaki
mereka. Ketika mereka melakukan ayunan di pohon (disebut brachiating), mereka
menggunakan empat jari-jari tangan mereka seperti kail, tetapi mereka tidak
menggunakan ibu jari atau jempol.
Untuk
ukuran tersendiri, Siamang tergolong dalam Siamang jantan dan Siamang betina.
Siamang jantan memiliki ukuran yang sama dengan siamang betina, yaitu sekitar
30-35 inci dan berat 7 kilogram. Siamang hidup di Asia Tenggara dan mereka juga
banyak ditemukan di beberapa tempat, seperti Semenanjung Malaysia dan Sumatera.
Siamang
merupakan hewan yang lebih aktif pada siang hari. Mereka bersosialisasi dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari dua sampai tiga ekor siamang. Berbeda
dengan kera lainnya, siamang tidak mempunyai tempat khusus untuk tidur. Mereka
hanya tidur sendiri atau dengan beberapa ekor siamang di celah antar cabang
pada pepohoan. Mereka tidur dengan posisi tegak, bersandar pada bantalan keras
yang terletak di ujung belakang mereka. Bantalan ini disebut ischial
callosities. Selain itu, siamang memiliki kantung tenggorokan yang biasa disebut
kantung gular. Kantung ini dapat mengembang menjadi besar seperti kepala mereka
yang berfungsi membuat pita suara lebih keras. Pada waktu dalam keadaan bahaya,
siamang betina akan mengeluarkan suara yang nyaring dan diikuti oleh siamang
jantan selama tiga hingga lima belas menit. Suara mereka dapat terdengar dari
jarak sekitar 6,5 km. Siamang tidak dapat berenang dan takut air. Selain itu,
Siamang dapat bertahan hidup sekitar 35-40 tahun. Siamang merupakan hewan
omnivora. Sektar 75% makanan mereka adalah buah, sisanya daun, bunga,
biji-bijian, dan kulit kayu.
Mereka
juga memakan serangga, laba-laba, telur burung, dan burung kecil. Karena takut
air, siamang akan mencelupkan kaki depannya ke dalam air atau menggosok tangan
pada daun yang basah dan menghisap air pada bulu kakinya sebagai minuman.
Kemudian Siamang mulai berkembang biak pada usia 5-7 tahun. Siamang betina
melahirkan anaknya pada usia 8 bulan. Siamang yang lahir memiliki rambut yang
sedikit dari siamang dewasa dan memiliki berat sekitar 6 ons. Induk siamang
memelihara bayi mereka yang masih muda. Pada saat lahir, siamang muda menempel
pada perut induknya untuk mendapatkan kehangatan. Mereka disapih sekitar 1
tahun. Siamang muda hidup bersama induk mereka sekitar 5-7 tahun. Beberapa
tempat yang diduga masih terdapat populasi siamang antara lain Taman Nasional
Bukit Barisan, Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Way Kambas, R
Langkat Barat (Indonesia); Fraser Hill R, Gunong Besout Forest Reserve, Krau
Wildlife Reserve, Suaka Margasatwa Ulu Gombak (Malaysia); Suaka Margasatwa Hala
Bala (Thailand).
1.2 Cerita Rakyat Siamang Putih
Siamang
Putih adalah sebuah legenda yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Sumatra
Barat, khususnya yang tinggal di pesisir utara Pantai Tiku. Menurut kepercayaan
masyarakat setempat, siamang putih merupakan penjelmaan seorang gadis cantik
yang bernama Puti Juilan. Ia adalah cucu dari Tuanku Raja Kecik yang memerintah
di Kerajaan Pagaruyung saat itu. Mengapa Puti Juilan berubah menjadi siamang
putih?
Pada
zaman dahulu kala, terdapat sebuah kerajaan di daerah Sumatera Barat. Dalam
kerajaan itu, tinggal seorang putri bersama keluarganya. Putri itu bernama
putri Julian. Ia mempunyai wajah yang cantik dan rupawan. Sayang, sang putri Juilan
belum memiliki pasangan. Para pria di sekitar kerajaan tersebut tidak berani
untuk melamar putri Julian. Mereka takut karena putri Julian adalah keturunan
raja. Di Kampung Alai di pesisir utara Pantai Tiku Sumatra Barat, tersebutlah
seorang juragan kapal yang bernama Nahkoda Baginda. Ia adalah putra Tuanku Raja
Kecik yang memerintah di Kerajaan Pagaruyung. Nahkoda Baginda mempunyai seorang
putri yang kecantikan parasnya terkenal hingga ke berbagai negeri. Belum
seorang pun pemuda yang berani meminangnya, karena selain cantik bagaikan
bidadari, ia juga keturunan bangsawan. Sementara, para pemuda atau perjaka yang
tinggal di negeri itu dan negeri di sekitarnya kebanyakan menjadi nelayan atau
anak buah ayahnya. Sebenarnya, banyak anak orang kaya ataupun keturunan
bangsawan yang pantas untuk menjadi pendamping hidup Puti Juilan, namun
semuanya telah memiliki keluarga masing-masing.
Keadaan
tersebut membuat hati Puti Juilan cemas. Setiap hari ia selalu tampak murung
dan mengurung diri dalam kamar. Mengetahui keadaan itu, Tuanku Raja Kecik pun
cemas memikirkan nasib cucu kesayangannya itu. Ia pun segera memanggil putra
dan menantunya (ayah dan ibu Puti Juilan) untuk mengadakan pertemuan keluarga.
Dalam pertemuan tersebut, mereka bersepakat untuk mengadakan pesta gelanggang
keramaian, yaitu tempat orang menghibur diri dan bercengkrama. Pesta yang akan
berlangsung selama sebulan penuh tersebut bertujuan untuk mencarikan jodoh yang
pantas untuk Puti Juilan.
Pada
malam sebelum pesta itu dimulai, Puti Juilan bermimpi bertemu dengan seorang
pemuda keturunan bangsawan bernama Sutan Rumandung. Ia pun menceritakan perihal
mimpinya itu kepada kedua orang tua dan kakeknya. Mendengar cerita cucunya itu,
Tuanku Raja Kecik menitahkan kepada pengawal istana untuk mencari pemuda itu
pada saat pesta berlangsung. Pada pesta hari pertama, di antara undangan yang
hadir tak seorang pun yang bernama Sutan Rumandang. Memasuki hari kedua dan
ketiga, pemuda itu tidak juga ditemukan. Demikian pula pada hari-hari
berikutnya hingga perhelatan besar tersebut berakhir.
Akhirnya,
Tuanku Raja Kecik meminta bantuan kepada ahli nujum istana untuk menggerakkan
hati Sutan Rumandang agar datang ke Kampung Alai. Dengan kesaktiannya, ahli
nujum itu berhasil mendatangkan pemuda itu. Suatu hari, sebuah kapal layar
berlabuh di dermaga. Perahu tersebut tampak rusak parah di mana seluruh
tiangnya patah karena diterpa badai. Melihat kedatangan perahu itu, salah
seorang prajurit yang bertugas di dermaga segera melapor kepada Tuanku Raja
Kecik.
“Ampun,
Baginda! Baru saja sebuah kapal asing berlabuh di dermaga. Kapal itu dinahkodai
oleh seorang pemuda tampan,” lapor prajurit.
“Suruh
pemuda itu menghadap kepadaku!” titah Tuanku Raja Kecik.
“Baik,
Baginda! Titah segera hamba laksanakan!” jawab prajurit itu.
Tak
berapa lama kemudian, prajurit itu pun kembali bersama pemuda itu. Tuanku Raja
Kecik bersama keluarga istana, termasuk Puti Juilan, menyambutnya dengan baik.
Saat melihat pemuda itu, Puti Juilan langsung tersentak kaget seakan-akan tidak
percaya. Pemuda itulah yang hampir setiap malam hadir dalam mimpinya. Puti
Juilan pun berbisik kepada ibunya.
“Bu,
pemuda itulah yang selalu hadir dalam mimpi Puti,” bisik Puti Juilan.
“Apakah
kamu yakin, Putriku?” tanya ibunya dengan suara pelan.
“Puti
yakin sekali, Bu! Wajahnya sama persis dengan wajah pemuda di dalam mimpi
Puti,” jawab Puti dengan penuh keyakinan.
“Baiklah
kalau begitu, Putriku! Ibu akan menanyakan siapa sebenarnya pemuda itu,” kata
ibunya.
“Maaf,
Anak Muda! Engkau ini siapa dan berasal dari mana?” tanya ibu Puti Juilan
kepada pemuda itu.
“Nama
hamba Sutan Rumandang putra seorang juragan dari negeri seberang,” jawab pemuda
itu.
Mendengar
jawaban pemuda itu, semua keluarga istana yang hadir merasa sangat gembira dan
bahagia, terutama Tuanku Raja Kecik.
“Pucuk
ditiba ulam pun tiba. Pemuda yang selama ini kita tunggu akhirnya datang juga,”
ucap Tuanku Raja Kecik dengan perasaan lega.
Dengan
tidak sabar, Tuanku Raja Kecik ingin segera menikahkan cucu kesayangannya itu
dengan Sutan Rumandang. Namun, Sutan Rumandang menolak, karena ia harus pergi
mencari harta yang banyak untuk menikahi Puti Juilan.
“Maaf,
Baginda! Untuk saat ini, hamba belum pantas menikahi Puti Juilan, karena usaha
hamba sedang merugi,” ungkap Sutan Rumandang.
Seluruh
keluarga istana pun mengerti maksud pemuda tampan itu. Namun, sebelum Sutan
Rumandang berangkat berlayar, keluarga istana bersepakat untuk menunangkan
mereka. Akhirnya, pertunangan itu dilangsungkan dengan sangat meriah.
Usai
acara pertunangan, Sutan Rumandang memohon izin kepada Puti Juilan dan keluarga
istana untuk pergi berlayar mencari harta yang banyak. Puti Juilan bersama
kakek dan kedua orang tuanya turut mengantar Sutan Rumandang ke dermaga. Dalam
perjalanan menuju ke dermaga, Puti Juilan terlihat sedih dan wajahnya murung.
Sungguh berat hatinya ingin berpisah dengan Sutan Rumandang.
Tak
berapa lama kemudian, mereka pun tiba di dermaga. Sebelum kapal layar yang akan
ditumpangi Sutan Rumandang meninggalkan dermaga, Puti Juilan berpesan dan
mengucapkan janji kepada tunangannya.
“Kanda
Sutan Rumandang, berhati-hatilah di jalan dan cepatlah kembali setelah
berhasil! Dinda bersumpah akan selalu setia menanti Kanda sampai kapan pun.
Dinda tidak akan menikah selain dengan Kanda. Jika Dinda melanggar sumpah ini,
biarlah Dinda menjadi siamang,” ucap Puti Juilan.
“Kanda
pun bersumpah, jika Kanda tidak setia kepada Dinda, biarlah Kanda tenggelam
bersama kapal Kanda di tengah laut,” balas Sutan Rumandang dengan ucapan
sumpah.
Setelah
berpamitan, Sutan Rumandang pun berlayar mengarungi samudara luas. Dari atas
kapal, ia melambaikan tangan sebagai salam perpisahan. Puti Juilan pun
membalasnya sambil meneteskan air mata. Semakin jauh kapal itu ke tengah laut,
air mata Puti Juilan semakin deras mengalir. Ketika kapal itu hilang dari
pandangan mata, Puti bersama keluarganya meninggalkan dermaga.
Sejak
itu, Puti Juilan selalu berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar melindungi
tunangannya dan cepat kembali untuk menikahinya. Waktu berjalan begitu cepat.
Sudah setahun lebih menunggu, Puti Juilan belum juga mendapat kabar dari
tunangannya. Hingga akhir tahun kedua, tunangannya belum juga kembali dari
pelayarannya. Ketika memasuki tahun ketiga, sebuah kapal dagang yang besar dan
megah sedang berlabuh di dermaga. Mendengar kedatangan kapal itu, Puti Juilan
bersama keluarganya segera menuju ke dermaga. Saat mereka tiba di dermaga, Puti
Juilan tampak kecewa, karena kapal itu ternyata bukan milik tunangannya.
Namun,
kekecewaan Puti Juilan langsung terobati saat ia melihat seorang pemuda tampan
berpakaian mewah dan beberapa pengawalnya turun dari kapal.
“Melihat
pakaian dan jumlah pengawalnya, pemuda itu pastilah bukan orang sembarangan,”
kata Puti Juilan dalam hati.
Puti
Juilan terus memerhatikan pemuda itu turun dari meniti anak tangga kapal satu
persatu. Dengan penuh wibawa, pemuda itu berjalan menuju ke arah tempat ia dan
keluarganya berdiri. Wajah tampan dan kewibawaan pemuda itu benar-benar memikat
hati Puti Juilan. Pikirannya tentang Sutan Rumandang tiba-tiba lenyap begitu
saja. Seluruh perhatian dan perasaannya tercurahkan kepada pemuda tampan itu.
“Bu,
coba perhatikan pemuda itu! Dia sangat tampan dan gagah,” bisik Puti Juilan.
Ibunya
pun mengerti maksud Puti Juilan kalau dia menyukai pemuda itu. Ia pun mengajak
pemuda itu ke istana. Setelah ditanya tentang asal-usulnya, ternyata pemuda itu
seorang keturunan bangsawan dari negeri tetangga. Akhirnya, ia pun dinikahkan
dengan Puti Juilan dengan mengadakan pesta yang sangat meriah. Seluruh
bangsawan dan orang-orang kaya di negeri itu dan di negeri tetangga turut
diundang. Berbagai seni pertunjukan juga digelar. Ketika semua undangan telah
hadir, pesta pun dimulai. Penghulu mulai menanyai kesediaan kedua mempelai.
“Apakah
kamu bersedia menikah dengan Puti Juilan?” tanya penghulu kepada mempelai
laki-laki.
Setelah
mempelai laki-laki itu menyatakan kesediaannya, penghulu itu bertanya kepada
Puti Juilan. Ketika hendak menjawab pertanyaan penghulu, tiba-tiba Puti Juilan
memekik seperti orang tersengat lebah.
`Aduh,
sakitnya!” pekik Puti Juilan sambil melompat berdiri.
Setelah
itu, Puti Juilan kembali duduk. Saat akan menjawab pertanyaan kedua dari
penghulu, ia kembali memekik sambil melompat dan bergayut di ambang pintu. Pada
saat akan menjawab pertanya ketiga, ia memekik lagi dengan suara yang sangat
keras seraya melompat tinggi ke bubungan rumah. Semua yang hadir menyaksikan
peristiwa tersebut lari berhamburan ke luar rumah. Mereka melihat tubuh Puti
Juilan di atas bubungan sedikit demi sedikit ditumbuhi oleh bulu berwarna
putih. Lama-kelamaan, bulu itu semakin tebal dan memenuhi tubuhnya. Bentuk
tubuh dan wajahnya pun perlahan-lahan berubah menyerupai seekor Siamang.
Begitu
seluruh tubuh Puti Juilan telah menjelma menjadi seekor siamang putih, barulah
Tuanku Raja Kecik tersadar bahwa cucu kesayangannya itu telah melanggar
sumpahnya. Namun, apa hendak diperbuat, nasi telah menjadi bubur. Seluruh
keluarga istana hanya bisa pasrah menerima nasib malang yang telah menimpa Puti
Juilan. Setiap hari, kala sang surya akan kembali ke peraduannya, siamang putih
duduk di atas bubungan rumah sambil berbunyi dengan suara keras.
“Wuuut...
wuut.... wuut!”
Siamang
Putih itu terus berbunyi sambil menatap jauh ke arah laut menanti kedatangan
Sutan Rumandang. Namun, Sutan Rumandang tak kunjung tiba. Semakin hari, suara
siamang terdengar semakin sendu, seperti tangis seorang gadis yang sedang putus
asa. Beberapa hari kemudian, suara siamang tidak pernah terdengar lagi. Seorang
warga telah menemukannya mati di atas pohon ketaping tempatnya bersarang.
Mengetahui hal itu, keluarga istana segera mengambil dan membawanya pulang
untuk dikuburkan layaknya manusia. Seluruh rakyat negeri turut berduka cita
atas meninggalnya Puti Juilan dalam wujud seekor siamang.
Beberapa
hari kemudian, terdengarlah kabar bahwa Sutan Rumandang tenggelam di tengah
laut karena telah melanggar sumpahnya, yakni menikah dengan seorang putri di
negeri rantau.
1.3 KESIMPULAN
- · Cerita rakyat atau Folklore Indonesia Siamang Putih dari daerah Sumatra Barat, Indonesia. cerita Siamang Putih diatas berisi tentang nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, namun tetap dengan melibatkan unsur budaya di dalamnya. Serta memberi pelajaran kepada kita bahwa orang yang melanggar sumpah dan mengingkari janji seperti Puti Juilan, akan termakan oleh sumpah dan janjinya. Dalam kehidupan orang Melayu, mengingkari janji merupakan sifat tercela dan termasuk ciri kemunafikan. Dengan kata lain orang munafik adalah orang yang tidak jujur dan tidak pandai memegang amanah.
- Siamang atau Symphalangus syndactylus merupakan kera hitam berlengan panjang yang hidup yang hidup di Sumatera, Indonesia dan semenanjung Malaysia. Siamang, yang dalam bahasa Inggris juga disebut Siamang, dalam bahasa latin dinamai Symphalangus syndactylus (Raffles, 1821). Kera hitam berlengan panjang ini mempunyai beberapa nama sinonim seperti Hylobates syndactylus (Raffles, 1821), Symphalangus continentis (Thomas, 1908), Symphalangus gibbon (C. Miller, 1779), Symphalangus subfossilis (Hooijer, 1960), dan Symphalangus volzi (Pohl, 1911).
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar