Selasa, 05 Januari 2016

Tugas 3 - Folklore Indonesia

FOLKLORE INDONESIA “SIAMANG PUTIH”




KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya  sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dalam rangka untuk memenuhi ujian akhir semester mata kuliah Sejarah Indonesia.
            Adapun isi dari tugas ini disusun untuk membantu proses pembelajaran mata kuliah Sejarah Indonesia yang inshaAllah telah memenuhi standar dalam proses pengajaran. Penulis menyadari bahwa tugas ini masih memiliki banyak kekurangan untuk itu penulis berharap agar tugas ini dapat menjadi acuan bagi para pembacanya.
            Pada kesempatan kali ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kedapa dosen mata kuliah Sejarah Indonesia yakni Drs. M. Shobirienur Rasyid  karena beliau telah memberikan pengarahan dan limpahan materi Sejarah Indonesia yang maksimal kepada penulis sehingga tugas ini dapat terwujud sesuai rencana. Penulis juga tidak lupa berterima kasih kepada teman-teman kelas karena telah memberikan penulis motivasi agar lebih benar dalam proses  penyelesaian akhir dari tugas ini.
            Dengan kelengkapan materi dalam tugas ini diharapkan kegiatan pengajaran menjadi lebih aktif dan kreatif serta para mahasiswa menjadi lebih memahami tentang Folklore di Indonesia.


Jakarta, 05 Januari 2016


Penyusun







PEMBAHASAN


1.1  ASAL USUL SIAMANG PUTIH
       
Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas salah satu Folklore yang ada di Indonesia yaitu tentang Siamang Putih. Siamang Putih adalah cerita rakyat atau folklore Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat, Indonesia. Siamang putih menceritakan tentang nasib seorang putri raja yang bernama putri Julian yang melanggar sumpahnya. Ia berubah menjadi siamang berbulu putih karena melanggar sumpahnya. Siamang Putih berasal dari kata Siamang yang artinya hewan sejenis kera hitam yang hidup di daerah Sumatera Barat. Siamang adalah kera hitam yang berlengan panjang, dan hidup pada pohon-pohon. Siamang, yang dalam bahasa Inggris juga disebut Siamang, dalam bahasa latin dinamai Symphalangus syndactylus (Raffles, 1821). Kera hitam berlengan panjang ini mempunyai beberapa nama sinonim seperti Hylobates syndactylus (Raffles, 1821), Symphalangus continentis (Thomas, 1908), Symphalangus gibbon (C. Miller, 1779), Symphalangus subfossilis (Hooijer, 1960), dan Symphalangus volzi (Pohl, 1911). Pada umumnya, Siamang sangat tangkas saat bergerak di atas pohon, sehingga tidak ada predator yang bisa menangkap mereka. Siamang merupakan spesies terancam, karena deforestasi habitatnya cepat. Siamang tidak memliki ekor dan memiliki postur tubuh yang kurang tegak. Siamang juga memiliki perkembangan otak yang tinggi. Siamang berwarna hitam agak cokelat kemerahan. Kera ini memiliki anyaman antara jari kedua dan ketiga.
            Siamang berciri-cirikan hampir sama seperti kera pada umumnya, namun yang membedakan antara lain; kera yang hidupnya berkelompok dan Anatomi itu sendiri—anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur tumbuhan, hewan, dan manusia. (Anatomi hewan juga disebut sebagai anatomi perbandingan atau morfologi hewan jika mempelajari struktur berbagai hewan). Anatomi dari Siamang yaitu;
a.       Rambut
rambut Siamang yaitu ditutupi oleh rambut yang lebat di sebagian besar tubuhnya, kecuali wajah, jari, telapak tangan, ketiak, dan telapak kaki mereka. Beberapa spesies siamang memiliki wajah berbentuk cicin dan berwarna putih.
b.      Indera
Siamang juga memiliki indera yang sangat mirip dengan manusia, seperti pendengaran, penglihatan (melihat warna), bau, rasa, dan sentuhan.
c.       Wajah
Siamang memiliki wajah berbulu dengan mata gelap dan hidung kecil.
d.      Tangan dan Kaki
Selain itu, Siamang memiliki tangan dengan empat jari panjang ditambah jempol yang lebih kecil. Mereka memiliki kaki dengan lima jari, ditambah jempol kaki. Siamang bisa memegang dan membawa barang-barang dengan kedua tangan dan kaki mereka. Ketika mereka melakukan ayunan di pohon (disebut brachiating), mereka menggunakan empat jari-jari tangan mereka seperti kail, tetapi mereka tidak menggunakan ibu jari atau jempol.
Untuk ukuran tersendiri, Siamang tergolong dalam Siamang jantan dan Siamang betina. Siamang jantan memiliki ukuran yang sama dengan siamang betina, yaitu sekitar 30-35 inci dan berat 7 kilogram. Siamang hidup di Asia Tenggara dan mereka juga banyak ditemukan di beberapa tempat, seperti Semenanjung Malaysia dan Sumatera.
Siamang merupakan hewan yang lebih aktif pada siang hari. Mereka bersosialisasi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari dua sampai tiga ekor siamang. Berbeda dengan kera lainnya, siamang tidak mempunyai tempat khusus untuk tidur. Mereka hanya tidur sendiri atau dengan beberapa ekor siamang di celah antar cabang pada pepohoan. Mereka tidur dengan posisi tegak, bersandar pada bantalan keras yang terletak di ujung belakang mereka. Bantalan ini disebut ischial callosities. Selain itu, siamang memiliki kantung tenggorokan yang biasa disebut kantung gular. Kantung ini dapat mengembang menjadi besar seperti kepala mereka yang berfungsi membuat pita suara lebih keras. Pada waktu dalam keadaan bahaya, siamang betina akan mengeluarkan suara yang nyaring dan diikuti oleh siamang jantan selama tiga hingga lima belas menit. Suara mereka dapat terdengar dari jarak sekitar 6,5 km. Siamang tidak dapat berenang dan takut air. Selain itu, Siamang dapat bertahan hidup sekitar 35-40 tahun. Siamang merupakan hewan omnivora. Sektar 75% makanan mereka adalah buah, sisanya daun, bunga, biji-bijian, dan kulit kayu.
Mereka juga memakan serangga, laba-laba, telur burung, dan burung kecil. Karena takut air, siamang akan mencelupkan kaki depannya ke dalam air atau menggosok tangan pada daun yang basah dan menghisap air pada bulu kakinya sebagai minuman. Kemudian Siamang mulai berkembang biak pada usia 5-7 tahun. Siamang betina melahirkan anaknya pada usia 8 bulan. Siamang yang lahir memiliki rambut yang sedikit dari siamang dewasa dan memiliki berat sekitar 6 ons. Induk siamang memelihara bayi mereka yang masih muda. Pada saat lahir, siamang muda menempel pada perut induknya untuk mendapatkan kehangatan. Mereka disapih sekitar 1 tahun. Siamang muda hidup bersama induk mereka sekitar 5-7 tahun. Beberapa tempat yang diduga masih terdapat populasi siamang antara lain Taman Nasional Bukit Barisan, Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Way Kambas, R Langkat Barat (Indonesia); Fraser Hill R, Gunong Besout Forest Reserve, Krau Wildlife Reserve, Suaka Margasatwa Ulu Gombak (Malaysia); Suaka Margasatwa Hala Bala (Thailand).





1.2  Cerita Rakyat Siamang Putih
Siamang Putih adalah sebuah legenda yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Sumatra Barat, khususnya yang tinggal di pesisir utara Pantai Tiku. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, siamang putih merupakan penjelmaan seorang gadis cantik yang bernama Puti Juilan. Ia adalah cucu dari Tuanku Raja Kecik yang memerintah di Kerajaan Pagaruyung saat itu. Mengapa Puti Juilan berubah menjadi siamang putih?


Pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah kerajaan di daerah Sumatera Barat. Dalam kerajaan itu, tinggal seorang putri bersama keluarganya. Putri itu bernama putri Julian. Ia mempunyai wajah yang cantik dan rupawan. Sayang, sang putri Juilan belum memiliki pasangan. Para pria di sekitar kerajaan tersebut tidak berani untuk melamar putri Julian. Mereka takut karena putri Julian adalah keturunan raja. Di Kampung Alai di pesisir utara Pantai Tiku Sumatra Barat, tersebutlah seorang juragan kapal yang bernama Nahkoda Baginda. Ia adalah putra Tuanku Raja Kecik yang memerintah di Kerajaan Pagaruyung. Nahkoda Baginda mempunyai seorang putri yang kecantikan parasnya terkenal hingga ke berbagai negeri. Belum seorang pun pemuda yang berani meminangnya, karena selain cantik bagaikan bidadari, ia juga keturunan bangsawan. Sementara, para pemuda atau perjaka yang tinggal di negeri itu dan negeri di sekitarnya kebanyakan menjadi nelayan atau anak buah ayahnya. Sebenarnya, banyak anak orang kaya ataupun keturunan bangsawan yang pantas untuk menjadi pendamping hidup Puti Juilan, namun semuanya telah memiliki keluarga masing-masing.
Keadaan tersebut membuat hati Puti Juilan cemas. Setiap hari ia selalu tampak murung dan mengurung diri dalam kamar. Mengetahui keadaan itu, Tuanku Raja Kecik pun cemas memikirkan nasib cucu kesayangannya itu. Ia pun segera memanggil putra dan menantunya (ayah dan ibu Puti Juilan) untuk mengadakan pertemuan keluarga. Dalam pertemuan tersebut, mereka bersepakat untuk mengadakan pesta gelanggang keramaian, yaitu tempat orang menghibur diri dan bercengkrama. Pesta yang akan berlangsung selama sebulan penuh tersebut bertujuan untuk mencarikan jodoh yang pantas untuk Puti Juilan.
Pada malam sebelum pesta itu dimulai, Puti Juilan bermimpi bertemu dengan seorang pemuda keturunan bangsawan bernama Sutan Rumandung. Ia pun menceritakan perihal mimpinya itu kepada kedua orang tua dan kakeknya. Mendengar cerita cucunya itu, Tuanku Raja Kecik menitahkan kepada pengawal istana untuk mencari pemuda itu pada saat pesta berlangsung. Pada pesta hari pertama, di antara undangan yang hadir tak seorang pun yang bernama Sutan Rumandang. Memasuki hari kedua dan ketiga, pemuda itu tidak juga ditemukan. Demikian pula pada hari-hari berikutnya hingga perhelatan besar tersebut berakhir.
Akhirnya, Tuanku Raja Kecik meminta bantuan kepada ahli nujum istana untuk menggerakkan hati Sutan Rumandang agar datang ke Kampung Alai. Dengan kesaktiannya, ahli nujum itu berhasil mendatangkan pemuda itu. Suatu hari, sebuah kapal layar berlabuh di dermaga. Perahu tersebut tampak rusak parah di mana seluruh tiangnya patah karena diterpa badai. Melihat kedatangan perahu itu, salah seorang prajurit yang bertugas di dermaga segera melapor kepada Tuanku Raja Kecik.
“Ampun, Baginda! Baru saja sebuah kapal asing berlabuh di dermaga. Kapal itu dinahkodai oleh seorang pemuda tampan,” lapor prajurit.
“Suruh pemuda itu menghadap kepadaku!” titah Tuanku Raja Kecik.
“Baik, Baginda! Titah segera hamba laksanakan!” jawab prajurit itu.
Tak berapa lama kemudian, prajurit itu pun kembali bersama pemuda itu. Tuanku Raja Kecik bersama keluarga istana, termasuk Puti Juilan, menyambutnya dengan baik. Saat melihat pemuda itu, Puti Juilan langsung tersentak kaget seakan-akan tidak percaya. Pemuda itulah yang hampir setiap malam hadir dalam mimpinya. Puti Juilan pun berbisik kepada ibunya.
“Bu, pemuda itulah yang selalu hadir dalam mimpi Puti,” bisik Puti Juilan.
“Apakah kamu yakin, Putriku?” tanya ibunya dengan suara pelan.
“Puti yakin sekali, Bu! Wajahnya sama persis dengan wajah pemuda di dalam mimpi Puti,” jawab Puti dengan penuh keyakinan.
“Baiklah kalau begitu, Putriku! Ibu akan menanyakan siapa sebenarnya pemuda itu,” kata ibunya.
“Maaf, Anak Muda! Engkau ini siapa dan berasal dari mana?” tanya ibu Puti Juilan kepada pemuda itu.
“Nama hamba Sutan Rumandang putra seorang juragan dari negeri seberang,” jawab pemuda itu.
Mendengar jawaban pemuda itu, semua keluarga istana yang hadir merasa sangat gembira dan bahagia, terutama Tuanku Raja Kecik.
“Pucuk ditiba ulam pun tiba. Pemuda yang selama ini kita tunggu akhirnya datang juga,” ucap Tuanku Raja Kecik dengan perasaan lega.
Dengan tidak sabar, Tuanku Raja Kecik ingin segera menikahkan cucu kesayangannya itu dengan Sutan Rumandang. Namun, Sutan Rumandang menolak, karena ia harus pergi mencari harta yang banyak untuk menikahi Puti Juilan.
“Maaf, Baginda! Untuk saat ini, hamba belum pantas menikahi Puti Juilan, karena usaha hamba sedang merugi,” ungkap Sutan Rumandang.
Seluruh keluarga istana pun mengerti maksud pemuda tampan itu. Namun, sebelum Sutan Rumandang berangkat berlayar, keluarga istana bersepakat untuk menunangkan mereka. Akhirnya, pertunangan itu dilangsungkan dengan sangat meriah.
Usai acara pertunangan, Sutan Rumandang memohon izin kepada Puti Juilan dan keluarga istana untuk pergi berlayar mencari harta yang banyak. Puti Juilan bersama kakek dan kedua orang tuanya turut mengantar Sutan Rumandang ke dermaga. Dalam perjalanan menuju ke dermaga, Puti Juilan terlihat sedih dan wajahnya murung. Sungguh berat hatinya ingin berpisah dengan Sutan Rumandang.
Tak berapa lama kemudian, mereka pun tiba di dermaga. Sebelum kapal layar yang akan ditumpangi Sutan Rumandang meninggalkan dermaga, Puti Juilan berpesan dan mengucapkan janji kepada tunangannya.
“Kanda Sutan Rumandang, berhati-hatilah di jalan dan cepatlah kembali setelah berhasil! Dinda bersumpah akan selalu setia menanti Kanda sampai kapan pun. Dinda tidak akan menikah selain dengan Kanda. Jika Dinda melanggar sumpah ini, biarlah Dinda menjadi siamang,” ucap Puti Juilan.
“Kanda pun bersumpah, jika Kanda tidak setia kepada Dinda, biarlah Kanda tenggelam bersama kapal Kanda di tengah laut,” balas Sutan Rumandang dengan ucapan sumpah.
Setelah berpamitan, Sutan Rumandang pun berlayar mengarungi samudara luas. Dari atas kapal, ia melambaikan tangan sebagai salam perpisahan. Puti Juilan pun membalasnya sambil meneteskan air mata. Semakin jauh kapal itu ke tengah laut, air mata Puti Juilan semakin deras mengalir. Ketika kapal itu hilang dari pandangan mata, Puti bersama keluarganya meninggalkan dermaga.
Sejak itu, Puti Juilan selalu berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar melindungi tunangannya dan cepat kembali untuk menikahinya. Waktu berjalan begitu cepat. Sudah setahun lebih menunggu, Puti Juilan belum juga mendapat kabar dari tunangannya. Hingga akhir tahun kedua, tunangannya belum juga kembali dari pelayarannya. Ketika memasuki tahun ketiga, sebuah kapal dagang yang besar dan megah sedang berlabuh di dermaga. Mendengar kedatangan kapal itu, Puti Juilan bersama keluarganya segera menuju ke dermaga. Saat mereka tiba di dermaga, Puti Juilan tampak kecewa, karena kapal itu ternyata bukan milik tunangannya.
Namun, kekecewaan Puti Juilan langsung terobati saat ia melihat seorang pemuda tampan berpakaian mewah dan beberapa pengawalnya turun dari kapal.
“Melihat pakaian dan jumlah pengawalnya, pemuda itu pastilah bukan orang sembarangan,” kata Puti Juilan dalam hati.
Puti Juilan terus memerhatikan pemuda itu turun dari meniti anak tangga kapal satu persatu. Dengan penuh wibawa, pemuda itu berjalan menuju ke arah tempat ia dan keluarganya berdiri. Wajah tampan dan kewibawaan pemuda itu benar-benar memikat hati Puti Juilan. Pikirannya tentang Sutan Rumandang tiba-tiba lenyap begitu saja. Seluruh perhatian dan perasaannya tercurahkan kepada pemuda tampan itu.
“Bu, coba perhatikan pemuda itu! Dia sangat tampan dan gagah,” bisik Puti Juilan.
Ibunya pun mengerti maksud Puti Juilan kalau dia menyukai pemuda itu. Ia pun mengajak pemuda itu ke istana. Setelah ditanya tentang asal-usulnya, ternyata pemuda itu seorang keturunan bangsawan dari negeri tetangga. Akhirnya, ia pun dinikahkan dengan Puti Juilan dengan mengadakan pesta yang sangat meriah. Seluruh bangsawan dan orang-orang kaya di negeri itu dan di negeri tetangga turut diundang. Berbagai seni pertunjukan juga digelar. Ketika semua undangan telah hadir, pesta pun dimulai. Penghulu mulai menanyai kesediaan kedua mempelai.
“Apakah kamu bersedia menikah dengan Puti Juilan?” tanya penghulu kepada mempelai laki-laki.
Setelah mempelai laki-laki itu menyatakan kesediaannya, penghulu itu bertanya kepada Puti Juilan. Ketika hendak menjawab pertanyaan penghulu, tiba-tiba Puti Juilan memekik seperti orang tersengat lebah.
`Aduh, sakitnya!” pekik Puti Juilan sambil melompat berdiri.
Setelah itu, Puti Juilan kembali duduk. Saat akan menjawab pertanyaan kedua dari penghulu, ia kembali memekik sambil melompat dan bergayut di ambang pintu. Pada saat akan menjawab pertanya ketiga, ia memekik lagi dengan suara yang sangat keras seraya melompat tinggi ke bubungan rumah. Semua yang hadir menyaksikan peristiwa tersebut lari berhamburan ke luar rumah. Mereka melihat tubuh Puti Juilan di atas bubungan sedikit demi sedikit ditumbuhi oleh bulu berwarna putih. Lama-kelamaan, bulu itu semakin tebal dan memenuhi tubuhnya. Bentuk tubuh dan wajahnya pun perlahan-lahan berubah menyerupai seekor Siamang.
Begitu seluruh tubuh Puti Juilan telah menjelma menjadi seekor siamang putih, barulah Tuanku Raja Kecik tersadar bahwa cucu kesayangannya itu telah melanggar sumpahnya. Namun, apa hendak diperbuat, nasi telah menjadi bubur. Seluruh keluarga istana hanya bisa pasrah menerima nasib malang yang telah menimpa Puti Juilan. Setiap hari, kala sang surya akan kembali ke peraduannya, siamang putih duduk di atas bubungan rumah sambil berbunyi dengan suara keras.
“Wuuut... wuut.... wuut!”
Siamang Putih itu terus berbunyi sambil menatap jauh ke arah laut menanti kedatangan Sutan Rumandang. Namun, Sutan Rumandang tak kunjung tiba. Semakin hari, suara siamang terdengar semakin sendu, seperti tangis seorang gadis yang sedang putus asa. Beberapa hari kemudian, suara siamang tidak pernah terdengar lagi. Seorang warga telah menemukannya mati di atas pohon ketaping tempatnya bersarang. Mengetahui hal itu, keluarga istana segera mengambil dan membawanya pulang untuk dikuburkan layaknya manusia. Seluruh rakyat negeri turut berduka cita atas meninggalnya Puti Juilan dalam wujud seekor siamang.
Beberapa hari kemudian, terdengarlah kabar bahwa Sutan Rumandang tenggelam di tengah laut karena telah melanggar sumpahnya, yakni menikah dengan seorang putri di negeri rantau.






1.3  KESIMPULAN

  • ·    Cerita rakyat atau Folklore Indonesia Siamang Putih dari daerah Sumatra Barat, Indonesia. cerita Siamang Putih diatas berisi tentang nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, namun tetap dengan melibatkan unsur budaya di dalamnya.  Serta memberi pelajaran kepada kita bahwa orang yang melanggar sumpah dan mengingkari janji seperti Puti Juilan, akan termakan oleh sumpah dan janjinya. Dalam kehidupan orang Melayu, mengingkari janji merupakan sifat tercela dan termasuk ciri kemunafikan. Dengan kata lain orang munafik adalah orang yang tidak jujur dan tidak pandai memegang amanah.
  •     Siamang atau Symphalangus syndactylus merupakan kera hitam berlengan panjang yang hidup yang hidup di Sumatera, Indonesia dan semenanjung Malaysia. Siamang, yang dalam bahasa Inggris juga disebut Siamang, dalam bahasa latin dinamai Symphalangus syndactylus (Raffles, 1821). Kera hitam berlengan panjang ini mempunyai beberapa nama sinonim seperti Hylobates syndactylus (Raffles, 1821), Symphalangus continentis (Thomas, 1908), Symphalangus gibbon (C. Miller, 1779), Symphalangus subfossilis (Hooijer, 1960), dan Symphalangus volzi (Pohl, 1911).









DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar