Kecantikan Danau Toba yang terancam rusak
Indonesia sudah seharusnya bangga dengan keberadaan
Danau Toba nan indah yang terkenal hingga kemancanegara. Keelokan danau
terdalam dan terluas se-Asia Tenggara dari hasil letusan super-volcano sekitar
74000 tahun yang lalu ini telah menjadi icon pariwisata Indonesia terkhususnya
Sumatera Utara. Namun nyatanya hal ini sama sekali tidak berdampak pada
pertumbuhan ekonomi masyarakat yang bermukim disekitarnya.
Danau Toba hari demi hari terus kehilangan pesonanya
bahkan tidak mampu bersaing dengan icon pariwisata lain di Indonesia seperti
Bali dan raja ampat dalam mendukung kesejahteraan rakyat serta meraup devisa
dari sektor pariwisata. Lalu mengapa keindahan danau toba tidak berbanding
lurus dengan manfaat yang dihasilkan?. Keadaan tersebut harusnya menyadarkan
kita bahwa kawasan wisata Danau Toba telah kehilanggan Ruh-nya, sehingga
berakibat turunnya animo wisatawan untuk berkunjung. Wacana Sebagai Otorita
Kecantikan danau toba dan keunikan pulau Samosir sama sekali belum sepenuhnya
bermanfaat bagi masyarakat. Pemerintah sepertinya enggan bahu-membahu bersama
rakyat dalam membangun sensasi pariwisata Danau Toba.
Selama ini pemerintah kabupaten yang masuk kedalam
wilayah geografis Danau Toba cenderung berjalan sendiri-sendiri dengan
kebijakannya sehingga rakyat tak tahu pasti harus berbuat apa dalam
mengembangkan Kawasan Wisata Danau Toba (KWDT). Hal ini menyebabkan Danau Toba
hanya indah dipandang dari jauh namun minim pengunjung. Keindahannya begitu
populer diluar negeri tetapi nasibnya terabaikan di negeri sendiri. Hal ini
menjadi tanggung jawab pemerintah (pusat dan daerah) yang dari tahun-ketahun
tidak pernah serius memberi perhatian, sehingga industri pariwisata Danau Toba
kini terlihat seperti jalan ditempat dan hanya menguntungkan segelintir orang.
Beberapa waktu yang lalu muncul wacana pembentukan sebuah Badan Otorita Danau
Toba yang direkomendasikan oleh DPRD SUMUT sebagai solusi perbaikan KWDT akibat
degradasi lingkungan hidup yang terus terjadi serta sektor pariwisata yang
semakin lesu disebabkan lambatnya pembangunan infrastuktur. Namun apakah hal
tersebut akan menjamin perubahan?. Mengenai usulan pembentukan Danau Toba
sebagai Otorita belum begitu diperlukan karena tidak bisa menjamin penyelesaian
masalah dan mungkin saja akan bernasib sama dengan solusi-solusi sebelumnya.
Badan otorita juga ditakutkan akan memunculkan masalah baru dan menyebabkan
rakyat semakin terpinggirkan akibat masuknya tangan-tangan asing. Maka dari itu
pembentukan sebuah badan otorita kawasan Danau Toba sebaiknya dibatalkan sebab
sebaik apapun regulasi, namun tanpa adanya kejujuran maka semua menjadi
sia-sia. Hal utama adalah keseriusan pemerintah daerah diseputar Danau Toba
yang berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata serta kementrian Lingkungan Hidup
dianggap lebih menjanjikan ditambah dukungan Pemerintah Pusat dan kritikan dari
badan Lingkungan Hidup. Kawasan Wisata Danau Toba merupakan bagian sejarah
Indonesia, oleh karenanya pemerintah pusat harus turut andil dalam
memperbaikinya. Jika hanya mengandalkan Pemerintah Daerah saja maka akan sulit
menjalin koordinasi, apa lagi setelah RUU provinsi Tapanuli disahkan maka
proses pembahasan akan semakin rumit sebab 7 Pemda awal akan segera berpisah
menjadi 2 provinsi berbeda. Danau Toba Aset Bangsa Masihkah danau toba dianggap
sebagai sebuah kekayaan bangsa? Hal ini merupakan pertanyaan serius bagi
pemangku jabatan di negeri ini. Pemerintah pusat harus segera turun tangan dan
jangan terkesan pilih kasih hanya mengutamakan objek wasata tertentu. Danau
Toba juga merupakan aset bangsa yang berharga. Ada pepatah Batak menyatakan:
”Unang ma mate ho molo ndang dope diliati ho Tao Toba” (Janganlah tinggalkan
dunia ini sebelum Anda mengelilingi Danau Toba). Namun sepertinya masyarakat
tidak lagi mendengarnya sebab Danau Toba kini hanya keindahan yang tersohor
namun tidak dikelola secara maksimal. Luasnya Danau Toba dan tingginya potensi
yang terkandung di dalamnya membuat masyarakat semakin gelisah melihat
kondisinya. Pemekaran provinsi dan kabupaten yang ada disekitar Danau Toba
belum bisa memastikan adanya proses perbaikan secara total. Masing-masing
kabupaten yang ada disekitar kawasan Danau Toba saat ini terkesan tidak berdaya
melakukan perbaikan. Kini pilihan Rakyat Indonesia terkhususnya warga Sumatera
Utara hanya bisa menyerukan dan meminta kepada para pemangku jabatan hendaknya
dapat bersatu dalam membesarkan kawasan danau toba sehingga tidak
berlarut-larut tanpa perkembangan. Danau toba bukanlah danau mati. Danau Toba
merupakan simbol kehidupan Rakyat Sumatera Utara yang telah lama menantikan
manfaat dari potensi kekayaannya. Oleh karena itu jangan menggiring mereka lagi
ke arena konflik raja-raja kecil diseputaran kawasan danau toba yang hanya
mengandalkan egositas dan mencari keuntungan. Rakyat yang berdiam di kawasan
danau toba sama berharganya dengan manusia di tempat lain. Siapa pun tak boleh
mengorbankannya, apalagi menjadikan danau toba sebagai tumbal untuk dipolitisir
demi memuluskan kepentingan kelompok dan digarap oleh segelintir orang dengan
cara-cara picik. Kita sudah bersepakat bahwa danau toba milik bersama yang
dikembangkan lewat dukungan rakyat. Rakyat sebenarnya ingin melihat bagaimana
Kawasan Danau Toba benar-benar berkembang sebab danau toba juga bagian dari
NKRI sama seperti Bali, Raja Ampat, Bunaken atau Lombok. Tidak boleh ada
dikotomi yang menganggap objek wisata yang satu lebih berharga dari yang lain
sebab semuanya adalah aset bangsa. Pemerintah hendaknya justru membangun
bersama kawasan danau toba agar rakyat sejahtera. Lalu bagi putra daerah yang
peduli wisata Kawasan Danau Toba jadi apa yang bisa kita lakukan? Mari
bahu-membahu dalam memberikan masukan dengan mengedepankan kepentingan Rakyat
dari pada kepentingan pribadi, sebab tanpa kerja sama dan keseriusan maka
semuanya “bagai jauh panggang dari api” dan kawasan wisata danau toba tidak
akan mengalami perubahan sampai kapan pun.
Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan kondisi ekosistem di Danau Toba, Sumatera
Utara (Sumut), mengalami kerusakan berat lantaran pencemaran limbah domestik.
Limbah yang dibuang langsung ke Danau Toba baik oleh masyarakat setempat maupun
industri seperti perhotelan di pesisir danau menyebabkan Danau Toba terancam
kehilangan spesies endemiknya. Misalnya limbah fosfat dari detergen yang mampu
menurunkan produksi telur ikan.
Berkembangnya tanaman eceng gondok di
kawasan Baktiraja, Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, dikhawatirkan mencemari
lingkungan Danau Toba, sehingga perlu dibersihkan agar kelestarian danau cantik
dan terluas di Asia Tenggara itu tetap terpelihara.
"Keberadaan eceng gondok di kawasan Baktiraja berpotensi merusak ekosistem dan berdampak menimbulkan daratan baru," ungkap pegiat lingkungan di Doloksanggul Baringin Lumban Gaol kepada wartawan,
Aktivis lingkungan dari Humbahas itu menyebutkan, tanaman liar yang dianggap sebagai gulma di permukaan Danau Toba tersebut, cukup mengganggu kelangsungan industri pariwisata, karena mengurangi estetika keindahan alam.
Eceng gondok dimaksud, lanjut Baringin juga mengganggu beberapa ekosistem. Sebab, dari aspek pertumbuhan, tanaman ini mampu beradaptasi dengan perubahan ekstrem berdasarkan ketinggian air, perubahan ketersediaan nutrisi, pH, temperatur serta racun-racun dalam air.
Menurutnya, pertumbuhan eceng gondok semakin cepat, karena air Danau Toba mengandung nutrisi tinggi, kaya dengan nitrogen, fosfat dan potasium yang menutupi permukaan danau di kawasan air tenang, seperti di Baktiraja yang terletak di pinggir danau.
Dijelaskannya, perkembangan eceng gondok akan mempengaruhi pencemaran air. Jadi jika wisatawan melihat eceng gondok menjamur di sepanjang pinggiran danau maka menunjukkan tingginya pencemaran air di kawasan Danau Toba.
"Penjagaan ekosistem dari aspek pencemaran sangat diperlukan, terlebih limbah rumah tangga yang sering dibuang langsung ke Danau Toba," katanya.
Sementara itu, Kabag Humas Pemkab Humbang Hasundutan, Osborn Siahaan menyebutkan, pihak pemerintah setempat melalui aparat kecamatan sudah mempersiapkan program pembersihan Danau Toba, termasuk melibatkan para pegiat pariwisata di daerah tersebut.
Pembersihan paling tepat, kata dia, dengan memaksimalkan eceng gondok sebagai bagian industri kerajinan rumah tangga serta bahan baku pupuk organik dan pakan ternak.
Jika hanya dibersihkan begitu saja, eceng gondok hanya punah sesaat. Sementara, kesadaran masyarakat untuk membersihkan lingkungan Danau Toba sepertinya sangat minim. Padahal, tumbuhan itu bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri.
"Kita telah melakukan sosialisasi, agar masyarakat tetap menjaga kebersihan lingkungan serta tidak membuang limbah ke kawasan Danau Toba," katanya.
"Keberadaan eceng gondok di kawasan Baktiraja berpotensi merusak ekosistem dan berdampak menimbulkan daratan baru," ungkap pegiat lingkungan di Doloksanggul Baringin Lumban Gaol kepada wartawan,
Aktivis lingkungan dari Humbahas itu menyebutkan, tanaman liar yang dianggap sebagai gulma di permukaan Danau Toba tersebut, cukup mengganggu kelangsungan industri pariwisata, karena mengurangi estetika keindahan alam.
Eceng gondok dimaksud, lanjut Baringin juga mengganggu beberapa ekosistem. Sebab, dari aspek pertumbuhan, tanaman ini mampu beradaptasi dengan perubahan ekstrem berdasarkan ketinggian air, perubahan ketersediaan nutrisi, pH, temperatur serta racun-racun dalam air.
Menurutnya, pertumbuhan eceng gondok semakin cepat, karena air Danau Toba mengandung nutrisi tinggi, kaya dengan nitrogen, fosfat dan potasium yang menutupi permukaan danau di kawasan air tenang, seperti di Baktiraja yang terletak di pinggir danau.
Dijelaskannya, perkembangan eceng gondok akan mempengaruhi pencemaran air. Jadi jika wisatawan melihat eceng gondok menjamur di sepanjang pinggiran danau maka menunjukkan tingginya pencemaran air di kawasan Danau Toba.
"Penjagaan ekosistem dari aspek pencemaran sangat diperlukan, terlebih limbah rumah tangga yang sering dibuang langsung ke Danau Toba," katanya.
Sementara itu, Kabag Humas Pemkab Humbang Hasundutan, Osborn Siahaan menyebutkan, pihak pemerintah setempat melalui aparat kecamatan sudah mempersiapkan program pembersihan Danau Toba, termasuk melibatkan para pegiat pariwisata di daerah tersebut.
Pembersihan paling tepat, kata dia, dengan memaksimalkan eceng gondok sebagai bagian industri kerajinan rumah tangga serta bahan baku pupuk organik dan pakan ternak.
Jika hanya dibersihkan begitu saja, eceng gondok hanya punah sesaat. Sementara, kesadaran masyarakat untuk membersihkan lingkungan Danau Toba sepertinya sangat minim. Padahal, tumbuhan itu bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri.
"Kita telah melakukan sosialisasi, agar masyarakat tetap menjaga kebersihan lingkungan serta tidak membuang limbah ke kawasan Danau Toba," katanya.
Danau Toba tinggal
kenangan
Keindahan itu kini tinggal kenangan. Danau yang
dulunya menjadi kebanggaan penduduk di sekitarnya termasuk di Toba Samosir itu
kini telah rusak. Airnya yang dulu bersih, kini menjadi keruh dipenuhi dengan
sampah dan dieksploitasi secara berlebihan. Hutan yang ada di sekitar Danau
Toba dulunya hijau dan asri, kini menjadi gundul dan kering, bahkan penduduknya
semakin melarat. Dan ternyata, semua “kerusakan lingkungan” yang terjadi mengakibatkan
menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba. Tentu, hal ini
membuat ketenaran Danau Toba yang dulunya sudah mendunia kini menjadi sirna
karena air dan lingkungan sudah tercemar dan rusak.
Jika ditelisik dan berdasarkan beberapa informasi
yang saya baca melalui media, kenapa Danau Toba semakin rusak, ada beberapa hal
yang menjadi penyebabnya:
(1) tercemarnya air danau yang diakibatkan
zat-zat kimia dari pakan ikan di keramba-keramba. Seperti yang kita ketahui,
kini permukaan Danau Toba hampir ditutupi oleh keramba-keramba ikan dari
perusahaan swasta asing dan dalam negeri yang mendapat izin dari pemerintah.
Hal itu dapat dibuktikan apabila kita singgah di Panatapan, Parapat. Dari
Panatapan, akan terlihat jelas banyak keramba yang bertebaran di pinggiran
bahkan hampir ke tengah Danau. Saat ini, diperkirakan jumlah keramba di Danau
Toba mencapai ribuan. jumlah ini benar-benar sangat besar! Melalui penelitian,
diperoleh hasil bahwa sisa pakan ikan dari keramba menyebabkan terjadinya eutropikasi,
yaitu suatu keadaan tingginya konsentrasi fosfat yang terlarut di air danau.
Hal ini akan memicu pertumbuhan alga yang tidak terkontrol. Eutropikasi juga
memicu pertumbuhan yang sangat pesat bagi tumbuhan eceng gondok. Hal ini dapat
kita lihat dengan banyaknya tumbuhan eceng gondok yang telah mulai menutupi
tepian danau. Pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkontrol, mengakibatkan
berkurangnya konsentrasi oksigen di dalam danau yang mengakibatkan kematian
bagi mahluk hidup di danau. Selain itu, air danau yang tercemar juga berdampak
bagi kesehatan orang-orang yang memanfaatkannya untuk kebutuhan rumah
tangga dan mandi. Dari pengalaman saya beberapa kali bertemu dengan
wisatawan dan berbincang-bincang dengan mereka, tidak sedikit dari mereka yang
mengaku bahwa setelah mandi di Danau Toba, kulitnya memerah dan gatal-gatal.
(2)
Pemicu lain, rusaknya keindahan dan kelestarian Danau Toba ialah eksploitasi
hutan (penebangan kayu) yang kini semakin tak terkontrol, baik yang dilakukan
oleh pengusaha lokal maupun oleh perusahaan swasta seperti PT Toba Pulp
Lestari. Penebangan kayu yang dilakukan oleh pengusaha lokal dan PT Toba Pulp
Lestari ternyata mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang berdampak sangat
besar bagi kelestarian Danau Toba. Kini, hutan sudah menjadi gundul dan
berdampak pada sumber-sumber air yang menjadi penyuplai air ke Danau Toba.
Kebanyakan Hutan yang ada di kawasan Danau Toba telah beralih fungsi menjadi
Hutan Tanaman Industri (HTI). Hutan alam yang dulunya heteregon kini menjadi
hutan monokultur. Hutan di kawasan Danau Toba tidak lagi seperti dulu. Jika
musim kemarau semua tampak gersang dan kering, sedangkan jika musim hujan
bahaya longsor pun sering terjadi sampai banjir bandang. Hutan yang memiliki
peran yang cukup besar dalam menjaga keseimbangan ekosistem tidak lagi
berfungsi sebagaimana mestinya.
(3) Eksploitasi kawasan dan Danau Toba yang
berlebihan oleh berbagi pihak termasuk perusahaan swasta yang mendapat ijin
dari pemerintah juga berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat yang ada,
yakni dengan menurunnya pendapatan masyarakat yang berujung pada kemiskinan.
Masyarakat yang selama ini mengandalkan Danau Toba dan kawasan di sekitarnya
untuk memenuhi kebutuhan keluarga sudah tidak dapat lagi berharap banyak. Pada
tahun 80-an sampai 90-an, sektor pariwisata merupakan andalan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan keluarga. Banyaknya wisatawan yang datang, khususnya
wisatawan asing sangat berdampak pada ekonomi masyarakat. Akan tetapi pasca
krisis ekonomi di Indonesia pada akhir tahun 90-an, wisatawan asing sudah
semakin berkurang yang berkunjung ke Danau Toba. Krisis ekonomi bukanlah
penyebab utama menurunnya angka kunjungan wisatawan asing, akan tetapi
kerusakan lingkungan di kawasan dan Danau Toba juga menjadi penyebab menurunnya
angka kunjungan wisatawan. Hal ini sangat berpengaruh pada masyarakat yang
selama ini mengandalkan sektor pariwisata dalam memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga.
Lain lagi bagi masyarakat yang mengandalkan
pertanian dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, kerusakan ekosistem
kawasan dan Danau Toba juga sangat berpengaruh pada usaha pertanian mereka.
Kerusakan ekosistem kawasan Danau Toba menyebabkan perubahan mendasar terhadap
cuaca dan musim serta pola tanam pertanian mereka. Musim semakin tidak bisa
diprediksi, pola tanam juga akhirnya ikut berubah. Air yang ada tidak lagi
dapat memenuhi kebutuhan usaha pertanian masyarakat. Tidak jarang ditemui
petani yang mengalami gagal panen karena kekeringan lahan pertanian.
Kemiskinan yang terjadi karena kerusakan
ekosistem kawasan Danau Toba menyebabkan semakin tingginya angka pengangguran
karena semakin sulitnya untuk mencari lapangan kerja yang ada. Masyarakat tidak
lagi mampu menyekolahkan anaknya dengan baik karena ketidakmampuan untuk memenuhi
biaya pendidikan yang semakin tinggi. Selain masalah di atas, kerusakan
ekosistem kawasan Danau Toba akan semakin memunculkan keprihatinan di
tengah-tengah kehidupan masyarakat yang selama ini menggantungkan harapannya di
kawasan Danau Toba.
Jangan tinggal diam
Kerusakan ekosistem kawasan Danau Toba tidak
dapat lagi terhindarkan karena eksploitasi yang berlebihan oleh manusia, baik
karena tindakan secara ilegal maupun legal (adanya ijin pemerintah). Akan
tetapi walaupun kerusakan Danau Toba tak dapat dihindari, tetap saja ada
langkah atau solusi yang dapat dilakukan untuk mengembalikan keindahan,
keasrian, dan kelestarian Danau Toba yang dulu telah termasyur. Tidak ada
kata tidak jika kita memiliki keinginan, kemauan, kebersamaan dan komitmen
untuk berbuat yang terbaik untuk Danau Toba.
Ada beberapa langkah yang menurut saya bisa
menjadi solusi pelestarian kawasan Danau Toba untuk mengembalikannya ke fungsi
sebenarnya:
(1) menghentikan penebangan hutan di sekitar
kawasan Danau Toba baik ilegal maupun legal yang secara langsung dan tidak
langsung berpengaruh terhadap ekosistem
(2) membuat kebijakan yang tepat dan tegas untuk
mengatur pemanfaatan Danau Toba bagi pengembangan keramba jala apung (keramba
ikan)
(3) melakukan penghijauan di kawasan Danau Toba
(4)
hentikan tindakan membuang sampah ke Danau Toba, khususnya sampah plastic
(5) hentikan pembuangan limbah rumah tangga dan
industri pariwisata (hotel/penginapan) secara langsung ke Danau Toba.
Jika langkah-langkah di atas dapat dilakukan
secara bersama dan penuh komitmen oleh pemerintah, masyarakat, dan
elemen-elemen lainnya bukan tidak mungkin kawasan Danau Toba akan kembali
lestari. Upaya pelestartian kawasan Danau Toba memang membutuhkan waktu yang
lama, menurut prediksi saya, kurang lebih setelah 40 tahun ke depan. Untuk itu
tidak ada kata untuk menunda tindakan pelestarian kawasan Danau Toba. Jika
ditunda, bisa jadi upaya pelestarian yang dibutuhkan akan semakin panjang dan
masyarakat akan semakin menderita. Danau Toba harus kita jadikan identitas,
artinya tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang ada di kawasan Danau
Toba itu sendiri. Mengembalikan kejayaan Danau Toba tidak harus menunggu uluran
tangan orang lain, tetapi sudah waktnya semua elemen yang ada saling bahu
membahu untuk menyelamatkan Danau Toba.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar