Selasa, 05 Januari 2016

Tugas 2 - Solusi UNJ untuk Pariwisata Indonesia

Kecantikan Danau Toba yang terancam rusak
 
 
Indonesia sudah seharusnya bangga dengan keberadaan Danau Toba nan indah yang terkenal hingga kemancanegara. Keelokan danau terdalam dan terluas se-Asia Tenggara dari hasil letusan super-volcano sekitar 74000 tahun yang lalu ini telah menjadi icon pariwisata Indonesia terkhususnya Sumatera Utara. Namun nyatanya hal ini sama sekali tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat yang bermukim disekitarnya.
Danau Toba hari demi hari terus kehilangan pesonanya bahkan tidak mampu bersaing dengan icon pariwisata lain di Indonesia seperti Bali dan raja ampat dalam mendukung kesejahteraan rakyat serta meraup devisa dari sektor pariwisata. Lalu mengapa keindahan danau toba tidak berbanding lurus dengan manfaat yang dihasilkan?. Keadaan tersebut harusnya menyadarkan kita bahwa kawasan wisata Danau Toba telah kehilanggan Ruh-nya, sehingga berakibat turunnya animo wisatawan untuk berkunjung. Wacana Sebagai Otorita Kecantikan danau toba dan keunikan pulau Samosir sama sekali belum sepenuhnya bermanfaat bagi masyarakat. Pemerintah sepertinya enggan bahu-membahu bersama rakyat dalam membangun sensasi pariwisata Danau Toba.
Selama ini pemerintah kabupaten yang masuk kedalam wilayah geografis Danau Toba cenderung berjalan sendiri-sendiri dengan kebijakannya sehingga rakyat tak tahu pasti harus berbuat apa dalam mengembangkan Kawasan Wisata Danau Toba (KWDT). Hal ini menyebabkan Danau Toba hanya indah dipandang dari jauh namun minim pengunjung. Keindahannya begitu populer diluar negeri tetapi nasibnya terabaikan di negeri sendiri. Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah (pusat dan daerah) yang dari tahun-ketahun tidak pernah serius memberi perhatian, sehingga industri pariwisata Danau Toba kini terlihat seperti jalan ditempat dan hanya menguntungkan segelintir orang. Beberapa waktu yang lalu muncul wacana pembentukan sebuah Badan Otorita Danau Toba yang direkomendasikan oleh DPRD SUMUT sebagai solusi perbaikan KWDT akibat degradasi lingkungan hidup yang terus terjadi serta sektor pariwisata yang semakin lesu disebabkan lambatnya pembangunan infrastuktur. Namun apakah hal tersebut akan menjamin perubahan?. Mengenai usulan pembentukan Danau Toba sebagai Otorita belum begitu diperlukan karena tidak bisa menjamin penyelesaian masalah dan mungkin saja akan bernasib sama dengan solusi-solusi sebelumnya. Badan otorita juga ditakutkan akan memunculkan masalah baru dan menyebabkan rakyat semakin terpinggirkan akibat masuknya tangan-tangan asing. Maka dari itu pembentukan sebuah badan otorita kawasan Danau Toba sebaiknya dibatalkan sebab sebaik apapun regulasi, namun tanpa adanya kejujuran maka semua menjadi sia-sia. Hal utama adalah keseriusan pemerintah daerah diseputar Danau Toba yang berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata serta kementrian Lingkungan Hidup dianggap lebih menjanjikan ditambah dukungan Pemerintah Pusat dan kritikan dari badan Lingkungan Hidup. Kawasan Wisata Danau Toba merupakan bagian sejarah Indonesia, oleh karenanya pemerintah pusat harus turut andil dalam memperbaikinya. Jika hanya mengandalkan Pemerintah Daerah saja maka akan sulit menjalin koordinasi, apa lagi setelah RUU provinsi Tapanuli disahkan maka proses pembahasan akan semakin rumit sebab 7 Pemda awal akan segera berpisah menjadi 2 provinsi berbeda. Danau Toba Aset Bangsa Masihkah danau toba dianggap sebagai sebuah kekayaan bangsa? Hal ini merupakan pertanyaan serius bagi pemangku jabatan di negeri ini. Pemerintah pusat harus segera turun tangan dan jangan terkesan pilih kasih hanya mengutamakan objek wasata tertentu. Danau Toba juga merupakan aset bangsa yang berharga. Ada pepatah Batak menyatakan: ”Unang ma mate ho molo ndang dope diliati ho Tao Toba” (Janganlah tinggalkan dunia ini sebelum Anda mengelilingi Danau Toba). Namun sepertinya masyarakat tidak lagi mendengarnya sebab Danau Toba kini hanya keindahan yang tersohor namun tidak dikelola secara maksimal. Luasnya Danau Toba dan tingginya potensi yang terkandung di dalamnya membuat masyarakat semakin gelisah melihat kondisinya. Pemekaran provinsi dan kabupaten yang ada disekitar Danau Toba belum bisa memastikan adanya proses perbaikan secara total. Masing-masing kabupaten yang ada disekitar kawasan Danau Toba saat ini terkesan tidak berdaya melakukan perbaikan. Kini pilihan Rakyat Indonesia terkhususnya warga Sumatera Utara hanya bisa menyerukan dan meminta kepada para pemangku jabatan hendaknya dapat bersatu dalam membesarkan kawasan danau toba sehingga tidak berlarut-larut tanpa perkembangan. Danau toba bukanlah danau mati. Danau Toba merupakan simbol kehidupan Rakyat Sumatera Utara yang telah lama menantikan manfaat dari potensi kekayaannya. Oleh karena itu jangan menggiring mereka lagi ke arena konflik raja-raja kecil diseputaran kawasan danau toba yang hanya mengandalkan egositas dan mencari keuntungan. Rakyat yang berdiam di kawasan danau toba sama berharganya dengan manusia di tempat lain. Siapa pun tak boleh mengorbankannya, apalagi menjadikan danau toba sebagai tumbal untuk dipolitisir demi memuluskan kepentingan kelompok dan digarap oleh segelintir orang dengan cara-cara picik. Kita sudah bersepakat bahwa danau toba milik bersama yang dikembangkan lewat dukungan rakyat. Rakyat sebenarnya ingin melihat bagaimana Kawasan Danau Toba benar-benar berkembang sebab danau toba juga bagian dari NKRI sama seperti Bali, Raja Ampat, Bunaken atau Lombok. Tidak boleh ada dikotomi yang menganggap objek wisata yang satu lebih berharga dari yang lain sebab semuanya adalah aset bangsa. Pemerintah hendaknya justru membangun bersama kawasan danau toba agar rakyat sejahtera. Lalu bagi putra daerah yang peduli wisata Kawasan Danau Toba jadi apa yang bisa kita lakukan? Mari bahu-membahu dalam memberikan masukan dengan mengedepankan kepentingan Rakyat dari pada kepentingan pribadi, sebab tanpa kerja sama dan keseriusan maka semuanya “bagai jauh panggang dari api” dan kawasan wisata danau toba tidak akan mengalami perubahan sampai kapan pun.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan kondisi ekosistem di Danau Toba, Sumatera Utara (Sumut), mengalami kerusakan berat lantaran pencemaran limbah domestik. Limbah yang dibuang langsung ke Danau Toba baik oleh masyarakat setempat maupun industri seperti perhotelan di pesisir danau menyebabkan Danau Toba terancam kehilangan spesies endemiknya. Misalnya limbah fosfat dari detergen yang mampu menurunkan produksi telur ikan.

Berkembangnya tanaman eceng gondok di kawasan Baktiraja, Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, dikhawatirkan mencemari lingkungan Danau Toba, sehingga perlu dibersihkan agar kelestarian danau cantik dan terluas di Asia Tenggara itu tetap terpelihara.

"Keberadaan eceng gondok di kawasan Baktiraja berpotensi merusak ekosistem dan berdampak menimbulkan daratan baru," ungkap pegiat lingkungan di Doloksanggul Baringin Lumban Gaol kepada wartawan,

Aktivis lingkungan dari Humbahas itu menyebutkan, tanaman liar yang dianggap sebagai gulma di permukaan Danau Toba tersebut, cukup mengganggu kelangsungan industri pariwisata, karena mengurangi estetika keindahan alam.

Eceng gondok dimaksud, lanjut Baringin juga mengganggu beberapa ekosistem. Sebab, dari aspek pertumbuhan, tanaman ini mampu beradaptasi dengan perubahan ekstrem berdasarkan ketinggian air, perubahan ketersediaan nutrisi, pH, temperatur serta racun-racun dalam air.

Menurutnya, pertumbuhan eceng gondok semakin cepat, karena air Danau Toba mengandung nutrisi tinggi, kaya dengan nitrogen, fosfat dan potasium yang menutupi permukaan danau di kawasan air tenang, seperti di Baktiraja yang terletak di pinggir danau.

Dijelaskannya, perkembangan eceng gondok akan mempengaruhi pencemaran air. Jadi jika wisatawan melihat eceng gondok menjamur di sepanjang pinggiran danau maka menunjukkan tingginya pencemaran air di kawasan Danau Toba.

"Penjagaan ekosistem dari aspek pencemaran sangat diperlukan, terlebih limbah rumah tangga yang sering dibuang langsung ke Danau Toba," katanya.

Sementara itu, Kabag Humas Pemkab Humbang Hasundutan, Osborn Siahaan menyebutkan, pihak pemerintah setempat melalui aparat kecamatan sudah mempersiapkan program pembersihan Danau Toba, termasuk melibatkan para pegiat pariwisata di daerah tersebut.

Pembersihan paling tepat, kata dia, dengan memaksimalkan eceng gondok sebagai bagian industri kerajinan rumah tangga serta bahan baku pupuk organik dan pakan ternak.

Jika hanya dibersihkan begitu saja, eceng gondok hanya punah sesaat. Sementara, kesadaran masyarakat untuk membersihkan lingkungan Danau Toba sepertinya sangat minim. Padahal, tumbuhan itu bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri.

"Kita telah melakukan sosialisasi, agar masyarakat tetap menjaga kebersihan lingkungan serta tidak membuang limbah ke kawasan Danau Toba," katanya.

Danau Toba tinggal kenangan       
Keindahan itu kini tinggal kenangan. Danau yang dulunya menjadi kebanggaan penduduk di sekitarnya termasuk di Toba Samosir itu kini telah rusak. Airnya yang dulu bersih, kini menjadi keruh dipenuhi dengan sampah dan dieksploitasi secara berlebihan. Hutan yang ada di sekitar Danau Toba dulunya hijau dan asri, kini menjadi gundul dan kering, bahkan penduduknya semakin melarat. Dan ternyata, semua “kerusakan lingkungan” yang terjadi mengakibatkan menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba. Tentu, hal ini membuat ketenaran Danau Toba yang dulunya sudah mendunia kini menjadi sirna karena air dan lingkungan sudah tercemar dan rusak.
Jika ditelisik dan berdasarkan beberapa informasi yang saya baca melalui media, kenapa Danau Toba semakin rusak, ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya:
(1) tercemarnya air danau yang diakibatkan zat-zat kimia dari pakan ikan di keramba-keramba. Seperti yang kita ketahui, kini permukaan Danau Toba hampir ditutupi oleh keramba-keramba ikan dari perusahaan swasta asing dan dalam negeri yang mendapat izin dari pemerintah. Hal itu dapat dibuktikan apabila kita singgah di Panatapan, Parapat. Dari Panatapan, akan terlihat jelas banyak keramba yang bertebaran di pinggiran bahkan hampir ke tengah Danau. Saat ini, diperkirakan jumlah keramba di Danau Toba mencapai ribuan. jumlah ini benar-benar sangat besar! Melalui penelitian, diperoleh hasil bahwa sisa pakan ikan dari keramba menyebabkan terjadinya eutropikasi, yaitu suatu keadaan tingginya konsentrasi fosfat yang terlarut di air danau. Hal ini akan memicu pertumbuhan alga yang tidak terkontrol. Eutropikasi juga memicu pertumbuhan yang sangat pesat bagi tumbuhan eceng gondok. Hal ini dapat kita lihat dengan banyaknya tumbuhan eceng gondok yang telah mulai menutupi tepian danau. Pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkontrol, mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen di dalam danau yang mengakibatkan kematian bagi mahluk hidup di danau. Selain itu, air danau yang tercemar juga berdampak bagi kesehatan orang-orang yang memanfaatkannya untuk kebutuhan rumah tangga  dan mandi. Dari pengalaman saya beberapa kali bertemu dengan wisatawan dan berbincang-bincang dengan mereka, tidak sedikit dari mereka yang mengaku bahwa setelah mandi di Danau Toba, kulitnya memerah dan gatal-gatal.
(2)                Pemicu lain, rusaknya keindahan dan kelestarian Danau Toba ialah eksploitasi hutan (penebangan kayu) yang kini semakin tak terkontrol, baik yang dilakukan oleh pengusaha lokal maupun oleh perusahaan swasta seperti PT Toba Pulp Lestari. Penebangan kayu yang dilakukan oleh pengusaha lokal dan PT Toba Pulp Lestari ternyata mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang berdampak sangat besar bagi kelestarian Danau Toba. Kini, hutan sudah menjadi gundul dan berdampak pada sumber-sumber air yang menjadi penyuplai air ke Danau Toba. Kebanyakan Hutan yang ada di kawasan Danau Toba telah beralih fungsi menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI). Hutan alam yang dulunya heteregon kini menjadi hutan monokultur. Hutan di kawasan Danau Toba tidak lagi seperti dulu. Jika musim kemarau semua tampak gersang dan kering, sedangkan jika musim hujan bahaya longsor pun sering terjadi sampai banjir bandang. Hutan yang memiliki peran yang cukup besar dalam menjaga keseimbangan ekosistem tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.
(3) Eksploitasi kawasan dan Danau Toba yang berlebihan oleh berbagi pihak termasuk perusahaan swasta yang mendapat ijin dari pemerintah juga berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat yang ada, yakni dengan menurunnya pendapatan masyarakat yang berujung pada kemiskinan. Masyarakat yang selama ini mengandalkan Danau Toba dan kawasan di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sudah tidak dapat lagi berharap banyak. Pada tahun 80-an sampai 90-an, sektor pariwisata merupakan andalan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Banyaknya wisatawan yang datang, khususnya wisatawan asing sangat berdampak pada ekonomi masyarakat. Akan tetapi pasca krisis ekonomi di Indonesia pada akhir tahun 90-an, wisatawan asing sudah semakin berkurang yang berkunjung ke Danau Toba. Krisis ekonomi bukanlah penyebab utama menurunnya angka kunjungan wisatawan asing, akan tetapi kerusakan lingkungan di kawasan dan Danau Toba juga menjadi penyebab menurunnya angka kunjungan wisatawan. Hal ini sangat berpengaruh pada masyarakat yang selama ini mengandalkan sektor pariwisata dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. 
Lain lagi bagi masyarakat yang mengandalkan pertanian dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, kerusakan ekosistem kawasan dan Danau Toba juga sangat berpengaruh pada usaha pertanian mereka. Kerusakan ekosistem kawasan Danau Toba menyebabkan perubahan mendasar terhadap cuaca dan musim serta pola tanam pertanian mereka. Musim semakin tidak bisa diprediksi, pola tanam juga akhirnya ikut berubah. Air yang ada tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan usaha pertanian masyarakat. Tidak jarang ditemui petani yang mengalami gagal panen karena kekeringan lahan pertanian.
Kemiskinan yang terjadi karena kerusakan ekosistem kawasan Danau Toba menyebabkan semakin tingginya angka pengangguran karena semakin sulitnya untuk mencari lapangan kerja yang ada. Masyarakat tidak lagi mampu menyekolahkan anaknya dengan baik karena ketidakmampuan untuk memenuhi biaya pendidikan yang semakin tinggi. Selain masalah di atas, kerusakan ekosistem kawasan Danau Toba akan semakin memunculkan keprihatinan di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang selama ini menggantungkan harapannya di kawasan Danau Toba.

Jangan tinggal diam
Kerusakan ekosistem kawasan Danau Toba tidak dapat lagi terhindarkan karena eksploitasi yang berlebihan oleh manusia, baik karena tindakan secara ilegal maupun legal (adanya ijin pemerintah). Akan tetapi walaupun kerusakan Danau Toba tak dapat dihindari, tetap saja ada langkah atau solusi yang dapat dilakukan untuk mengembalikan keindahan, keasrian, dan kelestarian Danau Toba yang dulu telah termasyur.  Tidak ada kata tidak jika kita memiliki keinginan, kemauan, kebersamaan dan komitmen untuk berbuat yang terbaik untuk Danau Toba.

Ada beberapa langkah yang menurut saya bisa menjadi solusi pelestarian kawasan Danau Toba untuk mengembalikannya ke fungsi sebenarnya:
(1) menghentikan penebangan hutan di sekitar kawasan Danau Toba baik ilegal maupun legal yang secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap ekosistem
(2) membuat kebijakan yang tepat dan tegas untuk mengatur pemanfaatan Danau Toba bagi pengembangan keramba jala apung (keramba ikan)
(3) melakukan penghijauan di kawasan Danau Toba 
 (4) hentikan tindakan membuang sampah ke Danau Toba, khususnya sampah plastic
(5) hentikan pembuangan limbah rumah tangga dan industri pariwisata (hotel/penginapan) secara langsung ke Danau Toba.
Jika langkah-langkah di atas dapat dilakukan secara bersama dan penuh komitmen oleh pemerintah, masyarakat, dan elemen-elemen lainnya bukan tidak mungkin kawasan Danau Toba akan kembali lestari. Upaya pelestartian kawasan Danau Toba memang membutuhkan waktu yang lama, menurut prediksi saya, kurang lebih setelah 40 tahun ke depan. Untuk itu tidak ada kata untuk menunda tindakan pelestarian kawasan Danau Toba. Jika ditunda, bisa jadi upaya pelestarian yang dibutuhkan akan semakin panjang dan masyarakat akan semakin menderita. Danau Toba harus kita jadikan identitas, artinya tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang ada di kawasan Danau Toba itu sendiri. Mengembalikan kejayaan Danau Toba tidak harus menunggu uluran tangan orang lain, tetapi sudah waktnya semua elemen yang ada saling bahu membahu untuk menyelamatkan Danau Toba.





DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar