Berbagai Masalah di Bidang Pariwisata serta Solusi Mengatasinya
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk
rekreasi atau liburan dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini.
Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling
tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi, merupakan
definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia. Definisi
yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka menangani jasa mulai
dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan, minuman dan jasa
bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi, keamanan dll. Dan juga menawarkan
tempat istrihat, budaya, pelarian, petualangan,pengalaman baru dan berbeda
lainnya.
Banyak negara bergantung banyak dari industri pariwisata
ini sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa
kepada wisatawan. Oleh karena itu pengembangan industri
pariwisata ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh Organisasi Non-Pemerintah
untuk mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan
perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang non-lokal.
Menurut
Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan
pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
Pariwisata
di Indonesia menjadi salah satu sumber daya yang menghasilkan keuntungan bagi
negara dan juga berkembang sangat cepat, masih ada beberapa masalah pariwisata
yang masih jadi kendala di Indonesia. Sarana, prasarana dan teknologi informasi
adalah beberapa di antaranya.
Perkembangan
pariwisata di Indonesia bisa dibilang pesat. Apalagi pada 2013, jumlah wisman
mencapai rekor yakni 8,8 juta orang. Turis domestik juga tak kalah banyak,
hampir mencapai 250 juta orang.
Namun,
setidaknya ada 7 masalah yang masih menjadi hambatan bagi pariwisata di
Indonesia. Hal itu dikemukakan Menparekraf Mari Elka Pangestu dalam seminar
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) bertajuk 'Geo Politik Pariwisata
Indonesia 2014 dalam Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015' di Merlynn Park
Hotel, Jl KH Hasyim Ashari, Jakarta Pusat.
"Pertama
adalah sarana & prasarana, kemudian SDM. Ketiga, adalah komunikasi &
publisitas, masalah keempat adalah kebijakan & peraturan yang berlaku dalam
lingkup negara dan daerah. Kelima adalah teknologi informasi, yang memungkinkan
turis mengakses banyak info soal wisata Indonesia. Masalah lain adalah kesiapan
masyarakat. Terakhir, investasi yang belum banyak berkembang di daerah,"
papar Mari. Investasi dalam hal wisata bisa jadi hotel, restoran, jasa
penyewaan transportasi atau peralatan, dan lain-lain. Mari berharap, ketujuh
masalah ini bisa diselesaikan secepatnya.
"Ini
jadi PR bagi kami (Kemenparekraf), GIPI, dan instansi-instansi pariwisata
lainnya," katanya.
Hambatan-hambatan lainnya
seperti sebagai berikut,
Rendahnya promosi berbagai destinasi
wisata dan pengelolaan yang tidak optimal. Masih berlakunya trend mass tourism.
Sampai saat ini sebagian besar perbankan di Indonesia belum memahami potensi
industri kreatif karena konsep perbankan yang mengikuti permintaan pasar.
Industri kreatif belum sepenuhnya terlindungi secara hukum. Pemberitaan media
yang berlebihan soal negeri barbar dan suka pada kekerasan.
Indonesia memiliki sumber daya
pariwisata yang tidak kalah menariknya bila dibandingkan dengan negara lain di
kawasan Asean. Namun demikian kepemilikan kelebihan sumber daya tersebut perlu
diiringi dengan upaya dan usaha yang lebih terarah, agar sumber daya tersebut
mampu memiliki daya saing dalam menarik kunjungan wisatawan.
Keppres N. 38 Tahun 2005
mengamanatkan bahwa seluruh sektor harus mendukung pembangunan pariwisata
Indonesia. Hal ini merupakan peluang bagi pembangunan kepariwisataan Indonesia.
Apalagi pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan
pembangunan Indonesia.
Kebijakan ini memberikan beberapa
implikasi antara lain perlu adanya pembenahan yang menyeluruh diberbagai
sektor. Namun tentunya agar lebih efisien dan efektifnya pembangunan
kepariwisataan tersebut diperlukan suatu flatform pembangunan pariwisata yang
berorientasi kepada trend kepariwisataan global masa kini dan masa depan.
Melihat tren pariwisata tahun 2020,
perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang. Diantaranya 438 juta
orang akan berkunjung ke kawasan Asia-Pasifk, dan 100 juta orang ke Cina.
Melihat jumlah wisatawan yang sedemikian besar, maka Indonesia dapat menawarkan
segala daya tariknya untuk mendatangkan wisatawan dan merebut pangsa pasarnya.
Dengan perolehan sebesar USD 4, 496 miliar pada tahun 2002, penerimaan devisa
dari pariwisata Indonesia baru memperoleh 0,95 % dari pengeluaran wisatawan
dunia (USD 474 miiiar).
Angka tersebut masih dinilai sangat
kecil. Namun demikian dengan pulihnya perekonomian Indonesia, serta semakin
baiknya kondisi keamanan dan politik nasional, wisatawan internasional ke
Indonesia diperkirakan akan mencapai 10 juta orang pada tahun 2009 dengan
perolehan devisa mencapai lebih dari USD 10 miliar.
Selain wisatawan mancanegara,
wisatawan domestikpun (dalam negeri, atau nusantara) diperkirakan akan
mengalami pertumbuhan sejalan dengan semakin meningkatnya rata-rata pendapatan
masyarakat. Tahun 2004 diperkirakan terdapat 103 juta wisatawan nusantara yang
menghasilkan 195 juta perjalanan Wisata Nusantara. Dengan angka sebesar itu
diperkirakan jumlah wisatawan nusantara di akhir tahun 2009 akan menembus angka
218 juta orang dengan jumlah perjalanan wisata lebih dari 300 juta trips.
Angka-angka tersebut memberikan harapan terhadap peningkatan di bidang
investasi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan kontribusi kegiatan pariwisata
terhadap pendapatan masyarakat dan pemerintah.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) tahun 2004-2009 menjelaskan bahwa salah satu sasaran untuk meningkatkan
sektor non-migas adalah dengan meningkatkan kontribusi pariwisata dalam
perolehan devisa menjadi sekitar USD 10 miliar pada tahun 2009, sehingga sektor
pariwisata diharapkan mampu menjadi salah satu penghasil devisa besar.
Berdasarkan hal tersebut, maka kebijakan pembangunan kepariwisataan diarahkan
untuk meningkatkan efektivitas pemasaran melalui kegiatan promosi dan
pengembangan produk-produk wisata serta meningkatkan sinergi dalam jasa
pelayanan pariwisata.
Dengan jumlah wisman yang masih
relatif rendah dan dengan potensi wisata yang jauh lebih besar dan beragam
dibanding dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand,
sesungguhnya Indonesia memiliki peluang cukup besar untuk menarik lebih banyak
lagi wisatawan mancanegara. Apalagi dalam tahun belakang ini telah terjadi
perubahan consumer behaviour pattern atau pola konsumsi dari para wisatawan ke
jenis wisata yang lebih tinggi. Yaitu menikmati produk atau kreasi budaya
(culture) dan peninggalan sejarah (heritage), serta nature atau eko wisata dari
suatu daerah.
Sebagai negara yang sarat dengan
sejumlah besar peninggalan sejarah, kekayaan atraksi budaya yang sangat beragam
dan unik, natur maupun ekowisata yang tersebar di hampir seluruh pelosok
nusantara, peluang Indonesia untuk menjadi daerah tujuan wisatawan mancanegara
menjadi semakin besar. Adanya
kebijakan-kebijakan baru pemerintah dibidang kepariwisataan telah menimbulkan
rasa optimisme dari pemerintah baik pusat maupun daerah, serta para swasta
dalam pengembangan pariwisata mancanegara.
Optimisme ini telah pula menimbulkan
adanya kesadaran dan keyakinan para stake holders (ASITA, PHRI dan sebagainya)
terhadap kenyataan bahwa promosi pariwisata Luar Negeri, mampu meningkatkan
citra negara di mata dunia. Lahirnya Keppres No. 38 tahun 2005, merupakan salah
satu kebijaksanaan pemerintah yang secara de yure mengakui eksistensi
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata sebagai instansi yang menangani promosi
kepariwisataan, termasuk kerjasama interdept.
Demikian pula eksistensi kelembagaan
promosi pemerintah daerah dan lembaga swasta yang bergerak dibidang
kepariwisataan telah turut aktif dalam melakukan kegiatan promosi pariwisata
Luar Negeri. Pada level destinasi, upaya daerah juga sudah mulai menggeliat
untuk mempromosikan destinasinya. Program-program promosi luar negeri sudah
dilakukan beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Riau, Sulawesi Selatan, Bali,
Jakarta dan Jogyakarta. Jakarta telah mengeluarkan branding dengan slogan Enjoy
Jakarta, dan Jogyakarta dengan Never Ending Asia.
Kemampuan daya tarik Destinasi
unggulan di Indonesia tadi cukup menggembirakan. Demikian pula adanya Bali yang
telah dikenal dan memiliki ikon internasional. Disamping adanya
kekuatan-kekuatan sebagaimana diuraikan tadi , ternyata Indonesia pun masih
memiliki beberapa kelemahan, yang tentunya mau tidak mau harus mendapatkan
perhatian serius bagi semua aparat dan pelaku kepariwisataan di semua lini.
Kalau tidak, Indonesia akan tetap ketinggalan baik dilingkungan Asean maupun
ditingkat internasional.
Secara umum daya saing yang perlu
ditingkatkan untuk memacu pertumbuhan pariwisata nasional mencakup tiga aspek
yaitu:
1.
Daya saing negara termasuk di
dalamnya organisasi
pariwisata
nasional dan kualitas SDM nya;
2.
Daya saing masyarakat termasuk
didalamnya niiai-nilai yang
dimilki
masyarakat dalam menyikapi
kepariwisataan;
3.
Daya saing unit bisnis
kepariwisataan termasuk didalamnya
keandalan
dalam mengantisipasi keinginan
wisatawan yang
semakin
bertambah.
Da1am buku profil pariwisata
Indonesia di kancah internasional terbitan Depbudpar, disebutkan ada dua
pesaing, yaitu pesaing Utama dan pesaing Khusus. Pesaing utama merupakan
negara-negara dengan beberapa kemiripan dalam industri pariwisata seperti
jumlah kunjungan, keberadaan pasar utama, keberadaan pasar potensial, posisi
geografis, dan produk wisata yang ditawarkan. Negara-negara yang termasuk
pesaing utama bagi Indonesia adalah: Malaysia, Thailand, Philipina, dan
Vietnam. Sedangkan Singapura dan Australia dikategorikan sebagai pesaing khusus
berdasarkan fungsi geografis dan strategi pemasarannya.
Daya saing pariwisata Indonesia
dibandingkan dengan negara-negara lain terutama dengan pesaing-pesaing di atas,
hingga kini masih lemah. Kelemahan tersebut menyangkut masalah manajemen
produk, kurangnya sajian atraksi pariwisata dan budaya, kondisi infrastruktur,
sumber daya manusia, pengolaan destinasi wisata, pemasaran dan regulasi.
Kelemahan lain, termasuk pula masalah bencana alam, keamanan dan kesehatan,
seperti isu adanya penyakit demam berdarah dan flu burung yang saat ini cukup
menakutkan bagi wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia.
Bagi wisatawan, ancaman teror sangat
diperhitungkan dalam rencana liburan mereka sebagaimana kelimpahan cahaya sinar
matahari. Promosi yang sudah dilakukan hanya berupa informasi yang sporadis.
Kita ketinggalan dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Seluruh pihak di
pemerintahan harus lebih proaktif dalam mempromosikan, bahkan kepulauan
terbesar di dunia masih belum siap mempromosikan pariwisata maritim, karena
hanya memiliki 2 marinal.
Indonesia adalah negara besar dan
pemerintah perlu menunjukkan bahwa Bali ada di Indonesia, bukan sebaliknya.
Kerjasama diantara pelaku kepariwisataan , baik pemerintah pusat, daerah dan
pihak swasta masih dirasakan belum selaras dan optimal. Terutama pada hal-hal
yang strategis dalam aktivitas promosi Luar Negeri, antara lain dalam hal
sosialisasi kebijakan, koordinasi dan implementasinya. Hal ini menyebabkan
kurang sinergisnya instansi lintas sektoral maupun antar stake holders. Hal
tersebut bisa mengganggu dan menghambat kelancaran program promosi yang
diharapkan.
Secara kasat mata, usaha efektivitas
promosi Indonesia yang dilakukan sudah ketinggalan dari negara pesaing, yang
sudah meluncurkan website-nya sejak lama. Sedang perkembangan teknologi
informasi di daerah asal wisatawan dalam memperoleh informasi mengenai
destinasi, akan lebih baik apabila lebih terkini. Demikian pula tentang terbatasnya
informasi, baik yang menyangkut substansi materi, pusat/lembaga informasi,
serta saluran distribusinya kepada pasar wisata.
Demikian pula tentang terbatasnya
informasi keamanan (security). Hal-hal tersebut diakibatkan oleh lemahnya
penelitian pasar serta behavioural segmentation sebagai prakondisi implementasi
promosi pariwisata Luar Negeri. Terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) baik
kuantitas maupun kualitas yang diharapkan mempunyai daya saing tinggi ternyata
masih jauh dari memadai. Terutama SDM di bidang promosi pemasaran pariwisata
yang memiliki pemikiran stratejik dan visioner. Kondisi ini dapat menghambat
kualitas dari segala aktivitas kegiatan pemasaran dan promosi Indonesia. Hal
tersebut memberikan implikasi pada kualitas output promosi pariwisata Luar
Negeri Indonesia itu sendiri, yang dihadapkan pada persaingan yang semakin
ketat.
Implikasi lain dari lemahnya SDM ini
adalah menjadi lemahnya diplomasi dan Public Relations (kehumasan) pemerintah
dalam membantu mendongkrak citra Indonesia yang dirasakan masih negatif di mata
dunia internasionai seperti dalam berbagai isue-isue: keamanan, terorisme,
penyakit menular, dan bencana alam. Citra tersebut menjadi tantangan bahkan
peluang yang besar dalam segala kegiatan promosi pariwisata Luar Negeri.
Solusi membangun Pariwisata di Indonesia
·
Boosterm:
adalah suatu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebaga suatu atridut
positif untuk suatu tempat dan
penghuninya masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan daya
dukung wilayah tidak cukup dipertimbangkan.
·
The
Economic-indusry approach: adalah pendekatan pengembangan yang tujuan-tujuan
ekonomi lebih didahulukan dari tujuan-tujuan sosial dan lingkungan, yaitu
dengan menjadikan pengalaman-pengalaman pengunjung dan tingkat kepuasan sebagai
sasaran-sasaran utama.
·
The
Physical-Spatial Approach: pendekatan ini didasarkan pada tradisi “penggunaan
lahan” geografi.Strategi-strategi pengembangan berdasarkan perencanaan yang
berbeda-beda melalui prinsip-prinsip keruangan digunakan di sini, misalnya
pengelompokan pengunjung di satu kawasan, dan pemecahan-pememcahan untuk
menghindari kemungkinan terjadinya konfik. Hamya satu kritikan bagi pendekatan
ini adalah masih kurang mempertimbangkan dampak sosial dan kultural dari
pengembangan wisata.
·
The
Comunity Approah: pendekatan ini lebih menekankan padanpentingnya keterlibatan
maksimul dari masyarakat setempat di dalam proses pengembangan. Pendekatan ini
menganggap penting suatu pedoman pengembangan yang dapat diterima secara sosial
(socially acceptable).
Oleh
karena itu pendekatan yang dilkukan adalah menenkankan kepentingan pada
manfaat-manfaat sosial yang cultural bagi masyarakat lokal bersama-sama
termasuk di dalam pertimbangan ekonomi dan lingkungan.
Berdasarkan potensi dan peluang yang
ada, maka pengembangan pariwisata perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dengan pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam kerangka itu
pariwisata perlu mengembangkan paket-paket wisata baru seperti agrowisata atau
ekowisata. Jenis wisata semacam ini selain tidak membutuhkan modal yang besar
juga dapat berpengaruh langsung bagi masyarakat sekitar. Masyarakat dapat
diikutsertakan dan keuntungan yang diperolehpun dapat dirasakan oleh masyarakat
sekitar.
Pengembangan pariwisata yang
menunjang pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut:
Pertama, perlu ditetapkan berbagai
peraturan yang berpihak pada peningkatan mutu pelayanan pariwisata dan
kelestarian lingkungan wisata, bukan berpihak pada kepentingan pihak-pihak
tertentu. Selain itu perlu diambil tindakan yang tegas bagi siapa saja yang
melakukan pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan.
kedua, pengelolaan pawisata harus
melibat masyarakat setempat.
Ketiga, kegiatan promosi yang
dilakukan harus beragam,
Keempat, perlu menentukan DTW-DTW
utama yang memiliki keunikan dibanding dengan DTW lain, terutama yang bersifat
tradisional dan alami. Kebetulan saat ini obyek wisata yang alami dan
tradisional menjadi sasaran utama para wisatawan asing. Obyek ini masih banyak
ditemukan di luar Jawa, misalnya di daerah-daerah pedalaman Kalimantan, Papua
dan lain-lain.
Kelima, pemerintah pusat membangun
kerjasama dengan kalangan swasta dan pemerintah daerah setempat, dengan sistem
yang jujur, terbuka dan adil. Kerjasama ini penting untuk lancarnya pengelolaan
secara profesional dengan mutu pelayanan yang memadahi. Selain itu kerjasama di
antara penyelenggara juga perlu dibangun. Kerjasama di antara agen biro
perjalanan, penyelenggara tempat wisata, pengusaha jasa akomodasi dan
komponen-komponen terkait lainnya merupakan hal sangat penting bagi keamanan
kelancaran dan kesuksusan pariwisata.
Keenam, perlu dilakukan pemerataan
arus wisatawan bagi semua DTW yang ada di seluruh Indonesia. Dalam hal ini
pemerintah juga harus memberikan perhatian yang sama kepada semua DTW.
Perhatian terhadap DTW yang sudah mandiri hendaknya dikurangi dan memberikan
perhatian yang lebih terhadap DTW yang memerlukan perhatian lebih.
Ketujuh, menggugah masyarakat
sekitar DTW agar menyadari peran, fungsi dan manfaat pariwisata serta
merangsang mereka untuk memanfaatkan peluang-peluang yang tercipta bagi
berbagai kegiatan yang dapat menguntungkan secara ekonomi. Masyarakat diberikan
kesempatan untuk memasarkan produk-produk lokal serta membantu mereka untuk
meningkatkan keterampilan dan pengadaan modal bagi usaha-usaha yang
mendatangkan keuntungan. Kedelapan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan perlu
dipersiapkan secara baik untuk menunjang kelancaran pariwisata. Pengadaan dan
perbaikan jalan, telephone, angkutan, pusat perbelanjaan wisata dan fasilitas
lain disekitar lokasi DTW sangat diperlukan.
Dengan memperhatikan beberapa saran
ini kiranya dapat membantu bagi penyelengaraan pariwisata yang dapat menunjang
pertumbuhan ekonomi. Tentunya saran-saran tersebut tidak berlaku untuk semua
DTW, hal itu sangat tergantung pada kebutuhan DTW masing-masing yang memiliki
permasalahannya sendiri dari waktu ke waktu dan lingkungan yang
berbeda-beda.
Sedangkan menurut Spillane, (1994)
untuk dapat mengembangkan suatu kawasan menjadi kawasan pariwisata (termasuk
juga agrowisata) ada lima unsur yang harus dipenuhi seperti dibawah ini:
a) Attractions
b) Dalam konteks pengembangan
agrowisata, atraksi yang dimaksud adalah, hamparan kebun/lahan pertanian,
keindahan alam, keindahan taman, budaya petani tersebut serta segala sesuatu
yang berhubungan dengan aktivitas pertanian tersebut.
c) Facilities
d) Fasilitas yang diperlukan mungkin
penambahan sarana umum, telekomunikasi, hotel dan restoran pada sentra-sentra
pasar.
e) Infrastructure
f) Infrastruktur yang dimaksud dalam
bentuk Sistem pengairan, Jaringan komunikasi, fasilitas kesehatan, terminal
pengangkutan, sumber listrik dan energi, system pembuangan kotoran/pembungan
air, jalan raya dan system keamanan.
g) d)
Transportation
h) Transportasi umum, Bis-Terminal,
system keamanan penumpang, system Informasi perjalanan, tenaga Kerja, kepastian
tariff, peta kota/objek wisata.
i) e)
Hospitality
j) Keramah-tamahan masyarakat akan
menjadi cerminan keberhasilan sebuah system pariwisata yang baik.
Segala hal dan keadaan yang nyata,
yang dapat di raba maupun tidak, di garap, di atur, dan di sediakan sedemikian
rupa, sehingga dapat bermanfaat. Di manfaatkan atau di wujudkan sebagai
kemampuan faktor dan unsur yang di perlukan atau menentukan bagi usaha dalam
pengembangan pariwisata baik itu berupa suasana, keadaan, benda maupun jasa di
sebut, sebagai potensi wisata (tour pontency) (Darmadjati 1995). Dari kamus
besar bahasa Indonesia, menerangkan definisi potensi adalah kemampuan yang
mempunyai nilai untuk di kembangkan. Sedangkan yang dimaksud potensi wisata
adalah suatu asset yang di miliki oleh suatu daerah tujuan wisata yang di
manfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tidak mengesampingkan aspek sosial
budaya. Berikut dua bentuk potensi wisata yaitu :
a.
Site Atraction. Suatu tempat yang di jadikan obyek wisata seperti
tempat-tempat tertentu yang menarik.
b.
Event Atraction yaitu suatu kejadian yang menarik untuk di jadikan momen
kepariwisataan seperti pameran, pesta
kesenian, upacara keagamaan, konfrensi dan lain-lain.
Dalam dunia pariwisata, segala
sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat disebut atraksi” atau lazim pula di katakana obyek
wisata. Atraksi-atraksi ini antara lain panorama keindahan alam yang menakjubkan
seperti gunung, lembah, ngarai, air terjun, danau, pantai, matahari terbit, dan
matahari terbenam, cuaca, udara dan lain-lain. Di samping itu juga berupa
budaya hasil ciptaan manusia seperti monumen, candi, bangunan klasik,
peningalan purba kala, musium budaya, arsitektur kuno, seni tari, musik, agama,
adat-istiadat, upacara, pekan raya, peringatan perayaan hari jadi,
pertandingan, atau kegiatan-kegiatan budaya, sosial dan keolahragaan lainnya
yang bersifat khusus, menonjol dan meriah.
c.
Rantai pengembangan produk pariwisata
Tiap mata rantai dapat merupakan
produk tersendiri dan terkait dengan bidang-bidang lain yang saling
mempengaruhi.Akomodasi dapat dijadikan salah satu mata rantai dari produk
pariwisata, tetapi hotel dapat juga merupakan produk tersendiri apabila
akomodasi dijual sebagai bagian dari satu paket wisata, maka akomoodasi
tersebut menjadi salah satu matarantai produk pariwisata. Akan tetapi mandiri
tidak sebagai komponen wisata, maka akomodasi termasuk menjadi produk tersendiri.
Akomodasi juga saling terkait dan saling mempengaruhi bidang-bidang lain
akomodasi tidak dapat beroperasi tanpa bidang-bidang lain. Sebaliknya dengan
beroperasinya sarana akomodasi, maka produk-produk energi, air bersih,
bahan-bahan minuman dan makanan dapat terjual, dibeli oleh sarana akomodasi.
Seperti :
a) Atraksi Wisata (Tourist Attraction)
Pada peragaan diatas dapat kita
lihat dengan jelas, bahwa masyarakat wisatawan berkunjung ke suau tempat,
daerah atau Negara, disebabkan oleh daya tarik yang memikatnya. Sesuatu yang
menarik dan mengakibatkan wisatawan berkunjung ke suatu tempat, daerah, negara
itu yang disebut daya tarik, atau atraksi wisata. Berbagai negara yang menjadi
daerah tujuan wisata itupun dilatarbelakangi oleh berbagai daya tarik yang cukup
memikat, sehingga calon wisatawan memutuskan untuk dapat berkunjung ke suatu
daerah tujuan wisata.
b) Kemudahan (Fasilitation)
Salah satu hal penting untuk
pengembangan pariwisata adalah kemudahaan (fasilitation). Tidak jarang
wisatawan berkunjung ke suatu tempat, daerah, atau Negara, karena tertarik oleh
kemudahan kemudahan yang dapat diperoleh. Demikian pulah sebaliknya tidak
kurang wisatawan batal berkunjung ke suatu tempat, daerah, atau negara, karena
merasa tidak memperoleh kemudahan. Kemudahan yang dimaksud antara lain dalam
hal memperoleh informasi, mengurus dokumen perjalana, membawa barang, uang dan
lain lain. Informasi merupakan satu hal yang sangat penting dalam kehidupan
umat manusia, terutama di era globalisasi. Informasi yang diperlukan oleh wisatawan
biasanya yang menyangkut hal-hal elementer dan umum, seperti visa, iklim, mata
uang lokal, pakaian, bahasa suku/bangsa, kehidupan sehari-hari, letak penduduk.
Tentu saja diperlikan informasi yang lebih rinci, misalnya; atraksi wisata,
hotel, alat-alat transportasi (udara, darat, laut), makanan dan minuman lokal,
harga dan lain-lain. Informasi semacam itu pada umumnya dapat dibedakan melalui
bahan bahan informasi. Agar calon wisatawan dapat memperoleh bahan-bahan
informasi, termaksud dengan mudah, maka setiap jenis media informasi perlu
untuk dimanfaatkan untuk dipublikasikan ke seluruh negara sumber wisatawan.
c) Aksesibilitas (Accessibility)
Salah satu komponen penting dalam
kegiatan pariwisata adalah aksesibilitas atau kelancaran masyarakat dari satu tempat
ke tempat lainnya perpindahan tersebut bisa dalam jarak dekat, menengah ataupun
jauh. Untuk melakukan perpindahan itu tentu saja diperlukan alat alat
transportasi. Ketika melakukan perjalanan, berbagai bentuk keinginan yang
terlintas dalam benak wisatawan, ada yang ingin cepat, adapula yang
santai-santai saja. Berdasarkan latar belakang wisatawan ada yang sanggup
membayar mahal adapula yang tidak sanggup membayar mahal tetapi biasanya lebih
banyak yang ingin murah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka berbagai
kemudahan transpotasi dapat dinikmati secara cepat dan nyaman.
d) Akomodasi (Accomoodation)
Akomoodasi merupakan istilah yang
menerangkan semua jenis sarana yang menyediakan tempat penginapan bagi
masyarakat yang sedang dalam perjalanan. Dalam kata atau istila akomoodasi
tercakup hotel, mootel, wisma, pondok wisata, vila, aparteman, karavan,
perkemahan, kapal pesiar, yachi, pondok remaja (youth hostel), dan sebagainya.
Jadi kata atau istilah akomodasi mencakup pengertian yang sangat luas jika
diartikan berdasarkan jenisnya.
e) Jasa Boga (Food and Beverages)
Makan dan minum juga merupakan
merupakan hal yang amat penting, bagi tiap manusia dan khususnya wisatawan.
Tidak jarang wisatawan melakukan perjalanan wisata mengunjugi suatu tempat
didorong oleh alasan makanan atau minuman. Oleh sebab itu, wisatawan biasanya
menaruh harapan untuk mendapatkan makanan atau minuman yang enak baik makanan
atau minuman yang telah dikenalinya maupaun karena inigin mencoba makanan atau
minunan baru yang belum pernah dinikmatinya. Di Indonesia jika kita berkunjung
ke setiap daerah, masing masing daerah memiliki makanan atau minuman yang
kahas. Untuk memenuhi kebutuhan makan, dan minum para wisatawan, di Wamena juga
menyediakan beberapa rumah makan (Restorant).
f) Perusahaan Perjalanan (Tour Operation)
Dalam suatu aktifitas perjalanan
yang menempuh jarak cukup jauh, tentunya membutuhkan jasa perantara guna
memfasilitasi dari daerah asal wisatawan, ke daerah tujuan wisata hingga
pulang. Para wisatawan tentunya akan diperhadapkan dengan tiga pilihan apakah
hendak melakukan perjalanan dengan menggunakan jalur transportasi darat, laut,
atau udara. Jika sudah ditentukan, maka tentunnya calon penumpang harus membeli
tiket keberangkatan. Selanjutnya diperhadapkan dengan dua pilihan lagi apakah
pembelian tiket dilakukan pada perusahaan perjalanan atau langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar