Kamis, 07 Januari 2016

Solusi UNJ untuk Pariwisata Indonesia



Berbagai Masalah di Bidang Pariwisata serta Solusi Mengatasinya


Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi, merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia.           Definisi yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka menangani jasa mulai dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan, minuman dan jasa bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi, keamanan dll. Dan juga menawarkan tempat istrihat, budaya, pelarian, petualangan,pengalaman baru dan berbeda lainnya.

Banyak negara bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu pengembangan industri pariwisata ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh Organisasi Non-Pemerintah untuk mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang non-lokal.

Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Pariwisata di Indonesia menjadi salah satu sumber daya yang menghasilkan keuntungan bagi negara dan juga berkembang sangat cepat, masih ada beberapa masalah pariwisata yang masih jadi kendala di Indonesia. Sarana, prasarana dan teknologi informasi adalah beberapa di antaranya.

Perkembangan pariwisata di Indonesia bisa dibilang pesat. Apalagi pada 2013, jumlah wisman mencapai rekor yakni 8,8 juta orang. Turis domestik juga tak kalah banyak, hampir mencapai 250 juta orang.

Namun, setidaknya ada 7 masalah yang masih menjadi hambatan bagi pariwisata di Indonesia. Hal itu dikemukakan Menparekraf Mari Elka Pangestu dalam seminar Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) bertajuk 'Geo Politik Pariwisata Indonesia 2014 dalam Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015' di Merlynn Park Hotel, Jl KH Hasyim Ashari, Jakarta Pusat.

"Pertama adalah sarana & prasarana, kemudian SDM. Ketiga, adalah komunikasi & publisitas, masalah keempat adalah kebijakan & peraturan yang berlaku dalam lingkup negara dan daerah. Kelima adalah teknologi informasi, yang memungkinkan turis mengakses banyak info soal wisata Indonesia. Masalah lain adalah kesiapan masyarakat. Terakhir, investasi yang belum banyak berkembang di daerah," papar Mari. Investasi dalam hal wisata bisa jadi hotel, restoran, jasa penyewaan transportasi atau peralatan, dan lain-lain. Mari berharap, ketujuh masalah ini bisa diselesaikan secepatnya.

"Ini jadi PR bagi kami (Kemenparekraf), GIPI, dan instansi-instansi pariwisata lainnya," katanya.

Hambatan-hambatan lainnya seperti sebagai berikut,

Rendahnya promosi berbagai destinasi wisata dan pengelolaan yang tidak optimal. Masih berlakunya trend mass tourism. Sampai saat ini sebagian besar perbankan di Indonesia belum memahami potensi industri kreatif karena konsep perbankan yang mengikuti permintaan pasar. Industri kreatif belum sepenuhnya terlindungi secara hukum. Pemberitaan media yang berlebihan soal negeri barbar dan suka pada kekerasan.


Indonesia memiliki sumber daya pariwisata yang tidak kalah menariknya bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asean. Namun demikian kepemilikan kelebihan sumber daya tersebut perlu diiringi dengan upaya dan usaha yang lebih terarah, agar sumber daya tersebut mampu memiliki daya saing dalam menarik kunjungan wisatawan.



Keppres N. 38 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa seluruh sektor harus mendukung pembangunan pariwisata Indonesia. Hal ini merupakan peluang bagi pembangunan kepariwisataan Indonesia. Apalagi pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan pembangunan Indonesia.



Kebijakan ini memberikan beberapa implikasi antara lain perlu adanya pembenahan yang menyeluruh diberbagai sektor. Namun tentunya agar lebih efisien dan efektifnya pembangunan kepariwisataan tersebut diperlukan suatu flatform pembangunan pariwisata yang berorientasi kepada trend kepariwisataan global masa kini dan masa depan.



Melihat tren pariwisata tahun 2020, perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang. Diantaranya 438 juta orang akan berkunjung ke kawasan Asia-Pasifk, dan 100 juta orang ke Cina. Melihat jumlah wisatawan yang sedemikian besar, maka Indonesia dapat menawarkan segala daya tariknya untuk mendatangkan wisatawan dan merebut pangsa pasarnya. Dengan perolehan sebesar USD 4, 496 miliar pada tahun 2002, penerimaan devisa dari pariwisata Indonesia baru memperoleh 0,95 % dari pengeluaran wisatawan dunia (USD 474 miiiar).



Angka tersebut masih dinilai sangat kecil. Namun demikian dengan pulihnya perekonomian Indonesia, serta semakin baiknya kondisi keamanan dan politik nasional, wisatawan internasional ke Indonesia diperkirakan akan mencapai 10 juta orang pada tahun 2009 dengan perolehan devisa mencapai lebih dari USD 10 miliar.



Selain wisatawan mancanegara, wisatawan domestikpun (dalam negeri, atau nusantara) diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sejalan dengan semakin meningkatnya rata-rata pendapatan masyarakat. Tahun 2004 diperkirakan terdapat 103 juta wisatawan nusantara yang menghasilkan 195 juta perjalanan Wisata Nusantara. Dengan angka sebesar itu diperkirakan jumlah wisatawan nusantara di akhir tahun 2009 akan menembus angka 218 juta orang dengan jumlah perjalanan wisata lebih dari 300 juta trips. Angka-angka tersebut memberikan harapan terhadap peningkatan di bidang investasi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan kontribusi kegiatan pariwisata terhadap pendapatan masyarakat dan pemerintah.



Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 menjelaskan bahwa salah satu sasaran untuk meningkatkan sektor non-migas adalah dengan meningkatkan kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa menjadi sekitar USD 10 miliar pada tahun 2009, sehingga sektor pariwisata diharapkan mampu menjadi salah satu penghasil devisa besar. Berdasarkan hal tersebut, maka kebijakan pembangunan kepariwisataan diarahkan untuk meningkatkan efektivitas pemasaran melalui kegiatan promosi dan pengembangan produk-produk wisata serta meningkatkan sinergi dalam jasa pelayanan pariwisata.



Dengan jumlah wisman yang masih relatif rendah dan dengan potensi wisata yang jauh lebih besar dan beragam dibanding dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, sesungguhnya Indonesia memiliki peluang cukup besar untuk menarik lebih banyak lagi wisatawan mancanegara. Apalagi dalam tahun belakang ini telah terjadi perubahan consumer behaviour pattern atau pola konsumsi dari para wisatawan ke jenis wisata yang lebih tinggi. Yaitu menikmati produk atau kreasi budaya (culture) dan peninggalan sejarah (heritage), serta nature atau eko wisata dari suatu daerah. 



Sebagai negara yang sarat dengan sejumlah besar peninggalan sejarah, kekayaan atraksi budaya yang sangat beragam dan unik, natur maupun ekowisata yang tersebar di hampir seluruh pelosok nusantara, peluang Indonesia untuk menjadi daerah tujuan wisatawan mancanegara menjadi semakin besar.   Adanya kebijakan-kebijakan baru pemerintah dibidang kepariwisataan telah menimbulkan rasa optimisme dari pemerintah baik pusat maupun daerah, serta para swasta dalam pengembangan pariwisata mancanegara.



Optimisme ini telah pula menimbulkan adanya kesadaran dan keyakinan para stake holders (ASITA, PHRI dan sebagainya) terhadap kenyataan bahwa promosi pariwisata Luar Negeri, mampu meningkatkan citra negara di mata dunia. Lahirnya Keppres No. 38 tahun 2005, merupakan salah satu kebijaksanaan pemerintah yang secara de yure mengakui eksistensi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata sebagai instansi yang menangani promosi kepariwisataan, termasuk kerjasama interdept.



Demikian pula eksistensi kelembagaan promosi pemerintah daerah dan lembaga swasta yang bergerak dibidang kepariwisataan telah turut aktif dalam melakukan kegiatan promosi pariwisata Luar Negeri. Pada level destinasi, upaya daerah juga sudah mulai menggeliat untuk mempromosikan destinasinya. Program-program promosi luar negeri sudah dilakukan beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Riau, Sulawesi Selatan, Bali, Jakarta dan Jogyakarta. Jakarta telah mengeluarkan branding dengan slogan Enjoy Jakarta, dan Jogyakarta dengan Never Ending Asia.



Kemampuan daya tarik Destinasi unggulan di Indonesia tadi cukup menggembirakan. Demikian pula adanya Bali yang telah dikenal dan memiliki ikon internasional. Disamping adanya kekuatan-kekuatan sebagaimana diuraikan tadi , ternyata Indonesia pun masih memiliki beberapa kelemahan, yang tentunya mau tidak mau harus mendapatkan perhatian serius bagi semua aparat dan pelaku kepariwisataan di semua lini. Kalau tidak, Indonesia akan tetap ketinggalan baik dilingkungan Asean maupun ditingkat internasional.



Secara umum daya saing yang perlu ditingkatkan untuk memacu pertumbuhan pariwisata nasional mencakup tiga aspek yaitu:



1.    Daya saing negara termasuk di dalamnya organisasi

pariwisata nasional dan kualitas SDM nya;

2.    Daya saing masyarakat termasuk didalamnya niiai-nilai yang

dimilki masyarakat      dalam menyikapi kepariwisataan;

3.    Daya saing unit bisnis kepariwisataan termasuk didalamnya

keandalan dalam     mengantisipasi keinginan wisatawan yang

semakin bertambah.



Da1am buku profil pariwisata Indonesia di kancah internasional terbitan Depbudpar, disebutkan ada dua pesaing, yaitu pesaing Utama dan pesaing Khusus. Pesaing utama merupakan negara-negara dengan beberapa kemiripan dalam industri pariwisata seperti jumlah kunjungan, keberadaan pasar utama, keberadaan pasar potensial, posisi geografis, dan produk wisata yang ditawarkan. Negara-negara yang termasuk pesaing utama bagi Indonesia adalah: Malaysia, Thailand, Philipina, dan Vietnam. Sedangkan Singapura dan Australia dikategorikan sebagai pesaing khusus berdasarkan fungsi geografis dan strategi pemasarannya.



Daya saing pariwisata Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain terutama dengan pesaing-pesaing di atas, hingga kini masih lemah. Kelemahan tersebut menyangkut masalah manajemen produk, kurangnya sajian atraksi pariwisata dan budaya, kondisi infrastruktur, sumber daya manusia, pengolaan destinasi wisata, pemasaran dan regulasi. Kelemahan lain, termasuk pula masalah bencana alam, keamanan dan kesehatan, seperti isu adanya penyakit demam berdarah dan flu burung yang saat ini cukup menakutkan bagi wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia.



Bagi wisatawan, ancaman teror sangat diperhitungkan dalam rencana liburan mereka sebagaimana kelimpahan cahaya sinar matahari. Promosi yang sudah dilakukan hanya berupa informasi yang sporadis. Kita ketinggalan dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Seluruh pihak di pemerintahan harus lebih proaktif dalam mempromosikan, bahkan kepulauan terbesar di dunia masih belum siap mempromosikan pariwisata maritim, karena hanya memiliki 2 marinal.



Indonesia adalah negara besar dan pemerintah perlu menunjukkan bahwa Bali ada di Indonesia, bukan sebaliknya. Kerjasama diantara pelaku kepariwisataan , baik pemerintah pusat, daerah dan pihak swasta masih dirasakan belum selaras dan optimal. Terutama pada hal-hal yang strategis dalam aktivitas promosi Luar Negeri, antara lain dalam hal sosialisasi kebijakan, koordinasi dan implementasinya. Hal ini menyebabkan kurang sinergisnya instansi lintas sektoral maupun antar stake holders. Hal tersebut bisa mengganggu dan menghambat kelancaran program promosi yang diharapkan.



Secara kasat mata, usaha efektivitas promosi Indonesia yang dilakukan sudah ketinggalan dari negara pesaing, yang sudah meluncurkan website-nya sejak lama. Sedang perkembangan teknologi informasi di daerah asal wisatawan dalam memperoleh informasi mengenai destinasi, akan lebih baik apabila lebih terkini. Demikian pula tentang terbatasnya informasi, baik yang menyangkut substansi materi, pusat/lembaga informasi, serta saluran distribusinya kepada pasar wisata.



Demikian pula tentang terbatasnya informasi keamanan (security). Hal-hal tersebut diakibatkan oleh lemahnya penelitian pasar serta behavioural segmentation sebagai prakondisi implementasi promosi pariwisata Luar Negeri. Terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) baik kuantitas maupun kualitas yang diharapkan mempunyai daya saing tinggi ternyata masih jauh dari memadai. Terutama SDM di bidang promosi pemasaran pariwisata yang memiliki pemikiran stratejik dan visioner. Kondisi ini dapat menghambat kualitas dari segala aktivitas kegiatan pemasaran dan promosi Indonesia. Hal tersebut memberikan implikasi pada kualitas output promosi pariwisata Luar Negeri Indonesia itu sendiri, yang dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat.



Implikasi lain dari lemahnya SDM ini adalah menjadi lemahnya diplomasi dan Public Relations (kehumasan) pemerintah dalam membantu mendongkrak citra Indonesia yang dirasakan masih negatif di mata dunia internasionai seperti dalam berbagai isue-isue: keamanan, terorisme, penyakit menular, dan bencana alam. Citra tersebut menjadi tantangan bahkan peluang yang besar dalam segala kegiatan promosi pariwisata Luar Negeri.



Solusi membangun Pariwisata di Indonesia



·         Boosterm: adalah suatu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebaga suatu atridut positif  untuk suatu tempat dan penghuninya masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan daya dukung wilayah tidak cukup dipertimbangkan.

·         The Economic-indusry approach: adalah pendekatan pengembangan yang tujuan-tujuan ekonomi lebih didahulukan dari tujuan-tujuan sosial dan lingkungan, yaitu dengan menjadikan pengalaman-pengalaman pengunjung dan tingkat kepuasan sebagai sasaran-sasaran utama.

·         The Physical-Spatial Approach: pendekatan ini didasarkan pada tradisi “penggunaan lahan” geografi.Strategi-strategi pengembangan berdasarkan perencanaan yang berbeda-beda melalui prinsip-prinsip keruangan digunakan di sini, misalnya pengelompokan pengunjung di satu kawasan, dan pemecahan-pememcahan untuk menghindari kemungkinan terjadinya konfik. Hamya satu kritikan bagi pendekatan ini adalah masih kurang mempertimbangkan dampak sosial dan kultural dari pengembangan wisata.

·         The Comunity Approah: pendekatan ini lebih menekankan padanpentingnya keterlibatan maksimul dari masyarakat setempat di dalam proses pengembangan. Pendekatan ini menganggap penting suatu pedoman pengembangan yang dapat diterima secara sosial (socially acceptable).



Oleh karena itu pendekatan yang dilkukan adalah menenkankan kepentingan pada manfaat-manfaat sosial yang cultural bagi masyarakat lokal bersama-sama termasuk di dalam pertimbangan ekonomi dan lingkungan.

Berdasarkan potensi dan peluang yang ada, maka pengembangan pariwisata perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam kerangka itu pariwisata perlu mengembangkan paket-paket wisata baru seperti agrowisata atau ekowisata. Jenis wisata semacam ini selain tidak membutuhkan modal yang besar juga dapat berpengaruh langsung bagi masyarakat sekitar. Masyarakat dapat diikutsertakan dan keuntungan yang diperolehpun dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar.

Pengembangan pariwisata yang menunjang pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, perlu ditetapkan berbagai peraturan yang berpihak pada peningkatan mutu pelayanan pariwisata dan kelestarian lingkungan wisata, bukan berpihak pada kepentingan pihak-pihak tertentu. Selain itu perlu diambil tindakan yang tegas bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan.

kedua, pengelolaan pawisata harus melibat masyarakat setempat.

Ketiga, kegiatan promosi yang dilakukan harus beragam,

Keempat, perlu menentukan DTW-DTW utama yang memiliki keunikan dibanding dengan DTW lain, terutama yang bersifat tradisional dan alami. Kebetulan saat ini obyek wisata yang alami dan tradisional menjadi sasaran utama para wisatawan asing. Obyek ini masih banyak ditemukan di luar Jawa, misalnya di daerah-daerah pedalaman Kalimantan, Papua dan lain-lain.

Kelima, pemerintah pusat membangun kerjasama dengan kalangan swasta dan pemerintah daerah setempat, dengan sistem yang jujur, terbuka dan adil. Kerjasama ini penting untuk lancarnya pengelolaan secara profesional dengan mutu pelayanan yang memadahi. Selain itu kerjasama di antara penyelenggara juga perlu dibangun. Kerjasama di antara agen biro perjalanan, penyelenggara tempat wisata, pengusaha jasa akomodasi dan komponen-komponen terkait lainnya merupakan hal sangat penting bagi keamanan kelancaran dan kesuksusan pariwisata.

Keenam, perlu dilakukan pemerataan arus wisatawan bagi semua DTW yang ada di seluruh Indonesia. Dalam hal ini pemerintah juga harus memberikan perhatian yang sama kepada semua DTW. Perhatian terhadap DTW yang sudah mandiri hendaknya dikurangi dan memberikan perhatian yang lebih terhadap DTW yang memerlukan perhatian lebih.

Ketujuh, menggugah masyarakat sekitar DTW agar menyadari peran, fungsi dan manfaat pariwisata serta merangsang mereka untuk memanfaatkan peluang-peluang yang tercipta bagi berbagai kegiatan yang dapat menguntungkan secara ekonomi. Masyarakat diberikan kesempatan untuk memasarkan produk-produk lokal serta membantu mereka untuk meningkatkan keterampilan dan pengadaan modal bagi usaha-usaha yang mendatangkan keuntungan. Kedelapan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan perlu dipersiapkan secara baik untuk menunjang kelancaran pariwisata. Pengadaan dan perbaikan jalan, telephone, angkutan, pusat perbelanjaan wisata dan fasilitas lain disekitar lokasi DTW sangat diperlukan.

Dengan memperhatikan beberapa saran ini kiranya dapat membantu bagi penyelengaraan pariwisata yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi. Tentunya saran-saran tersebut tidak berlaku untuk semua DTW, hal itu sangat tergantung pada kebutuhan DTW masing-masing yang memiliki permasalahannya sendiri dari waktu ke waktu dan lingkungan yang berbeda-beda.  

Sedangkan menurut Spillane, (1994) untuk dapat mengembangkan suatu kawasan menjadi kawasan pariwisata (termasuk juga agrowisata) ada lima unsur yang harus dipenuhi seperti dibawah ini:



a)    Attractions

b)    Dalam konteks pengembangan agrowisata, atraksi yang dimaksud adalah, hamparan kebun/lahan pertanian, keindahan alam, keindahan taman, budaya petani tersebut serta segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas pertanian tersebut.

c)    Facilities

d)    Fasilitas yang diperlukan mungkin penambahan sarana umum, telekomunikasi, hotel dan restoran pada sentra-sentra pasar.

e)    Infrastructure

f)     Infrastruktur yang dimaksud dalam bentuk Sistem pengairan, Jaringan komunikasi, fasilitas kesehatan, terminal pengangkutan, sumber listrik dan energi, system pembuangan kotoran/pembungan air, jalan raya dan system keamanan.

g)    d)    Transportation

h)   Transportasi umum, Bis-Terminal, system keamanan penumpang, system Informasi perjalanan, tenaga Kerja, kepastian tariff, peta kota/objek wisata.

i)     e)    Hospitality

j)      Keramah-tamahan masyarakat akan menjadi cerminan keberhasilan sebuah system pariwisata yang baik.  

Segala hal dan keadaan yang nyata, yang dapat di raba maupun tidak, di garap, di atur, dan di sediakan sedemikian rupa, sehingga dapat bermanfaat. Di manfaatkan atau di wujudkan sebagai kemampuan faktor dan unsur yang di perlukan atau menentukan bagi usaha dalam pengembangan pariwisata baik itu berupa suasana, keadaan, benda maupun jasa di sebut, sebagai potensi wisata (tour pontency) (Darmadjati 1995). Dari kamus besar bahasa Indonesia, menerangkan definisi potensi adalah kemampuan yang mempunyai nilai untuk di kembangkan. Sedangkan yang dimaksud potensi wisata adalah suatu asset yang di miliki oleh suatu daerah tujuan wisata yang di manfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tidak mengesampingkan aspek sosial budaya. Berikut dua bentuk potensi wisata yaitu :

a.    Site Atraction. Suatu tempat yang di jadikan obyek wisata seperti tempat-tempat tertentu yang menarik.

b.    Event Atraction yaitu suatu kejadian yang menarik untuk di jadikan momen kepariwisataan seperti   pameran, pesta kesenian, upacara keagamaan, konfrensi dan lain-lain.

Dalam dunia pariwisata, segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat disebut  atraksi” atau lazim pula di katakana obyek wisata. Atraksi-atraksi ini antara lain panorama keindahan alam yang menakjubkan seperti gunung, lembah, ngarai, air terjun, danau, pantai, matahari terbit, dan matahari terbenam, cuaca, udara dan lain-lain. Di samping itu juga berupa budaya hasil ciptaan manusia seperti monumen, candi, bangunan klasik, peningalan purba kala, musium budaya, arsitektur kuno, seni tari, musik, agama, adat-istiadat, upacara, pekan raya, peringatan perayaan hari jadi, pertandingan, atau kegiatan-kegiatan budaya, sosial dan keolahragaan lainnya yang bersifat khusus, menonjol dan meriah.

c.    Rantai pengembangan produk pariwisata

Tiap mata rantai dapat merupakan produk tersendiri dan terkait dengan bidang-bidang lain yang saling mempengaruhi.Akomodasi dapat dijadikan salah satu mata rantai dari produk pariwisata, tetapi hotel dapat juga merupakan produk tersendiri apabila akomodasi dijual sebagai bagian dari satu paket wisata, maka akomoodasi tersebut menjadi salah satu matarantai produk pariwisata. Akan tetapi mandiri tidak sebagai komponen wisata, maka akomodasi termasuk menjadi produk tersendiri. Akomodasi juga saling terkait dan saling mempengaruhi bidang-bidang lain akomodasi tidak dapat beroperasi tanpa bidang-bidang lain. Sebaliknya dengan beroperasinya sarana akomodasi, maka produk-produk energi, air bersih, bahan-bahan minuman dan makanan dapat terjual, dibeli oleh sarana akomodasi. Seperti :



a)    Atraksi Wisata (Tourist Attraction)

Pada peragaan diatas dapat kita lihat dengan jelas, bahwa masyarakat wisatawan berkunjung ke suau tempat, daerah atau Negara, disebabkan oleh daya tarik yang memikatnya. Sesuatu yang menarik dan mengakibatkan wisatawan berkunjung ke suatu tempat, daerah, negara itu yang disebut daya tarik, atau atraksi wisata. Berbagai negara yang menjadi daerah tujuan wisata itupun dilatarbelakangi oleh berbagai daya tarik yang cukup memikat, sehingga calon wisatawan memutuskan untuk dapat berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata.

b)     Kemudahan (Fasilitation)

Salah satu hal penting untuk pengembangan pariwisata adalah kemudahaan (fasilitation). Tidak jarang wisatawan berkunjung ke suatu tempat, daerah, atau Negara, karena tertarik oleh kemudahan kemudahan yang dapat diperoleh. Demikian pulah sebaliknya tidak kurang wisatawan batal berkunjung ke suatu tempat, daerah, atau negara, karena merasa tidak memperoleh kemudahan. Kemudahan yang dimaksud antara lain dalam hal memperoleh informasi, mengurus dokumen perjalana, membawa barang, uang dan lain lain. Informasi merupakan satu hal yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia, terutama di era globalisasi. Informasi yang diperlukan oleh wisatawan biasanya yang menyangkut hal-hal elementer dan umum, seperti visa, iklim, mata uang lokal, pakaian, bahasa suku/bangsa, kehidupan sehari-hari, letak penduduk. Tentu saja diperlikan informasi yang lebih rinci, misalnya; atraksi wisata, hotel, alat-alat transportasi (udara, darat, laut), makanan dan minuman lokal, harga dan lain-lain. Informasi semacam itu pada umumnya dapat dibedakan melalui bahan bahan informasi. Agar calon wisatawan dapat memperoleh bahan-bahan informasi, termaksud dengan mudah, maka setiap jenis media informasi perlu untuk dimanfaatkan untuk dipublikasikan ke seluruh negara sumber wisatawan.

c)    Aksesibilitas (Accessibility)

Salah satu komponen penting dalam kegiatan pariwisata adalah aksesibilitas atau kelancaran masyarakat dari satu tempat ke tempat lainnya perpindahan tersebut bisa dalam jarak dekat, menengah ataupun jauh. Untuk melakukan perpindahan itu tentu saja diperlukan alat alat transportasi. Ketika melakukan perjalanan, berbagai bentuk keinginan yang terlintas dalam benak wisatawan, ada yang ingin cepat, adapula yang santai-santai saja. Berdasarkan latar belakang wisatawan ada yang sanggup membayar mahal adapula yang tidak sanggup membayar mahal tetapi biasanya lebih banyak yang ingin murah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka berbagai kemudahan transpotasi dapat dinikmati secara cepat dan nyaman.

d)    Akomodasi (Accomoodation)

Akomoodasi merupakan istilah yang menerangkan semua jenis sarana yang menyediakan tempat penginapan bagi masyarakat yang sedang dalam perjalanan. Dalam kata atau istila akomoodasi tercakup hotel, mootel, wisma, pondok wisata, vila, aparteman, karavan, perkemahan, kapal pesiar, yachi, pondok remaja (youth hostel), dan sebagainya. Jadi kata atau istilah akomodasi mencakup pengertian yang sangat luas jika diartikan berdasarkan jenisnya.

e)    Jasa Boga (Food and Beverages)

Makan dan minum juga merupakan merupakan hal yang amat penting, bagi tiap manusia dan khususnya wisatawan. Tidak jarang wisatawan melakukan perjalanan wisata mengunjugi suatu tempat didorong oleh alasan makanan atau minuman. Oleh sebab itu, wisatawan biasanya menaruh harapan untuk mendapatkan makanan atau minuman yang enak baik makanan atau minuman yang telah dikenalinya maupaun karena inigin mencoba makanan atau minunan baru yang belum pernah dinikmatinya. Di Indonesia jika kita berkunjung ke setiap daerah, masing masing daerah memiliki makanan atau minuman yang kahas. Untuk memenuhi kebutuhan makan, dan minum para wisatawan, di Wamena juga menyediakan beberapa rumah makan (Restorant).

f)      Perusahaan Perjalanan (Tour Operation)

Dalam suatu aktifitas perjalanan yang menempuh jarak cukup jauh, tentunya membutuhkan jasa perantara guna memfasilitasi dari daerah asal wisatawan, ke daerah tujuan wisata hingga pulang. Para wisatawan tentunya akan diperhadapkan dengan tiga pilihan apakah hendak melakukan perjalanan dengan menggunakan jalur transportasi darat, laut, atau udara. Jika sudah ditentukan, maka tentunnya calon penumpang harus membeli tiket keberangkatan. Selanjutnya diperhadapkan dengan dua pilihan lagi apakah pembelian tiket dilakukan pada perusahaan perjalanan atau langsung.

DAFTAR PUSTAKA












Tidak ada komentar:

Posting Komentar