Selasa, 05 Januari 2016

Tugas 3-Folklore Indonesia


Folklore asal mula Reog Ponorogo


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas 3 Sejarah “Folklore Indonesia”.
            Adapun tugas ini telah saya usahakan semaksimal dan sebaik mungkin kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan tugas ini sehingga pembuatan tugas ini menjadi lancar. Tugas ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi salah satu tugas perencanaan belajar dan pembelajaran. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada :
1.    Dosen Pengajar  mata  kuliah , “Sejarah” Universitas Negeri Jakarta

Saya  menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya memohon kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun. Saya berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi saya serta para pembaca.

Jakarta, 02 Januari 2016


Penyusun





 A.    Pengantar

Pengertian Folklor
      Kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata folklore adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk sama artinya dengan kata kolektif (collectivity). Menurut Alan Dundes, folk adalah sekelompok yang memiliki cirri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu dapat berwujud:
1.      Penanda fisik (warna kulit, bentuk rambut, dan sebagainya)
2.      Penanda sosial (mata pencarian, taraf pendidikan, kegiatan)
3.      Penanda budaya (bahasa, budaya, kegiatan, agama, dan lain-lain.)
Namun yang lebih penting adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat mereka akui sebagai milik bersama. Dan yang penting lagi, mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri.
 Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat mnemonic device.
Definisi folklor secara keseluruhan: folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).
Agar dapat membedakan folklor dari kebudayaan lainnya, harus terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri pengenal utama folklor pada umumnya, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).
Folklore ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut, biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (penambahan atau pengisian unsur-unsur baru pada bahan folklor), folklor dengan mudah mengalami perubahan. Walaupun demikian perbedaannya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.
Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui oleh orang lain.
Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat misalnya, selalu mempergunakan kata-kata klise seperti “bulan empat belas hari” untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis, dan lain-lain.
Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini diakibatkan karena penciptanya sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.
Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor Amerika Serikat, membagi folklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.
a. Folklor Lisan                                                                                                                          
Folklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang meliputi sebagai berikut:
(1) bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis;
(2) ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran;
(3) pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki;
(4) sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair;
(5) cerita prosa rakyat, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale), seperti Malin Kundang dari Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari Jawa Tengah, dan Jaya Prana serta Layonsari dari Bali;
(6) nyanyian rakyat, seperti “Jali-Jali” dari Betawi.
b. Folklor sebagian Lisan
Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (sosiofact), meliputi sebagai berikut:
(1) kepercayaan dan takhayul;
(2) permainan dan hiburan rakyat setempat;
(3) teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, dan ludruk;
(4) tari rakyat, seperti tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
(5) adat kebiasaan, seperti pesta selamatan, dan khitanan;
(6) upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu manten;
(7) pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruwat.
c. Folklor Bukan Lisan
Folklor ini juga dikenal sebagai artefak meliputi sebagai berikut:
(1) arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, Rumah Betang di Kalimantan, dan Honay di Papua;
(2) seni kerajinan tangan tradisional,
(3) pakaian tradisional;
(4) obat-obatan rakyat;
(5) alat-alat musik tradisional;
(6) peralatan dan senjata yang khas tradisional;
(7) makanan dan minuman khas daerah.
3. Mitos
Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain (kahyangan) pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos pada umumnya mengisahkan tentang terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam dan sebagainya. Mitos juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, kisah perang mereka dan sebagainya. Selain berasal dari Indonesia, adapula mitos yang berasal dari luar negeri. Mitos yang berasal dari luar negeri pun pada umumnya sudah mengalami pengolahan lebih lanjut sehingga tidak terasa lagi asing. Hal ini disebabkan cerita-cerita itu mengalami proses adaptasi.
Menurut Moens-Zorab orang Jawa bukan saja telah mengambil alih mitos-mitos dari India, melainkan
juga telah mengadopsi dewa-dewa serta pahlawan-pahlawan Hindu sebagai dewa dan pahlawan Jawa. Bahkan orang Jawa pun percaya bahwa mitos-mitos itu (di antaranya berasal dari cerita epos Ramayana dan Mahabharata) terjadi di Jawa. Di Jawa Timur misalnya, Gunung Semeru dianggap oleh orang Hindu Jawa dan Bali sebagai gunung suci Mahameru, atau sedikitnya sebagai Puncak Mahameru yang dipindahkan dari India ke Pulau Jawa.
Motif teks cerita rakyat adalah unsur dari suatu cerita yang menonjol dan tidak biasa sifatnya. Unsur itu dapat berupa benda, hewan yang luar biasa, suatu konsep (larangan atau tabu), suatu perbuatan (ujian ketangkasan), penipuan terhadap suatu tokoh, angka keramat dan sebagainya. Mengenai mitologi tentang tokoh-tokoh rakyat di seluruh dunia, seperti cerita Oedipus, Theseus, Romulus, Nyikang (dari Afrika), dan Ratu Watu Gunung (dari Jawa) pada umumnya mengandung unsur-unsur di antaranya: ibunya seorang perawan; ayahnya seorang raja; terjadi proses perkawinan yang tidak wajar; ia dikenal juga sebagai putra dewa; ada usaha sang ayah untuk membunuhnya; disembunyikan secara rahasia; dipelihara oleh orang tua angkatnya; kembali menuju dan menduduki tahrta kerajaan; menikah dengan seorang putri; dan sebagainya.
4. Legenda
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai suatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda seringkali dipandang sebagai ”sejarah” kolektif (folkstory). Walaupun demikian, karena tidak tertulis maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga seringkali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah maka legenda harus bersih dari unsur-unsur yang mengandung sifat-sifat folklor.

B. Pembahasan
Di Indonesia banyak sekali cerita-cerita legenda, asal-usul tempat, legenda kesenian, mitos, yang tersebar dari sabang sampai merauke dan masih di percayai sampai sekarang oleh masyarakat setempat karena itu merupakan cerita turun temurun yang di turunkan oleh nenek moyang ataupun sampai ada yang dibukukan. Disini saya ingin mengulas tentang salah satu cerita asal-usul kesenian yang ada di Indonesia  yaitu di  Jawa timur. Jawa Timur memiliki banyak sekali beredar kesenian seperti ludruk, ketoprak, wayang, taari-tarian, tayub, dan reog yang sering di pertontonkan di masyarakat dan biasanya di pertontonkan di acara pernikahan adat jawa, acara khitanan, dan acara-acara adat lainnya.

Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki wilayah terluas dari 6 provinsi yang ada di Pulau Jawa yaitu dengan luas wilayah mencapai 47.922 km². Provinsi Jawa Timur yang beribukota di Surabaya memiliki wilaya administratif mencakup 38 wilayah kabupaten dan kota. Provinsi Jawa Timur memiliki beragam kesenian dan tradisi yang telah diakui secara nasional bahkan diantaranya ada pula yang telah dipatenkan sebagai kekayaan dan warisan kebudayaan tak benda dari Indonesia.

Reog Ponorogo

Gambar Reog Ponorogo - intisari-online.com



Bila kita mendengar kata reog, maka yang akan terlintas dibenak adalah seni tari yang pernah diklaim oleh Malaysia. Kata reog sendiri sebenarnya merujuk pada bentuk kesenian yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Reog di Jawa Barat merupakan kesenian / seni musik dan tari yang dibawakan oleh 4 orang pemain sambil membawa gendang. Sedangkan di Jawa Tengah kata reog merujuk pada kesenian / seni tari yang dibawakan oleh 2 penari yang menggunakan topeng.

untuk kesenian Reog yang ada di Jawa Timur lebih dikenal dengan nama Reog Ponorogo. Reog Ponorogo merupakan kesenian dan tradisi dari Jawa Timur yang merupakan seni tari yang dibawakan oleh beberapa orang pemain dengan penari inti menggunakan topeng kepala singa yang diatasnya terdapat makota bulu-bulu merak dengan berat topeng bisa mencapai 50 kg. Yang unik dari Topeng singa Reog Ponorogo ini adalah bawa penari yang membawa topeng seberat 50 kg tersebut mengandalkan kekuatan gigi.

Seni Reog Ponorogo terdiri dari  2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang atau jathilan.

Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu yang disebut Bujang Ganong atau Ganongan.

Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar. Adegan ini ini terdiri dari tarian singa barong.
Berikut adala beberapa tokoh yang diperankan dalam tarian Reog Ponorogo :

  • Jathil yaitu prajurit berkuda
  • Warok yaitu  yang berasal dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih.
  • Barongan (Dadak Merak), merupakan tarian yang paling dominan dalam kesenian Reog Ponorogo. Barongan berupa topeng singa dengan mahkota bulu merak.
  • Klono Sewandono menggambarkan raja kelono yang sakti mandraguna
  • Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom

Pertunjukan Reog Ponorogo diiringi dengan berbagai alat musik tradisional Jawa Timur yang salah satunya terdapat alat musik angklung 
Asal Mula Reog Ponorogo
Dahulu kala ada seorang puteri yang cantik jelita bernama Dewi Sanggalangit. Ia puteri seorang raja yang terkenal di Kediri. Karena wajahnya yang cantik jelita dan sikapnya yang lemah lembut banyak para pangeran dan raja-raja yang ingin meminangnya untuk dijadikan sebagai istri.

Namun sayang Dewi Sanggalangit nampaknya belum berhasrat untuk berumah tangga. Sehingga membuat pusing kedua orang tuanya. Padahal kedua orang tuanya sudah sangat mendambakan hadirnya seorang cucu. “Anakku, sampai kapan kau akan menolak setiap pangeran yang datang melamarmu?” tanya Raja pada suatu hari.

“Ayahanda… sebenarnya hamba belum berhasrat untuk bersuami. Namun jika ayahanda sangat mengharapkan, baiklah. Namun hamba minta syarat, calon suami hamba harus bisa memenuhi keinginan hamba.”

Dewi Sanggalangit, putri Raja Kediri tampak berduka. Ia bingung memilih siapa yang tepat menjadi suaminya. Sementara, puluhan raja menantikan kepastian dari sang Dewi.

Sore itu datang dua pelamar lagi. Mereka adalah Patih Iderkala dan Patih Bujang Ganong. Patih Iderkala melamarkan Raja Singabarong dari kerajaan Ladoya, Blitar. Patih Bujang Ganong mewakili Raja Kelana Suwandana dari Kerajaan Wengker, Ponorogo.

"Kali ini kau harus bisa menentukan pilihanmu. Kedua raja itu amat sakti. Mereka akan menyerang kita kalau mereka kau buat malu," nasehat ayah Dewi Sanggalangit. 

"Beri hamba waktu sepuluh hari Ayahanda, agar hamba bisa menimbang dengan bijaksana," sahut Dewi Sanggalangit. 

"Baik. Janjimu itu akan Ayah teruskan kepada raja pelamarmu," ujar ayah Dewi Sanggalangit lega. 

Dewi Sanggalangit masuk ke kamarnya. Ia bersemedi dengan khidmat. Ketika genap sepuluh hari, Dewi Sanggalangit memperoleh bimbingan dari Dewata. Ia lalu menghadap ayahnya. 

"Bagaimana, anakku? Siapakah pilihanmu? Tanya ayah Dewi Sanggalangit dengan sedikit tegang. 

"Hamba belum bisa menentukan sekarang, Ayah, sebab Hamba punya beberapa syarat untuk calon suami hamba itu," Jawab Dewi Sanggalangit. 

"Cepat sebutkan syaratmu itu!' seru ayah Dewi Sanggalangit penasaran. 

"Pertama calon suamiku harus bisa menyediakan 144 kuda kembar yang ditunggangi oleh pemuda-pemuda rupawan. 
Kedua; Ia harus membawa seekor binatang berkepala dua.   
Ketiga; Ia harus bisa menyajikan sebuah tontonan menarik yang belum pernah disaksikan orang," jelas Dewi Sanggalangit.

"Hm, aneh sekali permintaanmu itu, Sanggalangit. Akan tetapi, aku akan menyampaikannya kepada mereka." kata Ayah Dewi Sanggalangit. 

"Terima kasih, Ayah." 

Raja Kediri mengumpulkan para pelamar Dewi Sanggalangit di balairung istana. Ia menyampaikan keinginan putrinya. Para raja nampak putus asa, karena merasa tak sanggup memenuhi syarat yang diajukan Dewi Sanggalangit. Namun, tidak demikian dengan Patih Iderkala dan Patih Bujang Ganong. 

Patih Iderkala cepat kembali ke Blitar. Lalu, ia segera menghadap Raja Singabarong. Raja Singabarong amat sakti. Wajahnya amat menyeramkan. Ia adalah manusia yang berwajah harimau. 

Di bahu Raja Singabarong bertengger seekor burung merak. Burung cantik ini tadinya milik patih Iderkala. Kemudian, oleh Iderkala burung sakti itu dihadiahkan kepada Raja Singabarong, karena Raja Singabarong telah berbaik hati mengangkatnya menjadi patih KerajaanLodaya.

Sebaliknya, Raja Singabarong merasa beruntung mendapat burung merak itu. Selain sakti, burung itu pintar mencari kutu di rambut raja yang berkepala harimau itu.

Ya, banyak kutu! Ini memang merupakan penyakit yang meresahkan Raja Singabarong. Namun berkat burung merak mematuki kutu-kutu di rambutnya, penderitaan Singabarong menjadi agak ringan. Kepalanya serasa dipijit-pijit kalau burung itu sedang mematuki kutu-kutu di rambutnya.

"Apakah lamaranku diterima, Iderkala?" tanya Raja Singabarong.

"Pelamar Dewi Sanggalangit banyak sekali, Gusti. Ia mengajukan tiga syarat untuk calon suaminya," lapor Patih Iderkala. Lalu Patih Iderkala menyebutkan ketiga syarat itu.

"Dari semua pelamar Dewi Sanggalangit , siapa yang merupakan saingan terberatku?" tanya RajaSingabarong pongah.

"Raja Kelana Suwandana dari Kerajaan Wengker, Gusti. Ia terkenal sakti mandraguna!" jawab Patih Iderkala.

"Hm, Kelana Suwandana memang sakti. Apakah kau sudah mengatur siasat untuk mengalahkannya?" tanya Raja Singabarong ingin tahu.

"Hamba akan menyebar mata-mata ke Kerajaan Wengker. Bila Raja Kelana Suwandana berhasil memenuhi ketiga syarat itu. Hamba akan merampasnya di tengah jalan," jelas Patih Iderkala licik.

"Bagus! Lakukan siasatmu itu, Iderkala!" ujar Raja Singabarong senang.

Patih Iderkala berpamitan. Ia segera bertindak. Ia dan beberapa orang prajurit menyamar menjadi pedagang keliling. Kemudian, mereka berangkat menuju Kerajaan Wengker.

Sementara itu, Raja Kelana Suwandana sedang mempersiapkan diri. Ia dibantu oleh Patih Bujang Ganong yang setia. Berkat kesaktiannya, seratus empat puluh empat kuda kembar siap dipersembahkan untuk sang Dewi.

Hal itu akhirnya diketahui Patih Iderkala. ""Raja Kelana Suwandana memang benar-benar sakti!" gumam Patih Iderkala kagum.

Sialnya, dua anak buah Patih Iderkala tertangkap. Lodra dan Ardawalika dibawa menghadap Raja Kelana Suwandana. Berkali-kali Raja bertanya kepada kedua utusan Kerajaan Lodaya itu. Namum, mereka tetap membungkam.

"Cambuk mereka! Jangan berhenti sebelum mereka mau mengaku siapa dirinya!" perintah Raja Kelana Suwandana pada algojo.

Lodra dan Ardawalika sangat menderita. Akan tetapi mereka tetap tak mau mengaku. Lama-lama Ardawalika berteriak,"Hentikan! Aku akan mengaku!"

"Cepat katakan siapa kamu!" bentak algojo.

"Jangan,Ardawalika! Bukankah kau seorang prajurit sejati?" bujuk Lodra mengingatkan.

"Aku sudah tidak tahan Lodra, maafkan aku!" sahut Ardawalika. Lalu, ia berkata pada Raja Kelana Suwandana," Hamba berasal dari Kerajaan Lodaya, Gusti!"

"Kenapa kau memata-matai aku?" tanya Raja Kelana Suwandana.

"Kami ditugaskan untuk mengetahui persiapan Gusti dalam rangka peminangan Dewi Sangalangit," tutur Ardawalika.

"Cuma itu?" bentak Raja Kelana Suwandana.

Ardawalika mengangguk. Raja Kelana Suwandana pun berteriak lantang,"Algojo! cambuk dia sampai mau mengaku lagi.

"Tunggu...! Kami juga disuruh merampas kuda-kuda kembar dan binatang berkepala dua milik Paduka. Oh, saya telah mengatakan semuanya. Tolong bebaskan saya, Gusti ...!" rengek Ardawalika.

"Sayang sekali aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu, Ardawalika. Aku benci pada kelakuanmu. Kau adalah seorang pengecut hina. Cis! Aku jijik melihatmu!" Raja Kelana Suwandana kemudian berkata pada Algojo," penjarakan dia seumur hidup.!"

Raja Kelana Suwandana lalu menghampiri Lodra. "Aku kagum pada keteguhan hatimu. Kubebaskan kau meskipun sebenarnya kau adalah musuhku!'

"Terima kasih, Gusti!" jawab Lodra girang. Lalu, ia bergegas pulang ke Blitar.

Ternyata, Patih Iderkala pun bernasib sial. Ia dihadang Patih Bujang Ganong di perbatasan Kerajaan Wengker. Kedua patih itu saling berhadapan. Mereka lau mengadu kesaktian. Dalam pertarungan itu, Patih Iderkala terbunuh oleh keris Patih Bujang Ganong.

Sementara itu, Raja Singabarong tak sabar menunggu kedatangan Patih Iderkala. Lalu ia menyusul ke Kerajaan Wengker. Ia amat marah sewaktu menemukan mayat Patih Iderkala. Lalu, ia menantang Patih Bujang Ganong, "Keparat! kau telah membunuh Patihku ! Ayo sekarang lawan aku, Bujang Ganong!"

Pertarungan antara Raja Singabarong dan Patih Bujang Ganong berlangsung tidak seimbang. Raja Singabarong jauh lebih sakti dibading Patih Bujang Ganong. Ketika Patih Bujang Ganong nyaris kalah, tiba-tiba Raja Kelana Suwandana muncul di situ.

"Mundur, Bujang Ganong! dia bukan tandinganmu!" seru Raja Kelana Suwandana. Lalu Raja Kelana Suwandana berkata marah,"kau sungguh tak tahu malu, Singabarong! kau utus orang-orangmu untuk merampas milikku, Cis! Langkahi dulu mayatku sebelum kaujalankan niatmu!"

"Bedebah ....! teriak Raja Singabarong dengan muka merah padam."Ayo kita bertarung !"

Kedua raja itu saling mengadu kesaktian. Beberapa jurus kemudian, Raja Singabarong kelihatan semakin lamban gerakannya. Hal itu disebabkan oleh kutu-kutu di kepalanya yang mulai beraksi, sehingga ia tak bisa memusatkan pikiran.

"Kutu sialan! Lebih baik aku lari daripada dikalahkan Kelana Suwandana!' umpat Raja Singabarong. Lalu, secepat kilat ia memacu kudanya pulang ke Blitar.

"Dasar pengecut! Kuhabisi nyawamu kalau sempat bertarung lagi!" teriak Raja Kelana Suwandana bersumpah. Lalu ia memacu dan diam-diam mengikuti Raja Singabarong ke Blitar.

Setibanya di istana, Raja Singabarong segera memerintahkan burung merak untuk mencari kutu di rambutnya.

"Ayo terus! Ayo terus!' teriak Raja Singabarong keenakan. Tiba-tiba sesosok bayangan muncul di belakang Raja Singabarong. Ternyata ia adalah Raja Kelana Suwandana.

"Hm, mungkin inilah binatang berkepala dua yang diinginkan Dewi Sanggalangit," gumam Raja Kelana Suwandana ketika melihat burung merak itu sedang mematuki kutu-kutu di rambut Raja Singabarong.

Raja Kelana Suwandana mengheningkan cipta. Ia memohon kekuatan dari dewata.
"Jadilah kau binatang berkepala dua, Singabarong!" kutuk Raja Kelana Suwandana.

Tiba-tiba, tubuh burung merak itu menyatu di bahu Raja Singabarong, sehingga manusia berkepala harimau itu seolah-olah berkepala dua. Kepalanya yang satu adalah kepala burung merak itu!

"Kurang ajar! Kubunuh kau ....!" pekik Raja Singabarong marah. Ia menyerang Raja Kelana Suwandana. Dengan gesit Raja Kelana Suwandana menangkisnya. Lalu ia mengeluarkan cemeti saktinya. "Daar....darr....!" Cemeti itu menghajar tubuh Raja Singabarong hingga ia berguling-guling di tanah.

Ajaib! Sekujur tubuh Raja Singabarong seketika berubah menjadi binatang. Binatang berkepaladua!

Beberapa hari kemudian, Raja Kelana Suwandana pergi ke Kerajaan Kediri. Ia hendak melamar Dewi Sanggalangit. Iring-iringan panjang terlihat di belakang kudanya. Seratus empat puluh empat kuda ekor kuda kembar yang ditunggangi pemuda-pemuda rupawan. Nampak pula sekelompok penari dan seekor binatang berkepala dua, yang tak lain adalah jelmaan Raja Singabarong.

Raja Kelana Suwandana disambut dengan meriah oleh seluruh rakyat Kediri. Kemudian ia dinikahkan dengan Dewi Sanggalangit. Untuk meramaikan upacara pernikahan itu, di alun-alun Kediri diadakan tari-tarian yang diiringi dengan berbagai tetabuhan. Tontonan itu kemudian dinamai reog. Karena asal reog dari Ponorogo maka reog itu disebut Reog Ponorogo.

C. Penutup
Kesimpulan
Jadi di Indonesia banyak sekali cerita-cerita asal mula daripada tempat, kesenian, dan lain-lain. Cerita tersebut dibukukan juga dan dipercayai oleh masyarakat, dan belum diketahui kebenarannya karena banyaknya cerita versi-versi lain tetapi intinya sama. Dan sebagai pelajar ataupun masyarakat kita harus mengetahui sejarah-sejarah yang ada di Indonesia khususnya dan kita harus ikut menjaga dan melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah. Cerita ini disebut legenda, karena Reog Ponorogo masih bisa kita tonton sampai sekarang. Biasanya atraksi ini ditampilkan pada suatu upacara atau keramaian. Dari legenda ini kita bisa mengambil pelajaran: "Kelicikan bisa menimbulkan petaka buat kuta”.
Daftar Pustaka
Sumber: Buku Ceri Rakyat Dari Jawa Timur 
Oleh: Dwianto Setyawan 
Penerbit PT. Gramedia Widisarana Indonesia, Jakarta 1997


Anugerah Dwi Fitriani (4423154842)

UJP kelas A 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar