CINDELARAS
Dengan menyebut nama
Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Suatu hari hiduplah
seorang raja yang bernama Raden Putra beserta
kedua istrinya. Raden Putra memimpin kerajaan
Jenggala Istri muda Raden Putra merasa iri kepada istri tua karena
ia merasa bahwa ia lebih layak menjadi permaisuri. Istri muda mendapat ide untuk mengambil posisi
permaisuri dari istri tua Raden Putra. Ia bekerja sama dengan dukun untuk mejatuhkan istri tua dari
posisi permaisuri. Istri muda berpura-pura jatuh sakit. Mengetahui istri
muda jatuh sakit, Raden Putra mencari dukun yang dapat menyembuhkan penyakit
istri muda. Dukun yang dicari pun tiba di istana.
Dukun itu rupanya
dukun yang disuruh oleh istri muda untuk membuat pernyataan palsu tentang
penyebab dari pernyakit yang diderita istri muda. Dukun
itu mengatakan bahwa istri muda sakit karena tidak disukai oleh seseorang dan
orang itu meracuni makanan istri muda. Orang itu adalah istri tua Raden Putra.
Raden Putra marah dan menyuruh patih untuk
membawa permaisuri ke hutan dan
membunugnya di sana. Namun, patih percaya bahwa permaisuri tidak melakukan
hal itu dan ia juga tahu kelicikan dari istri muda. Patih tidak membunuh
istri tua melainkan melepaskannya di hutan. Patih mengatakan kepada
permaisuri untuk dapat bertahan hidup di hutan. Permaisuri pun berterima kasih
atas kebaikan hati patih dan ia pun bertahan hidup di hutan.
Suatu hari istri
tua Raden Putra melahrikan seorang putra yang diberi nama Cindelaras. Ia adalah anak laki-laki yang cerdas dan pandai
bergaul. Ia berteman dengan para penghuni hutan. Suatu hari Cindelaras sedang
bermain di hutan, tiba-tiba seekor elang menjatuhkan telur. Telur itu pecah dan keluarlah seekor ayam dengan suara yang aneh. Anak
ayam mengatakan bahwa Cindelaras adalah anak Raden Putra. Cindelaras
menceritakan kejadian tersebut pada ibunya. Namun, ibunya mengatakan bahwa
Cindelaras adalah orang biasa dan bukan keturunan raja. Ia berusaha mencegah
agar Cindelaras tidak mengetahui hal itu.
Baginda Raden Putra, raja kerajaan Jenggala seorang raja
yang termasyur. Sayang, kadang-kadang sikapnya kurang bijaksana. Misalnya dalam
istrinya yang kedua. Sang Baginda sering menurut saja, bagaikan seekor kerbau
dicocok hidungnya.
Istri kedua sang Prabu memang cantik rupawan. Namun, hatinya
tidak seindah wajahnya. Wanita ini kerap dikuasai rasa dengki yang keterlaluan.
Lebih-lebih dalam masalah dengan istri pertama Baginda, yaitu sang Permaisuri.
"Aku seharusnya yang pantas menjadi permaisuri!"
pikir wanita pendengki itu setiap kali. "Satu-satunya jalan ialah dengan
menyingkirkan perempuan musuhku itu! sebelum cita-citaku ini menjadi kenyataan,
takkan tenteram perasaanku." Padahal sebenarnya Permaisuri itu orang baik,
juga terhadap istri kedua.
Pada suatu hari, istri kedua melaksanakan rencana yang telah
berhari-hari dipikirkannya. Ia berpura-pura jatuh sakit. Sakitnya sepertinya
parah sekali.
Baginda Raden Putra merasa panik melihat istrinya tampak
menderita seperti itu. Ia berusaha dengan segala cara supaya istrinya bisa
sembuh kembali.
Dibutuhkan tabib dan dukun untuk menolong wanita itu. Salah
seorang dukun yang sebenarnya adalah orang suruhan istri kedua menjelaskan
sebab-sebab penyakit istri kedua kepada Baginda.
"Sesungguhnya sakit Tuan Putri itu disebabkan perbuatan
seseorang yang tidak menyukainya. Dia adalah Tuanku Permaisuri sendiri. Agaknya
Tuanku Permaisuri merasa iri karena Baginda sangat menyayangi Tuan Putri. Itu
sebabnya ia menaruh racun yang nyaris mematikan dalam makanan istri Paduka
ini."
Mendengar laporan itu, tanpa menyelidiki lebih jauh, Baginda
langsung meradang. Saat itu juga ia menyuruh Patih untuk membawa Permaisuri ke
hutan dan membunuhnya di sana. Baginda bahkan tidak peduli bahwa saat itu
Permaisuri sedang mengandung.
Patih adalah orang yang bijaksana. Ia tahu sifat Permaisuri.
Ia juga tahu bagaimana perangai istri kedua. "Tidak mungkin Permaisuri
sampai hati melakukan perbuatan keji, seperti yang dituduhkan istri kedua itu.
Permaisuri orang baik. Sebaliknya istri kedua tidak bisa dipercaya. Sayang,
Baginda terlalu mudah dipengaruhi oleh perempuan pendengki itu," pikir
Patih.
Atas pertimbangan-pertimbangan itu, patih tidak sepenuhnya
melaksanakan perintah Baginda. Permaisuri memang dibawanya ke sebuah hutan,
namun Patih tidak membunuhnya.
Mulai saat ini, saya anjurkan Tuanku untuk tinggal di hutan
ini. Berusahalah untuk bertahan sampai Tuanku melahirkan. Oleh kehendak Dewata,
saya percaya pada suatu saat Tuanku akan dapat kembali ke istana," kata
Patih kepada Permaisuri," kata Patih kepada Permaisuri, setibanya di
sebuah hutan yang terletak jauh dari istana.
"Akan tetapi, bagaimana dengan Anda, Paman Patih?"
Bukankah Baginda memerintahkan Anda membunuh saya? Baginda pasti akan
menghukummu jika mengetahui Anda justru melindungiku," kata Permaisuri.
"Tentang hal itu, Tuanku tidak perlu khawatir. Saya
bisa mengatasinya. Saya akan meyakinkan Baginda. Percayalah."
"Anda adalah orang yang bijaksana. Terima kasih, Paman
Patih," sahut Permaisuri penuh rasa haru. "Kesempatan untuk tetap
hidup yang Anda berikan tidak akan saya sia-siakan. Saya akan membesarkan anak
saya. Semoga kelak dia dapat berjumpa dengan ayahnya."
Sejak saat itu Permaisuri hidup di hutan itu. Sampai pada
suatu hari ia melahirkan seorang bayi laki-laki, yang kemudian dikenal dengan
nama Cindelaras.
Cindearas tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan cerdas.
Ia bersahabat dengan binatang-binatang penghuni hutan itu dan mengerti bahasa
mereka.
Pada suatu hari, tengah ia bermain-main di hutan, seekor
burung rajawali terbang ke arahnya. Burung itu terbang kian merendah, lalu
menjatuhkan sesuatu. Oh, ternyata sebutir telur ayam hutan!
Cindelaras mengambil dan mengamati-amati telur itu. Rasanya
telur itu lebih besar daripada ukuran telur pada umumnya.
"Hemmm, rajawali sepertinya sengaja menghadiahkan telur
ini padaku. Akan kutetaskan telur ini!" katanya.
Lalu Cindelaras menemui ular, sahabatnya. Kepada ular besar
itu Cindelaras minta bantuan untuk mengerami telur pemberian rajawali.
"Boleh saja. Tarauh telur itu," kata ular.
Cindelaras pun meletakkan telur di tengah gulungan badan
ular yang panjang itu.
Beberapa waktu kemudian telur itu menetas.
"Wah, hasilnya seekor ayam jantan!" seru
Cindelaras girang. Lalu dipeliharanya ayam itu sampai besar. Ternyata ayam itu
tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang nampak kekar dan kuat. Lebih
mengherankan adalah bunyi kokoknya:
Kukuruyuuuuuuuk....
Jagone Cindelaras
Omahe tengah alas
Payone godhong klaras
Bapakne Raden Putra....
(Kukuruyuuuuuuk...Ayam jantan milik Cindelaras, Rumahnya di tengah
hutan, Atapnya daun kelapa, Ayahnya bernama Raden Putra ....)
Cindelaras tak habis heran mendengar bunyi kokok yang aneh itu. Oleh karena dorongan rasa ingin tahunya, kemudian ia menanyakan makna kokok ayam itu kepada ibunya.
Permaisuri tercenung mendengar pertanyaan putranya.
"Agaknya saatnya sudah tiba," pikirnya. Lalu wanita itu menjelaskan
asal-usulnya kepada Cindelaras. Juga, masalah yang menyebabkan sehingga ia
terpaksa menyamar menjadi seorang perempuan desa dan hidup di tepi hutan.
"Wah, jadi aku ini anak seorang raja?" tanya
Cindelaras terkejut.
"Benar, Anakku."
"Dan nama ayahku Raden Putra?"
"Ya"
"Kalau begitu aku harus menemui Ayah."
"Itu tidak mungkin, Nak," Permaisuri berusaha
mencegah. "Pertama, ayahmu tidak akan percaya kepadamu. Kedua, kalau
sampai tahu, istri muda ayahmu itu pasti tidak akan tinggal diam."
"Aku akan memikirkan caranya, Bu," jawab
Cindelaras. "Yang pasti, aku tidak ingin Ibu terus begini. Hidup
menderita, sementara perempuan licik itu enak-enakan hidup di istana."
Permaisuri sadar, tekad anaknya tidak mungkin
dicegah.
Pada suatu hari Cindelaras turun ke desa dengan membawa ayam
jantan peliharaannya. Setibanya di desa ia menantang adu ayam kepada
pemilik-pemilik ayam jantan yang dijumpainya.
Tantangan Cindelaras memperoleh sambutan. Akan tetapi, ayam
jantan Cindelaras ternyata sangat perkasa. Tak ada seekor ayam jantan pun dari
desa itu yang bisa mengalahkannya.
"Wah, ayam ini kuat sekali!" puji orang banyak.
Berita tentang seorang anak laki-laki yang memiliki ayan
jantan tak terkalahkan segera menyebar ke mana-mana. Hingga akhirnya sampai ke
telinga Baginda Raden Putra. Kebetulan Baginda juga punya kegemaran menyabung
ayam.
"Aku ingin mencoba kehebatan ayam milik anak itu,"
ujar Baginda. "Carilah dia, dan bawa ke hadapanku."
Cindelaras pun dibawa menghadap Baginda. Baginda mengamati
Cindelaras dengan cermat. "Anak ini nampak tampan dan cerdas. Sepertinya
bukan anak orang kebanyakan," pikir Baginda. "Siapa dia
sebenarnya?"
Pada saat pandangannya beradu dengan sinar mata Cindelara,
Baginda merasakan ada getaran aneh dalam dadanya. Baginda semakin merasakan
sesuatu yang aneh.
"Hemmm, jadi kamu yang bernama Cindelaras, pemilik ayam
jantan yang terkenal itu? Dan itukah ayammu?" tanya Baginda.
"Betul, Yang Mulia."
"Aku yakin ayamku akan bisa mengalahkan ayammu."
"Kita coba saja," tantang Cindelaras penuh rasa
percaya diri." Namun, apa taruhannya, Paduka?"
"Apa sebaiknya menurut kamu?" balas Baginda.
"Saya tidak punya apa-apa. Maka taruhan saya adalah
leher ini," jawab Cindelaras sambil menuding lehernya. "Kalau ayam
saya kalah, Baginda boleh menyuruh penggal leher saya. Akan tetapi, kalau saya
menang, Paduka harus rela menyerahkan separuh dari kerajaan Paduka."
Baginda Raden Putra makin terkesan melihat ketegasan dan
keberanian Cindelaras. Tanpa berpikir panjang, beliau langsung menjawab,
"Setuju! Dan jangan berlama-lama, sabung ayam kita mulai sekarang
saja!"
"Baik, Baginda!" Cindelaras lalu melepaskan
ayamnya ke arena. Demikian pula pembantu Baginda.
Dua ekor ayam jantan saling berhadapan. Sesudah saling
menaksir kekuatan lawan, mereka pun mulai berlaga. Lagi-lagi ayam jantan
Cindelaras menunjukkan keperkasaannya. Dalam waktu tidak terlama lama, ayam
Baginda berhasil dibikinnya lari lintang pukang ke luar arena!
"Horeeee!" sorak para penonton mengelu-elukan
Cindelaras dan ayamnya.
Baginda menatap tajam ke arah Cindelaras, lalu berkata,
"Aku sudah kalah. Dan aku tidak akan mengingkari janjiku. Tetapi sebelum
kuserahkan separuh kerajaan ini kepadamu, tolong katakan siapa dirimu
sebenarnya."
Cindelaras balas memandang Raden Putra. Sesudah itu ia
membungkuk dan membisikkan sesuatu kepada ayamnya. Saat itu juga ayam jantan
itu menegakkan lehernya. Kemudian dengan suara nyaring hewan itu berkokok
berulang-ulang:
Kukuruyuuuuuuuk....
Jagone Cindelaras
Omahe tengah alas
Payone godhong klaras
Bapakne Raden Putra...."
Baginda tersentak mendengar suara kokok ayam itu. Sementara
dengan suara mantap Cindelaras berkata, "Paduka sudah mendengarnya
sendiri, bukan? Nama saya adalah Cindelaras. Ibu saya adalah Permaisuri yang
sah dari kerajaan ini. Ayah saya adalah Anda sendiri ....."
"Jadi ... kamu anakku? Tetapi bagaimana mungkin?"
tanya Baginda terbata-bata.
Seseorang nampak maju lalu menghaturkan hormat kepada
Baginda. Dia adalah si Patih. Patih yang bijaksana itu lalu menuturkan duduk
perkaranya kepada Baginda.
"Jadi, ini semua karena ulah saya, Tuanku. Jika Tuanku
menganggap saya bersalah, silakan menghukum saya."
"Oh, tidak...tidak!" tukas Baginda cepat.
"Justru kamu sangat bijaksana, Paman Patih. Kalau saja waktu itu kau
benar-benar membunuh Adinda Permaisrui..... ohh, betapa bodoh dan cerobohnya
aku!" seru Baginda sambil menepuk jidatnya.
Baginda lalu menghampiri Cindelaras dan memeluknya
erat-erat. "Maafkan ayahmu, Nak. Ayah menyesal sekali." Baginda
nampak menyeka matanya. "Bagaimana keadaan ibumu?"
"Ibu, baik-baik saja. Dan Ibu tidak pernah membenci
Ayah," jawab Cindelaras.
"Aku akan menjemput ibumu. Aku sendiri yang akan
berangkat!"
Begitulah Raden Putra lalu berangkat ke hutan menjemput
Permaisuri. Sementara itu, istri kedua dan komplotannya harus menanggung akibat
kelicikan mereka. Mereka semua dijatuhi hukuman berat.
Permaisuri kembali diboyong ke istana, dan hidup bahagia di
samping suami dan putranya yang tercinta.
Namun, akhirnya
ibu memberitahu kebenaran tersebut kepada Cindelaras. Cinderalas pun berniat untuk berangkat ke kerajaan
Jenggala. Di tengah perjalanan, Cindelaras bertemu dengan orang-orang yang
sedang menyaksikan sabung ayam. Cindelaras menantang para pemilik ayam yang sedang
bertaruh di sana dan mereka menerima tantang Cindelaras. Rupanya
tidak satu pun ayam yang bisa mengalahkan ayam Cindelaras. Ayam Cindelaras
pun terkenal sebagai ayam yang tidak terkalahkan. Berita ini terdengar sampai
ke istana Raden Putra. Raden
Putra mengundang Cinderlaras untuk datang ke istana serta menantang ayam
Cindelaras. Raden Putra bertaruh bahwa jika ayamnya kalah maka ia akan
menyerahkan seluruh kekayaannya. Akan tetapi, jika ayam Cindelaras yang kalah
maka Cindelaras harus rela kepalanya dipenggal. Cindelaras pun menyetujui hal
itu. Pertarungan antara ayam Cindelaras dan ayam Raden Putra pun
berlangsung. Ayam Cindelaras pun memenangkan pertandingan tersebut. ayam itu
kemudian mengeluarkan suara aneh yang mengatakan bahwa Cindelaras adalah anak
dari Raden Putra. Raden Putra pun kaget mendengar hal itu. Ia bertanya kepada
Cindelaras membenarkan hal itu. Tidak lama kemudian, istri tua Raden Putra
datang dan menjelaskan bahwa cindelaras adalah anak Raden Putra. Raden Putra
pun menyesal atas keputusan yang telah ia buat. Ia pun menghukum istri muda
serta dukun yang memfitnah istri tua Raden Putra.
Kesimpulan
Cerita ini tergolong dongeng. Dongeng Cindelaras dan ayam
jantannya sangat terkenal di daerah Jawa Timur. Dari dongeng ini kita bisa
menarik kesimpulan bahwa kebenaran pada akhirnya akan mencuat.
Tidak ada sesuatu pun yang dapat menutupi kebenaran. Di samping
itu, dongeng ini juga menggambarkan bahwa ketidakbijaksanaan bisa menyebabkan
kecerobohan. Seperti yang dilakukan Raden Putra terhadap permaisurinya.
Sebaliknya, ketabahan dalam menghadapi penderitaan dan keadaan yang sulit, pada
akhirnya akan membuahkan kebahagiaan.
http://www.ceritadongenganak.com/2015/02/cindelaras-cerita-rakyat-dari-jawa-timur.html
Anisah Tsani Nabila
UJP A 2015
4423154325
Tidak ada komentar:
Posting Komentar