Sabtu, 10 Oktober 2015

Tugas 1- Autobiografi Zena Fitriani

17 Tahun Yang Tak Akan Terlupakan

Suara takbir berkumandang saat malam sebelum hari kemenangan umat muslim yaitu Idul Fitri dan saya terlahir ke dunia pada tanggal 29 Januari 1998, menjadi anak tunggal dari Bapak Zainal Arifin Hutagalung dan Ibu Dehlina Sitanggang dan cucu pertama dari keluarga besar saya dan diberi nama Zena Fitriani oleh ayah saya. Saya lahir di Jakarta, kota tempat saya tinggal hingga saat ini. Ayah dan Ibu saya, yang terlahir di Medan, Sumatra Utara memiliki marga atau nama keluarga berbeda, namun Ibu saya pastinya akan mendapatkan marga Ayah saya.
                                                     
Saya bersama Ibu dan Ayah
Ayah menamakan saya karena ia melihat satu film dari Negara tetangga berjudul Senna, yang mengartikan gadis yang kuat seperti prajurit-prajurit kerajaan pada zaman dahulu.
Sejak  kecil, Ibu saya sering mengajari saya bernyanyi sehingga muncul lah keinginan saya untuk belajar bernyanyi seperti ibu saya. Ayah, yang sangat gemar membaca juga membuatku tertarik untuk ikut membaca bersamanya, entah itu membaca buku-buku tua nya atau sekedar membaca Koran. Namun, kebahagiaanku tak seperti yang kuharapkan. Tepat saat umur saya yang ke dua tahun, Ayah dan Ibu saya memilih untuk berpisah dan berada di jalan mereka masing-masing. Jujur saja, saya yang tak tahu menahu tentang hal itu hanya bisa terdiam dan mengikuti alur yang ada karena tidak tahu apa arti dari perpisahan.

Saya akhirnya hanya tinggal dengan Ibu lantas Ayah tinggal di sebuah kontrakkan dekat dengan tempat ia bekerja. Saya memulai pendidikkan saya di Taman Kanak-Kanak An-Nursiyah. Saya mulai mengenal hal-hal baru, belajar membaca dan menulis juga mendapat teman-teman bermain yang asyik. Ibu tak pernah sekali pun lupa untuk mengantar saya setiap paginya dengan berjalan kaki, sekolahku dulu tak begitu jauh dari rumah. Setiap hari, tangan mungilku di genggam Ibu untuk berjalan mencapai sekolahku, “demi masa depanmu” begitu ibu berkata.

Semasa saya di TK
Ibu mendaftarkan saya dalam kontes bernyanyi, kontes peragaan busana dan lain-lain, ia menginginkan saya dapat menumpahkan kelebihan saya di berbagai bidang dengan belajar untuk berani mengikuti kontes-kontes yang ada.

Setelah lulus dari jenjang Taman Kanak-Kanak, saya terdaftar menjadi murid di Sekolah Dasar Swasta Perguruan Rakyat 3, di Utan Kayu. Ibu lagi-lagi masih mengantar saya unutk pergi ke sekolah baru saya dan kami masih berjalan kaki. Saya masih ingat bagaimana kesan pertama kali memasukki kelas dengan anak-anak yang tak saya kenal dan guru yang sangat membuat saya ketakutan saat itu. Semua anak duduk dengan rapih, begitu juga dengan saya yang dengan sabar ikut duduk diantara mereka yang ketakutan saat ditatap oleh guru yang ada didepan. Saya tersenyum begitu beberapa anak memperkenalkan diri mereka pada saya setelah kelas usai, namun ada juga beberapa yang langsung berlari keluar unutk menemukan ibu mereka.

Naik hingga beberapa tingkat, saya akhirnya berada di kelas 4, saya memiliki sahabat bernama Risa Putri dan Aden Jazmi yang hingga kini perhasabatan kami masih terjalin dan saya harap terus terjalin hingga maut memisahkan. Saya sekelas dengan Risa bahkan berada dalam satu meja kala itu. Saya dan Risa sering meributkan hal-hal kecil seperti penempatan bangku atau tas, tapi hal itu yang membuat kami semakin lama semakin bersatu menjadi sahabat. Ia adalah sosok seperti kakak di hidup saya, mengajarkan saya banyak hal terutama pada hal kesabaran. 
Saya dan Risa

Saya bersama Risa dan Aden
 Pada kelas 4, tepatnya di hari Kartini sekolah saya mengadakan Lomba Baju Adat yang diikuti oleh semua murid dari kelas 1 sampai 6, termasuk saya. Ibu membawa saya beberapa hari sebelum hari lomba ke toko peminjaman baju adat dan memilihkan saya baju Ibu Kartini yang khas dengan warna hitam dan sanggul yang tak terlalu besar mengingat umur saya yang masih kecil. Akhirnya, pada hari yang ditunggu-tunggu, saya menjadi pemenangnya, juara 1 saya dapatkan karena baju Ibu Kartini yang saya pakai juga dandanan dari penata rias yang sudah di sewa sebelumnya. Ibu tersenyum bangga di ujung lapangan sekolah saya, melihat saya menerima piala dan melambai padanya. Ada kebanggaan yang saya rasakan saat melihat Ibu saya tersenyum saat itu.

Naik hingga ke kelas 6, tingkat akhir pada Sekolah Dasar, saya disibukkan dengan tugas-tugas yang diberikan guru-guru juga beberapa praktek yang harus saya ikuti sebagai ketentuan untuk lulus dari sekolah. Saya dengan giat  belajar setiap malamnya dengan Ibu yang kadang membantu, namun terkadang juga saya belajar sendiri karena ibu harus bekerja hingga larut malam.

Dan saya lulus dengan nilai yang cukup baik saat itu, lalu meneruskan ke jenjang SMP atau Sekolah Menengah Pertama. Saya terdaftar menjadi siswi di SMP 18 Jakarta dan memulai kehidupan sekolah saya lagi. Saya bertemu banyak teman baru dan mulai beradaptasi dengan lingkungan baru. Dari semua teman saya di sekolah dasar, hanya saya yang masuk ke SMP itu karena kami terpisah dengan pilihan kami masing-masing. Risa, sahabat saya di sekolah dasar pun tak masuk dalam daftar siswi disini karena ia memilih sekolah pilihannya. Semasa kelas 7, saya mengenal teman sekelas saya dengan baik, mereka adalah teman-teman saya yang tak akan saya lupakan. Namun di saat akan adanya kenaikkan kelas, Ayah saya menghubungi Ibu saya dan meminta saya untuk tinggal bersama dengan dirinya, Ibu menyetujui dan saya akhirnya tinggal bersama ayah. Denan terpaksa saya harus pindah dari sekolah yang selama setahun menjadi tempat saya menambah ilmu dan belajar ilmu-ilmu pengetahuan yang baru dan saya juga meninggalkan teman-teman saya.
Ayah saya memindahkan saya di SMP swasta di Tanjung Priok, daerah dimana ayah bekerja. Saya akhirnya berusaha unutk beradaptasi dengan lingkungan baru dan berkenalan dengan orang baru yang sifatnya jauh berbeda dari teman-teman saya di sekolah sebelumnya. Sangat terasa bahwa mereka tidak begitu menyukai kedatangan saya karena mereka telah berada dikelas yang sama selama hampir setahun.  Baru beberapa bulan berada di rumah Ayah, tiba-tiba saya mendapat kabar bahwa Ibu saya akan pergi meninggalkan Jakarta dan menetap di Pekanbaru, Riau. Itu menjadi suatu pukulan untuk saya karena tak akan bertemu ibu lagi dalam waktu yang lama. Walaupun masih bisa saling menghubungi lewat telepon namun itu bukan yang saya mau.

Lalu naik kekelas 9, ayah saya menyadari bahwa saya tak begitu nyaman dengan lingkungan yang saya tempati akhirnya kami pindah untuk kembali ke rumah yang lama, rumah kakek saya yang berada di kayu manis, kediaman saya saat ini. Saya pindah ke sekolah yang baru yaitu SMPN 97 Jakarta dan lagi-lagi harus beradaptasi pada lingkungan baru dan mengenal teman-teman baru. Saya mendapatkan teman baru bernama Rizka, ia adalah orang yang baik dan sangat ramah pada siapapun juga pintar dalam hal pelajaran. Saya senang bertemu dengannya karena kami bisa belajar bersama dan saya bisa beradaptasi dengan pelajaran disekolah baru saya dengan cepat.
Saya lulus dari jenjang SMP dan berpencar dengan teman-teman yang lain karena kami memilih SMA yang berbeda-beda. Namun karena nilai yang saya peroleh saat UN atau Ujian Nasional kecil, saya akhirnya memutuskan untuk masuk ke Sekolah Menengah Kejuruan Jayawisata 1 Menteng dan memilih jurusan Pariwisata karena saya menyukai hal-hal berbau alam atau tempat wisata. Lantas, ayah saya menyetujui dan tidak terlalu memaksa saya dengan kemauannya, Ayah menginginkan saya masuk ke sekolah negeri dan mengambil jurusan IPA atau IPS namun saya menolak dengan alasan bahwa saya tak punya ketertarikan pada jurusan itu. Ayah saya akhirnya mengerti dan saya menjadi siswi di SMK Jayawisata 1 Menteng atau yang dikenal sebagai Jawis.

Setelah melewati rangkaian kegiatan pra masuk sekolah, saya akhirnnya resmi menjadi siswi disana dan bertemu lebih banyak orang baru. Saya tak terlalu kesulitan beradaptasi mengingat niat saya untuk mendalami hal tentang kepariwisataan di sekolah itu. Di kelas satu, saya bertemu dengan teman sekelas saya (di sekolah saya hanya ada  1 kelas yang di campur antara perhotelan dan pariwisata), mereka juga sama seperti saya, sangat antusias untuk belajar tentang kepariwisataan. Pada pertengahan tahun guru bahasa inggris saya mengikuti lomba debat bahasa inggris, dilihat dari nilai-nilai yang saya peroleh di kelas dan prestasi yang saya dapatka selama ini di bahasa inggris akhirnya ia menunjuk saya dan kedua teman saya yang lain untuk ikut di perlombaan tersebut. Kami bertigas masuk pada babak awal namun kalah dengan sekoah lain pada babak kedua. Agaknya kami kecewa namun tak apa karena hitung-hitung itu adalah pengalaman untuk kami, terutama untuk saya.

Lalu di kelas 1, saya dan teman sekelas saya menjalankan kegiatan JBOT(Java-Bali Overland Tour) selama 5 hari berturut-turut. Kami menjelajahi       Pulau Jawa, mendaki gunung Bromo, mengunjungi banyak tempat wisata di Bali dan terakhir mengunjungi candi-candi yang ada di Yogyakarta. Saya belajar banyak hal tentang sejarah Indonesiam terutama pada keragaman suku bangsa yang ada. Itu adalah salah satu pengalaman yang tak akan terlupakan. Kelas 2, saya dan teman-teman sejurusan saya di pariwisata mendapati kesempatan untuk menjalani kegiatan SMT(Singapore-Malaysia-Thailand) Study Tour, saya dan teman-teman saya sangat senak dan tak sabar menunggu kegiatan itu yang pada akhirnya ami jalani dan menghabiskan waktu sekitar delapan hari disana. Dari kegiatan itu saya juga belajar banyak tentang keragaman bangsa Negara-negara luar, bagaimana mereka bisa menjadi Negara maju dan saya snagat beruntung bisa mengunjungi tempat-tempat wisata yang cukup terkenal disana.


Setelah Study Tour itu selesai, saya juga teman sekelas lainnya di haruskan untuk melakukan OJT(On The Job Training) yang harus di lakukan selama 4 bulan di travel yang sudah ditentukan. Jujur, pertama kali buat saya untuk terjun langsung di tempat kerja yang saya bayangkan dulu. Saya belajar bagaimana menjadi ticketing yang baik, bagaimana membuat tour dan meng-handle masalah-masalah yang ada. Mental saya sangat diuji begitu pula dengan pengetahuan saya, saya semakin mendapati banyak pengetahuan yang membuat saya bangga akan hal itu.
Setelah 4 bulan terlewati, saya akhirnya melewati ujian kenaikkan kelas dan saya bersyukur bisa naik ke tingkat akhir di sekolah menengah kejuruan. Saya dan teman-teman saya menjalani ujian-ujian yang diberika guru.

Dan di tingkat akhir itu pula saya menemukan sahabat-sahabat saya yang baru, mereka adalah salah satu penyemangat saya untuk masuk sekolah dan belajar giat agar bisa lulus dengan nilai yang baik. 
Saya bersama sahabat semasa SMK 

Dengan rasa syukur yang tak pernah berhenti, saya akhirnya lulus dengan nilai yang baik dari SMK dan saya berniat untuk melanjutkan pendidikkan saya ke jenjang sekolah tinggi. Saya tidak mengikuti SNMPTN atau SBM, tapi saya mencoba untuk mendaftar kuliah pada beberapa sekolah tinggi pariwisata yang berujung pada penolakkan, entah karena pengetahuan saya yang kurang atau memang lawan yang banyak karena datang dari berbagai daerah di Indonesia.

 Akhirnya saya mencoba mendaftar di jalur PENMABA di Universitas Negeri Jakarta, dan disinilah saya sekarang.

Saya terdaftar sebagai mahasiswa di jurusan Pariwisata, jurusan yang saya minati sejak dahulu dan akan terus saya gali pengetahuan saya pada hal itu. Senangnya saya bertemu teman-teman baru bernama Syalby dan Nadia. Saya berharap saya dan teman-teman seangkatan saya   bisa lulus dalam 3 tahun kedepan, menjadi lulusan terbaik dan menjadi kebanggaan orang-orang terdekat saya.

Saya bersama Syalby dan Nadia

Kelas A- Zena Fitriani



4 komentar: