Minggu, 03 Januari 2016

Tugas 2 - Solusi UNJ untuk Pariwisata Indonesia



Pencegahan Hilangnya Sosial dan Budaya Lokal Masyarakat
I. Masalah
Bali merupakan sebuah pulau yang sangat terkenal dan dapat dikatakan Bali adalah ujung tombak pariwisata bagi Indonesia. Bali memiliki banyak sekali keanekaragaman objek wisata, mulai dari wisata tradisional, wisata religi dan juga  wisata malam. Tidak hanya objek wisata yang menarik, tetapi juga kehidupan sosial dan budaya masyarakat Bali yang sangat relijius dan juga sangat ramah terhadap wisatawan yang berkunjung. Tidak heran jika pulau yang indah ini sanggup menarik jutaan wisatawan baik asing maupun domestik setiap tahunnya.
Adat dan kebudayaan yang ada pada masyarakat Bali sangat erat kaitannya dengan agama dan kehidupan relijius masyarakat Hindu. Keduanya telah memiliki akar sejarah yang sangat panjang dan mencerminkan dengan dominasi nilai dan filosofi relijius agama Hindu. Dalam susunan tersebut tertuang aspek berupa esensi keagamaan, pola kehidupan, lembaga kemasyarakatan, maupun kesenian yang ada didalam masyarakat Bali. Kepariwisataan Bali telah menjadi faktor penting dalam menunjang perekonomian negara. Bali selalu dianggap sebagai tempat terbaik dan terindah di nusantara, dan tak heran orang-orang luar banyak yang lebih mengenal Bali dibandingkan dengan Indonesia sebagai sebuah negara. Ratusan ribu wisatawan asing datang ke Bali dalam setiap tahunnya karena mereka menganggap bahwa Bali akan mampu memanjakan segala aspek keindahan alam yang terdapat didalamnya maupun kulinernya.
Dibalik keindahan yang terdapat di pulau Dewata, dan perkembangan pariwisata yang sangat pesat yang diikuti masuknya wisatawan dari luar negeri maupun dalam negeri dengan membawa nilai-nilai dari daerah asal masing-masing mengakibatkan berbagai dampak negatif di Bali. Permasalahan-permasalahan di pulau Dewata satu persatu mulai bermunculan akibat dari perkembangan pariwisata yang sangat pesat. Perkembangan pesat yang membawa dampak negative bagi lingkungan dan juga kehidupan sosial masyarakat lokal tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dan juga kebudayaannya, perkembangan pembangunan yang dilakukan selama ini hanya memperhatikan keuntungan yang akan didapatkan tanpa meninjau lagi dampak yang akan terjadi ke depannya. Mungkin dampak yang akan terjadi tidak dirasakan secara langsung, tetapi apabila dampak tersebut dibiarkan tanpa ada solusi pencegahannya maka akan menyebabkan kerusakan.
Adapun dampak negatif perkembangan pariwisata yang sangat pesat di Bali adalah terjadinya tambahan penduduk akibat pendatang baru dari luar daerah Bali, timbulnya komersialisasi terhadap kebudayaan Bali, berkembangnya pola hidup konsumtif masyarakat Bali, terganggunya lingkungan hidup di Bali, makin terbatasnya lahan pertanian di Bali, pencemaran budaya, dan terdesaknya masyarakat Bali.
Menurut pengalaman saya saat berkunjung dan juga melihat beberapa informasi di televisi, masyarakat Bali memiliki beberapa kebudayaan yaitu, sikap gotong royong yang sering dilakukan masyarakat Bali dalam kegiatan apapun. Misalnya gotong royong dalam membangun rumah,  kerja bakti untuk keperluan agama. Seperti dalam  kegiatan keagamaan membakar mayat (ngaben), saat membangun pure, ataupun membuat peralatan-peralatan ritual keagamaan. Dan juga sikap sopan santun ini adalah adat dalam berhubungan dalam sopan pergaulan terhadap lawan jenis. Yaitu saling menghormati terhadap sesama manusia. Tetapi akibat pariwisata juga menjadikan masyarakat berpikir individualis dan kapitalis. Nilai-nilai ini tentu bertentangan dengan kebiasaan masyrakat Bali. Demi keuntungan pariwisata, masyarakat meninggalkan adat, merusak lingkungan, dan saling bersaing secara tidak sehat. Masing-masing pemerintah daerah juga berjalan sendiri-sendiri dalam melaksanakan pembangunan, tanpa ada kesamaan persepsi dan perasaan sebagai kesatuan ruang.
Dalam dunia yang semakin terintegrasi dalam tatanan global menyebabkan batas-batas kebudayaan menjadi mencair akibat arus orang, barang, informasi, ide-ide, dan nilai-nilai yang semakin lancar, padat, dan intensif. Arus keluar-masuk orang dari dan ke Bali telah menyebabkan sifat-sifat orang Bali mengalami perubahan, tidak lagi seperti bentuk aslinya, walaupun perubahan itu bisa jadi bermakna suatu kemajuan dalam bidang kebudayaan (Abdullah, 2006:3). Mengenai perubahan sifat-sifat orang Bali Triguna (2002 dan 2004) menegaskan bahwa karakter orang Bali telah mengalami perubahan secara signifikan. Orang Bali tidak lagi diidentifikasi sebagai orang yang lugu, sabar, ramah, dan jujur sebagaimana pernah digambarkan Bateson. Orang Bali tidak lagi dikatagorikan sebagai komunitas eksklusif, melainkan orang Bali telah dipersepsikan oleh orang luar sebagai orang yang temperamental, egoistik, sensitif, dan cenderung menjadi human ekonomikus.
Di samping pariwisata dapat mengembangkan dan melestarikan kebudayaan, sekarang ini yang sering terjadi malah sebaliknya yaitu tereksploitasinya kebudayaan Bali yang berlebihan demi kepentingan pariwisata. Hal ini tentu akan berdampak negative terhadap perkembangan kebudayaan Bali, ini sering terjadi akibat adanya komersialisasi kebudayaan dalam pariwisata. Artinya, memfungsikan pola-pola kebudayaan seperti kesenian, tempat-tempat sejarah, adat-istiadat, dan monument-monumen diluar fungsi utamanya demi kepentingan pariwisata.
Perkembangan pariwisata memang dapat mengembangkan aspek-aspek kebudayaan seperti kesenian dan adat-istiadat di Bali. Akan tetapi, di balik itu ternyata muncul permasalahan akibat tereksploitasinya aspek-aspek kebudayaan tadi. Misalnya, muncul berbagai kesenian yang awalnya hanya dipentaskan untuk kepentingan upacara agama, kemudian dipertunjukan untuk kepentingan wisatawan. Demikian juga dijadikannnya tempat suci sebagai objek wisata. Ini merupakan fakta yang terjadinya komersialisasi budaya dalam pariwisata di Bali, karena sudah berubah dari fungsi utamanya.
Disamping terjadinya komersialisasi, dapat dilihat yang perlu juga menjadi pemikiran bersama adalah adanya pola pembinaan kebudayaan dalam arti luas sebagai pendukung kepariwisataan. Sudah menjadi kenyataan devisa yang dihasilkan dari pengembangan pariwisata digunakan oleh negara untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang. Devisa itu dibagi-bagi kesemua aspek pembangunan, sehingga dirasakan sangat kecil kembali pada bidang kebudayaan. Padahal seccara nyata kebudayaan itulah sebagai penopang paling besar dalam pariwisata untuk mendatangkan devisa.
Kesan yang ditimbulkan dari kejadian tersebut adalah bukan Pariwisata untuk Kebudayaan tetapi Kebudayaan untuk Pariwisata hal ini dapat dilihat dari tereksploitasinya kebudayaan Bali untuk kepentingan promosi tanpa adanya usaha untuk menjaga dan melestarikannya. Sebagai contoh adalah banyaknya museum-museum di Bali yang tidak terawat, padahal museum ini merupakan asset budaya Bali yang tidak ternilai harganya. Hal lain adalah sekarang petani di Bali sudah banyak termakan bujuk rayu para investor agar petani di Bali mau menjual sawahnya untuk kepentingan pembangunan akomodasi pariwisata. Padahal pertanian di Bali merupakan salah satu budaya yang dimiliki karena disini ada Subak yaitu organisasi pengairan yang hanya ada di pulau Bali. Logika yang dapat dilihat adalah apabila lahan pertanian sudah habis maka dengan sendirinya subak tersebut akan hilang.
Pariwisata di Bali menyebabkan masyarakat Bali mengalihkan semua potensinya untuk mengembangkan pariwisata, sehingga lebih dari 60 persen perekonomian bergantung pada pariwisata. Hamparan lahan pertanian kini berubah menjadi gedung, villa, dan hotel yang dibangun dengan mengesampingkan fungsi lahan itu sendiri. Banyak lahan-lahan produktif yang dialih fungsikan begitu saja untuk pembangunan pariwisata, seperti kawasan Ubud, Gianyar serta kawasan Bali selatan dan tempat lainnya di Bali. Banyak obyek wisata yang dibangun dengan memanfaatkan lahan produktif. Pembangunan yang mengeksploitasi sumber daya juga menyebabkan kesuburan tanah berkurang dan pengairan terhambat, sehingga semakin meminggirkan sektor pertanian.
Pada perkembangan pariwisata banyak yang mengkhawatirkan akan pengikisan kebudayaan lokal karena masuknya kebudayaan asing yang menyerbu masuk dan mengakibatkan pendangkalan terhadap kualitas kebudayaan Bali serta hilangnya bentuk-bentuk sosial yang terbukti dapat menopang integritas masyarakat Bali.
Permasalahan yang saya jabarkan di atas mungkin hanya sebagian kecil masalah kepariwisataan yang terjadi di suatu daerah. Masih banyak masalah sosial dan budaya yang terkikis oleh budaya asing yang terjadi di daerah lain, tidak hanya di Bali. Bali hanya salah satu contoh yang saya ambil sebagai studi kasus.

II. Solusi
Saat ini yang dibutuhkan oleh masyarakat Bali ke depan adalah perencanaan sosial yang matang terhadap kebudayaan masyarakatnya. Dengan adanya pariwisata yang dapat memacu masyarakat mengembangkan budayanya, pertama tanamkan rasa bangga terhadap kebudayaan sendiri, dengan dimulai menanamkan rasa bangga di dalam diri masyarakat terhadap kebudayan yang mereka miliki sehingga mampu menarik wisatawan mancanegara. Dan dengan cara tersebut juga masyarakat dapat memperkokoh kebudayaannya, karena dengan memperkenalkan budaya lokal kepada wisatawan asing sama saja kita juga dapat melestarikan budaya tersebut.
Ditengah arus globalisasi dan modernisasi yang terjadi saat ini sebagai akibat perkembangan pariwisata yang sangat pesat. Untuk mengatasi dampak sosial yang terjadi dapat dilakukan beberapa hal:
·  Masyarakat lokal diberi pendidikan, pemahaman, dan apresiasi oleh pemerintah terhadap budaya maupun wisatawan asing.
·     Wisatawan harus diberikan informasi mengenai budaya masyarakat lokal, melalui “Tourism Information Centre”
·    Adanya standarisasi internasional bila terjadi perbedaan kebudayaan antara masyarakat lokal dengan wisatawan
·  Adanya perundang undangan yang mengatur wisatawan yang datang berkunjung ke Bali, sehingga wisatawan mempunyai batasan terhadap budaya masyarakat lokal

Dibidang budaya harus dirintis kembali pengembangan dan peningkatan kehidupan kebudayaan di kalangan masyrakat secara rutin dan berkesinambungan diberbagai tingkatan daerah, tidak hanya dipusat daerah yang menjadi pusat wisatawan beraktivitas. “Kekokohan budaya masyarakat Bali dapat dipahami mulai dari tradisi Bali, yaitu konsepsi yang dipandang bernilai dalam komunitas orang Bali yang digunakan sebagai pedoman berperilaku. Ini berarti bahwa kebudayaan, selain berupa nilai yang dibagi bersama, juga konsepsi itu berwujud suatu cara, pola tindakan, dan struktur sosial. Oleh karena itu tradisi Bali  diyakini sebagai representasi komitmen dan validitas moral orang Bali untuk hidup bersama secara damai dan berbudi. Sebagai komitmen dan validitas moral yang diyakini bernilai sehingga menjadi kewajiban orang Bali memelihara, melestarikan dan memaknainya. Akan tetapi, relativitas sifat nilai dalam longgarnya praktiknya sosial dan banyaknya cara untuk memaknai tradisi itu kemudian, membuka peluang adanya polarisasi cara beragam sehingga menimbulkan bias terhadap fungsi utama tradisi, yaitu memelihara komitmen dan validitas moral untuk hidup bersama secara damai dan berbudi.” (menurut salah satu artikel yang saya baca).
Selain beberapa solusi  di atas, untuk mengatasi permasalahan ini, maka perlu ada ketegasan dalam penerapan aturan tata ruang, terutama untuk keperluan pariwisata Bali. Program Bali Clean and Green yang dicanangkan pemerintah Provinsi Bali perlu diapresiasi dalam mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan. Dukungan dari masyarakat sangat penting untuk merealisasikan program dari pemerintah ini demi kelangsungan hidup bersama. Masyarakat jangan secara mudah terpengaruh atas iming-iming uang terhadap pembangunan pariwisata yang tidak sistematis, sehingga menyebabkan kerusakan dan keseimbangan terhadap kearifan lokal berkurang. Kebijakan pembangunan daerah juga harus dilakukan dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk mengintegrasikan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan ke dalam kebijakan. Dalaman tataran konkrit, kebijakan pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan penerapan prosedur perizinan yang lebih ketat, yang terkoordinasi antara provinsi dan kabupaten atau kota.
Solusi untuk mengatasi masalah-masalah ideologi yang tidak sesuai dengan ideology pancasila sebagai ideology Indonesia, harus diimplemantasikan kembali nilai-nilai luhur Pancasila, yang antara lain dengan melaksanakan perintah agama dengan baik, yaitu menjauhi hal-hal yang dilarang Tuhan dan melaksanakan perintah-Nya. NIilai-nillai buruk harus ditinggalkan. Masyarakat yang sebagian besar beragama Hindu, tentu tahu bahwa ada karma. Demikian pula di agama lain, dikenal konsep serupa. Perbuatan buruk atau baik akan diterima akibatnya oleh pelaku dikemudian hari. Dan agar Bali tetap menjadi bagian dari Indoensia maka perlu pemantapan nilai-nilai kebangsaan kepada para penyelenggara pemerintahan, baik pusat maupun daerah, serta kepada masyarakat Bali. Harus ditumbuhkan kesadaran bahwa Bali harus dijaga dengan baik, sebagai bagian dari aset bangsa Indonesia. Pembangunan Bali harus dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan memperhatikan pemerataan yang berkeadilan. Jangan sampai kita sebagai pemilik sah Pulau Bali ini hanya bersifat cuek dan gengsi yang hanya bisa menunjuk para investor yang berbisnis di Bali yang harus bertanggung jawab dengan segala kerusakan-kerusakan yang terjadi di Bali. Dan tidak hanya mengandalkan peran pemerintah atau uluran bantuan dari luar dan pihak swasta kita juga mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi di Bali sebagai efek samping dari meningkatnya jumlah wisatawan yang datang ke Bali.
Tidak hanya permasalahan kebudayaan yang harus ditanggulangi, tetapi juga masalah sosial yang terjadi seperti kemacetan, sampah yang berserakan, kurangnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal dan pengalihan fungsi bangunan juga harus turut kita temukan solusinya.
Sampah dan masalah kebersihan di Bali sudah sering kali menjadi keluhan utama para wisatawan di Pulau Dewata kita. Hal yang sama yang berkesan pada diri saya berada di Bali adalah terlalu banyaknya terdapat sampah di tempat-tempat pariwisata terkenal di Bali, seperti daerah di sekitaran Pantai Dreamland, jalan-jalan disekitaran wisata bedugul, maupun di area-area wisata pura di Bali. Penanggulangan masalah sampah dan kebersihan lingkungan bisa dilakukan dengan cara membiasakan kita untuk membersihkan lingkungan rumah sekitar. Jangan malu untuk mengajak teman-teman kita bersama-sama membersihkan area wisata di Bali. Semakin bersih Bali, kepercayaan diri kita akan semakin meningkat untuk mempromosikan Bali sebagai tempat wisata terbaik di dunia yang tentu saja hal ini dapat meningkatkan perekonomian rakyat Bali. Selain itu, publik Bali harus bisa menekan jumlah sampah yang berserakan mulai dari perorangan, baik berupa sampah plastik, lingkungan, maupun sampah hasil persembahyangan.
Sementara itu, permasalahan transportasi yang berupa kemacetan dan masalah tempat parkir juga terjadi di Bali. Pengembangan transportasi umum untuk para wisatawan dan penduduk lokal untuk mengurangi penggunaan mobil pribadi dan sewaan menjadi syarat mutlak yang harus diperjuangkan untuk mengatasi kemacetan di Bali. Transporatasi umum yang ideal adalah sistem transportasi yang bisa menjadi solusi yang murah dan tidak mengganggu aktivitas trasnportasi kendaraan lainnya.
Jumlah penggangguran dari kalangan lulusan perguruan tinggi (S1) di Denpasar mencapai 45 persen dari total angka usia produktif yang tidak bekerja di Pulau Dewata. Pemerintah, pengusaha dan perguruan tinggi harus bersama-sama berusaha untuk mencari solusi dan memberikan perhatian yang lebih serius dan lapangan pekerjaan untuk menyikapi permasalahan ini. Akhir-akhir ini, banyak generasi muda Bali yang lebih memilih bekerja di kapal pesiar dengan gaji 8 juta perbulan, yang notabene kita dijadikan budak oleh para pebisnis kapal pesiar. Akan lebih bijaksana apabila pemerintah mampu memanfaatkan tenaga kerja ini untuk bersama-sama membangun dan mengatasi segala permasalahan yang ada di Bali.
Saat saya berkunjung ke danau-danau di Bali, semua danau di Bali rata-rata mengalami pendangkalan. Saya berpendapat bahwa kerusakan lingkungan ini bukanlah hal yang wajar. Semuanya berkaitan dengan prilaku kita yang mengabaikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Sebagai contoh, semakin banyaknya rumah-rumah dan fasilitas umum yang di beton dan di aspal. Adapun langkah-langkah yang bisa kita lakukan dalam menanggulangi permasalahan ini adalah dengan membuat kebun pada pekarangan rumah, membiarkan sebagian halaman rumah tidak di beton tanpa mengurangi kebersihan rumah, atau dalam skala pembangunan fasilitas umum dengan membuat taman kota di tempat-tempat wisata. Dengan pembangunan ini diharapkan secara tidak langsung kita bisa menjaga air bawah tanah pada daerah-daerah yang padat penduduk. Akan lebih bijaksana apabila kita selalu membangun rumah atau infrastruktur lainnya dengan tetap memperhitungkan aspek-aspek kelestarian lingkungan dan tetap  menjaga bangunan budaya bali.

Kesimpulan
Dari permasalahan yang saya jabarkan di atas dan juga solusi yang diberikan, Bali adalah aset nasional yang harus dijaga bersama. Pembangunan Bali harus dilakukan dalam kerangka NKRI serta dilakukan secara sistematis dan terpadu agar terwujud kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pembangunan Bali juga harus dilakukan dengan memperhatikan kepercayaan dan kearifan lokal dalam rangka menjaga keharmonisan dengan Tuhan, dengan alam, dan dengan sesama. Dengan demikian, Bali tetap menjadi the last paradise, bukan the lost paradise yang menuju kehancurannya.

Daftar Pustaka
Indonesia.go.id
http://balebengong.net


 Almira Dwi Susanti
Tourism B 


12 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. jadi menambah pengetahuan tentang Bali ya. semoga sukses ya Mira:)

    BalasHapus
  3. Saya suka artikel anda. Keep going on . lanjutkan ! Semangat saudaraku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kenapa bali lebih terkenal dari indonesia ? Apa peran pemerintah daerah atau pusat untuk mengenalkan bahwa bali itu di indonesia, bukan indonesia ada di bali ?

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. menurut saya, ini adalah artikel yang cukup menarik untuk dibaca. harapan saya selanjutnya, semoga pengarang tidak hanya membicarakan soal Bali saja karena masih banyak lelaki di luar sana. semoga sukses, Almira!

    BalasHapus
    Balasan
    1. maksud saya, masih banyak daerah lain yang menarik dan bisa diangkat untuk menjadi tema.

      Hapus
  6. artikelnya sangat bermanfaat bagi pembaca, bisa menambah wawasan mengenai nilai2 kebudayaan di Bali. Dan saya setuju kepada penulis bahwa Bali merupakan aset Nasional yang harus dilestarikan. Dan kepada penulis ditunggu tulisan menarik berikutnya!^^

    BalasHapus
  7. artikelnya menarik serta bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai Pariwisata Bali. semangat, Almira!

    BalasHapus
  8. Bahasan yang bagus!! membahas bagaimana cara melestarikan lingkungan dan parawisata di Bali. Semoga solusi ini bisa dikembangkan oleh masyarakat Bali dan masyarakat Indonesia pada umumnya!

    BalasHapus