Kamis, 07 Januari 2016

Tugas 3 - Folklore Indonesia



KISAH DARMA WULAN




BAB I
KATA PENGANTAR


            Puji serta syukur kehadirar Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat serta karuniaNya tugas ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari seluruh pihak yang telah turut berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik berupa materi maupun pendapat.
            Dan harapan saya semoga tugas ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Untuk ke depannya diharap saya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi tugas agar menjadi lebih baik lagi.
            Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalam saya, saya yakin masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam tugas ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca demi kesempuranaan tugas ini.



BAB II
PEMBAHASAN


            Menurut pengertiannya folklor meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok. Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai tradisi budaya. Bidang studi yang mempelajari folklor disebut folkloristika. Istilah filklor berasal dari bahasa Inggris, folklore, yang pertama kali dikemukakan oleh sejarawan Inggris William Thoms dalam sebuah surat yang diterbitkan oleh London Journal pada tahun 1846. Folklor berkaitan erat dengan mitologi.
            Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia folklor/folk·lor/ n berarti adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan.
1.    lisan folklor yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan dalam bentuk lisan (bahasa rakyat, teka-teki, puisi rakyat, cerita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat);
2.    bukan lisan folklor yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan tidak dalam bentuk lisan (arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tradisional, obat-obatan tradisional, makanan dan minuman tradisional, bunyi isyarat, dan musik tradisional)
            Kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata folklore adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk sama artinya dengan kata kolektif (collectivity). Menurut Alan Dundes, folk adalah sekelompok yang memiliki cirri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu dapat berwujud:
1.      Penanda fisik (warna kulit, bentuk rambut, dan sebagainya)
2.      Penanda sosial (mata pencarian, taraf pendidikan, kegiatan)
3.      Penanda budaya (bahasa, budaya, kegiatan, agama, dan lain-lain.)
      Namun yang lebih penting adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat mereka akui sebagai milik bersama. Dan yang penting lagi, mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri.
            Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat mnemonic device.
            Definisi folklor secara keseluruhan: folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).

            Agar dapat membedakan folklor dari kebudayaan lainnya, harus terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri pengenal utama folklor pada umumnya, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya.
2.    Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).
3.    Folklore ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut, biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (penambahan atau pengisian unsur-unsur baru pada bahan folklor), folklor dengan mudah mengalami perubahan. Walaupun demikian perbedaannya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.
4.    Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui oleh orang lain.
5.    Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat misalnya, selalu mempergunakan kata-kata klise seperti “bulan empat belas hari” untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis, dan lain-lain.
6.    Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
7.    Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
8.    Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini diakibatkan karena penciptanya sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
9.    Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.

           



       Pada kesempatan kali ini saya akan meceritakan mengenai folklor yang berasal dari daerah Jawa Timur, Damar Wulan. Damar Wulan (sering juga ditulis Damarwulan) adalah seorang tokoh legenda cerita rakyat Jawa. Kisah Damar Wulan ini cukup populer di tengah masyarakat dan banyak terdapat versi lakon, sendratari ataupun cerita tertulis yang telah dibuat mengenainya. Umumnya, kisah-kisah tersebut adalah berdasarkan Serat Damarwulan, yang diperkirakan mulai ditulis pada masa akhir keruntuhan Majapahit.
            Sebagian dari kita tentu tahu kisah berjenis Panji berjudul Damar Wulan-Minak Jingga. Kisah yang dianggap legenda ini begitu popular di Jawa Timur karena mengungkapkan perseteruan antardua kerajaan, yang satu sebuah kerajaan besar bernama Majapahit, yang satu lagi kerajaan yang tak pernah tunduk terhadap hegemoni kerajaan besar itu, yakni Kerajaan Blambangan. Perseteruan ini melahirkan Perang Paregreg.
            Kerajaan Blambangan terletak di timur Kota Banyuwangi di Jawa Timur. Bila kita melihat peta, letak Blambangan berbatasan langsung dengan Selat Bali, dengan begitu kita yakin bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan pesisir. Bila melihat namanya, Blambangan berasal dari kata bala yang artinya “rakyat” dan ombo yang artinya “besar” atau “banyak”. Dengan begtu, kita dapat pahami bahwa Blambangan adalah “kerajaan yang rakyatnya cukup banyak”.
Tak ada berita yang pasti sejak kapan kerajaan ini berdiri. Dari kisah Damar Wulan-Minak Jingga diketahui bahwa pada masa Majapahit kerajaan ini telah ada dan berdaulat. Namun demikian, ada beberapa sumber yang memuat nama Blambangan, yakni Serat Kanda (ditulis abad ke-18), Serat Damarwulan (ditulis pada 1815), dan Serat Raja Blambangan (ditulis 1774), di mana proses penulisannya dilakukan jauh setelah masa kejayaan Blambangan, yakni ketika masa Mataram-Islam dan kekuasaan Kompeni Belanda di Jawa tengah relatif kukuh. Di samping mengacu kepada sumber berjenis sekunder seperti ketiga serat tadi, kita masih memiliki sumber primer yang bisa dikaitkan dengan keberadaan Blambangan, yakni Pararaton, yang meski tak menyebutkan nama Blambangan namun kemunculan nama Arya Wiraraja dan Lamajang akan membantu kita menyibakkan kabut yang menyelimuti sejarah awal Kerajaan Blambangan.

           



Kisah Damar Wulan
Dalam kisah ini saya akan mengawalinya dengan menurturkan kisah lahirnya Damar Wulan, seseorang yang pernah menjadi abdi Raja di Kerajaan Majapahit . Memang banyak versi tentang kisah lahirnya Damar Wulan, tentunnya beberapa penulis lainya pun juga mempunyai banyak referensi tentang seseorang yang pernah mengalahkan Menak Jingga yang pada waktu itu menguasai Blambangan.
Kisah Sumur Gede yang tinggal di Desa Puri (tepatnya berada di Kecamatan Plandaan Kabupaten Jombang ) mengawali seluruh sejarah lahirnya Damar Wulan. Nama Sumur Gede diambil dari salah seorang perangkat/pejabat Majapahit yang dituduh oleh para rekanya pada waktu itu, beliau bernama Ki Ageng. Beliau adalah tokoh yang memilih menyendiri dan menjauh dari kehidupan politik di Majapahit. Ki Ageng mengatakan kepada rekannya bahwa beliau  mengabdi di Kerajaan Majapahit adalah benar-benar dengan rasa tulus dan tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Merasa keadaan sudah tidak kondusif akibat seluruh fitnah yang ditimpakan kepadanya beliau memutuskan untuk menyendiri dan meninggalkan kerajaan. Beliau pergi ke suatu tempat dan hidup bersama keluarganya. Pada suatu waktu beliau di kunjungi oleh Patih Maudoro (Patih Kerajaan Majapahit) berserta istrinya yang sedang hamil besar. Sepulang dari kunjungan tersebut istri dari Patih Maudoro di tengah perjalanan merasakan sakit yang teramat sangat di bagian perutnya dan memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Dan ternyata saat itu telah lahir si jabang bayi yang diikuti dengan munculnya bulan purnama. Kemudian bayi yang lahir di bawah terang bulan ini diberi nama Damar Wulan.

Damarwulan atau Damarsasongko adalah anak seorang bekas patih Majapahit bernama Udoro. Ia dilahirkan dan dibesarkan di desa Paluhamba di bawah asuhan ibu dan kakeknya Begawan Mustikamaya. Sesuai petunjuk kakek dan ibunya, Damarwulan mengabdi di tempat pamannya sendiri, Patih Logender (Seorang patih dikerajaan majapahit) untuk mengurus kuda. Kerajaan Majapahit waktu itu masih dipimpin seorang ratu bernama Ratu Kencono Wungu. Patih Logender mempunyai tiga orang anak, dua laki-laki bernama Layang Seto dan Layang Kumitir, sedangkan yang paling bungsu satu perempuan bernama Dewi Anjasmoro.
Patih Logender yang tidak ingin Damar Wulan bersaing dengan anak-anaknya, memutuskan menjadikan Damar Wulan sebagai penjaga kuda istana dan pemotong rumput. Meskipun ia tidak memakai baju yang bagus, namun Damar Wulan tetap terlihat sangat tampan. Kabar ketampanannya itu sampai terdengar oleh Putri Anjasmara, putri dari Patih Logender. Sang putri pun secara diam-diam menemui Damar Wulan. Putri Anjasmara jatuh hati pada Damar Wulan sejak pertama bertemu
Pada suatu malam, Layang Kumitir dan Layang Seta mendengar suara di kamar saudarinya, merasa geram mereka langsung mendobrak pintu kamar tersebut. Melihat Damar Wulan berada di dalam kamar, Layang Kumitir serta Layang Seta langsung menerjang dan menyerang Damar Wulan. Mereka bertiga terlibat perkelahian yang sangat sengit. Karena ketangguhan Damar Wulan, Layang Kumitir dan Layang Seta pun kalah, Namun tidak menyerah sampai disitu Layang Kumitir dan Layang Seta lari dan mengadukan persoalan ini kepada ayah mereka. Setelah mendengar kabar dari putranya, Patih Logender memutuskan untuk memberikan hukuman mati kepada Damar Wulan. Namun karena Putri Anjasmara memohon belas kasihan untuk kekasihnya, Patih Logender memutuskan untuk memberikan keringan kepada Damar Wulan dan memberikan hukuman yakni memenjarakan pasangan itu.
Saat itu Majapahit menghadapi ancaman Adipati Blambangan bernama Menak Jingga. Menak Jingga adalah seorang adipati yang terkenal sakti mandraguna. Ia mempunyai pusaka yang luar biasa ampuh lagi bertuah. Gada Wesi Kuning namanya. Merasa dirinya sakti dan juga mempunyai senjata yang luar biasa ampuh, Menakjingga menjadi sosok yang angkuh, kejam, lagi sewenang-wenang. Apapun juga yang dikehendakinya harus terwujud dalam kenyataan. Ia akan mengamuk sejadi jadinya jika keinginannya tidak dituruti. Ancaman Blambangan semakin gawat, Saudagar-saudagar dan prajurit Majapahit yang sedang mengunjungi daerah-daerah bawahan seringkali dirampas. Pasukan Blambangan pun dibangun untuk menandingi kekuatan Majapahit. Para penjahat yang dikejar-kejar pasukan keamanan Majapahit diajaknya bergabung menjadi pasukan Blambangan. 
Menak Jingga minta penyerahan Majapahit dan Ratu Kencono Wungu untuk dijadikan permaisurinya. Menak Jingga kemudian mengirim surat untuk Ratu Kencana Wungu dengan maksud ingin meminangnya. Ratu Kencana Wungu menolak pinangan Adipati Menak Jingga itu. Sang ratu tak ingin diperistri adipati yang congkak, kejam, lagi telah banyak mempunyai istri itu.
Tak terkirakan kemarahan Menak Jingga ketika utusannya kembali ke Kadipaten Blambangan dan menyatakan lamaran sang adipati ditolak Ratu Majapahit. Tanpa berpikir panjang, Adipati Menakjingga segera memerintahkan segenap prajurit Blambangan untuk bersiap-siap guna menyerang Majapahit. Menak Jingga Iangsung memimpin penyerangan tersebut. Perang dahsyat segera meletus setelah kekuatan Majapahit dikerahkan untuk menghadapi kekuatan Blambangan. Menak Jingga mengamuk dalam peperangan dahsyat itu. Dengan senjata Gada Wesi Kuning saktinya, ia menghadapi ratusan prajurit Majapahit yang ditugaskan untuk meringkusnya. Benar-benar menggetarkan kesaktian Menak Jingga, karena dengan sekali tebasan Gada Wesi Kuning-nya, belasan hingga puluhan prajurit Majapahit tewas karenanya.
Ratu Kencana Wungu akhirnya mengadakan sayembara untuk seluruh kerjaan . Sayembara tersebut menyatakan bahwa siapa pun yang dapat membunuh Menak Jingga maka ia akan menjadikan orang tersebut sebagai suaminya. Suatu malam, Ratu Kencana Wungu mendapat ilham, bahwa seorang pemuda bernama Damarsasongko alias Damar Wulan yang dapat mengalahkan  Menak Jingga, Raja Blambangan. Maka ia minta Patih Logender untuk mencari pemuda itu. Hal ini membuat iri hati kedua putra Patih Logender, Layang Seto dan Layang Kumitir. Damarwulan yang telah dinikahkan dengan Putri Anjasmara diutus ke Blambangan untuk membunuh atau setidaknya menangkap  Menak Jingga.
Patih Logender dan juga Damar Wulan beserta pengikutnya berangkat ke Blambangan.  Ketika mereka tiba disana, Damar Wulan mengintip ke belakang paviliun. Ia melihat dua selir Menak Jingga yang bernama Dewi Wahita dan Dewi Puyengan. Saat itu juga Damar Wulan langsung masuk ke dalam paviliun dan berkenalan dengan selir-selir Menak Jingga tersebut. Begitu melihat Damarwulan, kedua selir  Menak Jingga jatuh hati Damarwulan. Ketika itu Menak Jingga tiba di paviliun dan langsung melihat Damar Wulan yang sudah bersama selir-selirnya. Menak Jingga seketika murka. Damar Wulan pun terlibat perkelahian dengan Menak Jingga. Karena kekuatan Menak Jingga yang begitu besar, Damar Wulan pun kalah. Damar Wulan dihajar hingga ia tergeletak di tanah dan terlihat seakan ia sudah mati.

Mengira Damar Wulan sudah mati, Menak Jingga pun meninggalkannya dan memerintahkan kepada seluruh prajuritnya untuk menjaga tubuh Damar Wulan.  Saat sedang bertugas para prajurit tersebut tertidur, pada saat itu selir-selir Menak Jingga menyelinap ke dalam paviliun dan membawa tubuh Damar Wulan ke tempat yang tersembunyi. Dewi Wahita dan Dewi Puyengan membuka rahasia kesaktian Adipati Menakjingga. “Rahasia kesaktian Adipati Menakjingga berada pada Gada Wesi Kuningnya,” kata mereka. “Tanpa senjata sakti andalannya itu, niscaya engkau akan dapat mengalahkannya.”
Damar Wulan meminta tolong kepada Dewi Wahita dan Dewi Puyengan untuk mengambil senjata andalan Adipati Menakjingga tersebut. Dengan diam-diam, Gada Wesi Kuning itu akhirnya berhasil diambil dua selir Adipati Menak Jingga tersebut. Gada Wesi Kuning lantas diserahkan kepada Damar Wulan.
Dengan bersenjatakan Gada Wesi Kuning, Damar Wulan pun kembali menantang Adipati Menak Jingga. Pada perkelahian kali ini Damar Wulan lah yang muncul sebagai pemenang. Menak Jingga di penggal kepalanya oleh Damar Wulan. Damar Wulan lantas membawa potongan kepala Adipati Menakjingga kembali ke Majapahit..
Sesungguhnya perjalanan Damar Wulan ke Blambangan itu diikuti oleh dua anak Patih Logender yang bernama Layang Seta dan Layang Kumitir. Keduanya mengetahui keberhasilan Damar Wulan menjalankan titah Ratu Kencana Wungu. Keduanya lantas merencanakan siasat licik untuk merebut potongan kepala Menak Jingga dan mengakui sebagai pembunuh Adipati Menak Jingga di hadapan Ratu Kencana Wungu. Dengan demikian mereka berharap akan mendapatkan hadiah yang sangat besar dari penguasa takhta Majapahit itu.
Dalam perjalanan pulang, Damar Wulan dihadang Layang Seto dan Layang Kumitir. Dengan kelicikannya, Layang Seto dan Layag Kemitir berhasil merebut kepala dan Gada Wesi Kuning. Mereka membawa kepala Menak Jingga ke Ratu Kencana Wungu. Layang Seta dan Layang Kumitir mengaku kepada sang ratu bahwa merekalah yang telah berhasil mengalahkan Menak Jingga. Damar Wulan yang dibuang ke jurang oleh Layang Seto dan Layang Kumitir, berhasil diselamatkan oleh arwah ayahnya, dan disembuhkan luka-lukanya. Damarwulan yang sudah sembuh dan berhasil naik dari dasar jurang, juga  datang ke majapahit dengan membawa ke dua istri  Menak Jingga, dan melapor bahwa dia lah yang telah membunuh  Menak Jingga dengan saksinya dan bukti kedua istri  Menak Jingga.
Timbul keraguan siapakah yang membunuh  Menak Jingga di benak Ratu Kencono Wungu. Akhirnya Damar Wulan diadu berduel melawan Layang Seto dan Layang Kumitir. Tentu saja jika tanpa tipu muslihat Layang Seto dan Layang Kumitir tidak bisa mengalahkan Damar Wulan. Kemenangan pun berpihak kepada  Damar Wulan, dan dia pun berhak  mendapatkan hadiah naik tahta Majapahit dan memperistri Ratu Kencana Wungu dan mempunyai tiga selir, yaitu Dewi Anjasmoro, Dewi Wahito dan Dewi Puyengan. –SELESAI-



Di  Banyuwangi  sampai dengan tahun 1960an , berkembang sebuah seni pertunjukan yang disebut Damar Wulan, mengambil nama cerita yang dipertunjukan dalam kesenian tersebut. Seni pertunjukan ini menggunakan kostum dan gamelan Bali, oleh karena itu ada juga yang menyebutkan pertunjukan ini sebagai Janger. Cerita  dalam pertunjukan ini adalah  tentang Menak Jingga, raja Blambangan  yang memiliki cacat fisik,  pincang, dan matanya buta sebelah , dengan suara cadel dan parau serta memiliki karakter  angkuh , culas, dan tak tahu diri yang ingin mempersunting /memperistri ratu Majapahit Kencana Wungu .Versi lain menggambarkan Menak Jingga adalah raja para raksasa. Sungguh penggambaran yang amat sempurna tentang kejelekan manusia.
Selanjutnya untuk menghukum Menak Jingga yang tak tahu diri ini maka dikirimlah seorang ksatria yang gagah perkasa dan berwajah tampan bak arjuna, Damar Wulan sebagai Senopati  Majapahit.  Dan ternyata sang rupawan mampu mengalahkan Menak Jingga. Berbeda dengan tampilannya yang gagak dan rupawan ternyata pemuda ini sangat keji, yaitu memenggal kepala sang Menak Jingga untuk dipersembahkan pada Ratu Kencana Wungu . Sang rupawan pun akhirnya menikah dengan Ratu Kencana Wungu dan lebih dari itu juga memperistri mantan istri Menak Jingga.

Janger dengan cerita  Damar Wulan sangat populer sebelum tahun 60an. Jika ditinjau dari cerita yang menggambarkan keburukan raja Blambangan maka menjadi pertanyaan mengapa cerita ini begitu populer di Banyuwangi. Sebab biasanya tidak ada masyarakat yang dapat menerima jika pahlawannya digambarkan sebagai pecundang ( Orang Sri Langka menolak penggambaran Dasamuka dari kisah Ramayana )

Menurut DR ( Leiden) Sri Margana cerita Damar Wulan dan Prabu Menak Jingga ini ditulis dalam buku Serat Kanda / Serat Damarwulan oleh sastrawan dari keraton Surakarta dan dipentaskan dalam bentuk Langendrian (Operate) oleh Mangkunegara IV (1853 sd 1881). Kemudian dipopulerkan di Banyuwangi oleh penguasa Banyuwangi yang masih berdarah Mataram pada masa penjajahan VOC. ( Tempo )

Brandes ,sejarahwan Belanda (DR. Sri Margana Perebutan Hegemoni Blambangan .Pustaka Ifada .2012). dan Professor Slamet Mulyana berpendapat  kisah Damar Wulan dan Menak Jingga mendapat inspirasi dari Perang Paregreg  yang terjadi setelah prabu Hayamwuruk lengser keprabon.
Prof Slamet Mulyana  menulis bahwa penulis Serat Kanda dan Serat Damar Wulan adalah  sastrawan Mataram hanya mengetahui kisah Perang Paregreg ( Perang yang terjadi berulang kali )antara Bhree Wirabhumi ( Menakjinggo ) raja Blambangan dan Wikramawardhana dan Dewi Suhita  raja Majapahit , tetapi tidak mengetahui fakta sejarahnya.

Dengan demikian cerita ini  merupakan sebuah rekayasa yang sistimatis ,untuk memperlemah keberadaan masyarakat Blambangan dan menghapus ingatan orang Blambangan terhadap  sejarah masa lalu. Melalui  penggambaran itu maka dicapai dua sasaran , penguasa ingin mengesankan pada  rakyat Blambangan, bahwa penguasa ( Belanda dan Bupati yang diangkat Belanda) adalah pembebas dari raja culas, yang tak tahu diri .Penggunaan  kostum dan gamelan dari Bali mengesankan bahwa cerita ini berasal dari Bali .

Lebih aneh lagi  dalam Babad Blambangan yang ditulis pada abad ke 19 dari penulis Bali dan juga Babad Tanah Jawi  (Brandes via DR. Sri Margana .Perebutan Hegemoni Blambangan 2012.35)menulis bahwa Menak Jingga adalah anjing yang dipungut oleh Ajar Gunturgeni yang dihadiahi Blambangan Brawijaya. Karena menginginkan kehadiran seorang putra , maka dia bertapa dan merubah namanya menjadi Ajar Pamengger. Berkat permintaan yang kuat dalam bertapa, maka anjingnya berubah menjadi manusia , namun wajahnya tetap seperti anjing. Cerita ini pun diabadikan dalam wayang Krucil tradisi Mangkunegaran ( DR.Sri Margana .Perebutan Hegemoni Blambangan .2012.30).  Padahal cerita ini (  Damarwulan ) ini  tidak dikenal di Bali, dan tlatah pesisir Jawa, dan Sumatera , tempat kebudayaan pesisr mendapat tempat pada abad ke 16 dan 17. Pada daerah itu cerita Panji lebih populer.( DR Purwadi  M.Hum, dan Enis Niken H.M.Hum. DA’WAH WALISONGO Panji Pustaka Yogyakarta 2007.89).
Maka   dapat ditebak maksud penguasa antek Belanda  pada saat itu adalah mengadu domba  orang Blambangan dengan Bali atau dalam bahasa Jawa “nabok nyilih tangan”. DR ( Leiden) Sri Margana dalam wawancaranya yang dimuat majalah Tempo mengemukakan bahwa cerita  tentang Damar Wulan,Menak Jingga merupakan sinisme dan deligimitasi raja Blambangan. Mataram /Surakarta ingin menunjukan keperkasaannnya di Blambangan. Pendapat DR. Sri Margana tersebut sangat tepat, dan pengaruhnya  terasa pada generasi tua orang Banyuwangi , dan masih terasa di daerah pedesaaan.



BAB III
PENUTUP


Pesan Moral
Pesan moral kisah  Damar Wulan dan Menak Jingga adalah kebenaran pada akhirnya akan terbuka meski berusaha untuk ditutup-tutupi. Begitu pula dengan kejahatan akan tersingkap pula meski berusaha ditutupi serapat mungkin. Kebenaran akan mendapatkan kebaikan di kemudian hari.


Kesimpulan
          Salah satu kekayaan daerah yang seharusnya diangkat atau dilestarikan adalah khazanah cerita lisan atau cerita rakyat atau biasa disebut juga folkfor. Oleh karena itu cerita rakyat itu menjadi memori kolektif masyarakat lokal di daerah setempat. Tersebar diberbagai tempat dan belum semuanya terdokumentasi secara baik. Padahal cerita rakyat merupakan salah satu sumber kekayaan tradisi lisan yang perlu terus diungkap, digali, dilestarikan dan bahkan label budaya masyarakat.
Itulah sebabnya setiap daerah perlu menggali dan meruntut kembali cerita rakyat yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian berbagai kisah masa lalu yang berkembang di masyarakat dapat diungkap dan disajikan sebagai salah satu khazanah dan aset daerah, tentunya cerita rakyat juga mempunyai banyak manfaat dalam kehidupan masa kini.
Namun dengan berkembangnya zaman maka terjadi perubahan-perubahan pola pikir manusia tradisional ke modern sehingga bukan perkara mudah untuk mewujudkannya. Banyak kendala di masyarakat karena modernisasi dan berkembangnya teknologi informasi  contohnya televisi, internet, VCD, permainan game dan lain lain,serta ketidak pedulian masyarakat  membuat cerita rakyat kurang diminati sehingga lambat laun mulai punah. Padahal bila kita ketahui sesungguhnya banyak ditemukan ajaran kehidupan falsafah, nilai-nilai kearifan lokal, ajaran kebijaksanaan sehingga sarat dengan nilai-nilai moral yang positif sehingga nilai pendidikan (edukasi) yang sesuai latar belakang kehidupan mereka.
Di sinilah sebenarnya perlu ditumbuhkan kesadaran dan upaya  terus menerus mengenalkan sastra daerah beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kepada generasi mendatang melalui kisah bertutur, membaca,bercerita atau mendongeng di lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah.


SARAN
1.        Lestarikanlah cerita-cerita rakyat Indonesia agar kembali terangkat dan menciptakan identitas bangsa Indonesia yang sesungguhnya.
2.        Jangan bosan untuk membaca atau mendengarkan cerita rakyat, karena kita bisa mendapat banyak manfaat dari cerita tersebut.
3.        Perlu dukungan dan peranan dari rakyat setempat untuk melestarikan cerita rakyat di sekitarnya kepada anak-anak sekarang dengan cara lisan ataupun dongeng.
4.        Sebaiknya guru dapat mengenalkan cerita rakyat di dunia pendidikan untuk menambah pengetahuan anak didik. Seorang guru dapat memberikan tugas mengenai cerita rakyat disekitar diharapkan siswa mengetahui bahwa di tempat kita juga punya sejarah dan mencontoh nilai-nilai positif yang terkandung dalam cerita rakyat.







DAFTAR PUSTAKA








Ratu Dewi Tursina
4423154496
Usaha Jasa Pariwisata - A
2015







Tidak ada komentar:

Posting Komentar