KISAH DARMA WULAN
BAB I
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kehadirar Tuhan
Yang Maha Esa atas segala rahmat serta karuniaNya tugas ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari seluruh pihak yang telah turut berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik berupa materi maupun pendapat.
Dan harapan saya semoga tugas ini
dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Untuk ke depannya diharap saya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi tugas agar menjadi lebih baik
lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalam saya, saya yakin masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam
tugas ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang
membangun dari para pembaca demi kesempuranaan tugas ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut pengertiannya folklor
meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng,
dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau
kelompok. Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana
penyebaran berbagai tradisi budaya. Bidang studi yang mempelajari folklor
disebut folkloristika. Istilah filklor berasal dari bahasa Inggris, folklore,
yang pertama kali dikemukakan oleh sejarawan Inggris William Thoms dalam sebuah
surat yang diterbitkan oleh London Journal pada tahun 1846. Folklor berkaitan
erat dengan mitologi.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia folklor/folk·lor/ n berarti adat-istiadat tradisional dan cerita
rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan.
1.
lisan
folklor yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan dalam bentuk lisan
(bahasa rakyat, teka-teki, puisi rakyat, cerita prosa rakyat, dan nyanyian
rakyat);
2.
bukan
lisan folklor yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan tidak dalam
bentuk lisan (arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan
tradisional, obat-obatan tradisional, makanan dan minuman tradisional, bunyi
isyarat, dan musik tradisional)
Kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris
folklore. Kata folklore adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar
folk dan lore. Folk sama artinya dengan kata kolektif (collectivity). Menurut
Alan Dundes, folk adalah sekelompok yang memiliki cirri-ciri pengenal fisik,
sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok
lainnya. Ciri-ciri pengenal itu dapat berwujud:
1. Penanda fisik (warna kulit, bentuk
rambut, dan sebagainya)
2. Penanda sosial (mata pencarian, taraf
pendidikan, kegiatan)
3. Penanda budaya (bahasa, budaya, kegiatan,
agama, dan lain-lain.)
Namun yang lebih penting adalah bahwa
mereka telah memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka warisi
turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat mereka akui sebagai milik
bersama. Dan yang penting lagi, mereka sadar akan identitas kelompok mereka
sendiri.
Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya,
yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh
yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat mnemonic
device.
Definisi folklor secara keseluruhan: folklor adalah
sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun,
di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda,
baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau
alat pembantu pengingat (mnemonic device).
Agar dapat membedakan folklor dari kebudayaan lainnya,
harus terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri pengenal utama folklor pada umumnya,
yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Penyebaran
dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui
tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan
gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
2. Folklor
bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam
bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup
lama (paling sedikit dua generasi).
3. Folklore
ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini
diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut, biasanya bukan melalui
cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses
interpolasi (penambahan atau pengisian unsur-unsur baru pada bahan folklor),
folklor dengan mudah mengalami perubahan. Walaupun demikian perbedaannya hanya
terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap
bertahan.
4. Folklor
bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui oleh orang lain.
5. Folklor
biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat misalnya, selalu
mempergunakan kata-kata klise seperti “bulan empat belas hari” untuk
menggambarkan kecantikan seorang gadis, dan lain-lain.
6. Folklor
mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat
misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial,
dan proyeksi keinginan terpendam.
7. Folklor
bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika
umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
8. Folklor
menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini diakibatkan
karena penciptanya sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif
yang bersangkutan merasa memilikinya.
9. Folklor
pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar,
terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak
folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.
Pada kesempatan kali ini saya akan
meceritakan mengenai folklor yang berasal dari daerah Jawa Timur, Damar Wulan. Damar
Wulan (sering juga ditulis Damarwulan) adalah seorang tokoh legenda cerita
rakyat Jawa. Kisah Damar Wulan ini cukup populer di tengah masyarakat dan
banyak terdapat versi lakon, sendratari ataupun cerita tertulis yang telah
dibuat mengenainya. Umumnya, kisah-kisah tersebut adalah berdasarkan Serat
Damarwulan, yang diperkirakan mulai ditulis pada masa akhir keruntuhan
Majapahit.
Sebagian dari kita tentu tahu kisah berjenis Panji
berjudul Damar Wulan-Minak Jingga. Kisah yang dianggap legenda ini begitu
popular di Jawa Timur karena mengungkapkan perseteruan antardua kerajaan, yang
satu sebuah kerajaan besar bernama Majapahit, yang satu lagi kerajaan yang tak
pernah tunduk terhadap hegemoni kerajaan besar itu, yakni Kerajaan Blambangan.
Perseteruan ini melahirkan Perang Paregreg.
Kerajaan Blambangan terletak di timur Kota Banyuwangi di
Jawa Timur. Bila kita melihat peta, letak Blambangan berbatasan langsung dengan
Selat Bali, dengan begitu kita yakin bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan
pesisir. Bila melihat namanya, Blambangan berasal dari kata bala yang artinya
“rakyat” dan ombo yang artinya “besar” atau “banyak”. Dengan begtu, kita dapat
pahami bahwa Blambangan adalah “kerajaan yang rakyatnya cukup banyak”.
Tak
ada berita yang pasti sejak kapan kerajaan ini berdiri. Dari kisah Damar Wulan-Minak
Jingga diketahui bahwa pada masa Majapahit kerajaan ini telah ada dan
berdaulat. Namun demikian, ada beberapa sumber yang memuat nama Blambangan,
yakni Serat Kanda (ditulis abad ke-18), Serat Damarwulan (ditulis pada 1815),
dan Serat Raja Blambangan (ditulis 1774), di mana proses penulisannya dilakukan
jauh setelah masa kejayaan Blambangan, yakni ketika masa Mataram-Islam dan
kekuasaan Kompeni Belanda di Jawa tengah relatif kukuh. Di samping mengacu
kepada sumber berjenis sekunder seperti ketiga serat tadi, kita masih memiliki
sumber primer yang bisa dikaitkan dengan keberadaan Blambangan, yakni
Pararaton, yang meski tak menyebutkan nama Blambangan namun kemunculan nama
Arya Wiraraja dan Lamajang akan membantu kita menyibakkan kabut yang
menyelimuti sejarah awal Kerajaan Blambangan.
Kisah Damar Wulan
Dalam
kisah ini saya akan mengawalinya dengan menurturkan kisah lahirnya Damar Wulan,
seseorang yang pernah menjadi abdi Raja di Kerajaan Majapahit . Memang banyak
versi tentang kisah lahirnya Damar Wulan, tentunnya beberapa penulis lainya pun
juga mempunyai banyak referensi tentang seseorang yang pernah mengalahkan Menak
Jingga yang pada waktu itu menguasai Blambangan.
Kisah
Sumur Gede yang tinggal di Desa Puri (tepatnya berada di Kecamatan Plandaan
Kabupaten Jombang ) mengawali seluruh sejarah lahirnya Damar Wulan. Nama Sumur
Gede diambil dari salah seorang perangkat/pejabat Majapahit yang dituduh oleh
para rekanya pada waktu itu, beliau bernama Ki Ageng. Beliau adalah tokoh yang
memilih menyendiri dan menjauh dari kehidupan politik di Majapahit. Ki Ageng
mengatakan kepada rekannya bahwa beliau
mengabdi di Kerajaan Majapahit adalah benar-benar dengan rasa tulus dan
tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Merasa keadaan sudah tidak kondusif akibat
seluruh fitnah yang ditimpakan kepadanya beliau memutuskan untuk menyendiri dan
meninggalkan kerajaan. Beliau pergi ke suatu tempat dan hidup bersama
keluarganya. Pada suatu waktu beliau di kunjungi oleh Patih Maudoro (Patih
Kerajaan Majapahit) berserta istrinya yang sedang hamil besar. Sepulang dari
kunjungan tersebut istri dari Patih Maudoro di tengah perjalanan merasakan
sakit yang teramat sangat di bagian perutnya dan memutuskan untuk beristirahat
sejenak sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Dan ternyata saat itu telah
lahir si jabang bayi yang diikuti dengan munculnya bulan purnama. Kemudian bayi
yang lahir di bawah terang bulan ini diberi nama Damar Wulan.
Damarwulan
atau Damarsasongko adalah anak seorang bekas patih Majapahit bernama Udoro. Ia
dilahirkan dan dibesarkan di desa Paluhamba di bawah asuhan ibu dan kakeknya
Begawan Mustikamaya. Sesuai petunjuk kakek dan ibunya, Damarwulan mengabdi di
tempat pamannya sendiri, Patih Logender (Seorang patih dikerajaan majapahit)
untuk mengurus kuda. Kerajaan Majapahit waktu itu masih dipimpin seorang ratu
bernama Ratu Kencono Wungu. Patih Logender mempunyai tiga orang anak, dua
laki-laki bernama Layang Seto dan Layang Kumitir, sedangkan yang paling bungsu
satu perempuan bernama Dewi Anjasmoro.
Patih
Logender yang tidak ingin Damar Wulan bersaing dengan anak-anaknya, memutuskan
menjadikan Damar Wulan sebagai penjaga kuda istana dan pemotong rumput.
Meskipun ia tidak memakai baju yang bagus, namun Damar Wulan tetap terlihat
sangat tampan. Kabar ketampanannya itu sampai terdengar oleh Putri Anjasmara,
putri dari Patih Logender. Sang putri pun secara diam-diam menemui Damar Wulan.
Putri Anjasmara jatuh hati pada Damar Wulan sejak pertama bertemu
Pada
suatu malam, Layang Kumitir dan Layang Seta mendengar suara di kamar
saudarinya, merasa geram mereka langsung mendobrak pintu kamar tersebut. Melihat
Damar Wulan berada di dalam kamar, Layang Kumitir serta Layang Seta langsung menerjang
dan menyerang Damar Wulan. Mereka bertiga terlibat perkelahian yang sangat
sengit. Karena ketangguhan Damar Wulan, Layang Kumitir dan Layang Seta pun
kalah, Namun tidak menyerah sampai disitu Layang Kumitir dan Layang Seta lari
dan mengadukan persoalan ini kepada ayah mereka. Setelah mendengar kabar dari
putranya, Patih Logender memutuskan untuk memberikan hukuman mati kepada Damar
Wulan. Namun karena Putri Anjasmara memohon belas kasihan untuk kekasihnya,
Patih Logender memutuskan untuk memberikan keringan kepada Damar Wulan dan memberikan
hukuman yakni memenjarakan pasangan itu.
Saat
itu Majapahit menghadapi ancaman Adipati Blambangan bernama Menak Jingga. Menak
Jingga adalah seorang adipati yang terkenal sakti mandraguna. Ia mempunyai
pusaka yang luar biasa ampuh lagi bertuah. Gada Wesi Kuning namanya. Merasa
dirinya sakti dan juga mempunyai senjata yang luar biasa ampuh, Menakjingga
menjadi sosok yang angkuh, kejam, lagi sewenang-wenang. Apapun juga yang
dikehendakinya harus terwujud dalam kenyataan. Ia akan mengamuk sejadi jadinya
jika keinginannya tidak dituruti. Ancaman Blambangan semakin gawat,
Saudagar-saudagar dan prajurit Majapahit yang sedang mengunjungi daerah-daerah
bawahan seringkali dirampas. Pasukan Blambangan pun dibangun untuk menandingi
kekuatan Majapahit. Para penjahat yang dikejar-kejar pasukan keamanan Majapahit
diajaknya bergabung menjadi pasukan Blambangan.
Menak
Jingga minta penyerahan Majapahit dan Ratu Kencono Wungu untuk dijadikan
permaisurinya. Menak Jingga kemudian mengirim surat untuk
Ratu Kencana Wungu dengan maksud ingin meminangnya. Ratu Kencana Wungu menolak
pinangan Adipati Menak Jingga itu. Sang ratu tak ingin diperistri adipati yang
congkak, kejam, lagi telah banyak mempunyai istri itu.
Tak
terkirakan kemarahan Menak Jingga ketika utusannya kembali ke Kadipaten
Blambangan dan menyatakan lamaran sang adipati ditolak Ratu Majapahit. Tanpa
berpikir panjang, Adipati Menakjingga segera memerintahkan segenap prajurit
Blambangan untuk bersiap-siap guna menyerang Majapahit. Menak Jingga Iangsung
memimpin penyerangan tersebut. Perang dahsyat segera meletus setelah kekuatan
Majapahit dikerahkan untuk menghadapi kekuatan Blambangan. Menak Jingga mengamuk
dalam peperangan dahsyat itu. Dengan senjata Gada Wesi Kuning saktinya, ia
menghadapi ratusan prajurit Majapahit yang ditugaskan untuk meringkusnya.
Benar-benar menggetarkan kesaktian Menak Jingga, karena dengan sekali tebasan
Gada Wesi Kuning-nya, belasan hingga puluhan prajurit Majapahit tewas
karenanya.
Ratu
Kencana Wungu akhirnya mengadakan sayembara untuk seluruh kerjaan . Sayembara
tersebut menyatakan bahwa siapa pun yang dapat membunuh Menak Jingga maka ia
akan menjadikan orang tersebut sebagai suaminya. Suatu malam, Ratu Kencana
Wungu mendapat ilham, bahwa seorang pemuda bernama Damarsasongko alias Damar Wulan
yang dapat mengalahkan Menak Jingga,
Raja Blambangan. Maka ia minta Patih Logender untuk mencari pemuda itu. Hal ini
membuat iri hati kedua putra Patih Logender, Layang Seto dan Layang Kumitir.
Damarwulan yang telah dinikahkan dengan Putri Anjasmara diutus ke Blambangan
untuk membunuh atau setidaknya menangkap
Menak Jingga.
Patih
Logender dan juga Damar Wulan beserta pengikutnya berangkat ke Blambangan. Ketika mereka tiba disana, Damar Wulan
mengintip ke belakang paviliun. Ia melihat dua selir Menak Jingga yang bernama
Dewi Wahita dan Dewi Puyengan. Saat itu juga Damar Wulan langsung masuk ke
dalam paviliun dan berkenalan dengan selir-selir Menak Jingga tersebut. Begitu
melihat Damarwulan, kedua selir Menak
Jingga jatuh hati Damarwulan. Ketika itu Menak Jingga tiba di paviliun dan langsung
melihat Damar Wulan yang sudah bersama selir-selirnya. Menak Jingga seketika
murka. Damar Wulan pun terlibat perkelahian dengan Menak Jingga. Karena
kekuatan Menak Jingga yang begitu besar, Damar Wulan pun kalah. Damar Wulan dihajar
hingga ia tergeletak di tanah dan terlihat seakan ia sudah mati.
Mengira
Damar Wulan sudah mati, Menak Jingga pun meninggalkannya dan memerintahkan
kepada seluruh prajuritnya untuk menjaga tubuh Damar Wulan. Saat sedang bertugas para prajurit tersebut
tertidur, pada saat itu selir-selir Menak Jingga menyelinap ke dalam paviliun
dan membawa tubuh Damar Wulan ke tempat yang tersembunyi. Dewi Wahita dan Dewi
Puyengan membuka rahasia kesaktian Adipati Menakjingga. “Rahasia kesaktian
Adipati Menakjingga berada pada Gada Wesi Kuningnya,” kata mereka. “Tanpa
senjata sakti andalannya itu, niscaya engkau akan dapat mengalahkannya.”
Damar
Wulan meminta tolong kepada Dewi Wahita dan Dewi Puyengan untuk mengambil
senjata andalan Adipati Menakjingga tersebut. Dengan diam-diam, Gada Wesi
Kuning itu akhirnya berhasil diambil dua selir Adipati Menak Jingga tersebut.
Gada Wesi Kuning lantas diserahkan kepada Damar Wulan.
Dengan bersenjatakan Gada
Wesi Kuning, Damar Wulan pun kembali menantang Adipati Menak Jingga. Pada perkelahian
kali ini Damar Wulan lah yang muncul sebagai pemenang. Menak Jingga di penggal
kepalanya oleh Damar Wulan. Damar Wulan lantas membawa potongan kepala Adipati
Menakjingga kembali ke Majapahit..
Sesungguhnya
perjalanan Damar Wulan ke Blambangan itu diikuti oleh dua anak Patih Logender
yang bernama Layang Seta dan Layang Kumitir. Keduanya mengetahui keberhasilan
Damar Wulan menjalankan titah Ratu Kencana Wungu. Keduanya lantas merencanakan
siasat licik untuk merebut potongan kepala Menak Jingga dan mengakui sebagai
pembunuh Adipati Menak Jingga di hadapan Ratu Kencana Wungu. Dengan demikian
mereka berharap akan mendapatkan hadiah yang sangat besar dari penguasa takhta
Majapahit itu.
Dalam
perjalanan pulang, Damar Wulan dihadang Layang Seto dan Layang Kumitir. Dengan
kelicikannya, Layang Seto dan Layag Kemitir berhasil merebut kepala dan Gada
Wesi Kuning. Mereka membawa kepala Menak Jingga ke Ratu Kencana Wungu. Layang
Seta dan Layang Kumitir mengaku kepada sang ratu bahwa merekalah yang telah
berhasil mengalahkan Menak Jingga. Damar Wulan yang dibuang ke jurang oleh
Layang Seto dan Layang Kumitir, berhasil diselamatkan oleh arwah ayahnya, dan
disembuhkan luka-lukanya. Damarwulan yang sudah sembuh dan berhasil naik dari
dasar jurang, juga datang ke majapahit
dengan membawa ke dua istri Menak Jingga,
dan melapor bahwa dia lah yang telah membunuh
Menak Jingga dengan saksinya dan bukti kedua istri Menak Jingga.
Timbul keraguan siapakah
yang membunuh Menak Jingga di benak Ratu
Kencono Wungu. Akhirnya Damar Wulan diadu berduel melawan Layang Seto dan
Layang Kumitir. Tentu saja jika tanpa tipu muslihat Layang Seto dan Layang
Kumitir tidak bisa mengalahkan Damar Wulan. Kemenangan pun berpihak kepada Damar Wulan, dan dia pun berhak mendapatkan hadiah naik tahta Majapahit dan
memperistri Ratu Kencana Wungu dan mempunyai tiga selir, yaitu Dewi Anjasmoro,
Dewi Wahito dan Dewi Puyengan. –SELESAI-
Di Banyuwangi
sampai dengan tahun 1960an , berkembang sebuah seni pertunjukan yang
disebut Damar Wulan, mengambil nama cerita yang dipertunjukan dalam kesenian
tersebut. Seni pertunjukan ini menggunakan kostum dan gamelan Bali, oleh karena
itu ada juga yang menyebutkan pertunjukan ini sebagai Janger. Cerita dalam pertunjukan ini adalah tentang Menak Jingga, raja Blambangan yang memiliki cacat fisik, pincang, dan matanya buta sebelah , dengan
suara cadel dan parau serta memiliki karakter
angkuh , culas, dan tak tahu diri yang ingin mempersunting /memperistri
ratu Majapahit Kencana Wungu .Versi lain menggambarkan Menak Jingga adalah raja
para raksasa. Sungguh penggambaran yang amat sempurna tentang kejelekan
manusia.
Selanjutnya
untuk menghukum Menak Jingga yang tak tahu diri ini maka dikirimlah seorang
ksatria yang gagah perkasa dan berwajah tampan bak arjuna, Damar Wulan sebagai
Senopati Majapahit. Dan ternyata sang rupawan mampu mengalahkan
Menak Jingga. Berbeda dengan tampilannya yang gagak dan rupawan ternyata pemuda
ini sangat keji, yaitu memenggal kepala sang Menak Jingga untuk dipersembahkan
pada Ratu Kencana Wungu . Sang rupawan pun akhirnya menikah dengan Ratu Kencana
Wungu dan lebih dari itu juga memperistri mantan istri Menak Jingga.
Janger
dengan cerita Damar Wulan sangat populer
sebelum tahun 60an. Jika ditinjau dari cerita yang menggambarkan keburukan raja
Blambangan maka menjadi pertanyaan mengapa cerita ini begitu populer di
Banyuwangi. Sebab biasanya tidak ada masyarakat yang dapat menerima jika
pahlawannya digambarkan sebagai pecundang ( Orang Sri Langka menolak
penggambaran Dasamuka dari kisah Ramayana )
Menurut DR ( Leiden) Sri
Margana cerita Damar Wulan dan Prabu Menak Jingga ini ditulis dalam buku Serat
Kanda / Serat Damarwulan oleh sastrawan dari keraton Surakarta dan dipentaskan
dalam bentuk Langendrian (Operate) oleh Mangkunegara IV (1853 sd 1881).
Kemudian dipopulerkan di Banyuwangi oleh penguasa Banyuwangi yang masih
berdarah Mataram pada masa penjajahan VOC. ( Tempo )
Brandes
,sejarahwan Belanda (DR. Sri Margana Perebutan Hegemoni Blambangan .Pustaka
Ifada .2012). dan Professor Slamet Mulyana berpendapat kisah Damar Wulan dan Menak Jingga mendapat
inspirasi dari Perang Paregreg yang
terjadi setelah prabu Hayamwuruk lengser keprabon.
Prof
Slamet Mulyana menulis bahwa penulis
Serat Kanda dan Serat Damar Wulan adalah
sastrawan Mataram hanya mengetahui kisah Perang Paregreg ( Perang yang
terjadi berulang kali )antara Bhree Wirabhumi ( Menakjinggo ) raja Blambangan
dan Wikramawardhana dan Dewi Suhita raja
Majapahit , tetapi tidak mengetahui fakta sejarahnya.
Dengan
demikian cerita ini merupakan sebuah
rekayasa yang sistimatis ,untuk memperlemah keberadaan masyarakat Blambangan
dan menghapus ingatan orang Blambangan terhadap
sejarah masa lalu. Melalui
penggambaran itu maka dicapai dua sasaran , penguasa ingin mengesankan
pada rakyat Blambangan, bahwa penguasa (
Belanda dan Bupati yang diangkat Belanda) adalah pembebas dari raja culas, yang
tak tahu diri .Penggunaan kostum dan
gamelan dari Bali mengesankan bahwa cerita ini berasal dari Bali .
Lebih
aneh lagi dalam Babad Blambangan yang
ditulis pada abad ke 19 dari penulis Bali dan juga Babad Tanah Jawi (Brandes via DR. Sri Margana .Perebutan
Hegemoni Blambangan 2012.35)menulis bahwa Menak Jingga adalah anjing yang
dipungut oleh Ajar Gunturgeni yang dihadiahi Blambangan Brawijaya. Karena
menginginkan kehadiran seorang putra , maka dia bertapa dan merubah namanya
menjadi Ajar Pamengger. Berkat permintaan yang kuat dalam bertapa, maka
anjingnya berubah menjadi manusia , namun wajahnya tetap seperti anjing. Cerita
ini pun diabadikan dalam wayang Krucil tradisi Mangkunegaran ( DR.Sri Margana
.Perebutan Hegemoni Blambangan .2012.30).
Padahal cerita ini ( Damarwulan )
ini tidak dikenal di Bali, dan tlatah
pesisir Jawa, dan Sumatera , tempat kebudayaan pesisr mendapat tempat pada abad
ke 16 dan 17. Pada daerah itu cerita Panji lebih populer.( DR Purwadi M.Hum, dan Enis Niken H.M.Hum. DA’WAH
WALISONGO Panji Pustaka Yogyakarta 2007.89).
Maka dapat ditebak maksud penguasa antek
Belanda pada saat itu adalah mengadu
domba orang Blambangan dengan Bali atau
dalam bahasa Jawa “nabok nyilih tangan”.
DR ( Leiden) Sri Margana dalam wawancaranya yang dimuat majalah Tempo
mengemukakan bahwa cerita tentang Damar
Wulan,Menak Jingga merupakan sinisme dan deligimitasi raja Blambangan. Mataram
/Surakarta ingin menunjukan keperkasaannnya di Blambangan. Pendapat DR. Sri
Margana tersebut sangat tepat, dan pengaruhnya
terasa pada generasi tua orang Banyuwangi , dan masih terasa di daerah
pedesaaan.
BAB III
PENUTUP
Pesan
Moral
Pesan
moral kisah Damar Wulan dan Menak Jingga
adalah kebenaran pada akhirnya akan terbuka meski berusaha untuk
ditutup-tutupi. Begitu pula dengan kejahatan akan tersingkap pula meski
berusaha ditutupi serapat mungkin. Kebenaran akan mendapatkan kebaikan di
kemudian hari.
Kesimpulan
Salah
satu kekayaan daerah yang seharusnya diangkat atau dilestarikan adalah khazanah
cerita lisan atau cerita rakyat atau biasa disebut juga folkfor. Oleh karena
itu cerita rakyat itu menjadi memori kolektif masyarakat lokal di daerah
setempat. Tersebar diberbagai tempat dan belum semuanya terdokumentasi secara
baik. Padahal cerita rakyat merupakan salah satu sumber kekayaan tradisi lisan
yang perlu terus diungkap, digali, dilestarikan dan bahkan label budaya
masyarakat.
Itulah sebabnya setiap
daerah perlu menggali dan meruntut kembali cerita rakyat yang berkembang di
masyarakat. Dengan demikian berbagai kisah masa lalu yang berkembang di
masyarakat dapat diungkap dan disajikan sebagai salah satu khazanah dan aset
daerah, tentunya cerita rakyat juga mempunyai banyak manfaat dalam kehidupan
masa kini.
Namun dengan
berkembangnya zaman maka terjadi perubahan-perubahan pola pikir manusia
tradisional ke modern sehingga bukan perkara mudah untuk mewujudkannya. Banyak
kendala di masyarakat karena modernisasi dan berkembangnya teknologi
informasi contohnya televisi, internet,
VCD, permainan game dan lain lain,serta ketidak pedulian masyarakat membuat cerita rakyat kurang diminati
sehingga lambat laun mulai punah. Padahal bila kita ketahui sesungguhnya banyak
ditemukan ajaran kehidupan falsafah, nilai-nilai kearifan lokal, ajaran
kebijaksanaan sehingga sarat dengan nilai-nilai moral yang positif sehingga
nilai pendidikan (edukasi) yang sesuai latar belakang kehidupan mereka.
Di sinilah sebenarnya
perlu ditumbuhkan kesadaran dan upaya
terus menerus mengenalkan sastra daerah beserta nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Kepada generasi mendatang melalui kisah bertutur,
membaca,bercerita atau mendongeng di lingkungan keluarga, di lingkungan
sekolah.
SARAN
1.
Lestarikanlah cerita-cerita rakyat
Indonesia agar kembali terangkat dan menciptakan identitas bangsa Indonesia
yang sesungguhnya.
2.
Jangan bosan untuk membaca atau
mendengarkan cerita rakyat, karena kita bisa mendapat banyak manfaat dari
cerita tersebut.
3.
Perlu dukungan dan peranan dari
rakyat setempat untuk melestarikan cerita rakyat di sekitarnya kepada anak-anak
sekarang dengan cara lisan ataupun dongeng.
4.
Sebaiknya guru dapat mengenalkan
cerita rakyat di dunia pendidikan untuk menambah pengetahuan anak didik. Seorang
guru dapat memberikan tugas mengenai cerita rakyat disekitar diharapkan siswa
mengetahui bahwa di tempat kita juga punya sejarah dan mencontoh nilai-nilai
positif yang terkandung dalam cerita rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Ratu Dewi Tursina
4423154496
Usaha Jasa Pariwisata - A
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar