Rabu, 06 Januari 2016

Tugas 3 - Folklore



CERITA RAKYAT SITU BAGENDIT


Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya, saya dapat menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah sejarah mengenai Folklore atau bisa disebut cerita rakyat. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Moh. Shobirien Nurrasyid yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Adapun tulisan ini telah saya usahakan dengan maksimal dan tentunya dengan bantuan dari beberapa pihak, maupun sumber referensi yang terdapat di internet, untuk itu saya juga ingin mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan, sehingga pada akhirnya saya dapat mengerjakan tugas ini dengan lebih mudah.
Namun saya juga menyadari, masih banyak kekurangan dalam artikel itu, dari segi penyusunan bahasa, pemilihan kata, penulisan sumber maupun segi lainnya. Oleh karena itu saya membutuhkan kritik dan saran dari pembaca agar kedepannya saya dapat membuat artikel yang lebih baik lagi. Untuk itu saya memohon maaf untuk segala bentuk kekurangan dalam artikel ini. Akhir kata semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi semua, terlebih untuk saya dan juga pembaca.

PEMBAHASAN
Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat, namun sering kita sebut folklore sebagai cerita rakyat. Cerita rakyat sendiri adalah . Proses penyampaian yang hanya dari mulut ke mulut dan mungkin tanpa alasan bukti yang kuat sehingga sering kali kita menemui perbedaan jalan cerita, tokoh pelaku ataupun waktu kejadiannya. Entah bentuk ceritanya yang sangat sederhana atau justru sulit dimengerti tetapi setiap cerita rakyat pasti memiliki nilai-nilai moral yang ingin disampaikan dan agar ditiru oleh pendengarnya. Berawal dari cerita turun-temurun mungkin juga suat hal yang menyebabkan suatu jalan ceritanya dapat berubah.

Kisah Situ Bagendit
          Pada zaman dahulu kala, tepatnya di daerah utara kota Garut, ada sebuah desa dimana mayoritas penduduk nya berprofesi sebagai petani. Tanah yang subur dan tidak pernah kekurangan air di daerah tersebut menjadikan sawah-sawah warga selalu menghasilkan panen padi yang melimpah ruah, namun meskipun begitu tidak merubah keadaan masyarak sekitar yang hidup miskin dan serba kekurangan.
            Saat itu hari masih gelap dan embun masih bergayut di dedaunan, namun para penduduk sudah bergegas menuju sawah mereka. Hari ini adalah hari panen. Mereka akan menuai padi yang sudah menguning dan menjualnya kepada seorang tengkulak bernama Nyai Endit.
            Nyai Endit adalah seorang janda kaya di desa itu. Rumahnya mewah, lumbung padinya sangat luas karena harus cukup menampung padi yang dibelinya dari seluruh petani di desa itu. ya seluruh petani dan bukan dengan sukarela para petani itu menjual hasil panen mereka kepada Nyai Endit. Mereka terpaksa menjual semua hasil panennya dengan harga murah kalau tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan nyai Endit karena seluruh warga memang takut kepada centeng-centeng nyai Endit. Lalu jika pasokan padi mereka telah habis, mereka harus kembali membeli padi yang mereka panen dari nyai Endit dengan harga yang melambung tinggi.
            Banyak masyarakat yang mengeluh dengan tingkah laku nyai Endit yang menyulitkan dan merugikan mereka, namun mereka sendiri tidak dapat melakukan apa-apa selain mengikuti semua aturan yang telah diterapkan nyai Endit, bukan mereka tidak ingin melawan tindakan nyai Endit yang semena-mena, mereka takut dengan centeng-centeng nyai Endit.
            “Wah kapan ya nasib kita bisa berubah?” ujar seorang petani yang tengah beristirahat dari pekerjaaannya kepada temannya. “Tidak tahan saya hidup seperti ini. Kenapa yah, Tuhan tidak memberikan hukuman atau adzab pada lintah darat seperti itu?” “ssstt” jawab kawan petani tersebut “jangan kencang-kencang, hati-hati kalau bicara, nanti salah satu centeng nya ada yang dengar, lalu mengadu padanya, bisa celaka kita. Kita sabar saja dan berdoa, semoga tuhan memberikan teguran kepada orang yang suka menganiaya, tuhan tidak pernah tidur, kita sabar saja” “sampai kapan kita harus bersabar? Kau tahu makin hari hidup kita makin susah dibuatnya, dia enak menekan kita untuk menjual semua hasil panen kita dengan harga yang sangat murah tanpa merasakan kesulitan apa yang kita rasakan, lalu kita harus membeli lagi hasil panen kita dengan biaya yang luar biasa tinggi” gerutu petani tadi pada kawannya “yah, mau bagaimana lagi, memangnya kamu berani melawan centeng-centeng nyai Endit?” jawab kawannya lagi. Keduanya terdiam duduk dibawah gubuk kecil di tengah sawah, sampai terdengar suara teriakan dari seorang laki-laki “hei kalian, apa yang kalian lakukan? Cepat kerja, bukannya dia seperti itu” keduanya bergegas berdiri dan kembali bekerja ketika laki-laki yang ternyata centeng nya nyai Endit itu marah.
            Sementara itu, di tempat lain nyai Endit sedang memeriksa lumbung padinya “Barja !” seru nyai Endit kepada salah satu centeng nya “Bagaimana? Apakah semua hasil panen padi sudah kau beli?” “beres nyi” jawab Barja salah satu centeg nyai Endit “nyai bisa periksa lumbungnya, semua sudah terisi penuh oleh hasil panen padi, bahkan beberapa lagi masih kita simpan di luar karena sudah tidak muat lagi untuk disimpan di lumbung” jelas Barja kepada nyai Endit “ha..ha..ha.. sebentar lagi mereka akan kehabisan beras dan akan datang menemuiku untuk membeli beras, dan aku akan semakin kaya. Bagus! Awasi terus para petani itu, jangan sampai mereka menjual hasil panennya ke tempat lain, beri pelajaran bagi mereka yang berani membangkang” perintah nyai Endit kepada Barja “laksanakan nyi” jawab Barja.
            Benar saja, beberapa minggu kemudian, para penduduk desa mulai kehabisan bahan makanan,bahkan sudah banyak yang mulai menderita kelaparan. Sementara nyai Endit selalu berpesta pora dengan makanan mewah setiap hari di rumah nya. Disaat bersamaan para penduduk mulai kebingungan “aduh pak, persediaan beras kita sudah hampir habis, bagaimana ini? Kita terpaksa harus membeli beras kepada Nyai Endit” keluh seorang istri pada suaminya “besok kita beli beras bu, semoga uang kita cukup” jawab sang suami “bapak tidak tahu, harga beras yang dijual nyi Endit saat ini berapa?” Tanya sang istri lagi “berapa memangnya bu? Bapak belum tahu” “sekarang harganya menjadi lima kalilipat dari harga jual kita dulu pak” jawab si istri dengan raut wajah sedih “Masya Allah, kenapa begitu tinggi, tega betul Nyai Endit itu menyengsarakan rakyat kecil yang sedang kesusahan” sergah suami dengan nada emosi “iya pak, ibu sendiri bingung kenapa dia begitu tega, sedangkan kita dituntut untuk menjual hasil panen yang sudah susah payah kita kerjakan dengan harga yang sangat rendah” si istri mulai menangis “sabar bu… semoga ada jalan keluar dibalik semua ujian ini” jawab sang suami sambil mengelus pundak istri nya.
            Di waktu yang lain, seorang pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah nyi Endit merasa sedih, mengingat anak nya yang kelaparan dirumah, suatu pagi sang anak datang menemui ibunya yang tengah membersihkan halaman depan rumah nyai Endit. “bu.. Yuni lapar, yuni ingin makan, ibu punya makanan tidak?” Tanya si anak kepada ibu nya saat itu “ya Allah nak, maafkan ibu, kamu sampai kelaparan seperti ini, sebentar ibu lihat dulu, barangkali ada sisa makanan di dalam yang tidak termakan” jawab sang ibu sambil masuk menuju dapur, si anak hanya mengangguk dan menunggu, berharap si ibu membawakan makanan untuk mengganjal perutnya yang memang sudah lapar. Si ibu pun masuk dan mulai melihat apa ada makanan yang bisa ia berikan kepada anaknya “kamu mau apa” Tanya salah satu orang yang juga bekerja di rumah itu. “ini, anak ku lapar, aku mau mencoba mencari makanan, barangkali ada yang bisa kuberikan pada anakku” jawab si ibu “ya ampun kasihan, tuh ada pisang goring, tadi nyai minta dibuatkan, tapi tidak habis, daripada trbuang, lebih baik kau berikan pada anakmu. Cepat, jangan sampai nyai tahu, kalau dia tahu, pasti dia akan marah besar” jawab teman si ibu tadi, dengan cepat si ibu berlari menuju meja makan untuk mengambil pisang goreng yang dimaksudkan, saat tengah memasukan pisang ke dalam bungkusan, nyi Endit melihat dan langsung murka “heh, mau apa kamu? Berani sekali kamu ambil makananku tanpa ijin” hardik nyi Endit penuh amarah “ampun nyai, saya hanya minta sedikit makanan ini untuk anak saya, kasihan dia lapar belum makan” jawab si ibu ketakutan “apa kau bilang? Kau kira rumah ku ini tepat sembako, kau suruh anak mu itu cari makannannya sendiri, jangan pernah kau coba mengambil makanan milikku” si ibu tak dapat melakukan hal apapun selain menangis, ia kembali berjalan ke luar menemui anaknya yang terduduk menunggu nya membawa sesuatu untuk dimakan “nak, maafkan ibu, ibu tidak bisa memberikanmu makanan” ucap si ibu dengan air mata, sang anak hanya tersenyum sambil menutupi rasa kecewa nya “tidak papa bu, belum rezeki mungkin, biar Yuni cari makanan yang bisa Yuni makan hari ini” jawab si anak berusaha menenangkan, si ibu memeluk Yuni dengan rasa sedih, tak lama dari itu nyai Endit keluar “oh jadi kamu yang ingin makan? Hah masih muda sudah mengandalkan belas kasih orang, berusaha lah, cari makananmu sendiri, jangan hanya mengharap rasa kasihan orang lain” hardik nyai Endit tanpa belas kasih, si anak yang ketakutan pun menangis “maafkan saya nyai, saya tidak bermaksud menyusahkan nyai” jawab si anak sambil berlalu pergi.
            Nyai Endit memang terkenal sangat kikir, bahkan dia lebih memilih makanan yang dia miliki untuk membusuk dan dibuang daripada harus iya berikan kepada orang yang membutuhkan, ada beberapa warga yang mencurigai bahwa kekayaan yang di dapat nyai Endit didapat dari hasil pesugihan, karena suatu hari ada seorang anak yang mendapati lintah raksasa masuk ke rumah nyai Endit, warga dibuat geger dengan peristiwa tersebut, hal ini tentu sampai ke telinga nyai Endit, dia sangat murka, bahkan dia memerintahkan salah satu centeng kepercayaannya untuk meberikan hukuman kepada warga yang berani membicarakan hal yang macam-macam tentang dirinya “heh Barja, cepat kau cari orang yang berani membicarakanku, kalau perlu kau habisi saja dia” perintah nyi Endit dengan penuh amarah “baik nyai” jawab Barja dengan segera. Barja bersama kawan-kawannya pun mendatangi salah satu rumah warga yang diduga membicarakan perihal pesugihan nyai Endit kepada lintah tadi, tanpa rasa kasihan, mereka siksa warga itu hingga tak berdaya, mereka bakar rumah warga itu hingga tidak bersisa “sungguh kejam perlakuan nyai Endit yang semena-mena” gumam salah satu laki-laki kepada kawannya “iya benar, jahat sekali nyi Endit itu” jawab kawannya.
            Suatu hari nyai Endit tengah sibuk memasukan uangnya ke dalam sebuah peti besar di kamar nya, sayup-sayup dia mendengan suara parau dari depan rumahnya, saat dia berjalan mengahampiri suara itu, didapatinya seoran nenek tua renta tengah terduduk meminta belas kasihan untuk diberi makan, dengan kejam dan teganya nyi endit mengusir nenek tersebut “pergi kau, jangan hanya meminta-minta, kalau sudah tua, tunggu ajal saja, jangan sibuk merepotkan orang” hardik nya kepada si nenek, si nenek yang ketakutan hanya bisa mengelus dada dan pergi meninggalkan rumah Nyi Endit, dalam hati si nenek bergumam “betapa kejam nya orang ini” si nenek berjalan terseok-seok dan hampir terjatuh, beruntung seorang warga menolong si nenek dan memberinya makan dan minum, si nenek Nampak senang karena rasa lapar nya dapat terobati, si nenek menceritakan bahwa dia baru saja dari rumah nyi endit dan mendapat perlakuan buruk dari janda kaya itu, laki-laki yang menolong si nenek hanya tersenyum dan berkata “itu hal yang biasa nek, dia memang seperti itu, selalu kasar dan pelit, tidak perduli kepada sesama” jawab si pemuda penuh emosi, si nenek tersenyum “biarkan nak, akan ada balasan untuk setiap perbuatan yang dilakukan” jawab si nenek memberikan petuah pada pemuda itu.
            Ternyata pesugihan yang dilakukan nyai Endit benar adanya, dia memang memberikan pesugihan kepada mahluk sejenis lintah, konon salah satu pembantu rumah tangga nyi Endit pernah melihat seekor lintah raksasa yang memasuki salah satu kamar yang memang selalu terkunci, jika ada mahluk itu, tidak lama berselang pasti ada hewan ternak milik warga yang mati tak wajar, seperti kehabisan darah, karena hewan itu mati terbujur dengan kurus kerontang, suatu hari, salah satu warga sudah hilang kesabaran, dia datang dan mengamuk di halaman rumah nyi Endit “ hei Endit keluar kau” teriak nya dengan lantang dan penuh amarah “ ada apa kau teriak di depan rumah ku? Sudah berani kau ya” jawab nyai Endit tak kalah emosi “ya.. aku datang untuk meminta ganti rugi, ternakku mati, ini pasti oleh hewan yang memberimu kekayaan bukan” “apa maksudmu, berani sekali kau menuduh tanpa memiliki bukti yang kuat, kau kira kau siapa hah?” jawab nyi Endit sambil berkacak pinggang “alah, tidak usah pura-pura tidak tahu, semua warga kampong ini juga sudah tahu kalau kau menyembah lintah jadi-jadian” tak lama berselang dari itu, salah satu centeng nyi Endit datang dan menyeret laki-laki itu dengan kasar, nyi endit berucap bahwa itu adalah hukuman bagi siapa saja yang berani menuduh hal yang bukan-bukan kepadanya.
            Pada suatu siang yang panas, dari ujung desa Nampak seorang kakek yang berjalan terbungkuk-bungkuk menggunakan tongkatnya,dia melewati pemukiman penduduk dengan tatapan penuh iba, tengah berjalan dan memandang sekeliling si nenek bergumam “hmm… kasian penduduk ini, mereka harus menderita dan hidup kekurangan karena perlakuan seseorang” si kakek berjalan mendekati seorang penduduk yang tengah menumbuk padi “nyai, saya mau numpang Tanya” Tanya si kakek pada penduduk tersebut. “iya kek ada apa? Ada yang bisa saya tolong” jawab penduduk tersebut. “dimana ya kiranya saya dapat menemukan orang terkaya di kampong ini?” Tanya si kakek kemudian “oh, nene mencari rumah nyai Endit?” “yaa..iya nak” “maaf kek, kakek mau apa ke rumah nyi Endit? Jujur ke dia bukan orang yang ramah dan tidak punya rasabelas kasih terhadap sesama” “saya mau minta sedekah” jawab si kakek. “ah percuma ke, dia tidak akan memberi apapun, dia orang yang sangat pelit, bukannya memberikan sedekah, dia pasti akan menghardik kake” jawab penduduk berusaha mengingatkan “tidak papa nak, saya hanya ingin tahu reaksinya apabila ada orang yang meminta sedekah” “baiklah kek, kalo kake memang tetap inin kesana, rumah nya sudah dekat, kake lurus saja sampai kakek menemukan rumah yang paling besar disini” jawab penduduk tersebut “baik nak, terima kasih ya” “iya ke, hati-hati” jawab penduduk tersebut sambil kembali menumbuk padi nya. “oh iya nak, tolong kamu beritahu seluruh penduduk untuk mengungsi, karena sebentar lagi aka nada banjir besar” penduduk tersebut kaget mendengar ucapan si kakek “kakek bercanda ya?, panas seperti ini ada banjir darimana” “aku tidak bercanda” jawab si kakek “akulah orang yang akan memberikan pelajaran kepada nyi endit atas semua perilaku nya, maka dari itu segera mengungsilah, bawalah semua barang berharga yang kalian miliki” perintah si kakek dengan wajah yang serius sambil melanjutkan perjalannannya menuju rumah nyi endit, si penduduk tadi hanya bisa terbengong bengong melihat si kakek pergi.
            Sementara itu nyai Endit sedang menikmati hidanganyang berlimpah, demikian juga para centeng, mereka sibuk melahap segala jenis makanan yang dihidangkan tanpa perduli keadaan warga yang kesusahan dan kelaparan. Si kakek tiba di halaman rumah nyai Endit, para centeng langsung menghadang si kakek sebelum masuk lebih dalam “heh kakek tua mau apa kau datang kesini? Cepat pergi, kau menganggu selera makan kami” bentak salah satu centeng nyai Endit dengan kejam nya, “saya mau minta sedekah, barangkali ada sedikit makanan yang bisa saya makan, sudah tiga hari saya tidak makan, saya benar-benar lelah” jawab si kakek memelas. “apa peduliku” bentak si centeng “cepat pergi, jangan sampai teras rumah ini kotor terinjak oleh kakimu itu, cepat pergi sebelum kau ku seret dari sini kakek tua” bentak si centeng, si kakek masih mencoba memohon “tolong saya, saya lapar belum makan” “kau piker aku bapak mu, kalau kau lapar kau usaha sendiri untuk cari makananmu” dengan kejam centeng tersebut terus membentak si kakek yang tua renta itu, si kakek tidak bergeming, dia terus berteriak-teriak meminta sedekah, si kakek justru terus berteriak meminta sedekah “nyai endit keluarlah.. aku ingin meminta sedekah” teriak si kakae memanggil sang pemilik rumah, centeng-centeng berusaha untuk menyeret si kake keluar, namun mereka tidak berhasil, dari dalam nyi Endit menghentikan makan nya, nyai endit mulai kesal “siapa sih itu, berisik sekali”  nyai endit pun berjalan menuju pekarangan depan rumah nya untuk melihat keributan yang terjadi “ada apa ini berisik sekali, mengganggu orang makan saja” bentak nyi endit pada si kakek “ saya ingin minta sedekah, sudah tiga hari saya tidak makan, saya mohon belas kasih nyai untuk saya” pinta si kakek dengan wajah memelas “apa kau bilang? Sedekah? Kau kira siapa kau ini hah kakek tua, kau sudah menganggu waktu makan ku kau tahu” bentak nyi endit pada kakek itu “tolonglah saya nyi, memberi saya makan tidak lantas membuatmu menjadi miskin, saya lapar” jawab si kakek lagi “heh, kau piker mudah mengumpulkan harta, cepat pergi kakek tua, jangan sampai rumah ku ini penuh lalat karena mencium bau tubuhmu, sudah tua masih merepotkan, kau tahu jika aku memberi mu makan maka makin banyak pengemis lain yang datang kesini, kau piker harta yang kumiliki harus ku habiskan untuk membiyayai kau makan?” hardik nyi Endit dengan kasar, si kakek hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil melihat wajah nyi Endit “hei endit, sungguh keterlaluan semua sikapmu itu, betapa pengasih nya Allah memberikanmu limpahan rezeki, namun kau begitu sombong dan kikir, sudah sepantasnya kau mendapatkan balasan atas semua perlakuanmu ini” jawab si kakek dengan tatapan penuh sambil menancapkan tongkat yang dia bawa ke tanah “aku datang kesini sebagai jawaban doa para penduduk yang sengsara dan teraniyaya karna perbuatanmu, kini bersiaplah menerima hukumanmu” “ha..ha..ha.. kau mau menghukumku? Dengan apa? Dengan tongkat tua itu? Kau kira kau siapa, punya kekuatan apa, tubuhn sudah reyot saja masih mau menghukumku” ledek nyi endit dengan wajah sinis nya. “kau tidak lihat centeng-centeng ku? Sekali pukul kau bisa langsung mati, jadi cepat pergi sebelum kuusir” “tidak perlu repot-repot mengusirku, aku akan pergi apabila kau dapat mencabut tongkat yang ku tancapkan ini” jawab si nenek “dasar kakek gila, tanpa tenaga pun bisa kucabut tongkat itu” lalu nyi endit beranjak dari tempatnya dan menghampiri tongkat si kakek yang menancap di tanah, tanpa ragu dia mencoba untuk mecabut tongkat tersebut dan gagal, tongkat tetap menancap di tanah dan tidak bergeming sama sekali, dia terus mencoba untuk mencabut tongkat tersebut namun usaha nya tetap sia-sia, dia mulai murka dan berteriak kepada para centeng nya agar segera mencabut tongkat itu “heh barja, cepat kau cabut tongkat ini, agar pengemis kotor ini segera pergi dari rumahku, awas jika kalian tidak berhasil mencabutnya, kupotong gaji kalian” ancam nyi endit kepada centeng-centeng nya. Para centeng pun mulai berusaha mencabut tongkat si kakek, namun usaha mereka gagal, bahkan tiga orang sekaligus yang berusaha mencabut tongkat itu tetap tidak berhasil, tongkat tetap menancap di tanah dan tidak bergeming sama sekali. “ha.. ha.. ha.. mencabut tongkat ku pun kalian tidak bisa” ucap si kakek yang berdiri dekat tongkat nya.”ternyata tenaga kalian tidak seberapa” “diam kau kakek tua, tidak usah banyakbicara, kau piker kau bisa mencabut tongkat ini” bentak Barja salah satu centeng kepercayaan nyai endit, tak lama dari itu si kakek maju dan memegang tongkat, semua centeng termasuk nyi endit memperhatikan hal yang dilakukan si kakek, dan dengan mudah nya tongkat tercabut dari tanah, tak lama berselang, air keluar darii lubang bekas tancapan tongkat tadi, mulanya sedikit, namun semakin lama semakin deras, nyi endit mulai memerintahkan para centeng nya untuk menghentikan aliran alir tersebut, namun air terus keluar dengan deras nya, si kakek pun pergi meninggalkan nyi endit yang sibuk memerintah agar centengnya segera mengatasi masalah ini, tapi semua usaha yang dilakukan sia-sia, semakin lama air semakin deras dan mulai membanjiri pekarangan rumah nyi endit, nyi endit mulai panic, dia bergegas masuk ke dalam rumahnya untuk mengamankan seluruh harta yang dia miliki, sedangkan para centeng mulai sibuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
            Semakin lama air semakin besar, merendam hampir setengah rumah besar nan mewah milik nyi endit, nyi endit sendiri masih sibuk mengamankan harta nya, tak lama dari itu air mulai mengepung nyi endit, dia berusaha keluar dengan mebawa peti harta nya, namun terlambat air yang deras langsung menenggelamkan nyi endit beserta harta nya, termasuk para centeng nyi endit yang tadi sibuk mencari tempat tinggi, dari jauh warga yang sudah mengungsi melihat kejadian banjir bandang inji, kebanyakan dari mereka hanya terbengong-bengong melihat kejadian ini “ maha besar Allah, lihat, orang kaya pelit itu ditenggelamkan bersama harta dan centeng-centeng nya” ucap salah satu penduduk “benar, dia benar-benar di adzab” jawab penduduk lainnya.
            Tak lama, air sudah membentuk menjadi sebuah danau atau situ yang menenggelamkan nyi endit, warga yang berada disana pun menamai tempat itu dengan nama Situ Bagendit, dimana seorang janda kaya raya yang kikir tenggelam bersama hartanya di dasar situ tersebut. Versi lain mengatakan bahwa nyi endit berubah menjadi lintah dan akan mencelakai siapapun orang yang memiliki perilaku buruk yang sama seperti dirinya dulu, sejak saat itu, situ ini pun menjadi sangat terkenal dan menjadi tujuan para wisatawan untuk datang berkunjung ke temap yang dinamai Situ Bagendit ini.
 

KESIMPULAN
            Terlepas dari kejadian yang terjadi dalam cerita ini, dan pelaku utama yang menjadi tokoh sentar dalam kisah ini, ataupun versi berbeda yang berkembang di masyarakat tentang kisah ini, kisah ini memberikan banyak pesan moral dan pembelajaran bagi setiap pendengarnya, adapun pesan penting yang disampaikan cerita ini adalah dimana seharusnya sesame manusia sudah selayaknya kita saling menolong dan membantu, memberi dengan apa yang kita miliki, terlebih apabila kita memang diberikan rezeki yang berlimpah. Pesan yang lain yang disampaikan dalam cerita ini adalah, kita tidak boleh menjadi orang yang tamak, rakus dan pelit, dimana kita bisa menikmati semua nya tanpa memikirkan keadaan orang lain yang berada dalam kesulitan, saya rasa kisah ini sangat cocok untuk tetap di ceritakan kepada anak-anak agar sejatinya mereka mendapat pembelajaran bahwa seharusnya hidup harus saling mengasihi dan menyayangi.
SARAN
Saran saya dalam hal ini adalah Terus kembangkan dan sebarkan cerita rakyat karena ini merupakan bagian dari kebudayaan yang dimiliki bangsa kita dan harus kita lestarikan. Setiap daerah pasti memiliki sejarah dan ceritanya masing-masing dan orang bijak adalah orang yang tidak pernah melupakan sejarah. Selain itu, dalam penyampaian cerita semoga si pencerita selalu menjelaskan hal-hal positif atau pelajaran moral yang dapat diambil dari kisah tersebut.
            Akhirnya, sebagai pembaca kita harus cerdik memilah mana sikap, dan perilaku juga perbuatan yang harus kita tiru dan mana yang sepatutnya kita jadikan contoh pembelajaran untuk tidak di tiru. Jika perlu kita menguji sendiri kebenaran kisah tersebut dengan berusaha bertanya ataupun mencari di sumber-sumber referensi lainnya. Akhirnya saya ingin mengucapkan terima kasih dan memohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

 Deadra Dimitri (4423154656) UJP A 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar