Folklore Sebagai Alat Bantu Pengenalan dari Pati,
Jawa Tengah
Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat serta karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas ini sesuai
yang di harapkan dengan judul “Folklore Sebagai Alat Bantu Pengenalan dari
Pati, Jawa Tengah“. Saya menyadari dalam penulisan tugas ini masih jauh dari
sempurna, dan banyak kekurangan baik dalam metode penulisan maupun dalam
pembahasan materi. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kemampuan Penulis.
Sehingga saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun,
mudah-mudahan dikemudian hari saya dapat memperbaiki segala kekuranganya dan
semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Pengertian Folklore
Kata folklore merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris
folklore, berasal dari dua kata folk dan lore. Kata folk berarti sekelompok
orang yang memiliki cirri pengenal fisik, social dan kebudayaan sehingga dapat
dibedakan dari kelompok kelompok social lainnya. Ciri pengenal itu antara lain:
warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, dsb. Kata lore merupakan tradisio
dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui
salah satu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Folklor adalah adat
istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun,
tetapi tidak dibukukan. Ciri-ciri pengenal itu dapat berwujud:
1. Penanda
fisik (warna kulit, bentuk rambut, dan sebagainya)
2. Penanda
sosial (mata pencarian, taraf pendidikan, kegiatan)
3. Penanda
budaya (bahasa, budaya, kegiatan, agama, dan lain-lain.)
Namun yang lebih penting adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi,
yakni kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua
generasi, yang dapat mereka akui sebagai milik bersama. Dan yang penting lagi,
mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri.
Latar Belakang
Sebuah kisah cinta yang muram akan
tetap dikenang, bahkan hingga ratusan tahun kemudian. Entah, meski kita tak
pernah tahu bahwa kisah tersebut apakah benar-benar nyata, atau sekedar rekaan
semata. Di Eropa ada cerita sedih Romeo dan Juliet, sementara di belahan bumi
yang lain ada Laila - Majnun juga ada San Pek danEng Tay. Sementara dari tanah
Jawa ada tragedi cinta Roro Mendut - Pranacitra. Tragedi cinta tersebut terjadi
di tahun 1600-an, pada masa kerajaan Mataram. Suatu kisah cinta yang berakhir
secara tidak happy ending, jika kita memakai sudut pandang pembaca dongeng yang
yang biasanya selalu berharap agar cerita diakhiri dengan happily ever after,
kemudian mereka berbahagia selama-lamanya. Rara Mendut adalah tokoh
perempuan legendaris dari Pati Jawa Tengah. Kenapa legendaris? Karena kisah
tentang keperempuanan dari Rara Mendut menjadi tombak tajam bagi para wanita
modern masa kini.
Dari informasi dari Babad Tanah Jawi dan cerita tutur masyarakat yang berkembang, kisah Roro Mendut dimulai dari peristiwa pertempuran antara Mataram dan Kadipaten Pati. Menurut sejumlah literasi atau informasi yang saat ini berkembang dan masih hangat untuk diperbincangkan, pertempuran Mataram (saat ini Yogyakarta-Surakarta) dan Pati meletus karena Kadipaten Pati dinilai membangkang atau makar terharap pemerintahan pusat.
Dari informasi dari Babad Tanah Jawi dan cerita tutur masyarakat yang berkembang, kisah Roro Mendut dimulai dari peristiwa pertempuran antara Mataram dan Kadipaten Pati. Menurut sejumlah literasi atau informasi yang saat ini berkembang dan masih hangat untuk diperbincangkan, pertempuran Mataram (saat ini Yogyakarta-Surakarta) dan Pati meletus karena Kadipaten Pati dinilai membangkang atau makar terharap pemerintahan pusat.
|
(Ilustrasi Roro Mendut)
|
Padahal, sejarahnya tidak begitu. "Babad Tanah
Jawi perlu dipertanyakan. Sebelum Mataram ada, Kadipaten Pati sudah ada dan
bahkan orang-orang Mataram pada waktu itu tak lain adalah cucu – cucu dari para
tokoh leluhur yang memimpin Pati. Tidak ada ceritanya Pati berbuat makar atau
memberontak pada Mataram, karena Pati adalah wilayah yang lebih tua dan merdeka
sedari awal ketimbang Mataram," ujar Susilo Tomo, anggota tim Bedah
Sejarah Pati (BSP) saat ditemui Direktoripati.com.
"Babad Tanah Jawi, bahkan Babad Pati itu dibuat pada zaman Belanda. Untuk mengaburkan sejarah dan ingatan tentang leluhur Nusantara dengan generasi selanjutnya, pembuatan babad tidak lepas dari tekanan politik Belanda. Ini yang harus kita sadari bersama dan perlu adanya penafsiran terhadap simbol-simbol yang terkandung di dalam kisah babad," imbuh Ustadz Giok, panggilan akrab anggota Bedah Sejarah Pati.
"Babad Tanah Jawi, bahkan Babad Pati itu dibuat pada zaman Belanda. Untuk mengaburkan sejarah dan ingatan tentang leluhur Nusantara dengan generasi selanjutnya, pembuatan babad tidak lepas dari tekanan politik Belanda. Ini yang harus kita sadari bersama dan perlu adanya penafsiran terhadap simbol-simbol yang terkandung di dalam kisah babad," imbuh Ustadz Giok, panggilan akrab anggota Bedah Sejarah Pati.
Kisah Rara Mendut
Rara Mendut atau Roro Mendut (dalam
bahasa jawa) adalah gadis cantik yang berpendirian teguh.Rara Mendut yauitu Putri dariKi Ragawangsa di wilayah Kadipatenpada waktu kekuasaannya di Adipati Pragolo II. Rara Mendut dikaruniai
kecantikan yang luar biasa sehingga membuat Rara Mendut menjadi rebutan para
pria, mulai dari kalangan rakyat biasa, bangsawan, hingga panglima perang. Roro Mendut menjadi salah
satu representasi perempuan sempurna pada masanya. Suatu ketika Rara Mendut
diculik oleh Adipati Pragolo II, penguasa Kadipaten Pati untuk dijadikn selir.
Namun sebelum menjadikan Rara Mendut sebagai selir Adipati Pragolo II, Rara
Mendut direbut oleh panglima perang Kerajaan Mataram, Tumenggung Wiraguna untuk
dijadikan selir pula. Lalu bagaimana nasib Rara Mendut selanjutnya? Berikut
adalah kisahnya.
Dahulu dipesisir pantai utara Pulau
Jawa, tepatnya di daerah Pati, Jawa Tengah, tersebutlah sebuah desa nelayan
Teluk Cikal. Desa itu termasuk kedalam wilayah Kadipaten Pati yang di Perintah
oleh Adipati Pragolo II. Kadipaten Pati sendiri merupakan salah satu wilayah
yang dikuasai atau taklukan dari Kesultanan
Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung.
Di Teluk Cikal, hiduplah seorang
gadis anak nelayan yang bernama Rara Mendut. Ia seorang gadis yang cantik nan
rupawan. Rara Mendut juga dikenal sebagai gadis yang berpendirian teguh terhadap pilihannya. Iya tidak segan –
segan menolak para lelaki yang datang untuk melamarnya, sebab ia sudah memiliki
calon suami yaitu seorang pemuda desa yang tampan yang bernama Pranacitra atau
Pronocitro (dalam bahasa jawa), putra dari Nyai Singabarong, ia adalah seorang saudagar yang kaya – raya.
Suatu hari, berita tentang
kecantikan dan kemolekan seorang gadis
cantik Rara Mendut ini terdengar oleh Adipati Pragolo II. Penguasa Kadipaten
Pati bermaksud menjadikan gadis ini menjadi selir hatinya. Sudah berkali – kali
Adipati Pragolo II membujuknya, namun Rara Mendut tetap saja menolak lamaran
itu. Adipati Pragolo II merasa dikecewakan akan hal ini, dan akhirnya ia
mengutuskan para pengawalnya untuk menculik Rara Mendut.
Pada hari itu, ketika Rara Mendut
sedang asyik menjemur ikan di pesisir pantai seorang diri, datanglah utusan
(pengawal) Adipati Pragolo II.
“Ayo
gadis cantik ikut kami ke Keraton!” seru para pengawal itu sambil menarik
tangan Rara Mendut dengan kasar.
“Lepaskan
aku!” teriak Rara Mendut sambil meronta – ronta, “Aku tidak mau menjadi selir
Adipati Pragolo... Aku sudah memiliki
kekasih hati!”
Pengawal itu tidak
peduli dengan rengekan Rara Mendut. Mereka terus dan terus berusaha menyeret
Rara Mendut ke Kuda secara paksa lalu membawanya ke Keraton. Sesampainya di
Keraton Rara Mendut langsung di pingit. Sebagai calon selir, Rara Mendut di
pingit didalam Puri Kadipaten Pati dibawah asuhan seorang dayang yang bernama
Ni Semangka dan dengan dibantu oleh seorang dayang yang lebih muda yaitu Genduk
Duku. Sementara Rara Mendut sedang dalam masa pingitan, di Kadipaten Pati
sedang terjadi gejolak. Untuk
mengukuhkan hegemoni kekuasaannya, Raja Mataram saat itu Sultan Agung
Hanyokrokusumo mengutus panglima perang dan ahli strategi Tumenggung Wiraguna
atau Tumenggung Wiroguno (dalam bahasa jawa). Untuk menaklukkan kabupaten kecil
di pantai utara Jawa, Pati. Maka peperangan yang tidak seimbang tersebut
terlalu mudah ditebak, dan Pati pun takluk. Sultan Agung Hanyokrokusumo menuding Adipati Pragolo II sebagai
pemberontak karena tidak mau membayar upeti kepada Kesultan Mataram. Sultan
Agung pun yang langsung memimpin penyerangan ke Kadipaten Pati.
Menurut cerita, Sultan Agung tidak
mampu melukai bahkan mengalahkan Adipati Pragolo II karena penguasa Pati itu
memakai Kere waja (baju hijrah) kesaktian dari baju inilah yang membuat tidak
mempannya senjata apapun menembus badan Adipati Pragolo II. Melihat hal itu,
abdi pemegang payung sang Sultan yang bernama Ki Nayadarma pun berkata,
“Ampun,
Gusti Prabu. Perkenankanlah hamba yang menghadapi Adipati Pragolo!” pinta Ki Nayadarma
sera memberi sembah
“Baiklah,
Abdiku. Gunakanlah tombak baru Klinting ini...!” Ujar Sang Sultan sembari
memberi tombak Klintingnya.
Berbekal tombak pustaka baru
Klinting, Ki Nayadarma langsung menyerang Adipati Pragolo II. Namun serangannya
masih mampu di tepis oleh Adipati Pragolo II. Saat Adipati Pragolo II itu
lengah, Ki Nayadarma dengan cepat menikamkan menggunakan benda pustaka Klintang
milik Sultan ke bagian tubuh Sang Adipati yang tidak terlindungi oleh baju
hijrahnya itu. Lalu kemudian Adipati Pragolo II pun tewas seketika di tempat.
Sementara itu, Para Prajurit yang di Komandan Panglima
perang Mataram, Dan sebagai bukti
atas penaklukan tersebut Tumenggung Wiraguna membawa serta sejumlah rampasan
perang,
Tumenggung Wiraguna,
segera merampas harta kekayaan Kadipaten Pati, dan termasuk gadis desa yang cantik: Roro Mendut. Tumenggung Wiraguna yang
menjadi senopati atau panglima perang Mataram saat perang melawan Pati, tak
kuasa melihat kecantikan Roro Mendut. Tumenggung Wiraguna
langsung terpesona saat melihat kecantikan dari Rara Mendut. Ia pun memboyong
Rara Mendut ke Mataram untuk dijadikan selir hatinya. Saat modern ini, posisi
Tumenggung Wiraguna setara dengan panglima TNI Republik Indonesia. Sebagai seorang priyayi,
sudah tentu Tumenggung Wiraguna ingin agar terlihat bijaksana, dan meminta agar
Roro Mendut secara rela mau diperistri.Tumenggung Wiraguna
berkali – kali membujuk Rara Mendut untuk dijadikan selir, barangkali demi harga dirinya,
sebab dia juga punya hak untuk menolak. Bahkan di hadapan
panglima itu, ia berani terang – terangan menjelaskan bahwa ia sudah memiliki
kekasih hati yang bernama Pranacitra. Ia lebih memilih Pranacitra
yang notabene rakyat biasa, ketimbang Wiraguna yang merupakan pejabat senior di
negeri Mataram waktu itu. Sifat Rara Mendut yang keras kepala dan kekeh akan
pendiriannya itu membuat Tumenggung Wiraguna menjadi sangat murka. Merasa ditolak, Tumenggung
Wiraguna mengajukan syarat yang mustahil dipenuhi oleh Rara Mendut. Dia cuma
seorang gadis miskin, tentu tidak akan mampu bila harus membayar sekian jumlah
uang.
“Baiklah
Rara Mendut, jika kau tidak ingin menjadi selir ku maka sebagai gantinya kau
harus membayar pajak Mataram!” Ancam Tumenggung Wiraguna.
Namun
Rara Mendut tidak menyerah dan tidak gentar mendengar ancaman Tumenggung Wiraguna. Ia lebih memilih membayar pajak dari pada harus menjadi
selir hati Tumenggung Wiraguna sendiri. Oleh karena masih dalam pengawasan
Prajurit Mataram, demi mendapatkan uang untuk kebebasannya Roro Mendut harus
berjualan rokok klobot untuk membayar pajak atau menebus diri dari belenggu
Tumenggung Wiraguna. Rara mendut kemudian meminta izin untuk berjualan rokok di
pasar.
Akhirnya Tumenggung Wiragunapun menyetujui izin yang diminta oleh Rara Mendut.
Sesampainya dipasar ia
langsung berjualan dan ternyata dagangan rokok milik Rara Mendut laris, laku
keras, dengan
memanfaatkan pesona ragawinya. Rokok yang dijual oleh Rara Mendut ini sangatlah unik, yaitu
dihisap terlebih dahulu oleh Rara Mendut, karena para lelaki tersebut tertarik dengan
bekas bibirnya, itu sebabnya Rara menjual rokok yang telah dia hisap olehnya untuk menggaet para
pembeli. Erotisme
Roro Mendut ketika berjualan rokok lintingannya, dengan lem dari jilatan
lidahnya, menggambarkan telah dikenalnya potensi perempuan dalam pemasaran,
bahkan di zaman kerajaan Jawa abad ke-17. Bahkan orang beramai –
ramai ingin membeli putung rokok bekas hisapan Rara Mendut. Hasilnya luar biasa. Berapa
pun harga yang diminta Rara Mendut pasti dibayar. Inilah yang kemudian
menginspirasi pengusaha rokok di Indonesia bahkan dunia untuk membuat Sales
Promotion Girl (SPG) sebagai sarana untuk menjual produknya, sama seberti
sebagaimana kisah Rara Mendut dikala itu.
Suatu hari, ketika Rara Mendut
sedang berjualan di pasar, ia bertemu seorang pria tampan yang ternyata itu
adalah Pranacitra. Ia sengaja mencari dan menemui kekasihnya itu. Pranacitra
berusaha mencari jalan untuk bisa melarikan Rara Mendut dari Mataram.
Sesampainya Rara Mendut di istana, ia langsung menceritakan prihal pertemuannya
itu dengan kekasihnya Pranacitra kepada Putri Arumardi (salah satu selir
Tumenggung Wiraguna), dengan harapan dapat membantunya keluar dari istana. Rara
Mendut sangat tahu persis bahwa Putri Arumardi tidak menyetujui jikalau
Tumenggung Wiraguna menambah selir lagi.
Putri Arumardi beserta dengan selir
lainnya yang bernama Nyai Ajeng menyusun siasat untuk mengeluarkan Rara Mendut
keluar dari istana. Genduk Duku, sahabat erat dan boleh juga dibilang adik dari Rara
Mendut juga membantunya menerobos benteng istana Mataram dan melarikan diri
dari kejaran Tumenggung Wiraguna. Bersama dengan kekasihnya
Pranacitra, Rara mendut berusaha untuk kembali ke kampung halamannya di
Kadipaten Pati. Namun amat sangat disayangkan, pelarian Rara Mendut dan
Pranacitra itu di ketahui oleh Tumenggung Wiraguna. Pasangan kekasih ini
akhirnya berhasil ditemukan oleh prajurit Tumenggung Wiraguna. Rara Mendut pun
akhirnya dibawa kembali ke istana Mataram, sedangkan secara diam – diam
Tumenggung Wiraguna memerintahkan abdi kepercayaannya itu untuk menghabisi
nyawa Pranacitra yang jelas bukan lawan sepadan baginya. Akhirnya kekasih dari
Rara Mendut ini tewas dan dikuburkan di suatu hutan terpencil di Ceporan, Desa
Gandhu, terletak kurang lebih 9 kilometer sebelah timur kota Yogyakarta.
Sepeninggalan Pranacitra, Tumenggung
Wiraguna membujuk hati Rara Mendut kembali agar mau menjadi selirnya. Namun,
usahanya pun tetap saja sia – sia, gadis cantik itu tetap menolak dan tetap
kekeh dengan pendiriannya dari awal. Sang Panglima pun tidak kehabisan akal,
iya tetap berusaha untuk bisa mendapatkan hati gadis cantik ini. Lalu kemudian
Tumenggung Wiraguna mencerikatan kembali kronologi kejadian tentang kematian
Pranacitra kepada kekasihnya Rara Mendut.
“Sudahlah
Rara Mendut, percuma saja kau menikah dengan Pranacitra” Ujar Tumenggung
Wiraguna
“Apa
maksudmu, Tuan?” tanya Rara mendut mulai
merasa kecemasan
“Pemuda
yang kau kasihi itu sudah tidak ada lagi!” jawab Tumenggung Wiraguna
“Kanda
Pranacitra sudah tidak ada? Ah itu tidak mungkin terjadi, aku baru saja bertemu
dengannya kemarin.” Kata Rara Mendut tidak percaya.
“Jika
kau tidak percaya, ikutlah bersamaku, akan aku tunjukkan kuburannya.” Ujar Tumenggung Wiraguna.
Rara
Mendut pun mengikuti apa Tumenggung Wiraguna untuk membuktikan kebenaran dari
perkataannya itu. Betapa terkejutnya Rara Mendut begitu sampai ditempat kuburan
dari Pranacitra. Ia berteriak keras dan sangat histeris didepan makam itu saat
melihat kuburan kekasihnya.
“Kanda
jangan tinggalkan Dinda....” ujarnya sambil menangis histeris
“Sudahlah
Rara, tak ada gunanya lagi kau meratapi orang yang jelas – jelas sudah mati!” ujar
Tumenggung Wiraguna “Ayo kita segara tinggalkan tempat ini!”
Rara mendut pun akhirnya bangkit dan
mengikuti Tumenggung Wiraguna sambil terus menangis. Tidak jauh mereka
meninggalkan pemakaman itu, Rara Mendut pun murka dan mengancam akan melaporkan
perbuatan Tumenggung Wiraguna yang
menghabisi nyawa Pranacitra ini kepada
Raja Mataram yaitu Sultan Agung.
“Tuan
sangatlah jahat sekali, perbuatan mu
akan ku laporkan kepada Raja Mataram, Sultan Agung agar kau mendapat hukuman
yang setimpa!” Ancam Rara Mendut.
Seketika
Tumenggung Wiraguna yang mendengar ancaman Rara Mendut pun langsung sangat
marah. Kemudian ia menarik tangan Rara Mendut dengan paksa, namun gadis cantik
itu menolaknya dan meronta – ronta meminta melepaskan tangannya dari genggaman
Tumenggung Wiraguna untuk melepaskan diri. Setelah dipaksa terus menerus akhirnya
genggaman tangan Rara Mendut yang dipaksa itu dilepaskan oleh Tumenggung
Wiraguna. Begitu tangannya Rara Mendut terlepas, ia laangsung menarik keris
milik Tumenggung Wiraguna yang terselip di pinggangnya dan Rara Mendut memegang
keris itu. Rara Mendut pun berlari sambil
membawa keris milik Panglima menuju makam kekasihnya dan Panglima itu berusaha
berlari mengejar kepergian Rara Mendut.
“Berhenti
Rara, kau mau pergi kemana?!” teriaknya kesal sambil menyusuli Rara yang
berlari. Tumenggung terus berusaha mengejar kepergian Rara.
Setiba
dimakam Pranacitra, Rara Mendut bermaksud
untuk membunuh dirinya sendiri karena ia tak kuasa melihat kekasihnya pergi
begitu saja menginggalkannya.
“Jangan
Rara, kau jangan lakukan itu...!” teriak Tumenggung Wiraguna yang baru saja
sampai ditempat pemakaman Pranacitra.
Namun
usaha Tumenggung Wiraguna mengejar Rara Mendut itu terlambat, semuanya sia –
sia. Rara Mendut telah menikam perutnya sendiri dengan keris yang dibawanya
milik Tumenggung Wiraguna. Tubuhnya langsung roboh terkapar dan tewas disamping
makam Pranacitra kekasihnya itu. Melihat Rara Mendut bunuh diri, Tumenggung
Wiraguna sangat terpukul atas kejadian itu dan merasa amat sangat menyesal atas
perbuatan pemaksaannya.
“Oh
Tuhan, sekiranya aku tidak memaksa Rara menjadi selir ku, tentu saja Rara
Mendut tidak akan nekad membunuh dirinya sendiri” ujar perkataan penyesalan
yang dilontarkan Tumenggung Wiraguna kepada Rara Mendut.
Penyesalan itu sudah tidak berguna
lagi karena semuanya sudah terjadi. Untuk menebus semua kesalahan Tumenggung
Wiraguna kepada Rara Mendut akhirnya Panglima ini menguburkan Rara Mendut
bersama dengan kekasihnya Pranacitra secara satu liang.
Setelah kematian Rara
Mendut dan Pranacitra, Genduk Duku menjadi saksi perseteruan diam-diam antara Tumenggung
Wiraguna dan Pangeran Aria Mataram, putra mahkota yang kelak bergelar Sunan
Amangkurat I dan yang sesungguhnya juga jatuh hati kepada Rara Mendut,
perempuan rampasan yang oleh ayahnya, Sultan Agung Hanyakrakusuma, dihadiahkan
kepada Tumenggung Wiraguna, panglimanya yang berjasa tersebut.
Lusi Lindri, anak Genduk Duku yang dipilih menjadi anggota
pasukan pengawal Sunan Amangkurat I oleh Ibu Suri. Lusi Lindri menjalani
kehidupan penuh warna di balik dinding-dinding istana yang menyimpan ribuan
rahasia. Sebagai istri perwira mata-mata Mataram, ia menjadi tahu banyak dan
bahkan terlalu banyak tentang politik dan intrik-intrik jahat yang terjadi di
dalam istana. Semakin lama akhirnya nuraninya semakin terusik melihat kezaliman
junjungannya. Akhirnya dia membulatkan tekad, lebih baik memilih untuk mati
sebagai pemberontak daripada hidup nyaman bergelimang kemewahan.
Kurang lebih begitulah kisah cerita
Rara Mendut dalam mempertahankan harga diri dan kesetiannya terhadap
Pranacitra. Demikian cerita kisah Rara Mendut dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Hingga saat ini, kisah ini masih dikenang sebagai simbol cinta abadi dalam
kalangan masyarakat jawa. Hal ini mirip dengan cerita cinta Romeo dan Juliet yang
digambarkan sebagai kisah kesetiaan sepasang kekasih sehidup semati.
Adapun pesan moral yang dapat
dipetik dari kisah diatas adalah bahwa harta, pangkat, dan jabatan bukanlah
jaminan untuk bisa mendapatkan cinta sejati dari seseorang. Kisah Roro Mendut
itu harus diambil hikmahnya. Betapa perempuan Nusantara yang direpresentasikan
Roro Mendut dari bumi Pati sudah memiliki harga diri yang tinggi, mandiri, dan
tidak dibutakan oleh harta dan kekuasaan sebagaimana perempuan modern sekarang
ini.
Inilah sebabnya Roro Mendut menjadi tokoh perempuan legendaris
asal Pati yang kemudian ditulis di sejumlah novel, buku, bahkan dilakonkan
dalam kesenian budaya ketoprak dan film modern. Mengingat kisah, cerita, dan
sejarah kehidupannya bisa menjadi pelajaran berharga bagi perempuan dari zaman
ke zaman.Cinta sejati tidak bisa selamanya dinilai dengan materi, namun justru
cinta itu hadir karena perasaan saling memberi dan menerima (take and give),
dan memiliki sebagimana kisah cinta Rara Mendut bersama dengan Pranacitra.
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi
yang menjadi pokok bahasan dalam tugas ini, tentunya masih banyak kekurangan
dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul tugas ini. Saya mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan
dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan
logis.Karena saya hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Saya banyak berharap para pembaca dan Dosen
Pembimbing yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
saya demi sempurnanya tugas ini dan tugas – tugas nantinya dan penulisan tugas di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi saya pada khususnya juga para pembaca dan Dosen Pemnimbing Mata Kuliah Pendidikan Sejarah Indonesia yang budiman pada umumnya.
Semoga makalah ini berguna bagi saya pada khususnya juga para pembaca dan Dosen Pemnimbing Mata Kuliah Pendidikan Sejarah Indonesia yang budiman pada umumnya.
Daftar
Pustaka :
http://alpineavira.blogspot.co.id/2011/11/pengertian-folklore-beserta-jenis.html
http://www.direktoripati.com/2015/02/roro-mendut-tokoh-perempuan-legendaris-dari-pati.html
http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/304-Kisah-Rara-Mendut-
https://www.facebook.com/KumpulanSejarahIndonesia/posts/277654822329622
http://alpineavira.blogspot.co.id/2011/11/pengertian-folklore-beserta-jenis.html
http://www.direktoripati.com/2015/02/roro-mendut-tokoh-perempuan-legendaris-dari-pati.html
http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/304-Kisah-Rara-Mendut-
https://www.facebook.com/KumpulanSejarahIndonesia/posts/277654822329622
Inez Wahyu Rosalia
UJP – A 2015
4423154715
UJP – A 2015
4423154715
sudah minta ijin bro, makai fotonya?
BalasHapus