Upacara Adat
“Perang Topat”
Pembukaan
Dengan menyebut nama Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Saya panjatkan puja dan puji syukur
atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas tentang Folklore.
Tugas ini
telah dibuat dengan berbagai sumber data dan beberapa bantuan dari berbagai
pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan tugas
ini. Oleh karena itu, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan tugas ini.
Terlepas dari
semua itu, Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasa.. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik yang
membangun dari pembaca guna dapat memperbaiki lagi pada tugas selanjutnya
Akhir kata saya berharap semoga tugas ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Jakarta,
7 Desember 2015
Penyusun
Pembahasan
Folklore berasal dari dua kata yaitu
kata folk dan lore. Kata folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri
pengenal fisik, sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok
kelompok sosial lainnya. Ciri pengenal itu antara lain: warna kulit, bentuk
rambut, mata pencaharian, dsb. Sedangkan kata lore merupakan tradisi dari folk,
yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui salah satu
contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat.
Terdapat beberapa pengertian dari
beberapa ahli mengenai Folklore, seperti:
1. Alan Dundes
Folk berarti sekelompok orang yang
memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, kebudayaan sehingga dapat dibedakan
dari kelompok-kelompok lainnya. Sedangkan lore adalah tradisi folk, yaitu
sebagian kebudayaannya yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau
melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat.
2. Leach dan Jerome
Dalam bukunya berjudul Dictionary of
Folklore Mythology and Legend, yaitu:
a. Folklore mencakup kreasi
tradisional masyarakat primitif (sederhana) maupun beradab.
b. Folklore adalah ilmu tentang
kepercayaan tradisional, cerita-cerita takhyul yang semuanya berkaitan dengan
hal-hal yang supranatural.
3. Danandjaja
Folklore secara keseluruhan adalah
sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun,
di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda,
baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau
alat pembantu pengingat.
Folklore adalah bagian dari
kebudayaan yang disebarkan atau diwariskan secara tradisional baik dalam bentuk
lisan maupun contoh yang disertai isyarat atau alat bantu poengingat. Sedangakn
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Folklor adalah adat istiadat tradisional
dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak
dibukukan.
Ciri-ciri pengenal folklore telah
banyak dikemukakan oleh para ahli seperti Brunvand dan Carvalho-Neto, ciri-ciri
pengenal yang dikemukakan mereka kemudian dirumuskan oleh Danandjaja (2002),
yaitu:
a. Penyebaran dan pewarisannya
biasanya dilakukan secara lisan,
yakni disebarkan melalui tutur
kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak
isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
b. Folklore bersifat
tradisional,
yakni disebarkan dalam bentuk
relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu
dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).
c. Folklore ada (exist) dalam
versi-versi bahkan varian-varian yang bebeda.
Hal ini diakibatkan oleh cara
penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau
rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi,
folklore dengan mudah dapat mengalami perubahan. Walaupun demikian perbedaannya
hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap
bertahan.
d. Folklore bersifat
anonim,
yaitu nama penciptanya sudah
tidak diketahui orang lagi.
e. Folklore biasanya mempunyai
bentuk berumus atau berpola.
Cerita rakyat, misalnya, selalu
mempergunakan kata-kata klise seperti “bulan empat belas” untuk menggambarkan
kecantikan seorang gadis dan “seperti ular berbelit-belit” untuk menggambarkan
kemarahan seseorang, atau ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan, dan
kalimat-kalimat atau kata-kata pembukaan dan penutupan yang baku, seperti kata
“sahibul hikayat … dan mereka pun hidup bahagia untuk seterusnya,” atau
“Menurut empunya cerita … demikianlah konon” atau dalam dongeng Jawa banyak
dimulai dengan kalimat Anuju sawijining dina (pada suatu hari), dan ditutup
dengan kalimat : A lan B urip rukun bebarengan kayo mimi lan mintuna (A dan B
hidup rukun bagaikan mimi jantan dan mimi betina).
f. Folklore mempunyai kegunaan
(function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif.
Cerita rakyat, misalnya mempunyai
kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi
keinginan terpendam.
g. Folklore bersifat
pralogis,
yaitu mempunyai logika sendiri
yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi
folklor lisan sebagai.
h. Folklore menjadi milik bersama
(collective) dari kolektif tertentu.
Hal ini sudah tentu diakibatkan
karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap
anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
i. Folklore pada umumnya bersifat
polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan.
Hal ini dapat dimengerti apabila
mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling
jujur manifestasinya
Menurut Jan Harold Brunvard, ahli folklore dari Amerika
Serikat, folklore dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan
tipenya, yaitu:
1) Folklore
Lisan
Merupakan folkore yang bentuknya murni lisan, yaitu
diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan secara lisan.
Folkore jenis ini terlihat pada:
(a) Bahasa
rakyat adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat
dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan
dalam hidup sehari-hari. Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.
(b) Ungkapan
tradisional adalah kelimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang.
Peribahasa biasanya mengandung kebenaran dan kebijaksanaan. Seperti,
peribahasa, pepatah.
(c) Pertanyaan
tradisional (teka-teki)
Menurut Alan Dundes, teka-teki
adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur
pelukisan, dan jawabannya harus diterka.
(d) Puisi
rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk tertentu.
Fungsinya sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, untuk memulai suatu
permainan, mengganggu orang lain. Seperti: pantun, syair, sajak.
(e) Cerita
prosa rakyat, merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun
(dari mulut ke mulut) di dalam masyarakat.Seperti: mite, legenda, dongeng.
(f) Nyanyian
rakyat, adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan
melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Berfungsi rekreatif, yaitu
mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran
hidup sehingga dapat manjadi semacam pelipur lara. Seperti: lagu-lagu dari berbagai
daerah.
2) Folklore Sebagian Lisan
Merupakan folklore yang bentuknya merupakan campuran unsur
lisan dan bukan lisan.
Folklore ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang
termasuk dalam folklore sebagian lisan, adalah:
(a) Kepercayaan
rakyat (takhyul), kepercayaan ini sering dianggap tidak berdasarkan logika
karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menyangkut kepercayaan
dan praktek (kebiasaan). Diwariskan melalui media tutur kata.
(b) Permainan
rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa bantuan
orang dewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel, main tali,dsb.
(c) Teater
rakyat
(d) Tari
Rakyat
(e) Pesta
Rakyat
(f) Upacara
Adat yang berkembang di masyarakat didasarkan oleh adanya keyakinan agama
ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat biasanya dilakukan
sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap
memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.
3) Folklore Bukan Lisan
Folklore yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara
pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi
dua subkelompok, yakni yang material dan yang bukan material. Bentuk bentuk
folklore yang tergolong yang material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk
rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan
rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan
obat-obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk yang bukan material antara
lain: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat.
Yang termasuk dalam folklore bukan lisan:
(a) Arsitektur
rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci)
Arsitektur merupakan sebuah seni
atau ilmu merancang bangunan.
(b) Kerajinan
tangan rakyat
Awalnya dibuat hanya sekedar
untuk mengisi waktu senggang dan untuk kebutuhan rumah tangga.
(c) Pakaian/perhiasan
tradisional yang khas dari masing-masing daerah
(d) Obat-obatan
tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat masuk angin)
(e) Masakan
dan minuman tradisional
.Seorang guru besar ilmu
folklor di Universitas Kalifornia Berkeley dalam Danandjaja (2002) mengemukakan
bahwa fungsi folklor itu ada empat, yaitu:(1) sebagai sistem proyeksi (projective system), yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif;
(2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan
(3) sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device)
(4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
UPACARA
Selain melalui mitologi dan legenda, cara yang dapat dilakukan untuk mengenal kesadaran sejarah pada masyarakat yang belum mengenal tulisan yaitu melalui upacara. Upacara yang dimaksud bukanlah upacara dalam pengertian upacara yang secara formal sering dilakukan, seperti upacara penghormatan bendera. Melacak melalui upacara, yaitu upacara yang pada umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.
Upacara adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain, upacara penguburan, upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku. Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara camas pusaka dan sebagainya. Upacara adat yang dilakukan di daerah, sebenar- nya juga tidak lepas dari unsur sejarah.
Upacara pada dasarnya merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran terhadap masa lalunya. Masyarakat menjelaskan tentang masa lalunya melalui upacara. Melalui upacara, kita dapat melacak tentang asal usul baik itu tempat, tokoh, sesuatu benda, kejadian alam, dan lain-lain
Pada tugas kali ini, saya
mengangkat sebuah folklore sebagian lisan yaitu upacara adat. Salah satu contoh
upacara adat itu adalah upacara Perang
Topat. Upacara Perang Topat merupakan upacara adat dari Nusa Tenggara Barat
Upacara Perang Topat
Upacara Perang Topat adalah sebuah acara adat yang diadakan di Pura Lingsar, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Perang ini merupakan simbol perdamaian antara umat Muslim dan Hindu di Lombok. Acara ini dilakukan pada sore hari, setiap bulan purnama ke tujuh dalam penanggalan Suku Sasak. Sore hari yang merupakan puncak acara yang dilakukan setelah salat ashar atau dalam bahasa Sasak “rarak kembang waru” (gugur bunga waru). Tanda itu dipakai oleh orang tua dulu untuk mengetahui waktu salat Ashar. Ribuan umat Hindu dan Muslim memenuhi Pura Lingsar, dua komunitas umat beda kepercayaan ini menggelar prosesi upacara Puja Wali, sebagai ungkapan atas puji syukur limpahan berkah dari sang pencipta.[1]
'Perang' yang dimaksud dilakukan dengan saling melempar ketupat di antara masyarakat muslim dengan masyarakat hindu. Ketupat yang telah digunakan untuk berperang seringkali diperebutkan, karena dipercaya bisa membawa kesuburan bagi tanaman agar hasil panennya bisa maksimal. Kepercayaan ini sudah berlangsung ratusan tahun, dan masih terus dijalankan.
Perang Topat adalah bagian dari sebuah upacara kuno
argaria yang biasanya dilaksanakan sebelum menanam Padi.
Dengan menggunakan pakaian adat ribuan warga Sasak dan Umat Hindu setiap tahunnya merayakan upacara Perang Topat di Pura Lingsar. Tepatnya setiap purnama ke-7 menurut kalender Sasak (sekitar bulan desember)

Dengan menggunakan pakaian adat ribuan warga Sasak dan Umat Hindu setiap tahunnya merayakan upacara Perang Topat di Pura Lingsar. Tepatnya setiap purnama ke-7 menurut kalender Sasak (sekitar bulan desember)

Prosesi Perang Topat dimulai dengan mengelilingi
sesaji berupa makanan, buah dan sejumlah hasil bumi sebagai sarana
persembayangan dan prosesi ini didominasi oleh masyarakat Sasak dan beberapa
tokoh Umat Hindu yang ada di lombok.
Tempat penyelenggaraan Perang Topat rutin diadakan di Taman Pura Lingsar. Menurut sejarah, Pura Lingsar dibangun pada tahun 1714 pada masa pemerintahan Raja Anak Agung Ngurah Gede, seorang keturunan bangsawan dari kerajaan Karang Asem di Bali, yang memerintah Lombok Barat pada saat itu.

Tempat penyelenggaraan Perang Topat rutin diadakan di Taman Pura Lingsar. Menurut sejarah, Pura Lingsar dibangun pada tahun 1714 pada masa pemerintahan Raja Anak Agung Ngurah Gede, seorang keturunan bangsawan dari kerajaan Karang Asem di Bali, yang memerintah Lombok Barat pada saat itu.

Berlokasi di desa Lingsar, Kecamatan Narmada,
Kabupaten Lombok Barat, berjarak kurang lebih 9 km dari kota Mataram. Dalam Pura Lingsar, ada dua
struktur bangunan yang berdiri berdampingan, hanya dipisahkan oleh jabe atau
halaman. Di satu sisi adalah bait Astro, bangunan tempat ibadah bagi Umat
Hindu, sedangkan di sisi lain adalah Kemaliq, yaitu bangunan atau tempat yang
dikeramatkan oleh sebagian orang suku Sasak. Menurut beberapa sumber disebutkan
bahwa bangunan Kemalig sudah ada sejak orang Bali belum datang ke Lombok.
Bangunan Kemalig adalah tempat pemujaan bagi orang Sasak penganut ** Waktu Telu ** atau 3 waktu. Sedangkan ** Waktu telu ** itu sendiri pada dasarnya merupakan perpaduan (sinkristisme) antara berbagai suku unsur ajaran agama atau kepercayaan, yaitu Hindu (Adwanta), Islam (Sufisme) dan Animisme serta mistik yang dapat diterima secara suka rela oleh penduduk Lombok (suku Sasak) pada waktu itu.
Bangunan Kemalig adalah tempat pemujaan bagi orang Sasak penganut ** Waktu Telu ** atau 3 waktu. Sedangkan ** Waktu telu ** itu sendiri pada dasarnya merupakan perpaduan (sinkristisme) antara berbagai suku unsur ajaran agama atau kepercayaan, yaitu Hindu (Adwanta), Islam (Sufisme) dan Animisme serta mistik yang dapat diterima secara suka rela oleh penduduk Lombok (suku Sasak) pada waktu itu.

Pura Lingsar adalah salah satu-satunya tempat di mana dua
agama dapat melaksanakan kegiatan keagamaan bersama-sama, meskipun mereka
melakukan ritual keagamaan yang terpisah,

Tarian Gendang Beleg merupakan pembuka Upacara ritual
sebelum Perang Topat dimulai, Tarian Gendang Beleg adalah salah satu jenis
tarian dari Lombok. Dahulu tarian ini di
pentaskan untuk mengantar para Prajurit yang pergi atau kembali dari medan perang. Tetapi
sekarang ini sering di pakai untuk menyambut tamu - tamu penting atau
kehormatan dan acara perkawinan. Perang Topat dimulai pada sore hari yang
istilah bahasa Sasaknya Waktu Rorok Kembang Warung (waktu gugurnya kembang
pohon
waru) sekitar 16:00 WITA dan berakhir menjelang malam tiba. Dalam
Perang Topat terdapat dua kelompok komunitas yang saling melemparkan "
Ketupat" kearah satu sama lainnya yang bertujuan untuk memukul tubuh
anggota kelompok saingannya.
Ketupat terbuat dari beras yang dimasukkan kedalam daun kelapa muda atau janur yang kemudian dimasak

Ketupat - ketupat tersebut nantinya akan dibawa pulang dan di taburkan di tanah pertanian maupun ditempat yang dijadikan sumber pernghasilan. Perang Topat mempunyai makna : " Permohonan kemakmuran agar mendapat rezeki yang berlimpah bagaikan hujan ketupat dan diyakini sebagai anugrah sesari yang dianggap mengandung (air kehidupan) hingga diperebutkan oleh masyarakat yang mempercayainya. Masyarakat melakukan serangkaian ritual ini untuk mengekspresikan rasa terima kasih mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa..
Penutup
Kesimpulan
Setelah melihat pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa
folklore terdiri atas 3 bagian yaitu folklore lisan, folklore sebagian lisan
dan folklore bukan lisan. Pada tugas ini, dapat diketahui bahwa salah satu
contoh folklore sebagian lisan adalah upacara adat Perang Topat di Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara
turun-temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah
memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara
labuhan, upacara camas pusaka dan sebagainya. Upacara adat yang dilakukan di
daerah, sebenar- nya juga tidak lepas dari unsur sejarah.
Meskipun, folklore belum dapat dipastikan kebenarannya namun
folklore telah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia yang tak dapat di
pisahkan dari kehidupan masyarakat setempat. Dengan folklore itu pula kita
dapat mengetahui kebudayaan-kebudayaan masa lampau yang begitu beragam dan
tentunya sudah menjadi tugas kita sebagai masyarakat Indonesia untuk melestarikannya.
Saran
Setelah mengetahui tentang sejarah Indonesia,
salah satunya adalah folklore. Tentunya diperlukan peran semua pihak untuk
turut melestarikan kebudayaan bangsa kita, Indonesia. Bung Karno, Presiden
pertama kita pernah berkata“JASMERAH” yang berarti jangan lupakan sejarah.
Oleh sebab itu kita sebagai pewaris kebudayaan sudah sepatutnya mencintai dan
turut mengembangkan kebudayaan kita. Peranan orang tua sangatlah di butuhkan
dalam pengembangan folklore yaitu dengan menjalin komunikasi yang aktif
terhadap anaknya. Malui pendekatan tersebut di harapkan mampu untuk
melesatarikan kebudayaan tersebut. Di samping itu peran guru di sekolah pula
sangat di butuhkan untuk melestarikannya seperti menamkan rasa bangga terhadap
kebudayaan bangsa sendiri dan menceritakan serta menjelaskan kepada
murid-muridnya tentang cerita tersebut. Dengan begitu, tentunya kebudayaan kita
akan tetap lestari dan dikenang oleh masyarakat.
Herlina Indah Puspari
UJP A
4423154681
Tidak ada komentar:
Posting Komentar