Minggu, 03 Januari 2016

Tugas 2 - Solusi UNJ Untuk Pariwisata Indonesia

Kawasan Konservasi Cagar Alam dan Pariwisata

Pada kesempatan kali ini saya ingin membahas tentang kawasan konservasi cagar alam yang perlakuan dan kondisinya sangat jauh berbeda. Perbedaan dua kawasan konservasi cagar alam dan terlebih kasus yang terjadi di Pulau Sempu tentang status yang sebenarnya dari pulau ini berikut ulasan yang akan saya jabarkan perihal kawasan konservasi cagar alam Pulau Sempu serta Pulau Kaget.


Pulau Sempu adalah sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah selatan Pulau Jawa secara administratif berada di Desa Tambakrejo,Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pulau yang ditumbuhi pepohonan tropis seluas 877 hektar ini adalah cagar alam yang di kelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur ( BBKSDA ) dan Departemen Kehutanan Indonesia. Secara resmi tempat ini diakui sebagai cagar alam sejak 1928 pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Secara geografis, Pulau Sempu terletak di antara 112° 40′ 45″ - 112° 42′ 45″ bujur timur dan 8° 27′ 24″ - 8° 24′ 54″ lintang selatan. Pulau itu memiliki luas sekitar 877 hektare, berbatasan dengan Selat Sempu (Sendang Biru) dan dikepung Samudera Indonesia di sisi selatan, Timur dan Barat.
Pulau Sempu memiliki berbagai jenis ekosistem mulai dari hutan pantai, hutan bakau, dan hutan tropis dataran rendah yang mendominasi seluruh pulau. Vegetasi yang ditemukan di Pulau Sempu diantaranya adalah bendo ( Artocarpus elasticus ), triwulan ( Terminalia ), wadang ( Pterocarpus javanicus ), ketapang ( Terminalia catappa ), waru laut ( Hibiscus tiliaceus ), pandan ( Pandanus tectorius ), Mangrove ( Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata ), dan banyak lagi. Menariknya, nama Sempu dikatakan diambil dari nama salah satu jenis pohon yang ditemukan di pulau itu, namun pohon tersebut hampir sulit ditemukan saat ini.
Sebagai cagar alam, Pulau Sempu terlarang dikunjungi untuk tujuan wisata . Tetapi kenyataannya, Pulau Sempu masih saja diperbolehkan untuk kegiatan wisata oleh pihak pengelola yang tentunya bertolak belakang dengan status Pulau Sempu. Seperti yang di jabarkan oleh Wikipedia kita tahu bahwa Pulau Sempu merupakan kawasan cagar alam yang mana memiliki arti  suatu kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Status hukum Pulau Sempu hingga hari inipun adalah kawasan cagar alam dan bukan menjadi kawasan wisata baik yang sifatnya terbuka maupun terbatas.
Tetapi disisi lain promosi untuk berwisata ke kawasan ini pun sangat gencar bahkan di website Indonesia.travel dan website terkemuka lainnya. Walaupun sebenarnya dalam website tersebut menyatakan untuk masuk ke wilayah Pulau Sempu tersebut kita harus meminta izin masuk kawasan konservasi dan izin masuk bisa diperoleh dari  kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur ( BBKSDA ), Kepemilikan Modal KSDA Wilayah III, dan Seksi Konservasi Wilayah VI, dengan indahnya suasana yang sangat asri dan alami memikat siapapun yang melihat ingin mengunjunginya.
Memuat beberapa fakta lain terkait hukum Di Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dinyatakan bahwa "Di dalam cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya", sementara di penjelasan Pasal 33 (b) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 dijelaskan bahwa "Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam termasuk kegiatan wisata alam terbatas bagi kepentingan peningkatan kesadartahuan". Pertanyaannya adalah:
1. Apakah benar, sesuai peraturan perundangan yang berlaku, cagar alam bisa dimanfaatkan untuk wisata, meski "wisata alam terbatas"?
2. Apakah pengertian "wisata alam terbatas" menurut peraturan perundangan dan seperti apa penerapannya?
3. Kegiatan "pendidikan" yang diperbolehkan dilakukan di cagar alam itu yang seperti apa? Kiranya pertanyaan-pertanyaan saya di atas dapat dijawab mengingat pentingnya hal ini bagi keberlangsungan Kawasan Suaka Alam seiring dengan maraknya kegiatan wisata di cagar alam.

Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (“UU 5/1990”), cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

Dalam Pasal 17 ayat (1) UU 5/1990, dikatakan bahwa di dalam cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.

Mengenai pemanfaatan cagar alam juga diatur dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam (“PP 28/2011”), yaitu cagar alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:

a.    penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
b.    pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
c.    penyerapan dan/atau penyimpanan karbon; dan
d.    pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya.             

 Istilah ‘wisata terbatas’ di dalam UU 5/1990 justru tidak terdapat di dalam pengaturan tentang cagar alam. Melainkan di ketentuan yang mengatur tentang suaka margasatwa, yaitu di Pasal 17 ayat (2) UU 5/1990.
 Pasal 17 ayat (2) UU 5/1990:
Di dalam suaka margasatwa dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.

Lebih lanjut Penjelasan Pasal 17 ayat (2) UU 5/1990 tersebut menjelaskan pengertian wisata terbatassebagai suatu kegiatan untuk mengunjungi, melihat, dan menikmati keindahan alam di suaka margasatwa dengan persyaratan tertentu. Namun demikian, berdasarkan Penjelasan Pasal 33 PP 28/2011, istilah wisata terbatas ternyata juga dimuat dalam ketentuan yang mengatur tentang cagar alam. Lengkapnya Penjelasan Pasal tersebut adalah:

“Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam termasuk kegiatan wisata alam terbatas bagi kepentingan peningkatan kesadartahuan.”

Melihat pada Penjelasan Pasal 17 ayat (2) UU 5/1960 dan Penjelasan Pasal 33 PP 28/2011di atas dapat diketahui bahwa wisata alam terbatas dapat dilakukan tidak hanya di suaka margasatwa, tapi juga di kawasan cagar alam.


 
Seperti yang dapat kita lihat dari gambaran di atas adalah keadaan pulau sempu sekarang ini, banyak sekali orang-orang yang antusias untuk berkemah dan merasakan keindahan kawasan ini yang padahal mereka tempati adalah kawasan yang seharusnya tidak dikunjungi banyak orang  atau steril dari orang banyak dan munkin setengah dari pengunjung yang menyambangi kawasan tersebut lupa untuk membawa kembali apa yang mereka bawa seperti sampah makanan dan minuman yang padahal dapat berakibat rusaknya ekosistem dan alih -alih perilaku hewan pun dapat berubah misalnya dengan diberi makan atau mengambil makanan seperti yang dapat kita lihat di atas.
Beralih ke kawasan konservasi yang sangat bertolak belakang yaitu Pulau Kaget.
Cagar Alam Pulau Kaget berada di dekat muara Sugai Barito yang mengalir melalui kota Banjarmasin. Pulau Kaget sendiri adalah pulau berbentuk delta yang dibentuk dari endapan lumpur yang timbul dari dasar sungai. Tanah subur pulau tersebut menyediakan mineral bagi berbagai vegetasi yang membentuk hutan lebat dan menjadi menjadi habitat beragam satwa liar nan unik.
Tidak ada data resmi yang menceritakan mengapa pulau ini dinamakan sebagai Pulau Kaget. Akan tetapi, argumentasinya diambil dari sensai mengagetkan ketika memasuki pulau tersebut karena disambut oleh suara riuh ratusan bekantan di atas pepohonan lebat. Pulau yang memiliki luas sekira 85 hektar itu dibentuk sebagai cagar alam pada 1976 menyusul penegasan dari Kementerian Kehutanan.
Bekantan merupakan satwa yang dilindungi di tempat ini sekaligus menjadi daya tarik utamanya. Itu karena monyet jenis ini hanya bisa ditemukan di Pulau Kalimantan saja. Memiliki nama latin Nasalislarvatus, masyarakat lokal menamakannya sebagai bekantan atau Kera Belanda karena memiliki hidung merah besar dan panjang serta perut buncit. Bekantan dikenal sebagai salah satu spesies monyet terbesar asli Asia.
Dalam daftar Appendix I CITES, bekatan dianggap sebagai primata yang hampir punah. Total jumlah Bekantan saat ini telah menurun lebih dari 50% dalam kurun waktu 36 sampai 40 tahun hingga 2008. Penurunan jumlah ini diakibatkan perburuan yang sedang berlangsung di beberapa daerah. Sejak tahun 1990, monyet Bekantan telah ditetapkan sebagai ikon Provinsi Kalimantan Selatan. Bekantan juga menjadi maskot dan ikon dari sebuah taman rekreasi terbesar di Indonesia yaitu Taman Impian Jaya Ancol.
Selain di Cagar Alam Pulau Kaget, bekantan juga bisa ditemui di berbagai taman nasional lainnya di Kalimantan seperti di Taman Nasional Danau SentarumTaman Nasional Gunung PalungTaman Nasional Kutai, Mondor, Taman Nasional Tanjung Puting dan juga sepanjang aliran Sungai Wain yang terletak di dekat Balikpapan, Kalimantan Timur.
Selain Bekantan, cagar alam ini juga menjadi rumah bagi kera ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung  (Presbitis cristata), dan berbagai jenis burung termasuk juga parkit (Psittacula alexandri), elang bondol (Haliadus indus), kingfisher (Halcyon choris), elang laut (Inchthyophaga inchtyootus), sertamasih banyak yang lainnya. Di sini juga menjadirumah bagi vegetasi penting yaitu mangrove, rambai, nipah, bakung, api-api, pandan, dan jeruju.
Memperhatikan daya dukung habitat yang semakin menurun, Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Kalimantan Selatan bersama dengan Instansi Teknisnya telah mengambil beberapa langkah penanggulangan, guna menyelamatkan Bekantan dari ancaman kekurangan makanan yang kemungkinan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Langkah-langkah tersebut mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Daerah TK. I Propinsi Kalimantan Selatan dan Pemerintah Daerah TK. II Barito Kuala.
Ada dua kegiatan program yang dilaksanakan, yaitu:
  1. Program Jangka Pendek
    1. Penggiringan
    2. Evakuasi
  2. Program Jangka Panjang
    1. Penyuluhan terpadu
    2. Pembinaan/rehabilitasi habitat
    3. Penelitian
Seluruh kegiatan tersebut telah dilaksanakan, namun sifatnya bertahap oleh karena dukungan dana yang kurang memungkinkan untuk melaksanakan secara tuntas dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Dan untuk bekantannya dilindungi berdasarkan Ordonansi Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 No. 134 dan No. 266 jo UU No. 5 Tahun 1990. Berdasarkan Red Data Book termasuk dalam kategori genting, dimana populasi satwa berada di ambang kepunahan. Dan merupakan kera endemik yang hanya hidup di Kalimantan Selatan, terutama di pinggiran hutan dekat sungai, hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan bakau dan kadang-kadang sampai jauh masuk daerah pedalaman. Bekantan atau biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan (Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera yang mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat kemerahan. Dalam bahasa ilmiah, Bekantan disebut Nasalis larvatus.
Bekantan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis larvatus, sedang dalam bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di negara-negara lain disebut dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan (Malaysia), Bangkatan (Brunei), Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan sendiri memberikan beberapa nama pada spesies kera berhidung panjang ini seperti Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau.
Bekantan yang merupakan satu dari dua spesies anggota Genus Nasalis ini sebenarnya terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan sedangkan Nasalis larvatus orientalis terdapat di bagian timur laut dari Pulau Kalimantan.
Binatang yang oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam status konservasi “Terancam” (Endangered) merupakan satwa endemik pulau Kalimantan. Satwa ini dijadikan maskot (fauna identitas) provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990. Selain itu, satwa ini juga menjadi maskot Dunia Fantasi Ancol.
Ciri-ciri dan Habitat Bekantan. Hidung panjang dan besar pada Bekantan (Nasalis larvatus) hanya dimiliki oleh spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga sebagai Monyet Belanda.




Solusi
Solusi untuk pariwisata Indonesia sendiri menurut saya yang pertama sebagai orang yang akan hendak berwisata alangkah baiknya mencari tahu keadaan sesungguhnya atau status sesungguhnya dari objek yang akan kita kunjungi. Terlebih jikalau tempatnya yang menyangkut alam, salah langkah maka akan merusaknya seperti yang kita lihat yang terjadi di Pulau Sempu, munkin ketidak tahuan penikmat alamnya yang kurang mengetahui atau malah terlalu mudahnya masuk ke kawasan tersebut sehingga memudahkan pengunjung. Lantas setelah banyaknya sampah yang tidak menutup kemunkinan tercemarnya atau rusaknya kawasan konservasi cagar alam Pulau Sempu  langkah seperti apa sebaiknya dilakukan? Tentunya mensterilkan kawasan tersebut dari pengunjung yang memang sekiranya tidak sesuai dengan syarat orang yang diperbolehkan untuk mengunjungi kawasan itu dan juga membenahi sampah yang bertebaran agar hewan-hewan yang hidup disana tidak akan memakan makanan manusia lagi. Atau bahkan jika memang ingin dicanangkan gagasan baru mengenai kawasan tersebut bisa dijadikan wisata yang bertajuk ecotourism atau ekowisata yang mana memiliki arti pariwisata yang berwawasan lingkungan dan pengembangannya selalu memperhatikan keseimbangan nilai-nilai.
Oleh karena itu, kata Emil Salim, lingkungan alam dan kekayaan budaya adalah aset utama pariwisata Indonesia yang harus dijaga agar jangan sampai rusak atau tercemar.
Entin Supriatin dalam tulisannya berjudul “Ada Lima Unsur Dalam Pengelolaan Ekowisata” yang dimuat dalam Berita Wisata tanggal 21 Oktober 1997 memberikan batasan tentang ekowisata sebagai berikut:
Puposeful travel to natural area to understand the culture and natural history of the environment, taking care not to alter the integrity of the ecosystem, while producing economic opportunities that make the conservation of natural resources beneficial to local people (Ecotourism Society).
Secara bebas batasan itu dapat diartikan sebagai berikut: Ekowisata suatu jenis pariwisata yang kegiatannya semata-mata menikmati aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan alam dengan segala bentuk kehidupan dalam kondisi apa adanya dan berkencenderungan sebagai ajang atau sarana lingkungan bagi wisatawan dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan proyek ekowisata.
Batasan tentang ekowisata juga diberikan oleh beberapa organisasi atau pakar atau organisai luar negeri seperti dijelaskan sebagai berikut:
1. Australian National Ecoutourism Strategy, 1994:
Ekowisata adalah wisata berbasis alam yang berkaitan dengan pendidikan dan pemahaman lingkungan alam dan dikelola dengan prinsip berkelanjutan.
2. Alam A. Leq, Ph.D. The Ecotourism Market in The Asia Pacific Region, 1996:
Ekowisata adalah kegiatan petualangan, wisata alam, budaya, dan alternatif yang mempunyai karakteristik:
§  Adanya pertimbangan yang kuat pada lingkungan dan budaya lokal
§  Kontribusi positif pada lingkungan dan sosial-ekonomi lokal
§  Pendidikan dan pemahaman, baik untuk penyedia jasa maupun pengunjung mengenai konservasi alam dan lingkungan.
3. Hector Cebollos Lascurain, 1987:
Ekowisata adalah wisata ke alam perawan yang relatif belum terjamah atau tercemar dengan tujuan khusus mempelajari, mengagumi, serta perwujudan bentuk budaya yang ada di dalam kawasan tersebut.
4. Linberg and Harkins, The Ecotourism Society, 1993:
Ekowisata adalah wisata alam asli yang bertanggungjawab menghormati dan melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat.
Kalau kita simpulkan dari batasan yang dikemukakan di atas, kita dapat memberikan batasan yang lebih sederhana sebagai berikut:
Ekowisata adalah suatu jenis pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan aktivitas melihat, menyaksikan, mempelajari, mengagumi alam, flora dan fauna, sosial-budaya etnis setempat, dan wisatawan yang melakukannya ikut membina kelestarian lingkungan alam di sekitarnya dengan melibatkan penduduk lokal.
Batasan ekowisata hendaknya memiliki ciri khusus dan berbeda dengan batasan tentang pariwisata yang biasa kita kenal. Dalam hal ini kita dapat membedakannnya sebagai berikut:
Pertama : Baik obyek maupun atraksi yang dilihat adalah yang berkaitan dengan alam atau lingkungan, termasuk di dalamnya alam, flora dan fauna, sosial dan ekonomi, dari budaya masyarakat di sekitar proye yang memiliki unsur-unsur keaslian, langka, keunikan, dan mengagumkan.
Kedua : Keikutsertaan seorang wisatawan berkaitan keingintahuan (curiousity), pendidikan (education), kesenangan (hoby), dan penelitian (research) tentang sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan sekitar.
Ketiga : Adanya keterlibatan penduduk setempat, seperti penyediaan penginapan, barang/kebutuhan, memberikan pelayanan, tanggungjawab memlihara lingkungan, atau bertindak sebagai instruktur atau pemandu.
Keempat : Proyek pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat di sekitar.
Kelima : Proyek pengembangan ekowisata harus sekaligus dapat melestarikan lingkungan, mencegah pencemaran seni dan budaya, menghindari timbulnya gejolak sosial, dan memlihara kenyamanan dan keamanan.

Dapat kita lihat pula perbedaan kawasan konservasi cagar alam Pulau Sempu dengan Pulau Kaget
Apakah kita sebagai umat manusia akan terus serakah ? hanya memuaskan keinginan untuk menikmati keindahan Pulau Sempu tanpa memperdulikan Hidup Hewan Dan tumbuhan yang terancam akan ke egoisan umat manusia.

 Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Sempu

http://www.tnsebangau.com/bekantan-nasalis-larvatus/

Syalby Viena Fadillah - 4423155258
UJP B 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar