Kawasan Konservasi Cagar Alam dan Pariwisata
Pada
kesempatan kali ini saya ingin membahas tentang kawasan konservasi cagar alam
yang perlakuan dan kondisinya sangat jauh berbeda. Perbedaan dua kawasan
konservasi cagar alam dan terlebih kasus yang terjadi di Pulau Sempu tentang
status yang sebenarnya dari pulau ini berikut ulasan yang akan saya jabarkan
perihal kawasan konservasi cagar alam Pulau Sempu serta Pulau Kaget.
Secara
geografis, Pulau Sempu terletak di antara 112° 40′ 45″ - 112° 42′ 45″ bujur
timur dan 8° 27′ 24″ - 8° 24′ 54″ lintang selatan. Pulau itu memiliki luas
sekitar 877 hektare, berbatasan dengan Selat Sempu (Sendang Biru) dan dikepung Samudera Indonesia di sisi selatan, Timur dan Barat.
Pulau
Sempu memiliki berbagai jenis ekosistem mulai dari hutan pantai, hutan bakau, dan hutan tropis dataran rendah yang mendominasi
seluruh pulau. Vegetasi yang ditemukan di Pulau Sempu
diantaranya adalah bendo ( Artocarpus elasticus ), triwulan ( Terminalia ), wadang ( Pterocarpus javanicus ), ketapang
( Terminalia catappa ), waru laut ( Hibiscus tiliaceus ), pandan ( Pandanus tectorius ), Mangrove ( Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata ),
dan banyak lagi. Menariknya, nama Sempu dikatakan diambil dari nama salah satu
jenis pohon yang ditemukan di pulau itu, namun pohon tersebut hampir sulit
ditemukan saat ini.
Sebagai cagar alam, Pulau
Sempu terlarang dikunjungi untuk tujuan wisata . Tetapi kenyataannya, Pulau
Sempu masih saja diperbolehkan untuk kegiatan wisata oleh pihak pengelola yang
tentunya bertolak belakang dengan status Pulau Sempu. Seperti yang di jabarkan oleh
Wikipedia kita tahu bahwa Pulau Sempu merupakan kawasan cagar alam yang mana
memiliki arti suatu kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan
ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung secara alami. Status hukum
Pulau Sempu hingga hari inipun adalah kawasan cagar alam dan bukan menjadi
kawasan wisata baik yang sifatnya terbuka maupun terbatas.
Tetapi disisi lain promosi untuk berwisata ke
kawasan ini pun sangat gencar bahkan di website Indonesia.travel dan website
terkemuka lainnya. Walaupun sebenarnya dalam website tersebut menyatakan untuk
masuk ke wilayah Pulau Sempu tersebut kita harus meminta izin masuk kawasan
konservasi dan izin masuk bisa diperoleh dari
kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur ( BBKSDA ),
Kepemilikan Modal KSDA Wilayah III, dan Seksi Konservasi Wilayah VI, dengan
indahnya suasana yang sangat asri dan alami memikat siapapun yang melihat ingin
mengunjunginya.
Memuat
beberapa fakta lain terkait hukum Di Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dinyatakan bahwa
"Di dalam cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian
dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang
menunjang budidaya", sementara di penjelasan Pasal 33 (b) Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 dijelaskan bahwa "Pendidikan dan
peningkatan kesadartahuan konservasi alam termasuk kegiatan wisata alam
terbatas bagi kepentingan peningkatan kesadartahuan". Pertanyaannya
adalah:
1. Apakah benar, sesuai peraturan perundangan yang berlaku, cagar alam
bisa dimanfaatkan untuk wisata, meski "wisata alam terbatas"?
2. Apakah pengertian "wisata alam terbatas" menurut peraturan
perundangan dan seperti apa penerapannya?
3. Kegiatan "pendidikan" yang diperbolehkan dilakukan di cagar
alam itu yang seperti apa? Kiranya pertanyaan-pertanyaan saya di atas dapat
dijawab mengingat pentingnya hal ini bagi keberlangsungan Kawasan Suaka Alam
seiring dengan maraknya kegiatan wisata di cagar alam.
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (“UU 5/1990”), cagar alam
adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan
alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem
tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
Dalam Pasal 17 ayat (1) UU 5/1990, dikatakan
bahwa di dalam cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian
dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan lainnya yang
menunjang budidaya.
Mengenai
pemanfaatan cagar alam juga diatur dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam (“PP 28/2011”), yaitu cagar
alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:
a. penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan;
b. pendidikan
dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
c. penyerapan
dan/atau penyimpanan karbon; dan
d. pemanfaatan
sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya.
Istilah ‘wisata terbatas’ di dalam UU 5/1990 justru tidak
terdapat di dalam pengaturan tentang cagar alam. Melainkan di ketentuan yang
mengatur tentang suaka margasatwa, yaitu di Pasal 17 ayat (2) UU 5/1990.
Pasal 17 ayat (2) UU 5/1990:
Di dalam suaka margasatwa dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata
terbatas, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.
Lebih lanjut Penjelasan Pasal 17 ayat (2) UU 5/1990 tersebut
menjelaskan pengertian wisata terbatassebagai suatu kegiatan untuk
mengunjungi, melihat, dan menikmati keindahan alam di suaka margasatwa dengan
persyaratan tertentu. Namun demikian, berdasarkan Penjelasan Pasal 33 PP 28/2011, istilah wisata terbatas
ternyata juga dimuat dalam ketentuan yang mengatur tentang cagar alam.
Lengkapnya Penjelasan Pasal tersebut adalah:
“Pendidikan dan
peningkatan kesadartahuan konservasi alam termasuk kegiatan wisata alam
terbatas bagi kepentingan peningkatan kesadartahuan.”
Melihat pada Penjelasan Pasal 17 ayat (2) UU
5/1960 dan Penjelasan Pasal 33 PP 28/2011di atas dapat diketahui bahwa wisata
alam terbatas dapat dilakukan tidak hanya di suaka margasatwa, tapi juga di
kawasan cagar alam.
Seperti yang dapat
kita lihat dari gambaran di atas adalah keadaan pulau sempu sekarang ini,
banyak sekali orang-orang yang antusias untuk berkemah dan merasakan keindahan
kawasan ini yang padahal mereka tempati adalah kawasan yang seharusnya tidak
dikunjungi banyak orang atau steril dari
orang banyak dan munkin setengah dari pengunjung yang menyambangi kawasan
tersebut lupa untuk membawa kembali apa yang mereka bawa seperti sampah makanan
dan minuman yang padahal dapat berakibat rusaknya ekosistem dan alih -alih perilaku
hewan pun dapat berubah misalnya dengan diberi makan atau mengambil makanan
seperti yang dapat kita lihat di atas.
Beralih ke kawasan
konservasi yang sangat bertolak belakang yaitu Pulau Kaget.
Cagar Alam Pulau Kaget berada di dekat muara Sugai Barito yang
mengalir melalui kota Banjarmasin.
Pulau Kaget sendiri adalah pulau berbentuk delta yang dibentuk dari endapan
lumpur yang timbul dari dasar sungai. Tanah subur pulau tersebut menyediakan
mineral bagi berbagai vegetasi yang membentuk hutan lebat dan menjadi menjadi
habitat beragam satwa liar nan unik.
Tidak ada data resmi yang menceritakan mengapa pulau ini
dinamakan sebagai Pulau Kaget. Akan tetapi, argumentasinya diambil dari sensai
mengagetkan ketika memasuki pulau tersebut karena disambut oleh suara riuh
ratusan bekantan di atas pepohonan lebat. Pulau yang memiliki luas sekira 85
hektar itu dibentuk sebagai cagar alam pada 1976 menyusul penegasan dari
Kementerian Kehutanan.
Bekantan merupakan satwa yang dilindungi di tempat ini sekaligus
menjadi daya tarik utamanya. Itu karena monyet jenis ini hanya bisa ditemukan
di Pulau Kalimantan saja. Memiliki nama latin Nasalislarvatus,
masyarakat lokal menamakannya sebagai bekantan atau Kera Belanda karena
memiliki hidung merah besar dan panjang serta perut buncit. Bekantan dikenal
sebagai salah satu spesies monyet terbesar asli Asia.
Dalam daftar Appendix I CITES, bekatan dianggap sebagai primata
yang hampir punah. Total jumlah Bekantan saat ini telah menurun lebih dari 50%
dalam kurun waktu 36 sampai 40 tahun hingga 2008. Penurunan jumlah ini
diakibatkan perburuan yang sedang berlangsung di beberapa daerah. Sejak tahun
1990, monyet Bekantan telah ditetapkan sebagai ikon Provinsi Kalimantan
Selatan. Bekantan juga menjadi maskot dan ikon dari sebuah taman rekreasi
terbesar di Indonesia yaitu Taman Impian Jaya Ancol.
Selain di Cagar Alam Pulau Kaget, bekantan juga bisa ditemui di
berbagai taman nasional lainnya di Kalimantan seperti di Taman Nasional Danau Sentarum, Taman Nasional Gunung Palung, Taman Nasional Kutai, Mondor, Taman Nasional Tanjung Puting dan juga
sepanjang aliran Sungai Wain yang terletak di dekat Balikpapan, Kalimantan Timur.
Selain Bekantan, cagar alam ini juga
menjadi rumah bagi kera ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung
(Presbitis cristata), dan berbagai jenis burung termasuk juga parkit (Psittacula
alexandri), elang bondol (Haliadus indus), kingfisher (Halcyon
choris), elang laut (Inchthyophaga inchtyootus), sertamasih banyak
yang lainnya. Di sini juga menjadirumah bagi vegetasi penting yaitu mangrove,
rambai, nipah, bakung, api-api, pandan, dan jeruju.
Memperhatikan
daya dukung habitat yang semakin menurun, Kantor Wilayah Departemen Kehutanan
dan Perkebunan Propinsi Kalimantan Selatan bersama dengan Instansi Teknisnya
telah mengambil beberapa langkah penanggulangan, guna menyelamatkan Bekantan
dari ancaman kekurangan makanan yang kemungkinan pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian.
Langkah-langkah
tersebut mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Daerah TK. I Propinsi
Kalimantan Selatan dan Pemerintah Daerah TK. II Barito Kuala.
Ada
dua kegiatan program yang dilaksanakan, yaitu:
- Program Jangka Pendek
- Penggiringan
- Evakuasi
- Program Jangka Panjang
- Penyuluhan terpadu
- Pembinaan/rehabilitasi habitat
- Penelitian
Seluruh
kegiatan tersebut telah dilaksanakan, namun sifatnya bertahap oleh karena
dukungan dana yang kurang memungkinkan untuk melaksanakan secara tuntas dalam kurun
waktu yang relatif singkat.
Dan untuk bekantannya dilindungi
berdasarkan Ordonansi Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 No. 134 dan No. 266
jo UU No. 5 Tahun 1990. Berdasarkan Red Data Book termasuk dalam kategori
genting, dimana populasi satwa berada di ambang kepunahan. Dan merupakan
kera endemik yang hanya hidup di Kalimantan Selatan, terutama di pinggiran
hutan dekat sungai, hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan bakau dan
kadang-kadang sampai jauh masuk daerah pedalaman. Bekantan
atau biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan
(Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera yang
mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat
kemerahan.
Dalam bahasa ilmiah, Bekantan disebut Nasalis larvatus.
Bekantan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis larvatus,
sedang dalam bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di
negara-negara lain disebut dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan
(Malaysia), Bangkatan (Brunei), Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan
sendiri memberikan beberapa nama pada spesies kera berhidung panjang ini
seperti Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau.
Bekantan yang merupakan satu
dari dua spesies anggota Genus Nasalis ini sebenarnya terdiri atas dua
subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis.
Nasalis larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan
sedangkan Nasalis larvatus orientalis terdapat di bagian timur laut dari Pulau
Kalimantan.
Binatang yang oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam status konservasi “Terancam” (Endangered) merupakan satwa endemik pulau Kalimantan. Satwa ini dijadikan maskot (fauna identitas) provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990. Selain itu, satwa ini juga menjadi maskot Dunia Fantasi Ancol.
Binatang yang oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam status konservasi “Terancam” (Endangered) merupakan satwa endemik pulau Kalimantan. Satwa ini dijadikan maskot (fauna identitas) provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990. Selain itu, satwa ini juga menjadi maskot Dunia Fantasi Ancol.
Ciri-ciri dan Habitat Bekantan. Hidung panjang dan besar pada
Bekantan (Nasalis larvatus) hanya dimiliki oleh spesies jantan. Fungsi dari
hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin
disebabkan oleh seleksi alam. Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung
besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga
sebagai Monyet Belanda.
Solusi
Solusi untuk
pariwisata Indonesia sendiri menurut saya yang pertama sebagai orang yang akan
hendak berwisata alangkah baiknya mencari tahu keadaan sesungguhnya atau status
sesungguhnya dari objek yang akan kita kunjungi. Terlebih jikalau tempatnya
yang menyangkut alam, salah langkah maka akan merusaknya seperti yang kita
lihat yang terjadi di Pulau Sempu, munkin ketidak tahuan penikmat alamnya yang
kurang mengetahui atau malah terlalu mudahnya masuk ke kawasan tersebut
sehingga memudahkan pengunjung. Lantas setelah banyaknya sampah yang tidak
menutup kemunkinan tercemarnya atau rusaknya kawasan konservasi cagar alam
Pulau Sempu langkah seperti apa
sebaiknya dilakukan? Tentunya mensterilkan kawasan tersebut dari pengunjung
yang memang sekiranya tidak sesuai dengan syarat orang yang diperbolehkan untuk
mengunjungi kawasan itu dan juga membenahi sampah yang bertebaran agar
hewan-hewan yang hidup disana tidak akan memakan makanan manusia lagi. Atau bahkan
jika memang ingin dicanangkan gagasan baru mengenai kawasan tersebut bisa
dijadikan wisata yang bertajuk ecotourism atau ekowisata yang mana memiliki arti
pariwisata yang
berwawasan lingkungan dan pengembangannya selalu memperhatikan keseimbangan
nilai-nilai.
Oleh karena itu, kata Emil Salim,
lingkungan alam dan kekayaan budaya adalah aset utama pariwisata Indonesia yang
harus dijaga agar jangan sampai rusak atau tercemar.
Entin
Supriatin dalam tulisannya berjudul “Ada Lima Unsur Dalam Pengelolaan
Ekowisata” yang dimuat dalam Berita
Wisata tanggal 21 Oktober 1997 memberikan batasan tentang
ekowisata sebagai berikut:
Puposeful
travel to natural area to understand the culture and natural history of the
environment, taking care not to alter the integrity of the ecosystem, while
producing economic opportunities that make the conservation of natural
resources beneficial to local people (Ecotourism Society).
Secara
bebas batasan itu dapat diartikan sebagai berikut: Ekowisata suatu
jenis pariwisata yang kegiatannya semata-mata menikmati aktivitas yang
berkaitan dengan lingkungan alam dengan segala bentuk kehidupan dalam kondisi
apa adanya dan berkencenderungan sebagai ajang atau sarana lingkungan bagi
wisatawan dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan proyek ekowisata.
Batasan
tentang ekowisata juga diberikan oleh beberapa organisasi atau pakar atau
organisai luar negeri seperti dijelaskan sebagai berikut:
1.
Australian National Ecoutourism Strategy, 1994:
Ekowisata
adalah wisata berbasis alam yang berkaitan dengan pendidikan dan pemahaman
lingkungan alam dan dikelola dengan prinsip berkelanjutan.
2. Alam A.
Leq, Ph.D. The Ecotourism Market in The Asia Pacific Region, 1996:
Ekowisata
adalah kegiatan petualangan, wisata alam, budaya, dan alternatif yang mempunyai
karakteristik:
§ Adanya pertimbangan yang kuat pada
lingkungan dan budaya lokal
§ Kontribusi positif pada lingkungan
dan sosial-ekonomi lokal
§ Pendidikan dan pemahaman, baik untuk
penyedia jasa maupun pengunjung mengenai konservasi alam dan lingkungan.
3. Hector
Cebollos Lascurain, 1987:
Ekowisata
adalah wisata ke alam perawan yang relatif belum terjamah atau tercemar dengan
tujuan khusus mempelajari, mengagumi, serta perwujudan bentuk budaya yang ada
di dalam kawasan tersebut.
4. Linberg
and Harkins, The Ecotourism Society, 1993:
Ekowisata
adalah wisata alam asli yang bertanggungjawab menghormati dan melestarikan
lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat.
Kalau
kita simpulkan dari batasan yang dikemukakan di atas, kita dapat memberikan
batasan yang lebih sederhana sebagai berikut:
Ekowisata
adalah suatu jenis pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan aktivitas
melihat, menyaksikan, mempelajari, mengagumi alam, flora dan fauna,
sosial-budaya etnis setempat, dan wisatawan yang melakukannya ikut membina
kelestarian lingkungan alam di sekitarnya dengan melibatkan penduduk lokal.
Batasan
ekowisata hendaknya memiliki ciri khusus dan berbeda dengan batasan tentang
pariwisata yang biasa kita kenal. Dalam hal ini kita dapat membedakannnya
sebagai berikut:
Pertama : Baik
obyek maupun atraksi yang dilihat adalah yang berkaitan dengan alam atau
lingkungan, termasuk di dalamnya alam, flora dan fauna, sosial dan ekonomi,
dari budaya masyarakat di sekitar proye yang memiliki unsur-unsur keaslian,
langka, keunikan, dan mengagumkan.
Kedua : Keikutsertaan seorang wisatawan berkaitan keingintahuan (curiousity), pendidikan (education), kesenangan (hoby), dan penelitian (research) tentang sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan sekitar.
Kedua : Keikutsertaan seorang wisatawan berkaitan keingintahuan (curiousity), pendidikan (education), kesenangan (hoby), dan penelitian (research) tentang sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan sekitar.
Ketiga : Adanya
keterlibatan penduduk setempat, seperti penyediaan penginapan,
barang/kebutuhan, memberikan pelayanan, tanggungjawab memlihara lingkungan,
atau bertindak sebagai instruktur atau pemandu.
Keempat : Proyek
pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat di sekitar.
Kelima : Proyek
pengembangan ekowisata harus sekaligus dapat melestarikan lingkungan, mencegah
pencemaran seni dan budaya, menghindari timbulnya gejolak sosial, dan memlihara
kenyamanan dan keamanan.
Dapat kita lihat pula
perbedaan kawasan konservasi cagar alam Pulau Sempu dengan Pulau Kaget
Apakah kita sebagai umat
manusia akan terus serakah ? hanya memuaskan keinginan untuk menikmati
keindahan Pulau Sempu tanpa memperdulikan Hidup Hewan Dan tumbuhan yang
terancam akan ke egoisan umat manusia.
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Sempu
http://www.tnsebangau.com/bekantan-nasalis-larvatus/
Syalby Viena Fadillah - 4423155258
UJP B 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar