Minggu, 03 Januari 2016

Tugas 3 - Folklore Indonesia



Folklore Asal-usul Telaga Pasir Sarangan
                                                                                     

KATA PENGANTAR

     Segala puji bagi Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan hidayatnya kepada penulis , hanya kepada-Nya syukur diucapkan atas selesainya Tugas mata kuliah Sejarah Indonesia mengenai Folklore Indonesia dengan judul “ Folklore asal-usul Telaga Pasir Sarangan”. Makalah ini dibuat dalam untuk memenuhi tugas 3 mata kuliah Sejarah Indonesia. Dalam proses pembuatan tugas ini penulis mengakui bahwa banyak kesulitan yang dihadapi dalam penulisan, tetapi factor kesulitan itu lebih banyak datang dari sendiri. Semua keberhasilan yang dicapai tidak lepas dari bantuan berbagai pihak selama proses penyelesaian tugas mata kuliah Sejarah Indonesia ini, terima kasih kepada kedua orang tua yang telah memberi dukungan dan samngat, kepada seluruh pengajar dan staf di Prodi Usaha Jasa Pariwisata Universitas Negeri Jakarta terutama kepada Bapak Shobierien selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan mengajarkan penulis selama ini. Penulis mengakui masih banyak kekurangan yang terdapat dalam tugas ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran agar kedepannya dapat membuat tugas yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan memberikan informasi lebih.


Jakarta, 30 Desember 2015



Penyusun






A. PENDAHULUAN  

Indonesia memiliki beragam budaya dan tradisi yang sejak awal sudah ada, banyak mitos-mitos yang ada di Indonesia ini yang terkadang jika di kaitkan dengan nalar semua kurang masuk akal, namun itulah Indonesia dengan berbagai keunikan dan keanehannya. Dengan berbagai budaya yang dimiliki Indonesia kaya akan kebudayaan dan tidak akan pernah kehabisan kebudayaan, karena terdiri dari pulau yang banyak, suku yang banyak dan bahasa yang berbeda dari setiap daerah menjadikan masing-masing daerah punya kebudayaannya sendiri

Salah satu yang dimiliki Indonesia adalah Folklore Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang berasal dari dua kata folk dan lore. Kata folk sama artinya dengan kolektif atau kebersamaan. Menurut Alan Dudes (dalam James Danandjaja, 2007) folk diartikan sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya. Ciri-ciri itu bisa berupa; warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama. Sementara kata lore merupakan tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Jadi, folklore adalah tradisi kolektif sebuh bangsa yang disebarkan secara lisan, diwariskan turun temurun. Sedangakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan. Folklore yang meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok.

Folklore juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai tradisi budaya. Bidang studi yang mempelajari folklor disebut folkloristika. Istilah filklor berasal dari bahasa Inggris, folklore, yang pertama kali dikemukakan oleh sejarawan Inggris William Thoms dalam sebuah surat yang diterbitkan oleh London Journal pada tahun 1846. Folklor berkaitan erat dengan mitologi.

Ciri-ciri Folklore:
  1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut.
  2. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
  3. Folklor ada (exis) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (interpolation).
  4. Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.
  5. Folkor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola, dan selalu menggunakan kata-kata klise.
  6. Folklor mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
  7. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika umum. Ciri pengenalan ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
  8. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
  9. Folklor pada umumnya bersifar polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manisfestasinya.
Jika berbicara cerita pasti diantara kita pernah bercerita dan pasti kita semua pernah mendengar cerita-cerita sewaktu kita kecil, mungkin ada yang sering diceritakan tentang dongeng luar negeri atau tentang dongeng Indonesia. Kalau saya lebih menyukai dongeng Indonesia karena banyak pengetahuan yand di dapat dari membaca dan mendengarkan dongeng Indonesia. Cerita ini sebelumnya belum pernah saya dengar dan saya baca sewaktu saya kecil, karena sekarang saya kuliah di jurusan Pariwisata jadi saya ingin belajar mengenai tempat-tempat yang ada di Indonesia dengan semua kebudayaannya. Saya sangat suka dengan kebudayaan Jawa karena saya berasal dari suku Jawa. Kalau ditanya mengapa suka budaya Jawa karena sewaktu kecil saya sering mendengar dongeng-dongeng yang berasal dari Jawa. Dalam tugas Folklore ini saya memilih Telaga Pasir Sarangan yang terletak di Magetan, Jawa Tengah untuk di jadikan bahan tugas saya. Karena ceritanya meanrik dan membuat saya berfikir apakah benar terjadi seperti itu di zaman dahulu. Untuk melihat keseruan cerita ini mari kita sama-sama simak cerita mengenai asal-usul Telaga Pasir Sarangan


B. PEMBAHASAN

Pembahasan yang akan di bahas adalah mengenai Telaga Pasir Sarangan yang menyimpan cerita-cerita unik menenai asal-usulnya.

1. Lokasi Telaga Pasir Sarangan

Kabupaten Magetan adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya adalah Magetan. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Ngawi di utara, Kota Madiun dan Kabupaten Madiun di timur,Kabupaten Ponorogo, serta Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri (keduanya termasuk provinsi Jawa Tengah).

Telaga Sarangan, juga dikenal sebagai Telaga Pasir salah satu objek wisata yang bisa dikunjungi jika berkunjung ke Magetan, Jawa Timur.  Telaga Pasir Sarangan  adalah telaga alami yang berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut dan terletak di lereng Gunung Lawu, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.


Telaga ini berjarak sekitar 16 kilometer arah barat kota Magetan. Telaga ini luasnya sekitar 30 hektare dan berkedalaman 28 meter. Dengan suhu udara antara 15 hingga 20 derajat Celsius, Telaga Sarangan mampu menarik ratusan ribu pengunjung setiap tahunnya.

Tempatnya yang indah, sejuk juga menjadi lokasi favorite bagi para wisatawan dan Telaga Pasir Sarangan juga sangat cocok di kunjungi saat liburan bersama keluarga Berdasarkan informasi yang didapat dari petugas setempat, ditambah info dari tokoh dan wan warga setempat, nama lain dari Telaga Sarangan adalah Telaga Pasir. Hal ini karena berkaitan dengan cerita asal mula Telaga Sarangan.


2. Cerita Asal-usul Telaga Pasir Sarangan

Telaga Pasir atau yang lebih dikenal Telaga Sarangan adalah salah satu obyek wisata air di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Telaga seluas 30 hektar dengan kedalaman 30 meter ini tepatnya berada di kaki Gunung Lawu, Kelurahan Sarangan, Kecamatan Plaosan atau sekitar 18 kilometer arah barat Kota Magetan. Menurut cerita, awalnya telaga ini berupa ladang milik seorang petani bernama Kyai Pasir. Suatu ketika, terjadi sebuah peristiwa yang menimpa Kyai Pasir dan istrinya yang mengakibatkan ladang mereka berubah menjadi telaga. Peristiwa apakah itu? Temukan jawabannya dalam cerita Legenda Telaga Pasir berikut ini!
* * *
Di suatu tempat di kaki Gunung Lawu, Magetan, hiduplah sepasang suami istri bernama Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Mereka tinggal di sebuah gubuk di tepi hutan. Meskipun hanya terbuat dari kayu dan beratapkan dedaunan, gubuk mungil itu sudah cukup aman bagi Kyai Pasir dan istri tercintanya dari gangguan binatang liar. Dinding gubuk itu terdiri dari susunan kulit kayu yang diikatkan pada tiang kayu dengan menggunakan rotan. Di antara dinding-dinding kayu itu diberi sedikit celah sebagai ventilasi sehingga udara segar dapat keluar dan masuk ke dalam gubuk.
Pekerjaan sehari-hari Kyai Pasir adalah petani ladang. Dari hasil ladang itulah ia dan istrinya dapat bertahan hidup, walaupun hanya pas-pasan. Ladang milik Kyai Pasir terletak di tepi hutan, tidak jauh dari tempat tinggalnya. Suatu hari, lelaki tua yang sudah mulai renta itu berangkat ke ladang dengan membawa kapak. Ia bermaksud membabat hutan untuk membuat ladang baru di dekat ladang miliknya. Ketika hendak menebang salah satu pohon besar, tiba-tiba Kyai Pasir melihat sebutir telur besar berwarna putih tergeletak di bawah pohon itu.
“Hai, telur binatang apa itu?” gumamnya dengan heran.
Kyai Pasir amat penasaran terhadap telur besar itu. Ia pun mengambil telur itu seraya mengamatinya dengan seksama.
“Ah, tidak mungkin ini telur ayam. Mana ada ayam berkeliaran di tempat ini?” Kyai Pasir kembali bergumam, “Lagi pula, telur ini lebih besar dari telur ayam.”
Kyai Pasir tidak mau pusing memikirkan itu telur binatang apa. Baginya, telur itu adalah lauk yang enak jika dimasak. Oleh karena itu, ia hendak membawa pulang telur itu untuk lauk makan siang bersama istrinya di rumah. Ketika hari menjelang siang, ia pun membawa pulang sambil telur itu dan menyerahkannya kepada istrinya.
“Bu, tolong masak telur itu untuk makan siang kita!” ujar Kyai Pasir.
“Wah, besar sekali telur ini. Baru kali ini aku melihat telur sebesar ini,” ujar Nyai Pasir dengan heran saat menerima telur itu, “Dari mana telur ini, Pak?”
Kyai Pasir pun menceritakan bagaimana ia menemukan telur itu. Setelah itu, ia kembali meminta istrinya agar segera memasak telur itu karena sudah kelaparan. Ia juga sudah tidak sabar ingin segera menyantap telur itu. Namun, sang istri masih saja terus bertanya kepadanya mengenai telur itu.
“Ini telur binatang apa, Pak?” tanya Nyai Pasir.
“Sudahlah, Bu. Tidak usah banyak tanya!” ujar Kyai Pasir mulai kesal. “Cepatlah kamu masak telur itu, perutku sudah keroncongan!”
Nyai Pasir pun cepat-cepat membawa telur itu ke dapur untuk dimasak. Sambil menunggu telur matang, Kyai Pasir merebahkan tubuh sejenak karena kecapaian. Tak berapa lama kemudian, istrinya pun selesai memasak.
“Pak, hidangan makan siang sudah siap. Mari, makan dulu!” ajak Nyai Pasir.
Kyai Pasir pun beranjak dari tidurnya. Ia bersama istrinya segera menyantap telur itu dengan lahap. Telur rebus tersebut mereka bagi dua sama rata. Usai makan siang, Kyai Pasir kembali ke hutan untuk melanjutkan pekerjaannya. Di tengah perjalanan, ia masih merasakan nikmatnya telur rebus tadi. Namun, ketika ia sampai di ladang, tiba-tiba sekujur tubuhnya terasa sakit, panas, dan kaku. Matanya pun mulai berkunang-kunang dan sekujur tubuhnya dibasahi keringat dingin. Ia pun merintih kesakitan.
“Aduh, kenapa tiba-tiba seluruh tubuhku sakit begini,” ratap Kyai Pasir.
Semakin lama, rasa sakit di tubuhnya semakin menjadi-jadi. Kyai Pasir pun tidak mampu menahan rasa sakit itu sehingga rebah ke tanah dan berguling-guling ke sana kemari. Selang beberapa saat kemudian, tiba-tiba seluruh tubuhnya berubah menjadi seekor ular naga yang besar. Sungutnya amat tajam dan keras. Wujudnya pun amat mengerikan. Kyai Pasir yang telah menjelma menjadi seekor naga jantan itu terus berguling-guling tanpa henti.
Pada saat yang bersamaan, Nyai Pasir yang berada di rumah juga mengalami nasib yang sama. Rupanya, telur yang telah mereka tadi adalah telur naga. Nyai Pasir yang merasa sekujur tubuhnya terasa sakit segera berlari ke ladang untuk meminta tolong kepada Kyai Pasir. Alangkah terkejutnya ia saat tiba di ladang. Ia mendapati suaminya telah berubah menjadi naga yang menakutkan. Ia pun hendak melarikan karena ketakutan. Namun karena tidak sanggup lagi menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, istri Kyai Pasir itu pun rebah dan berguling-guling di tanah. Tak lama kemudian, seluruh tubuhnya ditumbuhi sisik hingga akhirnya berubah menjadi seekor naga betina.
Kedua naga itu berguling-guling sehingga tanah di sekitarnya berserakan dan membentuk cekungan seperti habis digali. Lama-kelamaan, cekungan tanah itu semakin luas dan dalam. Setelah itu, muncullah semburan air yang amat deras dari dasar cekungan tanah itu. Semakin lama semburan air itu semakin deras sehingga cekungan itu dipenuhi air dan berubah menjadi telaga.
Oleh masyarakat setempat, telaga itu dinamakan Telaga Pasir yaitu diambil dari nama Kyai dan Nyai Pasir. Namun, karena lokasinya berada di Kelurahan Sarangan sehingga telaga ini biasa juga disebut Telaga Sarangan.
***
Cerita Legenda Telaga Pasir dari daerah Jawa Timur. Hingga saat ini, legenda ini masih digemari oleh masyarakat Jawa Timur, khususnya masyarakat Magetan. Kini, Telaga Pasir atau Sarangan ini menjadi salah satu obyek wisata andalan Kabupaten Magetan.
Banyak perbedaan versi cerita tentang asal-usul terbentuknya Telaga Sarangan, selain cerita diatas ada cerita lain yang dikisahkan,
Berikut cerita dengan versi berbeda dengan cerita yang sebelumnya
Menurut penduduk setempat mereka sering menyebut Telaga Sarangan sebagai Telaga Pasir. Pulau yang ada di tengah telaga tersebut adalah tempat bersemayamnya roh leluhur pencipta Telaga Sarangan, yaitu Kyai Pasir dan Nyai pasir. Bisa disebut sebagai Telaga Pasir karena menurut legenda hingga sampai detik ini masih dipercayai oleh masyarakat sekitar telaga tersebut bahwa terbentuknya telaga tersebut berasal dari cerita sepasang suami istri yang bernama Kyai Pasir dan Nyai Pasir.

Pasangan ini bertahun-tahun hidup berdampingan tetapi belum dikaruniai seorang anak pun. Lalu untuk mewujudkan agar pasangan ini mendapatkan keturunan, Kyai dan Nyai Pasir bersemedi dan memohon kepada Sang Hyang Widhi. Setelah mereka melakukan semedinya itu akhirmya mereka pun mendapatkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Joko Lelung. Agar keluarga itu bisa mencukupi kebutuhan hidupnya, sehari-hari mereka bercocok tanam dan berburu. Karena menurut mereka pekerjaan yang di kerjakan itu sangatlah berat, maka pasangan ini memutuskan untuk bersemedi lagi untuk memohon kesehatan dan panjang umur kepada Sang Hyang Widhi.

Dalam semedinya kali itu, pasangan suami tersebut mendapatkan wasiat agar keinginannya bisa terwujud, pasangan ini harus dapat menemukan dan memakan telur yang ada didekat ladang mereka. Akhirnya pasangan suami istri itu berhasil menemukan telur itu dan langsung di bawa pulang dan memasaknya. Lalu telur yang sudah matang itu dibagi untuk keduanya . setelah memakannya pasangan itu merasakan panas dan gatal di seluruh tubuhnya setelah ia pergi ke ladangnya. Pasangan suami itu terus menggaruk tubuhnya yang terasa gatal hingga menimbulkan luka lecet di seluruh tubuh mereka. Lama kelamaan keduanya berubah menjadi ular naga yang sangat besar. Lalu kedua ular tersebut berguling-guling di pasir sehingga menimbulkan cekungan yang kemudian mengeluarkan air yang sangat deras dan menggenamgi cekungan yang di buat oleh ular naga tersebut.

Akhirnya pasangan tersebut menyadari kemampuan yang mereka miliki, mereka berniat untuk membuat cekungan yang banyak untuk menenggelamkan Gunung Lawu. Mengetahui kedua orang tuanya tiba-tiba berubah menjadi naga dan memiliki niat yang buruk, maka anaknya yaitu Joko Lelung pun juga bersemedi memohon agar niat kedua orang tuanya tersebut dapat digagalkan, dan semedi Joko Lelung pun diterima oleh Hyang Widhi. Saat keduan orang tuanya sedang berguling-guling membuat cekungan baru, lalu timbul wahyu kesadaran agar Kyai dan Nyai Pasir mengurungkan niat mereka untuk menenggelamkan Gunung Lawu.

C. PENJELASAN

Dari dua cerita diatas mempunya jalan yang cerita yang berbeda, dalam cerita yang pertama di jelaskan bahwa yang kyai pasir tidak sengaja menemukan terur dan pada cerita pertama juga tidak di ceritakan bahwa Kyai Pasir dan Nyai Pasir mempunyai anak, namun pada cerita kedua dijelaskan bahwa Kyai Pasir dan Nyai Pasir mempunyai anak dan telur yang menyebabkan mereka bersua menjadi sepasang naga karena adanya wasiat agar keinginannya terwujud 

Perbedaan cerita diatas memang tidak diketahui asalnya mana yang benar-benar terjadi dan mana yang hanya karangan, mungkin saja keduanya memang hanya mitos, namun kita tidak bisa memutusakan apakah keduanya benar hanya mitos atau memang pernah terjadi.

Karena Zaman dahulu cerita ynag disampaikan hanya menggunakan lisan dan belum ada media seperti buku atau cara penyampaian menggunakan tulisan. Jadi jika ada satu penyampai yang salah menyampaikan informasi akan berdampak seperti cerita diatas memiliki versi yang berbeda-beda.

Namun semua cerita yang disampaikan ada kegunaanya dan mengandung nilai budaya tersendiri, cerita-cerita rakyat seperti ini bisa dijadikan bahan pengenalan kepada anak-anak yang ingin dan belum mengetahui asal mula atau sejarah suatu tempat dengan cara mendengarkan atau membaca cerita seperti Asal Mula Telaga Pasir Sarangan dapat mempermudah dalam pemahaman, namun harus dijelaskan bahwa cerita-cerita yang dibaca belum tentu benar dan nyata karena anak-anak mudah sekali percaya jika mereka tidak di beri pemahaman mungkin mereka akan takut untuk datang ke Telaga Pasir Sarangan atau ke tempat lainnya yang mempunyai cerita yang sama karena membaca cerita-cerita tersebut. Mungkin ada yang takut dengan naga atau jika mereka benar-benar menemukan telur yang padahal telur tersebut belum tentu telur yang sama seperti yang diceritakan akan memberi asumsi negative pada pemikiran mereka dan mereka enggan untuk datang lagi.

Di setiap cerita pasti ada pesan-pesannya tersendiri, setiap yang kita tulis atau kita lihat dan kita dengar semua pasti bertujuan baik untuk memberikan pesan-pesan moral, adapun pesan moral yang dapat dipetik dari cerita legenda di atas adalah bahwa hendaknya kita lebih berhati-hati dan lebih teliti sebelum mengambil sesuatu yang belum kita ketahui asal usulnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan selalu bertanya terlebih dahulu serta menelususri apakah itu semua benar atau hanya jebakan untuk diri kita sendiri.

Selain itu juga ada cerita mistis dari setiap tempat-tempat, cerita mistis juga dimiliki oleh Telaga Pasir Sarangan, Cerita misteri masih berlanjut, datang dari pulau kecil di tengah Telaga Pasir. Konon pulau tersebut dijadikan sebagai tempat berdoa dan memohon sesuatu dan bahkan sampai memberikan berupa tumbal untuk apa yang diinginkan dan juga terdapat sebuah makam dari tokoh agama yang bernama Syech Muhdur.

Menurut ekpedisi Sholeh Pati dalam acara Mr tukul jalan-jalan. Pada telaga Sarangan terdapat dua penunggu gaib yang berwujud naga yang diyakininya sebagai perwujudan dari Kyai Pasir dan Nyai Pasir.
sedangkan dari pulau kecil tersebut di jaga oleh orang suci yang mempunyai kendaraan se ekor harimau putih dan juga terdapat 3 makam, Makam syech Muhdur, Makam nyai Ramping dan juga makam Joko lelono beliau seorang pengelana agama. Tetapi sosok-sosok dari telaga sarangan tersebut tidak pernah mengganggu dan menampakkan diri.



Dan hingga saat ini pada hari jumat pon bulan ruwah di telaga ini diadakan upacara larung sejaji/larung tumpeng. upacara dilakukan sebagi bentuk syukur kepada sang pencipta atas berkah yang diberikan pada telaga sarangan dan sekitarnya.
Sebelum Tumpeng raksasa di larung di tengah telaga terlebih dahulu di bacakan doa di wilayah punden atau pohon besar yang berada di timur telaga yang diyakini masyarakat sekitar sebagai tempat hilangnya misterius kyai pasir dan nyai pasir.

Hingga saat ini perwujudan naga dari kyai pasir dan nyai pasir dipercayai sebagai penjaga Telaga saranga.




C. PENUTUP

Memiliki banyak pulau-pulau menjadikan Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan, salah satunya cerita rakyat yang ceritamya belum tentu kebenarannya atau masih bisa dikatakan itu hanya mitos, Istilah mitos sudah lama dikenal, bisa dikatakan mitos ialah sesuatu berupa wacana (bisa berupa cerita, asal-usul, atau keyakinan) yang keberadaannya satu paket dengan pantangan yang tidak boleh dilanggar. Orang bilang menentang mitos itu ”pamali” (dosa) bisa kualat. Keberadaan mitos sangat erat kaitannya dengan adat istiadat yang masih bersifat tradisional. Terutama pada sebagian masyarakat yang masih meyakini ajaran animisme dan dinamisme. Mitos dengan aturan yang telah lampau tidak bisa begitu saja disisihkan, akan banyak hal yang harus dilalui untuk menciptakan perubahan itu. Tetunya tidak semudah menutup buku. Cerita tentang asal-usul Telaga Pasir Saragan termasuk cerita Rakya dari daerah Jawa Timur karena letak Telaga Pasir Sarangan yang berada di Magetan, Jawa Timur. Banyak cerita-cerita lainnya yang dapat di gali dari cerita rakya Jawa Timur selain Telaga Pasir.

Perbedaan bahasa, perbedaan daerah dan perbedayaan budaya mungkin salah satu factor yang menjadikanversi dari setiap cerita berbeda-beda, mungkin setiap penyampai dan yang disampaikan berbeda penagkapan dan itulah penyebab kesalahan kominikasi, namun dari semua perbedaan kita tetaplah Indonesia yang mempunyai bbudaya dan bangsa yang beragam dan kita patut untuk bangga.


D. SARAN

Bagaimana ceritanya? Menarik ya untuk disimak dan menambah pengetahuan kita. Saya jadi ingin sekali berkunjung ke Telaga Pasir Sarangan untuk melihat langsung dan mendengar cerita langsung dari penduduk sekitar tentang cerita Telaga Pasir Sarangan.

Dengan melihat pesan moral diatas dapat menjadikan suatu tambahan informasi yang dapat diambil, tidak semua yang ada harus kita percayai dan meyakini benar adanya namun harusnya sikap yang kita lakukan adalah menjaga dan bangga dengan kekayaan budaya yang Negara kita miliki. Melestarikan kebudayaan harusnya yang dapat dilakukan oleh anak-anak bangsa Indonesia, kekayaan budaya, tradisi, suku dll harus kita jaga keutuhannya agar tidak punah dan terus bisa di teruskan oleh generasi-generasi yang akan datang.

Mungkin cerita-cerita rakyat hanya mitos, namun itu semua harus kita lestarikan dan kita turunkan kepada generasi berikutnya. Kita harus patut bangga denga apa yang Indonesia punya dan mungkin masih banyak dari kita yang belum tahu seutuhnya tentang cerita-cerita rakyat dan masih belum mengenalnya. Mungkin saja diantara ribuan bangsa Indonesia generasi-generasi mudanya lebih suka mendengar dongeng-dongeng luar seperti Cinderella, Rapunzel, Aladdin dll ketimbang dongeng-dongeng dari Indonesia. Padahal dongeng Indonesia sangat menarik dan jika di resapi banyak pesan moral yang terkandung di dalamnya.

Jika kita sudah suka membaca folklore dari Indonesia kita akan terus di buat ketagihan untuk membaca cerita yang lainnya, banyak sekali folklore yang Indonesia punya, Nah! jangan hanya sampai disini membaca Folklorenya, mari membaca folklore Indonesia lainnya agar pengetahuan kita tentang folklore Indonesia kita bertambah dan kita bisa ikut melestarikan dan menjaga kebudayaan dan kekayaan yang Indonesia miliki

Mungkin hanya ini yang dapat saya sampaikan mengenai Folore Telaga Pasir Sarangan kurang lebihnya mohon maaf dan semoga di waktu lain saya dapat menceritalan hal lainnya, Terima Kasih sudah membaca.
DAFTAR PUSTAKA

http://ceritarakyatnusantara.com/e/search.php?q=telaga%20sarangan   ( Diakses tanggal 31 Desember 2015 pukul 08.37)

http://laraasih.com/tag/pandangan-masyarakat-terhadap-mitos (Diakses tanggal 31 Desember pukul 10.45)

http://www.kompasiana.com/meinorma/rahasia-di-balik-telaga-sarangan  (Diakses tanggal 31 Desember pukul 08.40)


RAKHMAWATI DWI QORIYATI
(4423154392)
KELAS A UJP 2015











Tidak ada komentar:

Posting Komentar