FOKLORE LEGENDA CANDI MUARA JAMBI
SEBAGAI PENINGGALAN KERAJAAN SRIWIJAYA
Kata pengantar:
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada saya dan kesehatan sehingga saya bisa menyelesaikan tugas 3 ini
Shalawat dan salam
mari kita hanturkan kepada baginda alam nabi besar Muhammad SAW yang mana
membawa kita dari alam kebodohan kepada alam yang terang benderang yang di
sinari oleh nikmat islam dan nikmat ilmu pengetahuan
Rasa terima kasih saya
kepada dosen dosen program usaha jasa pariwisata terkhusus kepada bapak shobirin yang telah memberi kami banyak pelajaran
selama masa perkuliahan
Penulis meminta maaf
jika terdapat kesalahan dalam penulisan dan meminta kritik dan saran
Jakarta 2 januari 2016
Usman
syahputra
Pembahasan
Candi muara jambi yang
terdapat di tanah air tercinta ini adalah salah satu tempat peninggalan
purbakala terluas di Indonesia. Situs purbakala yang terdapat di di kawasan
Desa Muaro Jambi, Kecamatan Marosebo, Ulu Kabupaten Muarojambi ini,
dipredisikan sudah berdiri kokoh pada abad ke-11 Masehi. Dimana pada saat itu
masih berada di bawah masa pemerintahan Sriwijaya dan hingga saat ini candi
tersebut masih utuh dan dan terawat dengan baik.
Tak
hanya itu, ternyata Candi ini merupakan salah satu warisan budaya agama Budha
yang bernilai sangat tinggi. Dimana pada bagian-bagian yang terdapat pada
bangunan Candi tersebut dapat menunjukkan bahwa, zaman dulu Candi Muaro Jambi
ini pernah dijadikan sebagai salah satu pusat tempat peribadatan agama Budha
Tantri Mahayana di Indonesia. Bahkan hal ini juga diperkuat dengan adanya
beberapa hasil temuan benda sejarah yang terdapat pada Candi Muaro ini. Seperti
halnya hasil reruntuhan Stupa, Arca Gajah Singh, Arca Prajinaparamita dan lain
sebagainya.
Selain itu keberadaan Candi
Muaro Jambi ini tambah dipertegas dengan
datangnya sekelompok para Rohaniawan Budha yang berasal dari luar Negeri dan
para Bhiksu asal Tiongkok yang juga datang berkunjung ke Candi Muaro Jambi ini
pada beberapa waktu yang lalu.
Para wisatawan asing tersebut, bertujuan ingin menyaksikan
secara langsung dan ingin mengenal lebih jauh tentang keberadaan dan sejarah
awal mula dari Candi Muaro Jambi ini. Sehingga saat inipun para wisatawan baik
dari dalam maupun luar negeri juga mulai banyak yang berdatangan
Akibat semakin banyaknya para wisatawan yang datang. Pada tahun
yang lalu 2012, Candi Muaro Jambi ini telah diresmikan oleh Presiden yakni
Bapak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang mana dalam hal tersebut mengatakan
bahwa, Candi Muaro Jambi ini dijadikan sebagai Kawasan Wisata Sejarah Terpadu
(KWST) yang terdapat di Sumatera.
Tentunya berkat keberadaan Candi Muaro Jambi yang telah banyak menyedot para
pengunjung (khususnya para penganut agama Budha). Pelestarian serta keamanannya
harus tetap dijaga dan dilestarikan agar obyek wisata yang satu ini tetap
dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata jambibagi para wisatawan lokal maupun
mancanegara.
Cerita rakyat yang berkembang tentang candi muaro
jambi
Kabupaten Muaro Jambi
yang merupakan bagian dari Provinsi Jambi kaya akan peninggalan bersejarah yang
tak ternilai harganya. Sayangnya peninggalan-peninggalan ini masih banya yang
belum ditemukan dan dirawat sebagai mana mestinya. Salah satunya adalah suatu
situs candi yang terdapat di desa Kemingking Dalam, kecamatan Tanggo Rajo. Di
desa ini terdapat beberapa gundukan batu yang pada awalnya tidak dianggap
sebagai apapun oleh warga sekitar. Namun, ketika lapisan tanah yang menumpuk
sedikit demi sedikit mulai luntur, maka terlihatlah bahwa gundukan batu itu
merupakan sebuah candi.
Warga tidak terlalu
mengetaui tentang asal muasal dari candi ini. Penelitian tentang candi inipun
baru saja dilakukan dan belum diketahui hasilnya. Sesuatu yang dapat diyakini
kebenarannya adalah candi ini mungkin berasal dari masa suatu kebudayaan budha
karena bentuk arsitekturnya yang tidak terlalu berbeda dengan candi yang
terletak di situs candi muaro jambi.
Cerita tentang candi
ini banyak berkembang di masyarakat desa Kemingking Dalam. Ada berbagai versi
cerita tentang candi yang sering disebut warga sebagai candi Cino. Salah
satunya adalah bahwa di jaman dahulu kala ketika sistem perdagangan
internasional yang memasuki kerajaan Jambi masih dilakukan melalui aliran
sungai Batanghari, banyak orang asing yang berkunjung bahkan menetap di Jambi
termasuk di Desa Kemingking Dalam. Dari sekian banyak pedagang yang datang dan
pergi ini, ada sekumpulan pedagang yang berasal dari negeri Cina.
Pedagang dari negeri
Cina ini sering melakukan perjalanan bisnis ke daerah Jambi melalui aliran
sungai Batanghari dan ketika mereka berkunjung ke wilayah Jambi mereka akan
menetap untuk beberapa waktu karena telah menempuh perjalanan yang jauh dan
melelahkan. Karena mereka berasal dari Cina dan beragama Buddha maka mereka
kemudian membangun candi yang mereka gunakan untuk kepentingan ibadah mereka
selama mereka berada di wilayah Jambi. Karena hubungan mereka dengan raja atau
penguasadi masa cukup baik, mereka diberi ijin untuk mendirikan kompleks candi
untuk peribadatan mereka. Karena candi itu dibangun oleh pedagang dari negeri
Cina, candi itu kemudian disebut sebagai candi Cino, disesuaikan dengan lafal
masyarkat sekitar.
Hingga kini masa demi
masa telah berlalu, masa perdagangan yang gemilang itu telah lama berakhir
demikian pula dengan fungsi candi yang telah dibangun tersebut semakin lama
semakin terkubur hingga beberapa waktu lalu kembali ditemukan keberadaannya
oleh warga sekitar. Kini segala pelestarian kebudadayaan kuno ini tergantung
kepada pemerintah daerah dan pusat serta kerjasama masyarakat sekitar untuk
menjaga warisan budaya bangsa ini.
Cerita rakyat tentang
desa kemingking
Desa Kemingking Dalam
merupakan termasuk wilayah kecamatan Taman Rajo, kabupaten Muaro Jambi,
Provinsi Jambi. Daerah ini terkenal dengan berbagai macam hasil bumi salah
satunya adalah durian. Di desa Kemingking Dalam, musim durian biasanya tiba
satu atau dua tahun sekali dengan hasil yang berlimpah. Durian dari daerah ini
terkenal karena bentuknya yang tidak terlalu besar namun memiliki rasa khas
yang manis dan legit. Setiap musim panen tiba, masyarakat desa Kemingking Dalam
akan berbondong-bondong menunggui durian yang runtuh di kebun mereka
masing-masing. Mereka menjaga kebun ini bersama keluarga mereka baik di waktu
siang maupun malam. Tetapi, ketika musim panen hampir usai dan buah yang
ada di pohon tinggal sedikit, masyarakat desa Kemingking Dalam tidak akan lagi
menunggui kebun mereka di malam hari. Berkenaan dengan kebiasaan ini, terdapat
sebuah cerita di dalamnya.
Pada suatu masa ketika
desa Kemingking Dalam masih merupakan desa dengan pemerintahan tersendiri dan
raja-rajanya masih berkuasa. Rakyat hidup berdampingan dalam kedamaian dan
kesejahteraan berkat pemimpin yang bijaksana. Namun, tiba-tiba segala kemakmuran
itu terganggu dengan hadirnya seekor harimau besar dari negeri seberang.
Harimau ini buas, bengis, dan lapar. Ia tidak hanya menghabisi ternak warga
masyaraka, tetapi lambat laun harimau ini mulai menyerang manusia. Membuat
belasan orang meninggal sedangkan puluha lainnya luka-luka dengan cacat pada
tubuhnya.
Melihat hal ini, Raja
yang berkuasa di saat itu tidak dapat tinggal diam. Ia kemudian memerintahkan
salah seorang prajuritnya yang paling sakti untuk mengatasi krisis yang terjadi
di kerajaannya. Prajurit ini dengan patuh pergi mencari harimau untuk mengusir
atau membunuhnya. Ketika berhadapan dengan sang harimau prajurit ini langsung
menyerang dengan segala daya upaya yang dimilikinya. Namun sang harimau yang
sangat besar dan kuat dapat dengan mudah mematahkan pedang dan tombak senjata
sang prajurit serta melukai prajurit hingga terluka parah.
Mengetahui kondisinya
yang tidak lagi memungkinkannya untuk bertarung secara maksimal, sang prajurit
kemudian melarikan diri dari sang harimau dengan segenap kesaktiannya yang
tersisa ia dapat menghindari pengejaran si harimau selama beberapa musim.
Hingga akhir tahun itu tiba, cidera yang diderita sang prajurit masih belum
pulih sepenuhnya. Ia masih belum sanggup untuk melawan sang harimau yang terus
mengejarnya seorang diri. Hingga ketika itu sampailah sang prajurit di sebuah
daerah yang masih merupakan bagian dari wilayah Desa Kemingking Dalam sekarang
ini yang dipenuhi aroma manis dan tanahnya dipenuhi buah yang penuh duri.
Di tempat ini sang
prajurit tidak dapat lagi melarikan diri dan ia telah bertekad untuk melawan
sang harimau apapun taruhannya. Ketika sang harimau mendapati sang prajurit
tidak lagi melarikan diri ia pun menyerang sang prajurit tanpa ampun. Mereka
kemudian bertarung dengan seluruh kemampuan mereka. Hingga kemudian sang
prajurit menyadari kehadiran buah yang permukaannya dipenuhi duri itu. Ia
kemudian menggunakan buah yang di masa kini dikenal dengan nama Durian sebagai
senjatanya. Sang prajurit melempar harimau jahat itu dengan durian terus menerus
hingga harimau itu terluka parah dan menyadari bahwa ia telah kalah.
Saat hendak menghabisi
sang harimau, harimau pun meminta ampun atas semua kesalahan yang telah ia
lakukan di masa lalu. Ia pun berjanji kepada sang prajurit untuk tidak lagi
menyerang warga asalkan ia diperbolehkan untuk melahap sebagian dari buah yang
penuh duri yang tumbuh di tanah mereka itu. Karena rasa kasihan dan iba serta
karena melihat kesungguhan dari sang harimau, maka sang prajurit pun membiarkan
harimau untuk terus hidup dengan syarat ia tidak akan mendapat ampun lagi
apabila ia melanggar janjinya pada sang prajurit.
Maka setelah sekian
lama dalam pelarian kembalilah sang prajurit dengan kemenangan di pihaknya. Ia
pun melaporkan segala yang terjadi kepada Rajanya dan meneruskan sumpah sang
harimau kepada seluruh masyarakat untuk dihormati dan dipatuhi. Hingga
sekarang, sumpah sang harimau terus dijaga oleh masyarakat desa Kemingking
Dalam. Sehingga meskipun hutan desa Kemingking Dalam termasuk dalam wilayah
kekuasaan harimau, harimau-harimau ini tidak pernah menampakkan diri ataupun
menyerang warga. Mereka hanya muncul di waktu malam ketika musim durian hampir
usai untuk melahap buah-buah terakhir yang telah diperjanjikan untuknya.
Asal Usul Desa Kemingkin Dalam
Pada zaman dahulu kala
di suatu kerajaan yag bernama Kerajaan Paliang Jati tersebutlah seorang raja
yang arif, bijaksana, dan dermawan yang bernama Raja “Ramanda Sultan Jati”.
Selama kepemimpinan Sang Raja tidak seorangpun rakyatnya yang hidup sengsara
atau menderita. Maka dari itu rakyat sangat menghormati Sang Raja dan mereka
juga tidak segan-segan mempertaruhkan nyawa mereka demi Sang Raja.
Raja Ramanda Sultan
Jati mempunyai seorang permaisuri yang cantik jelita yang selalu menemaninya di
saat susah maupun senang. Karena kecantikannya itulah Sang Permaisuru digelari
sebagai “Permaisuri Ayu” oleh rakyatnya. Tidak berapa lama setelah pernikahan
mereka yang indah dan bahagia, Raja Ramanda Sultan Jati dan Permaisuri Ayu
kemudian dikaruniai seorang putra yang mereka beri nama “Kamanda Sultan Jati”
dan seorang putri yang bernama “Ayunda”.
Sejalan dengan
perjalanan waktu, Kamanda Sultan Jati pun tumbuh dewasa dan tampan. Namun
Kamanda Sultan Jati memiliki kepribadian yang sangat berbeda jauh dengan
ayahandanya. Tingkah lakunya tidak layak disebut sebagai putra mahkota karena
tidak sekalipun ia peduli terhadap kepentingan dan kesejahteraan rakyat dan
kerajaannya. Tidak seperti ayahnya yang arif, bijaksana, dan darmawan Kamanda
Sultan Jati tidak lebih dari seorang yang tamak dan semena-mena kepada
rakyatnya.
Raja Ramanda Sultan
Jati sudah mencapai usia lanjut dan hendak beristirahat dengan meletakkan
tampuk kepemimpinan kepada putra satu-satunya Kamanda Sultan Jati. Sejak saat
itu, tak suatu haripun berlalu tanpa penyesalan dari Yang Mulia Ramanda Sultan
Jati. Karena sejak berada di bawah kepemimpinan putranya, Kerajaan Paliang Jati
yang dulu merupakan kerajaan yang makmur merata hingga seluruh penjuru negeri,
kini hanyalah sebuah daerah dengan kekacauan di mana-mana dan kemiskinan
mewarnai setiap sudut wilayah kecuali tentu saja istana kerajaan dan
sekitarnya.
Pada suatu hari raja
baru ini memaksa ibundanya agar menikah dengannya. Melihat kejadian tersebut,
Ramanda Sultan Jati terkejut tak kuasa menahan kesedihannya lebih jauh lagi.
Sehingga Ramanda Sultan Jati kembali kepada Sang Pencipta dalam kesedihan yang
luar biasa. Permaisuri Ayu pun tenggelam dalam kesedihan yang berlarut-larut
hingga tidak lama kemudian Ia menyusul kepergian suaminya
Tingkah laku Kamanda
Sultan Jati semakin menjadi-jadi setelah kepergian kedua orangtuanya. Rakyatnya
semakin miskin dan menderita karena kemiskinan yang semakin parah dan angka
kriminalitas yang terus meninggi. Namun, Kamanda Sultan Jati tetap saja tidak
melakukan apapun untuk memperbaiki keadaan. Ia justru menjadi semakin
keterlaluan dengan memaksa adiknya Putri Ayunda untuk menikahinya. Dari
pernikahan terlarang tersebut Permaisuri Ayunda memiliki seorang putra yang
bernama “Dimitri Sultan Jati”.
Dimitri Sultan Jati
tumbuh besar di bawah asuhan ibundanya tercinta. Semakin dewasa, Dimitri
semakin mirip dengan kakeknya Sang Raja terdahulu. Baik rupa maupun sifatnya
selalu mengingatkan Permaisuri Ayunda akan rupa dan sifat ayahandanya. Tidak
hanya baik hati dan rupawan, Dimitri juga memiliki rasa keadilan dan keberanian
yang begitu tinggi. Hal ini ia tunjukkan dengan selalu menentang kelakuan dan
kebijakan ayahnya, terutama ketika ayahnya membuat peraturan-peraturan yang
menyengsarakan rakyatnya seperti:
-semua hasil
perkebunan rakyat harus diserahkan pada kerajaan
-50% tanah rakyat
adalah milik kerajaan
-Setiap anak lelaki
yang lahir harus dibunuh karena Kamanda Sultan Jati takut akan ada yang
melakukan perlawanan dan mengalahkannya
-Setiap anak perempuan
yang lahir harus dirawat dan dijaga baik-baik dan ketika dewasa akan dijadikan
selirnya
-dll
Melihat kelakuan
ayahnya yang keterlaluan, Dimitri menentangnya secara terang-terangan. Hal ini
tentu saja membuat Sang Raja lalim marah besar.
“Dimitri! Kamu masih
kecil dan tidak tahu apa-apa. Jika kau menentang ayah lebih jauh lagi, ayah
tidak segan-segan mengusirmu dari istana ini ke tempat kau tidak akan bisa
kembali melihat matahari terbit lagi.” Ancam Kamanda Sultan Jati.
“Ayahanda, ananda
lebih baik pergi dari istana ini daripada hidup dengan orang yang tidak
manusiawi seperti ayah. Sungguh sedih hatiku tidak dapat melakukan suatu apapun
untuk memperbaiki tabiat ayah.” Jawab Dimitri.
Kamanda Sultan Jati
hanya tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban anaknya yang segera beralalu
meninggalkannya. Sebelum pergi Dimitri hendak membawa serta ibunya. Tetapi
Permaisuri Ayunda menolak untuk pergi bersama Dimitri karena ia merasa tidak
dapat meninggalkan rakyatnya menderita begitu saja dan kondisinya yang sedang
hamil tua tidak memungkinkannya untuk bepergian jauh.
Belum lama setelah
kepergian Dimitri istana tampak ramai dengan perayaan kelahiran tiga putra
kembar Sang Raja dan Permaisuri. Karena bahagianya, Sang Raja menggelar suatu
pesta besar sehingga seluruh istana penuh dengan hias-hiasan, tari-tarian, makanan-minuman,
dan para bangsawan. Ketika sedang mengantar salah seorang tamu kayanya pulang,
datanglah seorang pengemis tua menghampiri Sang Raja dan Permaisuri yang masih
berdiri di depan pintu menunggu tamunya menghilang dari pandangan.
“Wahai Raja Yang
Mulia, bolehkah saya meminta sesuap nasi di istanamu yang megah ini?” Tanya
pengemis tua yang menyadarkan tubuh rentanya pada sebatang tongkat itu. Namun,
bukannya memberikan sedikit makanan dari limpahan sajian dari istananya, Sang
Raja justru menjadi sangat murka dan marah melihat pengemis tua ini begitu
lancang berdiri dan meminta di hadapannya.
“Dasar pengemis renta!
Tidak ada sebutir nasipun untuk orang yang menjijikan sepertimu. Pergi dari
sini sebelum bau menjijikkanmu itu mengotori istanaku ini dan menghilangkan
selera makan tamu-tamuku.” Usir Kamanda Sultan Jati sambil berlalu pergi.
“Wahai Raja Yang
Mulia, sesungguhnya kamu harus tahu bahwa kesombonganmulah yang akan
menghancurkan kepemimpinanmu. Dan sesungguhnya tidak akan bisa mati dirimu
kecuali keempat putramu memotong empat bagian tubuhmu dan melemparkannya ke
empat penjuru mata angin.”
Mendengar pernyataan
yang dianggapnya sangat lancang, Sang Raja berpaling dan telah memutuskan untuk
menggantung pengemis tua itu. Tetapi betapa terkejutnya ia ketika melihat tidak
ada seorangpun di tempat pengemis tua tadi berdiri. Ia melihat ke sekeliling
tetapi tetap saja pengemis tua itu tidak terlihat. Kamanda Sultan Jati tidak
mengerti bagaimana seseorang yang sudah tua renta bisa dapat pergi secepat itu.
Tetapi ia dengan segera memutuskan untuk kembali menikmati pestanya yang meriah
dan melupakan sang pengemis sama sekali.
Beberapa masa telah
berlalu sejak peristiwa itu ketika Sang Raja menderita penyakit yang sangat
aneh. Tubuh Sang Raja tidak bisa digerakkan, seluruh tubuhnya menjadi kaku dan
ia telihat seperti mayat hidup. Semua tabib telah didatangkan dari seluruh
penjuru negeri, namun tidak ada seorangpun yang dapat menyembuhkannya. Bahkan
membuat kondisi Sang Raja sedikit lebih baikpun para tabib itu tidak kuasa.
Mereka hanya dapat berkata bahwa penyakit yang menyerang Sang Raja adalah
penyakit yang teramat aneh dan tidak pernah mereka jumpai sebelumnya apalagi
obatnya.
Bertahun-tahun telah
berlalu sejak Sang Raja menderita penyakit aneh. Tetapi penilaian dan pendapat
para tabib tetap sama dan kondisi Raja tidak berubah membaik. Di tengah
keputusasaannya, Sang Permaisuri teringat akan kata-kata pengemis tua yang di
masa lalu telah diusir oleh Kamanda Sultan Jati. Untuk mengakhiri penderitaan
suaminya, Permaisuri kemudian menyuruh ketiga putra kembarnya untuk memotong
empat bagian tubuh Kamanda Sultan Jati. Tetapi usaha itu ternyata sia-sia
karena sebelum empat bagian tubuh itu di bawa ke empat penjuru mata angin,
tubuh Raja kembali seperti semula.
Sang Permaisuri
menjadi kecewa karena ternyata hal itu tidak dapat dilakukan tanpa kehadiran
putra sulungnya, Dimitri Sultan Jati. Sedangkan dirinya sama sekali tidak
mengetahui keberadaan Dimitri sekarang. Beberapa tahun lagi berlalu dengan
tujuan utama pasukan Kerajaan Paliang Jati adalah mencari Putra Mahkota yang
menghilang. Meski segala upaya telah dilakukan dan setiap tempat telah
didatangi tetapi tetap saja keberadaan Dimitri Sultan Jati adalah misteri.
Hingga suatu hari seorang prajurit berhasil memasuki istana Kerajaan Paliang
Jati dan menerobos bagian tengah yang merupakan tempat khusus bagi Raja dan
Permaisurinya. Sang Permaisuri yang melihat prajurit ini menegur dan
memarahinya karena telah lancang memasuki kamar Raja terlebih Sang Raja kini
sedang sakit.
Tetapi Permaisuri
Ayunda terkejut karena prajurit itu tidak pergi seperti yang ia perintahkan
namun justru duduk bersimpuh di hadapan Sang Permaisuri, lalu membuka penutup
wajahnya.
“Ibunda” ujar prajurit
yang ternyata adalah Dimitri Sultan Jati yang menyamar.
“Di… Dimitri… Anakku!”
Permaisuri Ayunda tiba-tiba merasakan emosi yang bercampur antara sedih,
bahagia, dan rindu sehingga ia tak kuasa menahan airmatanya sembari memeluk
putra sulungnya yang tercinta.
“Iya Ibunda, yang kini
ada di hadapanmu adalah putramu yang selama ini Ibunda cari. Bagaimana keadaan
Ayahanda? Mengapa Ayahanda menjadi sedemikian buruk keadaannya?” Tanya Dimitri
penuh rasa ingin tahu.
Kemudian Permaisuri
menceritakan segala yang telah dilakukan oleh Sang Raja setelah kepergian
Dimitri. Ia pun bercerita kepada Dimitri tentang adik-adiknya dan pengemis tua
itu, tentang bagaimana buruknya perlakuan Sang Raja dan kutukan yang diberikan
oleh pengemis tua itu. Dimitri tertegun mendengar penuturan ibunya dan akhirnya
mengerti ketika ibunya menceritakan tentang usaha yang dilakukan oleh
saudara-saudaranya tidak berhasil sehingga tubuh ayahnya tetap utuh hingga
kini.
Dimitri begitu sedih
dan terenyuh ketika pada akhirnya ia menemui ayahnya yang kini tidak dapat
melakukan apapun selain terbaring kaku tanpa dapat menggerakkan tubuh
sedikitpun.
“Ayahanda…. Mengapa
keadaan Ayahnda menjadi sedemikian buruk?” Dimitri tak kuasa menahan
kesedihannya melihat sang ayah yang terlihat begitu tua, kurus, dan tak
bertenaga, sangat jauh berbeda dengan ayahnya pada terakhir kali mereka
bertemu. Sang Raja yang menyadari kehadiran putra sulungnya hanya dapat
mengalirkan airmata tanpa dapat berekspresi sedikitpun.
“Ibunda, tidak ada
suatu apapun yang dapat saya lakukan berkaitan dengan kondisi Ayahanda saat
ini. Bahkan tabib yang paling paling hebat pun tidak dapat meringankan
penderitaan Ayahanda, terlebih lagi Ananda yang tidak lebih dari seorang anak
yang tak berguna. Tetapi bagaimanapun sikap dan sifat Ayahanda dulu, Kamanda
Sultan Jati adalah Ayahandaku. Dan Ananada akan selalu menyayangi dan
menghormati Ayahanda.
“Jika ada satu hal
yang dapat Ananda lakukan untuk Ayahanda, hal itu adalah mengakhiri penderitaan
Ayahanda. Tetapi tahukah Ibunda, bahwa hal itu akan sangat menyakiti hatiku?
Ananda tidak sanggup memotong bagian tubuh Ayahanda, Ibunda.”
“Oh, Dimitri putraku
sayang. Ibunda tahu betapa hal itu akan sangat menyakiti hatimu. Tetapi coba
pikirkan penderitaan yang telah dan akan diderita oleh Ayahandamu apabila
engkau tetap berpegang teguh pada lembut hatimu. Seringkali rasa cinta adalah
melakukan yang terbaik bagi orang yang kita kasihi, bukan yang terbaik bagi
kita meskipun hal itu akan sangat menyakitkan bagi kita.”
Setelah berpikir
mendalam dan melihat kondisi ayahnya dengan mata kepalanya sendiri, Dimitri
menyadari bahwa akan lebih menyiksa bagi ayahnya jika ia tetap pada lembut
hatinya. Hingga suatu hari telah bulatlah tekad Dimitri hingga ia memanggil
ketiga adik dan ibunya untuk menyampaikan keputusannya pada mereka semua,
kemudian bersama-samalah mereka menemui Sang Raja di kediamannya.
“Ayahanda, sungguh
sedih hatiku karena harus menjadi orang yang melakukan hal ini kepada Ayahanda
yang sesungguhnya sangat aku hormati dan sayangi. Tetapi hatiku jauh lebih
sakit lagi jika terus melihat Ayahanda berada dalam penderitaan yang tak
terkira ini. Segala yang Ananda dan adik-adik lakukan hanyalah demi kebaikan
Ayahanda semata. Oleh karena itu, kami hanya akan memotong jari kelingking
Ayahnda. Semoga dengan kebaikan Tuhan, Ayahanda mendapatkan yang terbaik.”
Mendengar perkataan
anaknya Sang Raja hanya dapat mengedipkan matanya yang basah oleh airmata sebagai
tanda persetujuan, ungkapan maaf, terima kasih dan campuran emosi lainnya yang
tidak sanggup ia tunjukkan. Setelah berkata demikian, Dimitri pun memotong
kelingking Sang Raja dan dilanjutkan oleh ketiga adiknya terhadap kelingking
ayah mereka yang lain. Selanjutnya, kelingking-kelingking itupun mereka bawa
masing-masing ke arah empat penjuru mata angin dan dijatukan di empat tempat
yang berbeda.
Dari keempat tempat
yang menjadi tempat jatuhnya kelingking Sang Raja, jika dihubungkan maka
terbentuklah sebuah daerah yang subur dan kemudian dihuni oleh banyak orang.
Lokasi ini kemudian terus berkembang menjadi sebuah desa yang ramai dan
sejahtera. Berdasarkan asal usulnya desa ini seharusnya bernama desa
Kelingking, tetapi karena masyarakat daerah ini memiliki kesulitan dalam
melafalkan “L” maka desa ini berkembang menjadi desa Kemingking yang terbagi
menjadi dua bagian, yaitu Desa Kemingking Luar dan Desa Kemingking Dalam yang
sekarang merupakan bagian dari kecamatan Taman Rajo, kabupaten Muaro Jambi, Provinsi
Jambi.
menurut salah satu pengunjung yaitu fikri fakrurrazi candi tersebut masih banyak kekurangan dari destinasi berikut ini diantaranya banyak candi candi yang rusak dan kurang nya pemeliharaan dari pengurus dari candi tersebut
daftar pustaka:
http/ wikipedia
cerita rakyat candi muaro jambi
candi muaro jambi sebagai situs sejarah kerajaan sriwijaya
pengunjung Fikry fakkhrurrazi
kesimpulan
- candi muaro jambi peninggalan kerajaan sriwijaya
- candi candi ini masih kurang perhatian dari penduduk setempat
- candi ini menjadi situs sejarah keraan sriwijaya pada masa lampau
saran:
penulis meminta saran dan kritik jika dalam penulisan masih banyak kekurangan dan meminta maaf jika masih ada kekuranngan
Usman
syahputra (ujp B)
442 31 555 44
Tidak ada komentar:
Posting Komentar