Minggu, 03 Januari 2016

Tugas 3 - Folklor Indonesia

Foklor Bukan Lisan dari Rumah Betang Kalimantan

Kata Pengantar
Puji dan puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah -Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas tentang folklor ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Tak lupa pula, saya kirimkan salam dan salawat kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, dan seluruh sahabatnya.

Tugas sejarah mengenai folklore yang saya susun ini berjudul Folklor Bukan Lisan dari Rumah Betang Kalimantan ini hadir untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah indonesia yang diberikan oleh
Bapak Shobirin, dosen Pembimbing Mata Kuliah Sejarah Indonesia. Banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tugas ini. Oleh karna itu, saya ucapkan banyak terimakasih. Saya menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karna itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian.

Besar harapan saya, dengan hadirnya tugas ini dapat memberikan sedikit pengetahuan kepada yang membutuhkan.
Bekasi, 03 Januari 2016


Medina Noer Nasution
Pembahasan

Kata folklore merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris folklore, berasal dari dua kata folk dan lore. Kata folk berarti sekelompok orang yang memiliki cirri pengenal fisik, social dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok kelompok social lainnya. Ciri pengenal itu antara lain: warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, dsb. Kata lore merupakan tradisio dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui salah satu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat.
Folklore adalah bagian dari kebudayaan yang disebarkan atau diwariskan secara tradisional baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai isyarat atau alat bantu poengingat.
Sedangakn menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan.  Folklor meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok. Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai tradisi budaya. Bidang studi yang mempelajari folklor disebut folkloristika. Istilah filklor berasal dari bahasa Inggris, folklore, yang pertama kali dikemukakan oleh sejarawan Inggris William Thoms dalam sebuah surat yang diterbitkan oleh London Journal pada tahun 1846.[1] Folklor berkaitan erat dengan mitologi    
Menurut Jan Harold Brunvard, ahli folklor dari Amerika Serikat, folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu:
1) Folklor Lisan
Merupakan folkor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan secara lisan.
Folkor jenis ini terlihat pada:
(a) Bahasa rakyat adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan dalam hidup sehari-hari. Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.
(b) Ungkapan tradisional adalah kelimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang. Peribahasa biasanya mengandung kebenaran dan kebijaksanaan. Seperti, peribahasa, pepatah.
(c) Pertanyaan tradisional (teka-teki)
Menurut Alan Dundes, teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur pelukisan, dan jawabannya harus diterka.
(d) Puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk tertentu. Fungsinya sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, untuk memulai suatu permainan, mengganggu orang lain. Seperti: pantun, syair, sajak.

(e) Cerita prosa rakyat, merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun (dari mulut ke mulut) di dalam masyarakat.Seperti: mite, legenda, dongeng.
(f) Nyanyian rakyat, adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Berfungsi rekreatif, yaitu mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran hidup sehingga dapat manjadi semacam pelipur lara. Seperti: lagu-lagu dari berbagai daerah.

2) Folklor Sebagian Lisan
Merupakan folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang termasuk dalam folklor sebagian lisan, adalah:
(a) Kepercayaan rakyat (takhyul), kepercayaan ini sering dianggap tidak berdasarkan logika karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menyangkut kepercayaan dan praktek (kebiasaan). Diwariskan melalui media tutur kata.

(b) Permainan rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa bantuan orang dewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel, main tali,dsb.
(c) Teater rakyat
(d) Tari Rakyat
(e) Pesta Rakyat
(f) Upacara Adat yang berkembang di masyarakat didasarkan oleh adanya keyakinan agama ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat biasanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.

3) Folklor Bukan Lisan
Merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Biasanya meninggalkan bentuk materiil(artefak). Yang termasuk dalam folklor bukan lisan:
(a) Arsitektur rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci)

Arsitektur merupakan sebuah seni atau ilmu merancang bangunan.
(b) Kerajinan tangan rakyat
Awalnya dibuat hanya sekedar untuk mengisi waktu senggang dan untuk kebutuhan rumah tangga.
(c) Pakaian/perhiasan tradisional yang khas dari masing-masing daerah
(d) Obat-obatan tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat masuk angin)
(e) Masakan dan minuman tradisional.
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang Rumah Betang Kalimantan(folklore bukan lisan), Rumah betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat diberbagai penjuru Kalimantan dan dihuni oleh masyarakat Dayak terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak.



“Rumah Betang merupakan simbol persatuan suku Dayak. Kalau sudah tidak ada Rumah Betang, berarti persatuan dan kebersamaannya sudah kendur. Mungkin hanya ada beberapa Rumah Betang yang bertahan sampai sekarang, banyak yang sudah musnah karena terjadi perpecahan.”-Remang,warga sui itik.
*Rumah Betang mempunyai Ciri-ciri yaitu bentuk panggung dan memanjang. Panjangnya bisa mencapai 30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter. Biasanya Betang dihuni oleh 100-150 jiwa, Betang dapat dikatakan sebagai rumah suku, karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar yang menjadi penghuninya dan dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu. Bagian dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang bisa dihuni oleh setiap keluarga. Pada suku Dayak tertentu, pembuatan rumah Betang atau rumah panjang haruslah memenuhi beberapa persyaratan berikut diantaranya pada hulunya haruslah searah dengan matahari terbit dan sebelah hilirnya ke arah matahari terbenam. Hal ini dianggap sebagai simbol dari kerja keras untuk bertahan hidup mulai dari matahari terbit hingga terbenam.Semua suku Dayak, terkecuali suku Dayak Punan yang hidup mengembara, pada mulanya berdiam dalam kebersamaan hidup secara komunal di rumah betang/rumah panjang, yang lazim disebut Lou, Lamin, Betang, dan Lewu Hante. Betang memiliki keunikan tersendiri, keunikan dari rumah betang bisa dijelaskan sebagai berikut
Rumah betang bentuknya memanjang serta terdapat sebuah tangga dan pintu masuk ke dalam betang. Tangga sebagai alat penghubung pada betang dinamakan hejot. Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni betang, seperti menghindari musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang datang melanda. Hampir semua betang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan. Bangunan betang biasanya berukuran besar, panjangnya dapat mencapai Betang di bangun menggunakan bahan kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin, selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai dengan ratusan tahun, kayu ini juga anti rayap.
Pada halaman depan betang biasanya terdapat balai sebagai tempat menerima tamu maupun sebagai tempat pertemuan adat. Pada halaman depan betang selain terdapat balai juga dapat dijumpai sapundu. Sapundu merupakan sebuahpatung atau totem yang pada umumnya berbentuk manusia yang memiliki ukiran-ukiran yang khas. Sapundu memiliki fungsi sebagai tempat untuk mengikatkan binatang-binatang yang akan dikurbankan untuk prosesi upacara adat. Terkadang terdapat juga patahu di halaman betang yang berfungsi sebagai rumah pemujaan.
Pada bagian belakang dari betang dapat ditemukan sebuah balai yang berukuran kecil yang dinamakan tukau yang digunakan sebagai gudang untuk menyimpan alat-alat pertanian, seperti lisung atau halu. Pada betang juga terdapat sebuah tempat yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan senjata, tempat itu biasa disebut bawong. Pada bagian depan atau bagian belakang betang biasanya terdapat pula sandung. Sandung adalah sebuah tempat penyimpanan tulang-tulang keluarga yang sudah meninggal serta telah melewati proses upacara tiwah.
Rumah Bentang mempunyai makna dan nilai tersendiri yaitu :
Rumah Panjang/Rumah Betang bagi masyarakat Dayak tidak saja sekedar ungkapan legendaris kehidupan nenek moyang, melainkan juga suatu pernyataan secara utuh dan konkret tentang tata pamong desa, organisasi sosial serta sistem kemasyarakatan, sehingga tak pelak menjadi titik sentral kehidupan warganya. Sistem nilai budaya yang dihasilkan dari proses kehidupan rumah panjang, menyangkut soal makna dari hidup manusia; makna dari pekerjaan; karya dan amal perbuatan; persepsi mengenai waktu; hubungan manusia dengan alam sekitar; soal hubungan dengan sesama. Dapat dikatakan bahwa rumah betang memberikan makna tersendiri bagi masyarakat Dayak. Rumah betang adalah pusat kebudayaan mereka karena disanalah seluruh kegiatan dan segala proses kehidupan berjalan dari waktu ke waktu.
Rumah betang memang bukan sebuah hunian mewah dengan aneka perabotan canggih seperti yang diidamkan oleh masyarakat modern saat ini. Rumah betang cukuplah dilukiskan sebagai sebuah hunian yang sederhana dengan perabotan seadanya. Namun, dibalik kesederhanaan itu, rumah betang menyimpan sekian banyak makna dan sarat akan nilai-nilai kehidupan yang unggul. Tak dapat dipungkiri bahwa rumah telah menjadi simbol yang kokoh dari kehidupan komunal masyarakat Dayak. Dengan mendiami rumah betang dan menjalani segala proses kehidupan di tempat tersebut, masyarakat Dayak menunjukkan bahwa mereka juga memiliki naluri untuk selalu hidup bersama dan berdampingan dengan warga masyarakat lainnya. Mereka mencintai kedamaian dalam komunitas yang harmonis sehingga mereka berusaha keras untuk mempertahankan tradisi rumah betang ini. Harapan ini didukung oleh kesadaran setiap individu untuk menyelaraskan setiap kepentingannya dengan kepentingan bersama. Kesadaran tersebut dilandasi oleh alam pikiran religio-magis, yang menganggap bahwa setiap warga mempunyai nilai dan kedudukan serta hak hidup yang sama dalam lingkungan masyarakatnya.
Rumah betang selain sebagai tempat kediaman juga merupakan pusat segala kegiatan tradisional warga masyarakat. Apabila diamati secara lebih seksama, kegiatan di rumah panjang menyerupai suatu proses pendidikan tradisional yang bersifat non-formal. Rumah betang menjadi tempat dan sekaligus menjadi sarana yang efektif bagi masyarakat Dayak untuk membina keakraban satu sama lain. Di tempat inilah mereka mulai berbincang-bincang untuk saling bertukar pikiran mengenai berbagai pengalaman, pengetahuan dan keterampilan satu sama lain. Hal seperti itu bukanlah sesuatu yang sukar untuk dilakukan, meskipun pada malam hari atau bahkan pada saat cuaca buruk sekalipun, sebab mereka berada di bawah satu atap. Demikianlah pengalaman, pengetahuan dan keterampilan diwariskan secara lisan kepada generasi penerus. Dalam suasana kehidupan rumah panjang, setiap warga selalu dengan sukarela dan terbuka terhadap warga lainnya dalam memberikan petunjuk dan bimbingan dalam mengerjakan sesuatu. Kesempatan seperti itu juga terbuka bagi kelompok dari luar rumah panjang.
Kehidupan Komunal Dirumah Bentang:
Rumah betang yang tersisa pada masyarakat Dayak merupakan contoh kehidupan budaya tradisional yang mampu bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan. Kiranya perlu diungkapkan lebih jauh faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Dayak dapat mempertahankan rumah betang mereka. Masyarakat Dayak memiliki naluri untuk selalu hidup bersama secara berdampingan dengan alam dan warga masyarakat lainnya. Mereka gemar hidup damai dalam komunitas yang harmonis sehingga berusaha terus bertahan dengan pola kehidupan rumah betang. Harapan ini didukung oleh kesadaran setiap individu untuk menyelaraskan kepentingannya dengan kepentingan bersama. Kesadaran tersebut dilandasi oleh alam pikiran religio-magis, yang menganggap bahwa setiap warga mempunyai nilai dan kedudukan serta hak hidup yang sama dalam lingkungan masyarakatnya. Dengan mempertahankan rumah betang, masyarakat Dayak tidak menolak perubahan, baik dari dalam maupun dari luar, terutama perubahan yang menguntungkan dan sesuai dengan kebutuhan rohaniah dan jasmaniah mereka. Pola pemukiman rumah betang erat hubungannya dengan sumber-sumber makanan yang disediakan oleh alam sekitarnya, seperti lahan untuk berladang, sungai yang banyak ikan, dan hutan-hutan yang dihuni binatang buruan. Namun dewasa ini, ketergantungan pada alam secara bertahap sudah mulai berkurang. Masyarakat Dayak telah mulai mengenal perkebunan dan peternakan. Rumah betang menggambarkan keakraban hubungan dalam keluarga dan pada masyarakat.
*Seni Tradisional yang ada di dalam rumah Betang:
Rumah betang selain tempat kediaman juga merupakan pusat segala kegiatan tradisional warga masyarakat. Apabila diamati secara lebih seksama, kegiatan di rumah betang menyerupai proses pendidikan tradisional yang bersifat non formal. Dalam masyarakat Dayak terdapat pembagian tugas atau perbedaan dalam mengerjakan seni tradisional. Kaum pria terampil dalam ngamboh (pandai besi), menganyam, dan mengukir, sedangkan wanita lebih terampil dalam menenun dan menganyam yang halus Dalam kelompok yang relatif kecil lebih mudah bagi setiap warga untuk berusaha menambah pengetahuan dan keterampilannya, sehingga mereka dapat berguna dalam masyarakat, sebab apabila mereka tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai mereka dianggap pemalas.
*Aspek Penting Yang Ada Dirumah Bentang:
Meski terbilang sangat sederhana dan jauh dari kesan mewah, rumah betang tetaplah menjadi hunian yang bernilai tinggi bagi masyarakat Dayak. Oleh karena itu sangat penting kiranya bagi kita untuk mencermati lebih jauh pandangan masyarakat Dayak mengenai rumah betang yang tercermin dalam beberapa aspek berikut ini:
Aspek penghunian. Rumah betang merupakan struktur multi-keluarga permanen dan terutama berfungsi sebagai tempat tinggal utama di samping rumah pondok di ladang.
Aspek hukum dan hak milik. Rumah panjang mempunyai aspek kepemilikan yang jelas. Terutama adalah hak kepemilikan semua keluarga secara bersama menguasai semua tanah diwilayah rumah panjang. Hak wilayah rumah panjang merupakan hak sekunder, sedangkan hak primer dipegang oleh tiap-tiap keluarga atau kelompok keluarga kecil yang memiliki ikatan kekerabatan. Rumah betang juga merupakan unit peradilan yang sangat penting. Acap kali pertikaian antar anggota rumah betang dapat diselesaikan oleh tetua adat secara internal. Satu hal yang menonjol adalah wewenang seseorang atau satu keluarga tertentu relatif kecil, yang jauh lebih penting adalah wewenang rumah panjang secara keseluruhan. Hal itu disebabkan adanya egalitarisme yang kuat dalam masyarakat Dayak.
Aspek ekonomi. Rumah panjang memegang peranan penting dalam distribusi arus tenaga kerja dan hasil kerja antar keluarga. Pemakaian tenaga kerja tambahan dari keluarga lain, merupakan kunci dari sistem perladangan yang mereka jalankan.
*Bagian Bagian Rumah Betang:
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak ada ketentuan khusus dalam peletakan ruang pada Rumah Betang yaitu:
1.  Pusat atau poros bangunan dimana tempat orang berkumpul melakukan berbagai macam kegiatan baik itu kegiatan keagaman, sosial masyarakat dan lain-lain maka ruang los, harus berada ditengah bangunan.
2.  Ruang tidur, harus disusun berjajar sepanjang bangunan Betang. Peletakan ruang tidur anak dan orang tua ada ketentuan tertentu dimana ruang tidur orang tua harus berada paling ujung dari aliran sungai dan ruang tidur anak bungsu harus berada pada paling ujung hilir aliran sungai, jadi ruang tidur orang tua dan anak bungsu tidak boleh diapit dan apabila itu dilanggar akan mendapat petaka bagi seisi rumah.
3.  Bagian dapur harus menghadap aliran sungai, menurut mitos supaya mendapat rezeki.
4.  Tangga. Tangga dalam ruangan rumah adat Betang harus berjumlah ganjil, tetapi umumnya berjumlah 3 yaitu berada di ujung kiri dan kanan, satu lagi di depan sebagai penanda atau ungkapan rasa solidaritas menurut mitos tergantung ukuran rumah, semakin besar ukuran rumah maka semakin banyak tangga.
5.  Pante adalah lantai tempat menjemur padi, pakaian, untuk mengadakan upacara adat lainnya. Posisinya berada didepan bagian luar atap yeng menjorok ke luar. Lantai pante terbuat dari bahan bambu, belahan batang pinang, kayu bulatan sebesar pergelangan tangan atau dari batang papan.
6.  Serambi adalah pintu masuk rumah setelah melewati pante yang jumlahnya sesuai dengan jumlah kepala keluarga. Di depan serambi ini apabila ada upacara adat kampung dipasang tanda khusus seperti sebatang bambu yang kulitnya diarit halus menyerupai jumbai-jumbai ruas demi ruas.
7.  Sami berfungsi ruang tamu sebagai tempat menyelenggarakan kegiatan warga yang memerlukan.
8.  Jungkar. Tidak seperti raungan yang pada umumnya harus ada. Sementara Jungkar sebagai ruan tambahan dibagian belakang bilik keluarga masing-masing yang atapnya menyambung atap rumah panjang atau ada kalanya bumbung atap berdiri sendiri tapi masih merupakan bagian dari rumah panjang. Jungkar ditempatkan di tangga masuk atau keluar bagi satu keluarga, agar tidak mengganggu tamu yang sedang bertandang. Jungkar yang atapnya menyambung pada atap rumah panjang dibuatkan ventilasi pada atap yang terbuka dengan ditopang/disanggah kayu yang sewaktu hujan atau malam hari dapat ditutup kembali
Penutup
A.Kesimpulan
Lebih dari bangunan untuk tempat tinggal suku dayak, sebenarnya rumah Betang adalah jantung dari struktur sosial kehidupan orang Dayak. Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama ataupun latar belakang sosial.
B. Saran
Demikianlah yang dapat saya sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam tugas ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang saya peroleh hubungannya dengan tugas ini saya banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada saya demi sempurnanya tugas ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis.


Daftar Pustaka

http://www.anneahira.com/rumah-adat-suku-dayak-8493.htm http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1054/rumah-adat-betang https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_betang
2011/11/pengertian-folklore-beserta-jenis.html

http://www.kalimantan-news.com/wisata.php?idw=4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar