Foklor
Bukan Lisan dari Rumah Betang Kalimantan
Kata
Pengantar
Puji dan puji syukur saya
panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah -Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas tentang folklor ini sesuai dengan batas waktu yang
telah ditentukan. Tak lupa pula, saya kirimkan salam dan salawat kepada
junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Tugas sejarah mengenai folklore yang saya susun ini berjudul Folklor Bukan Lisan dari Rumah Betang Kalimantan ini hadir untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah indonesia yang diberikan oleh Bapak Shobirin, dosen Pembimbing Mata Kuliah Sejarah Indonesia. Banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tugas ini. Oleh karna itu, saya ucapkan banyak terimakasih. Saya menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karna itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian.
Besar harapan saya, dengan hadirnya tugas ini dapat memberikan sedikit pengetahuan kepada yang membutuhkan.
Tugas sejarah mengenai folklore yang saya susun ini berjudul Folklor Bukan Lisan dari Rumah Betang Kalimantan ini hadir untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah indonesia yang diberikan oleh Bapak Shobirin, dosen Pembimbing Mata Kuliah Sejarah Indonesia. Banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tugas ini. Oleh karna itu, saya ucapkan banyak terimakasih. Saya menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karna itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian.
Besar harapan saya, dengan hadirnya tugas ini dapat memberikan sedikit pengetahuan kepada yang membutuhkan.
Bekasi, 03 Januari 2016
Medina Noer Nasution
Pembahasan
Kata folklore merupakan
pengindonesiaan dari bahasa Inggris folklore, berasal dari dua kata folk dan
lore. Kata folk berarti sekelompok orang yang memiliki cirri pengenal fisik,
social dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok kelompok social
lainnya. Ciri pengenal itu antara lain: warna kulit, bentuk rambut, mata
pencaharian, dsb. Kata lore merupakan tradisio dari folk, yaitu sebagian
kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui salah satu contoh yang
disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat.
Folklore adalah bagian dari kebudayaan yang disebarkan atau diwariskan secara tradisional baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai isyarat atau alat bantu poengingat.
Sedangakn menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan. Folklor meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok. Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai tradisi budaya. Bidang studi yang mempelajari folklor disebut folkloristika. Istilah filklor berasal dari bahasa Inggris, folklore, yang pertama kali dikemukakan oleh sejarawan Inggris William Thoms dalam sebuah surat yang diterbitkan oleh London Journal pada tahun 1846.[1] Folklor berkaitan erat dengan mitologi
Folklore adalah bagian dari kebudayaan yang disebarkan atau diwariskan secara tradisional baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai isyarat atau alat bantu poengingat.
Sedangakn menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan. Folklor meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok. Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai tradisi budaya. Bidang studi yang mempelajari folklor disebut folkloristika. Istilah filklor berasal dari bahasa Inggris, folklore, yang pertama kali dikemukakan oleh sejarawan Inggris William Thoms dalam sebuah surat yang diterbitkan oleh London Journal pada tahun 1846.[1] Folklor berkaitan erat dengan mitologi
Menurut Jan Harold
Brunvard, ahli folklor dari Amerika Serikat, folklor dapat digolongkan ke dalam
tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu:
1) Folklor Lisan
Merupakan folkor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan secara lisan.
Folkor jenis ini terlihat pada:
(a) Bahasa rakyat adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan dalam hidup sehari-hari. Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.
(b) Ungkapan tradisional adalah kelimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang. Peribahasa biasanya mengandung kebenaran dan kebijaksanaan. Seperti, peribahasa, pepatah.
(c) Pertanyaan tradisional (teka-teki)
Menurut Alan Dundes, teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur pelukisan, dan jawabannya harus diterka.
(d) Puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk tertentu. Fungsinya sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, untuk memulai suatu permainan, mengganggu orang lain. Seperti: pantun, syair, sajak.
(e) Cerita prosa rakyat, merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun (dari mulut ke mulut) di dalam masyarakat.Seperti: mite, legenda, dongeng.
(f) Nyanyian rakyat, adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Berfungsi rekreatif, yaitu mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran hidup sehingga dapat manjadi semacam pelipur lara. Seperti: lagu-lagu dari berbagai daerah.
1) Folklor Lisan
Merupakan folkor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan secara lisan.
Folkor jenis ini terlihat pada:
(a) Bahasa rakyat adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan dalam hidup sehari-hari. Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.
(b) Ungkapan tradisional adalah kelimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang. Peribahasa biasanya mengandung kebenaran dan kebijaksanaan. Seperti, peribahasa, pepatah.
(c) Pertanyaan tradisional (teka-teki)
Menurut Alan Dundes, teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur pelukisan, dan jawabannya harus diterka.
(d) Puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk tertentu. Fungsinya sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, untuk memulai suatu permainan, mengganggu orang lain. Seperti: pantun, syair, sajak.
(e) Cerita prosa rakyat, merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun (dari mulut ke mulut) di dalam masyarakat.Seperti: mite, legenda, dongeng.
(f) Nyanyian rakyat, adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Berfungsi rekreatif, yaitu mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran hidup sehingga dapat manjadi semacam pelipur lara. Seperti: lagu-lagu dari berbagai daerah.
2) Folklor Sebagian Lisan
Merupakan folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang termasuk dalam folklor sebagian lisan, adalah:
(a) Kepercayaan rakyat (takhyul), kepercayaan ini sering dianggap tidak berdasarkan logika karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menyangkut kepercayaan dan praktek (kebiasaan). Diwariskan melalui media tutur kata.
(b) Permainan rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa bantuan orang dewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel, main tali,dsb.
(c) Teater rakyat
(d) Tari Rakyat
(e) Pesta Rakyat
(f) Upacara Adat yang berkembang di masyarakat didasarkan oleh adanya keyakinan agama ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat biasanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.
Merupakan folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang termasuk dalam folklor sebagian lisan, adalah:
(a) Kepercayaan rakyat (takhyul), kepercayaan ini sering dianggap tidak berdasarkan logika karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menyangkut kepercayaan dan praktek (kebiasaan). Diwariskan melalui media tutur kata.
(b) Permainan rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa bantuan orang dewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel, main tali,dsb.
(c) Teater rakyat
(d) Tari Rakyat
(e) Pesta Rakyat
(f) Upacara Adat yang berkembang di masyarakat didasarkan oleh adanya keyakinan agama ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat biasanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.
3) Folklor Bukan Lisan
Merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Biasanya meninggalkan bentuk materiil(artefak). Yang termasuk dalam folklor bukan lisan:
(a) Arsitektur rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci)
Arsitektur merupakan sebuah seni atau ilmu merancang bangunan.
(b) Kerajinan tangan rakyat
Awalnya dibuat hanya sekedar untuk mengisi waktu senggang dan untuk kebutuhan rumah tangga.
(c) Pakaian/perhiasan tradisional yang khas dari masing-masing daerah
(d) Obat-obatan tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat masuk angin)
(e) Masakan dan minuman tradisional.
Merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Biasanya meninggalkan bentuk materiil(artefak). Yang termasuk dalam folklor bukan lisan:
(a) Arsitektur rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci)
Arsitektur merupakan sebuah seni atau ilmu merancang bangunan.
(b) Kerajinan tangan rakyat
Awalnya dibuat hanya sekedar untuk mengisi waktu senggang dan untuk kebutuhan rumah tangga.
(c) Pakaian/perhiasan tradisional yang khas dari masing-masing daerah
(d) Obat-obatan tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat masuk angin)
(e) Masakan dan minuman tradisional.
Pada kesempatan
kali ini saya akan membahas tentang Rumah Betang Kalimantan(folklore bukan
lisan), Rumah betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat diberbagai penjuru
Kalimantan dan dihuni oleh masyarakat Dayak terutama di daerah hulu sungai yang
biasanya menjadi pusat pemukiman suku
Dayak.
“Rumah Betang
merupakan simbol persatuan suku Dayak. Kalau sudah tidak ada Rumah Betang,
berarti persatuan dan kebersamaannya sudah kendur. Mungkin hanya ada beberapa
Rumah Betang yang bertahan sampai sekarang, banyak yang sudah musnah karena
terjadi perpecahan.”-Remang,warga sui itik.
*Rumah Betang mempunyai Ciri-ciri
yaitu bentuk panggung dan memanjang. Panjangnya bisa mencapai 30-150 meter
serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang
tingginya sekitar 3-5 meter. Biasanya
Betang dihuni oleh 100-150 jiwa, Betang dapat dikatakan sebagai rumah suku,
karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar yang menjadi penghuninya
dan dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu. Bagian
dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang bisa dihuni oleh setiap
keluarga. Pada suku Dayak tertentu, pembuatan rumah Betang atau rumah panjang
haruslah memenuhi beberapa persyaratan berikut diantaranya pada hulunya
haruslah searah dengan matahari terbit dan sebelah hilirnya ke arah matahari
terbenam. Hal ini dianggap sebagai simbol dari kerja keras untuk bertahan hidup
mulai dari matahari terbit hingga terbenam.Semua suku Dayak, terkecuali suku
Dayak Punan yang hidup mengembara, pada mulanya berdiam dalam kebersamaan hidup
secara komunal di rumah betang/rumah panjang, yang lazim disebut Lou, Lamin, Betang, dan Lewu Hante. Betang
memiliki keunikan tersendiri, keunikan dari rumah betang bisa dijelaskan
sebagai berikut
Rumah
betang bentuknya memanjang serta terdapat sebuah tangga dan pintu masuk ke
dalam betang. Tangga sebagai alat penghubung pada betang dinamakan hejot. Betang
yang dibangun tinggi dari permukaan tanah dimaksudkan untuk menghindari hal-hal
yang meresahkan para penghuni betang, seperti menghindari musuh yang dapat
datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang datang melanda. Hampir semua betang dapat ditemui di
pinggiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan. Bangunan betang biasanya berukuran
besar, panjangnya dapat mencapai Betang di bangun menggunakan bahan kayu yang
berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin, selain memiliki
kekuatan yang bisa berdiri sampai dengan ratusan tahun, kayu ini juga anti rayap.
Pada
halaman depan betang biasanya terdapat balai sebagai tempat menerima tamu
maupun sebagai tempat pertemuan adat. Pada halaman depan betang selain terdapat
balai juga dapat dijumpai sapundu. Sapundu merupakan
sebuahpatung atau totem yang pada umumnya berbentuk manusia
yang memiliki ukiran-ukiran yang khas. Sapundu memiliki fungsi sebagai tempat
untuk mengikatkan binatang-binatang yang akan dikurbankan untuk prosesi upacara
adat. Terkadang terdapat juga patahu di
halaman betang yang berfungsi sebagai rumah pemujaan.
Pada
bagian belakang dari betang dapat ditemukan sebuah balai yang berukuran kecil
yang dinamakan tukau yang
digunakan sebagai gudang untuk menyimpan alat-alat pertanian, seperti lisung atau halu. Pada betang juga terdapat sebuah
tempat yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan senjata, tempat itu biasa
disebut bawong. Pada bagian depan atau bagian
belakang betang biasanya terdapat pula sandung. Sandung adalah sebuah tempat
penyimpanan tulang-tulang keluarga yang sudah meninggal serta telah melewati
proses upacara tiwah.
Rumah Bentang mempunyai makna
dan nilai tersendiri yaitu :
Rumah Panjang/Rumah Betang bagi
masyarakat Dayak tidak saja sekedar ungkapan legendaris kehidupan nenek moyang,
melainkan juga suatu pernyataan secara utuh dan konkret tentang tata pamong
desa, organisasi sosial serta sistem kemasyarakatan, sehingga tak pelak menjadi
titik sentral kehidupan warganya. Sistem
nilai budaya yang dihasilkan dari proses kehidupan rumah panjang, menyangkut
soal makna dari hidup manusia; makna dari pekerjaan; karya dan amal perbuatan;
persepsi mengenai waktu; hubungan manusia dengan alam sekitar; soal hubungan
dengan sesama. Dapat dikatakan
bahwa rumah betang memberikan makna tersendiri bagi masyarakat Dayak. Rumah betang adalah pusat kebudayaan
mereka karena disanalah seluruh kegiatan dan segala proses kehidupan berjalan
dari waktu ke waktu.
Rumah
betang memang bukan sebuah hunian mewah dengan aneka perabotan canggih seperti
yang diidamkan oleh masyarakat modern saat ini. Rumah betang cukuplah
dilukiskan sebagai sebuah hunian yang sederhana dengan perabotan seadanya. Namun, dibalik kesederhanaan itu,
rumah betang menyimpan sekian banyak makna dan sarat akan nilai-nilai kehidupan
yang unggul. Tak dapat dipungkiri bahwa rumah telah menjadi simbol yang kokoh
dari kehidupan komunal masyarakat Dayak. Dengan
mendiami rumah betang dan menjalani segala proses kehidupan di tempat tersebut,
masyarakat Dayak menunjukkan bahwa mereka juga memiliki naluri untuk selalu
hidup bersama dan berdampingan dengan warga masyarakat lainnya. Mereka mencintai kedamaian dalam
komunitas yang harmonis sehingga mereka berusaha keras untuk mempertahankan
tradisi rumah betang ini. Harapan
ini didukung oleh kesadaran setiap individu untuk menyelaraskan setiap
kepentingannya dengan kepentingan bersama. Kesadaran tersebut dilandasi oleh
alam pikiran religio-magis, yang menganggap bahwa setiap warga mempunyai nilai
dan kedudukan serta hak hidup yang sama dalam lingkungan masyarakatnya.
Rumah
betang selain sebagai tempat kediaman juga merupakan pusat segala kegiatan
tradisional warga masyarakat. Apabila diamati secara lebih seksama, kegiatan di
rumah panjang menyerupai suatu proses pendidikan tradisional yang bersifat
non-formal. Rumah betang menjadi tempat dan sekaligus menjadi sarana yang
efektif bagi masyarakat Dayak untuk membina keakraban satu sama lain. Di tempat inilah mereka mulai
berbincang-bincang untuk saling bertukar pikiran mengenai berbagai pengalaman,
pengetahuan dan keterampilan satu sama lain. Hal
seperti itu bukanlah sesuatu yang sukar untuk dilakukan, meskipun pada malam
hari atau bahkan pada saat cuaca buruk sekalipun, sebab mereka berada di bawah
satu atap. Demikianlah
pengalaman, pengetahuan dan keterampilan diwariskan secara lisan kepada
generasi penerus. Dalam suasana
kehidupan rumah panjang, setiap warga selalu dengan sukarela dan terbuka
terhadap warga lainnya dalam memberikan petunjuk dan bimbingan dalam
mengerjakan sesuatu. Kesempatan
seperti itu juga terbuka bagi kelompok dari luar rumah panjang.
Kehidupan Komunal Dirumah
Bentang:
Rumah betang yang tersisa pada
masyarakat Dayak merupakan contoh kehidupan budaya tradisional yang mampu
bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan. Kiranya perlu diungkapkan lebih
jauh faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Dayak dapat mempertahankan rumah
betang mereka. Masyarakat Dayak
memiliki naluri untuk selalu hidup bersama secara berdampingan dengan alam dan
warga masyarakat lainnya. Mereka
gemar hidup damai dalam komunitas yang harmonis sehingga berusaha terus
bertahan dengan pola kehidupan rumah betang. Harapan ini didukung oleh
kesadaran setiap individu untuk menyelaraskan kepentingannya dengan kepentingan
bersama. Kesadaran tersebut
dilandasi oleh alam pikiran religio-magis, yang menganggap bahwa setiap warga
mempunyai nilai dan kedudukan serta hak hidup yang sama dalam lingkungan
masyarakatnya. Dengan mempertahankan rumah betang, masyarakat Dayak tidak
menolak perubahan, baik dari dalam maupun dari luar, terutama perubahan yang
menguntungkan dan sesuai dengan kebutuhan rohaniah dan jasmaniah mereka. Pola
pemukiman rumah betang erat hubungannya dengan sumber-sumber makanan yang
disediakan oleh alam sekitarnya, seperti lahan untuk berladang, sungai yang
banyak ikan, dan hutan-hutan yang dihuni binatang buruan. Namun dewasa ini,
ketergantungan pada alam secara bertahap sudah mulai berkurang. Masyarakat Dayak telah mulai mengenal
perkebunan dan peternakan. Rumah
betang menggambarkan keakraban hubungan dalam keluarga dan pada masyarakat.
*Seni Tradisional yang ada di
dalam rumah Betang:
Rumah betang
selain tempat kediaman juga merupakan pusat segala kegiatan tradisional warga
masyarakat. Apabila
diamati secara lebih seksama, kegiatan di rumah betang menyerupai proses
pendidikan tradisional yang bersifat non formal. Dalam masyarakat Dayak terdapat
pembagian tugas atau perbedaan dalam mengerjakan seni tradisional. Kaum
pria terampil dalam ngamboh (pandai besi), menganyam, dan mengukir, sedangkan wanita
lebih terampil dalam menenun dan
menganyam yang halus Dalam
kelompok yang relatif kecil lebih mudah bagi setiap warga untuk berusaha
menambah pengetahuan dan keterampilannya, sehingga mereka dapat berguna dalam
masyarakat, sebab apabila mereka tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang memadai mereka dianggap pemalas.
*Aspek Penting
Yang Ada Dirumah Bentang:
Meski terbilang sangat
sederhana dan jauh dari kesan mewah, rumah betang tetaplah menjadi hunian yang
bernilai tinggi bagi masyarakat Dayak. Oleh karena itu sangat penting kiranya
bagi kita untuk mencermati lebih jauh pandangan masyarakat Dayak mengenai rumah
betang yang tercermin dalam beberapa aspek berikut ini:
Aspek
penghunian. Rumah betang merupakan struktur multi-keluarga permanen dan
terutama berfungsi sebagai tempat tinggal utama di samping rumah pondok di
ladang.
Aspek
hukum dan hak milik. Rumah panjang
mempunyai aspek kepemilikan yang jelas. Terutama
adalah hak kepemilikan semua keluarga secara bersama menguasai semua tanah
diwilayah rumah panjang. Hak wilayah rumah panjang merupakan hak sekunder,
sedangkan hak primer dipegang oleh tiap-tiap keluarga atau kelompok keluarga
kecil yang memiliki ikatan kekerabatan. Rumah
betang juga merupakan unit peradilan yang sangat penting. Acap kali pertikaian antar anggota
rumah betang dapat diselesaikan oleh tetua adat secara internal. Satu hal yang menonjol adalah wewenang
seseorang atau satu keluarga tertentu relatif kecil, yang jauh lebih penting
adalah wewenang rumah panjang secara keseluruhan. Hal itu disebabkan adanya egalitarisme
yang kuat dalam masyarakat Dayak.
Aspek
ekonomi. Rumah panjang memegang peranan penting dalam distribusi arus
tenaga kerja dan hasil kerja antar keluarga. Pemakaian
tenaga kerja tambahan dari keluarga lain, merupakan kunci dari sistem
perladangan yang mereka jalankan.
*Bagian Bagian Rumah Betang:
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak ada ketentuan khusus dalam
peletakan ruang pada Rumah Betang yaitu:
1.
Pusat atau poros bangunan dimana
tempat orang berkumpul melakukan berbagai macam kegiatan baik itu kegiatan
keagaman, sosial masyarakat dan lain-lain maka ruang los, harus berada
ditengah bangunan.
2.
Ruang tidur, harus disusun
berjajar sepanjang bangunan Betang. Peletakan ruang tidur anak dan orang
tua ada ketentuan tertentu dimana ruang tidur orang tua harus berada paling ujung
dari aliran sungai dan ruang tidur anak bungsu harus berada pada paling ujung
hilir aliran sungai, jadi ruang tidur orang tua dan anak bungsu tidak boleh
diapit dan apabila itu dilanggar akan mendapat petaka bagi seisi rumah.
3.
Bagian dapur harus menghadap
aliran sungai, menurut mitos supaya mendapat rezeki.
4.
Tangga.
Tangga dalam ruangan rumah adat Betang harus berjumlah ganjil, tetapi umumnya
berjumlah 3 yaitu berada di ujung kiri dan kanan, satu lagi di depan sebagai
penanda atau ungkapan rasa solidaritas menurut mitos tergantung ukuran rumah,
semakin besar ukuran rumah maka semakin banyak tangga.
5.
Pante adalah lantai tempat menjemur
padi, pakaian, untuk mengadakan upacara adat lainnya. Posisinya berada
didepan bagian luar atap yeng menjorok ke luar. Lantai pante terbuat dari
bahan bambu, belahan batang pinang, kayu bulatan sebesar pergelangan tangan
atau dari batang papan.
6.
Serambi adalah pintu masuk rumah
setelah melewati pante yang jumlahnya sesuai dengan jumlah kepala keluarga. Di
depan serambi ini apabila ada upacara adat kampung dipasang tanda khusus
seperti sebatang bambu yang kulitnya diarit halus menyerupai jumbai-jumbai ruas
demi ruas.
7.
Sami berfungsi ruang tamu sebagai
tempat menyelenggarakan kegiatan warga yang memerlukan.
8.
Jungkar. Tidak seperti raungan yang pada
umumnya harus ada. Sementara Jungkar sebagai ruan tambahan dibagian
belakang bilik keluarga masing-masing yang atapnya menyambung atap rumah
panjang atau ada kalanya bumbung atap berdiri sendiri tapi masih merupakan
bagian dari rumah panjang. Jungkar ditempatkan di tangga masuk atau keluar
bagi satu keluarga, agar tidak mengganggu tamu yang sedang bertandang. Jungkar
yang atapnya menyambung pada atap rumah panjang dibuatkan ventilasi pada atap
yang terbuka dengan ditopang/disanggah kayu yang sewaktu hujan atau malam hari
dapat ditutup kembali
Penutup
A.Kesimpulan
Lebih dari bangunan
untuk tempat tinggal suku dayak, sebenarnya rumah Betang adalah jantung dari
struktur sosial kehidupan orang Dayak. Budaya Betang merupakan cerminan
mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah
Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara
sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat.
Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka-duka
maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol
dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di
antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang
mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang
menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama
ataupun latar belakang sosial.
B. Saran
Demikianlah yang dapat saya sampaikan mengenai materi yang menjadi
bahasan dalam tugas ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena
terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang saya peroleh
hubungannya dengan tugas ini saya banyak berharap kepada para pembaca yang
budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada saya demi sempurnanya tugas
ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada
penulis.
Daftar Pustaka
http://www.anneahira.com/rumah-adat-suku-dayak-8493.htm
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1054/rumah-adat-betang
https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_betang
2011/11/pengertian-folklore-beserta-jenis.htmlhttp://www.kalimantan-news.com/wisata.php?idw=4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar