Cerita Rakyat Betawi Murtado Macan Kemayoran
Kata Pengantar
Assalamuallaikum.Wr.Wb.
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini.
Tugas ini
telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan tugas ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terimakasih atas karunia Allah SWT dan berbagai pihak yang membantu dalam
pembuatan tugas ini.
Pembahasan
Alkisah, hiduplah seorang yang pemberani, santun, parasnya
cukup tampan, dan pembela orang yang lemah di daerah Kemayoran yang bernama Murtado.
Semua orang di daerah Kemayoran mengenal sosok Murtado sebagai seorang anak
yang baik hati. Ayahnya adalah bekas seorang Lurah di daerah tersebut. Karena
sudah tua, kedudukan nya digantikan oleh orang lain.
Saat itu,
keadaan daerah Kemayoran kurang aman. Selain karena masih di jajah oleh Belanda,
banyak pula gangguan dari jagoan-jagoan jahat Kemayoran atau pun jagoan daerah
lainnya yang datang ke daerah ini untuk mengacau, memeras rakyat kecil dan
merampas harta benda penduduk. Dan penduduk pun selalu diliputi rasa ketakutan
akan hal itu. Bahkan kadang-kadang mereka tidak segan-segan membawa lari anak
perawan ataupun istri orang yang kemudian di perkosa dan jika melawan akan di
siksa dan dibunuh.
Penduduk di daerah itu kebanyakan merupakan
petani-petani kecil, di samping itu ada juga yang berdagang kecil-kecilan
seperti membuka warung kopi dan lain sebagainya. Akibat gangguan keamanan ini,
banyak warung-warung yang mereka tutup, sehingga mereka jatuh melarat dan
bangkrut. Di samping itu, pihak kompeni sebagai penguasa turut menyusahkan
mereka dengan jalan memungut segala macam jenis pajak rakyat. Di samping itu
juga mereka diwajibkan menjual hasil buminya kepada kompeni dengan harga yang
murah sekali. Kemudian mereka juga diperas oleh tuan-tuan tanah bangsa Belanda
dan Cina yang memungut sewa tanah ataupun rumah dengan semaunya tanpa belas
kasihan.
Sebagai anak mantan Lurah, si Murtado tidaklah seperti
anak-anak kebanyakan yang gemar menekan masyarakat dengn kekuasaan. Sejak kecil
Murtado di didik dengan baik oleh ayahnya. Walau ia jago dalam ilmu silat dan
tekun menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu dunia. Meskipun menguasai ilmu
bela diri dengan baik, Murtado tidak pernah sekali pun menyalah gunakan kemampuan
nya itu. Dan kerendahan hatinya di tunjukkan si Murtado dengan ringan tangan
kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan nya. Karakter ini di nilai oleh
masyarakat dan justru disukai.
Pada zaman Murtado masih hidup, tepat pada masa Hindia
Belanda, banyak jagoan silat kenamaan di Kemayoran mengkhianati kaumnya
sendiri. Mereka lebih suka menjadi antek-antek sinyo Belanda, uangnya lebih
banyak dan lebih berkuasa tentunya dari masyarakat Pribumi lainnya, tapi tidak
dari Belanda.
Semakin hari di daerah Kemayoran semakin tidak aman,
penguasa Belanda semakin merajalela. Pimpinan kemayoran pun di jadikan kaki
tangan mereka. Alhasil, mereka banyak menebar teror demi memuluskan kebijakan
tuan mereka Belanda dan Tionghoa.
Para jagoan silat kenamaan di Kemayoran ini dipegang
dua orang yang sebenernya orang Pribumi, selain itu penguasa baru yang disokong
kompeni sebagai kaki tangannya orang pribumi itu sendiri ialah Bek Lihun dan
Mandor Bacan yang telah turut pula bertindak sewenang-wenang seperti merampas
harta rakyat, merampas istri-istri orang ataupun anak perawan yang diculik,
dikawini dan diperkosa. Tindakan mereka berdua sangat kejam dan mereka hanya
memikirkan keuntungan pribadinya saja serta mengambil muka kepada penguasa
kompeni.
Pada waktu itu wakil kompeni yang ditunjuk oleh
Belanda untuk menguasai daerah Kemayoran adalah tuan Rusendal, seorang berdarah
Belanda. Di dalam melaksanakan perintah daerah ini, Rusendal memerintahkan Bek
Lihun memeras rakyat dengan segala macam pajak. Lalu Bek Lihun menugaskan pula
bawahan nya Mandor Bacan untuk melaksanakan segala macam pungutan liar
tersebut. Dan siapa yang membangkan akan mereka siksa dan mereka bunuh.
Pihak kompeni di dalam melaksanakan pemerintahan di
daerah ini, tidaklah memperhatikan kepentingan rakyat. Mereka tidak
memperhatikan jaminan keamanan di kampong tersebut. Kalau ada para pengacau
memasuki kampung, mereka tidak memperdulikan, melainkan hanya menjaga
keselamatan mereka sendiri saja. Ataupun selama kepentingan mereka terganggu,
mereka bersikap apatis terhadap gangguan-gangguan perampok tersebut. Tetapi
kalau sampai kepentingan nya dihalangi, misalnya ada seorang jagoan yang
berwatak baik mencoba menghalangi para perampas rakyat kaki tangan kompeni, mereka baru bertindak
dengan mengadakan penangkapan-penangkapan. Setelah berhasil ditangkap, lalu
dijebloskan ke dalam penjara.
Pada suatu hari di kampung Kemayoran diadakan derapan
padi (panen memotong padi). Setelah meminta izin kepada penguasa, maka rakyat
diperbolehkan melaksanakan upacara tersebut dengan syarat setiap lima ikat padi
yang di potong, satu ikat adalah untuk memotong, sisanya empat ikat untuk
kompeni. Mandor Bacan ditunjuk para kompeni untuk mengawasi jalan nya kegiatan
itu, si Murtado pun ikut dalam kegiatan itu untuk menemani seorang gadis yang
berparas cantik yang tidak lain adalah kekasih Murtado sendiri.
Meskipun pribumi, mereka lebih membela kepentingan Belanda
dari pada kepentingan penduduk Kemayoran. Murtado sebenarnya tak tahan melihat perilaku
Bek Lihun dan Mandor Bacan yang semena-mena, namun ia berusaha menahan diri.
Suatu hari, kemarahannya memuncak, karena melihat Mandor Bacan yang berniat
kurang ajar dan berani menggoda kekasih nya pada acara derapan padi. Namun,
aksi Mandor Bacan dihalangi oleh Murtado. Merasa memiliki hak berbuat apapun di
tempat itu, Mandor Bacan memerintahkan Murtado untuk menyingkir.
”Hei Mandor Bacan, berani sekali kau mengganggu kekasih ku”
teriaknya sambil menghadang langkah Mandor Bacan. Mandor bacan menanggapinya dengan
sinis “Memang nya kenapa? Aku bebas menyukai wanita manapun yang aku mau” jawabnya.
Mandor Bacan memerintahkan Murtado untuk menyingkir.
“Minggirlah, jika tidak ingin pulang tinggal nama!” kata sang
Mandor Bacan. “Silahkan kalau abang mau menjajal” tantang Murtado.
Terjadilah perkelahian antara Mandor Bacan dan
Murtado. Murtado segera mengeluarkan jurus-jurus beladirinya. Mandor bacan tak mau
kalah, awalnya perkelahian itu tampak seimbang, namun lama kelamaan terlihat
siapa yang lebih unggul. Dengan satu pukulan pungkasan dari Murtado, Mandor
Bacan limbung dan ambruk. Mandor Bacan berdiri sempoyongan. Ia berfikir, jika
tetap melawan bocah ini, dirinya pasti kalah. Murtado dengan mudah mengalahkannya.
Mereka bukan lawan yang seimbang. Maka ia memilih kabur meninggalkan tempat
perkara. Tak terima dengan perilaku Murtado, kemudian Mandor bacan melaporkan kejadian
itu pada Bek Lihun.
Mendengar laporan mandornya, Bek Lihun merasa tersinggung
dengan tingkah laku Murtado dan mengancam Murtado. Segera ke tempat perkara
utuk menuntaskan masalah antara Mandor Bacan dngan murtado. Tetapi Murtado
telah mempersiapkan diri ketika dicari oleh Bek Lihun dan anak buahnya,
pencarian pun tak membuahkan hasil.
Pada suatu hari Bek Lihun yang merasa penasaran mampir
untuk minum-minum di sebuah warung kopi. Kemudian di warung kopi itu terlihat
beberapa anak muda, yang ternyata mereka itu adalah teman-teman Murtado, tetapi
Bek Lihun tidak mengetahuinya. Beberapa waktu kemudian ketika sedang
minum-minum, lihatlah Murtado didepan warung itu. Melihat Murtado lewat lalu
Bek Lihun bangkit dari duduknya dan mengejar pemuda itu. Setelah bertemu lalu
di hadangnya. Tetapi Murtado tenang-tenang saja.
Lalu mereka mengadakan pembicaraan, namun pembicaraan
di antara para jagoan silat itu tidak menemukan titik temu sehingga harus
diselesaikan sekali lagi dengan jalan bertarung.
Ketika Murtado akan meneruskan langkahnya, tiba-tiba
Bek Lihun memegang bahunya seraya berkata “Hei pemuda sombong! Kamu sok jago
ya? Jangan berlagak membela rakyat. Aku jijik melihat sikap mu. Kalau kamu
benar-benar berani coba rasakan kepalan tangan ku ini!”. Murtado masih saja bersikap
tenang.
“Hei Lihun pemeras rakyat, kamu jangan murtad ya! Kalau kerja
mu hanya memeras rakyat, pastilah Tuhan akan menghukum mu. Tidak ada satu pun
perbuatan keji demikian yang di restui oleh Tuhan. Kelak kamu pasti akan hancur
musnah, akibat perbuatan jahat mu itu. Sekarang insyaflah kamu, bahwa yang kamu
peras itu adalah bangsa dan rakyat mu sendiri. Kalau kamu tidak insyaf aku
sendirilah yang pertama akan menentang mu!”
Mendengar kata-kata Murtado ini makin marahlah Bek Lihun.
Kemudian berkata :
“Hei anak kemarin, kamu jangan banyak bicara! Kamu masih
belum tahu apa-apa, ilmu mu belum seberapa, jangan berani mencoba-coba. Aku
pecahkan kepala mu, kamu baru tahu”.
Sambil berkata demikian, Bek Lihun mengayunkan kepalan
nya ke kepala Murtado. Tetapi Murtado mengelak. Dia merasa yakin, bahwa dia
pasti ditolong Tuhan karena dia membela yang benar, membela rakyatnya dari pada
pemerasan kaki tangan penjajah Belanda. Bek Lihun pun menjajal kemampuan si
Murtado. Lalu keduanya memakai jurus-jurus yang lumayan rumit di mata orang
biasa.
Ayunan kepalan tangan Bek Lihun, dapat ditangkis oleh
Murtado. Kemudian Murtado mengayunkan kakinya, tepat mengenai dada Bek Lihun.
Bek Lihun tidak dapat mengelak, lalu terjatuhlah tubuhnya ke tanah. Dengan rasa
yang mendongkol, lalu dia mencabut golok yang terselip di pinggangnya. Tetapi
Murtado tidak khawatir. Murtado hanya memperbaiki sikap berdirinya, kemudian
dengan mata yang awas dan tenang, dia memperhatikan gerak-gerik Bek Lihun.
Ketika Bek Lihun menyerang dengan golok itu, dapat
dielakkan nya dan dengan sekali pukulan di punggung Bek Lihun. Golok itu
terpental dan Bek Lihun menjerit tersungkur ke dalam selokan di pinggir jalan.
Tubuhnya terbenam ke dalam lumpur dan kakinya terasa sakit sekali tidak dapat
digerakkan. Murtado yang masih merasa kesal akan perbuatan Bek Lihun, lalu
mengangkat Bek Lihun dan memutar-mutar tubuhnya, sehingga Bek Lihun
menggelinting-gelinting dan ketakutan.
Mendengar suara teriakan Bek Lihun meminta tolong dan
kesakitan pemuda-pemuda teman Murtado yang sedang duduk di warung, datang ke
tempat kejadian itu. Dilihatnya Bek Lihun minta ampun dan mengaduh-aduh
kesakitan dan Murtado hanya tersenyum saja sambil meninggalkan tempat itu.
Setelah pemuda-pemuda mengetahui, bahwa Bek Lihun yang mengaduh-aduh kesakitan,
lalu diantarkan Bek Lihun ke rumahnya. Ketika orang-orang kampung bertanya,
tatkala para pemuda itu telah pulang ke rumah mereka masing-masing.
Bek Lihun merasa malu dikalahkan oleh Murtado,
menerangkan bahwa dia habis di keroyok oleh teman-teman Murtado. Dia tidak
menerangkan, bahwa dia dikalahkan oleh Murtado seorang sendiri. Dan ketika
teman-temannya bertanya kepada Murtado tentang Bek Lihun, Murtado hanya tersenyum-senyum
saja sambil menjawab:
“Ah tidak apa-apa. Saya hanya bercanda dengan Bek Lihun. Saya
hanya mengusap kepalanya saja, tahu-tahu dia jumpalitan saja ke bawah”.
Tetapi di dalam hatinya, dia memang ingin memberikan
pelajaran kepada penguasa kampung yang memeras rakyat tersebut. Dia merasa
bahwa hal itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan nya yaitu
membela kepentingan rakyat.
Semenjak kejadian itu, Bek Lihun bertambah
penasaran hatinya. Dia ingin membalas dendam untuk mengalahkan Murtado agar
dapat lebih leluasa memeras penduduk Kemayoran. Kemudian muncul lah suatu ide
di benak Bek Lihun untuk mencari cara mencelakai Murtado.
Untuk mencapai maksudnya ini, dicarinya dua orang
tukang pukul dari Tanjung Priok untuk membunuh Murtado. Pada suatu malam,
Murtado pulang ke rumahnya, tiba-tiba ia dicegat oleh orang suruhan Bek Lihun di
daerah Kwitang. Kedua orang ini mengancam Murtado agar menghentikan
tindakan-tindakan nya membela penduduk kampung dan jangan menghalang-halangi
tindakan Bek Lihun.
Mendengar mereka berdua adalah suruhan Bek Lihun.
Tetapi murtado tetap pada pendirian nya untuk melawan setiap tindakan pemerasan
yang dilakukan oleh Bek Lihun dan kompeni. Dengan pemikiran demikian, maka
tidak gentar hatinya meghadapi kedua orang tersebut.
Terjadilah perkelahian antara Murtado dan kedua orang
suruhan Bek Lihun itu. Dalam perkelahian nya itu salah seorang musuhnya dapat
dikalahkan dan mati. Seorang lagi lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu
dan melaporkan semua kejadian ini kepada Bek Lihun. Mendengar laporan orang
suruhannya itu Bek Lihun menjadi jengkel, kemudian mulai memfitnah Murtado
membunuh orang di daerah Kwitang.
Setelah kejadian itu Murtado tetap saja tenang. Dia
merasa yakin, bahwa orang yang berbuat baik selalu dilindungi Tuhan. Murtado
kemudian menggabungkan diri bersama teman-teman nya untuk melatih diri menyanyi
kasidah. Sedang mereka bernyanyi lagu-lagu kasidahan itu, tiba-tiba datang dua
orang polisi kompeni untuk menangkap Murtado dengan tuduhan telah melakukan
pembunuhan di daerah Kwitang. Namun teman-teman Murtado membela dan
mempertahankan bahwa Murtado semenjak sore berada di tempat ini, jadi tidak
mungkin melakukan pembunuhan malam itu. Akhirnya karena pembelaan teman-teman
nya itu, maka polisi kompeni tidak berhasil menangkap Murtado. Lalu gagal
pulalah rencana Bek Lihun untuk mencelakakan Murtado.
Menghadapi kejadian ini, Bek Lihun belum puas hatinya.
Ia lalu berfikir bagaimana caranya agar dapat mencelakakan Murtado. Setelah kegagalan
rencananya itu, lalu dipanggilnya lagi tiga orang jagoan yang berwatak jahat,
yang berasal dari daerah Pondok Labu, Kebayoran Lama. Ketiga orang jagoan yang
berwatak jahat ini, setelah diberi upah dan bayaran yang tinggi bersedia
melenyapkan Murtado. Dan ketiga orang itu bernama Boseh, Kepleng, dan Boneng.
Ketiga orang itu di tugaskan oleh Bek Lihun untuk membunuh Murtado di rumahnya
ketika sedang tertidur di malam hari. Dengan cara menggasir (menggali tanah
untuk masuk kedalam) dan membunuh disaat Murtado sedang tertidur.
Kemudian ketiga orang tersebut melakukan tugasnya pada
tengah malam. Kemudian ketiga orang tersebut berhasil menggasir dan masuk kedalam
rumah Murtado. Murtado terbangun karna mendengar suara orang berbisik dan
langkah kaki. Lalu tanpa ragu-ragu Murtado pun menghampirinya dan memergoki
tiga orang yang tidak diundang pada tengah malam berada di dalam rumahnya.
Tanpa kata-kata Murtado menghajar dan mengusir mereka keluar rumahnya hingga
lari terbirit-birit. Akhirnya rencana pembunuhan Murtado pun gagal.
Berbagai cara telah di lakukan untuk menjebak dan mengalahkan
Murtado, namun sayangnya Murtado jauh lebih cepat, kuat dan bertenaga. Ketika
pukulan Murtado tepat mengenai Bek Lihun terpental lah orang tua itu beberpa
langkah ke belakang dan muntah darah tapi tidak sampai mati. Bek Lihun mulai
menyadari bahwa semua usahanya untuk mengalahkan murtado gagal. Ketika Murtado
hendak memberikan pukulan penghabisan pada Bek Lihun, tapi tidak disangka orang
tua itu mengangkat kedua tangan nya seakan mengintruksikan bahwa ia akan menyerah
dalam pertarungan itu. Seraya berkata “Gue menyerahhhhh…..” tukas si Bek Lihun.
Bek Lihun pun mengakui kehebatan Murtado.
Murtado mengampuni Bek Lihun dan Mandor Bacan dengan
syarat mereka tidak akan mengganggu lagi siapapun yang ada di Kemayoran.
Walaupun, mereka tetap menjadi kaki-tangan kompeni.
Sebagai seorang kesatria, Murtado menerima tawaran persahabatan
dari Bek Lihun. Dan tak menyimpan dendam sedikit pun. Dan kehidupan pun
berjalan seperti biasanya, hingga…..
Suatu hari segerombolan brocomorah di bawah pimpinan
Warsa mulai menggasak Kemayoran. Setiap malam, gerombolan ini berhasil merauk
harta penduduk, bahkan kadang-kadang melakukan pembunuhan. Aksi para brocomorah
ini sebenarnya sudah mendapat respon dari Bek Lihun dan kawan-kawan, namun
tampaknya gerombolan Warsa lebih kuat. Karena itu, Kemayoran menjadi tidak aman
lagi. Pihak kompeni marah-marah kepada Bek Lihun dan kawan-kawan. Mereka
beranggapan dengan ketidak amanan di Kemayoran, aliran dana pajak dan lainnya
bakalan tidak berjalan dengan lancar.
Di tengah kegalauan itu, Bek Lihun dan kawan-kawan datang
kepada Murtado untuk meminta bantuan.
“Murtado, Belanda sudah menegur ku berkali-kali, aku di
anggap tak mampu menjaga keamanan daerah kita ini. Gara-gara Warsa, penduduk-penduduk
kampung kita semakin miskin dan tak mampu membayar pajak.Mau kah kau membantuku?”
pinta Bek Lihun.
Murtado berfikir sejenak. Sebenarnya ia bimbang membantu Bek Lihun
berarti membantu Belanda juga.
“BekLihun, camkan kata-kataku. Aku mau membantu mu untuk melawan
Warsa, tapi bukan untuk kepentingan Belanda. Aku wajib melindungi penduduk kampung
dari kekejian Warsa dan anak buahnya” kata Murtado.
Merasa keamanan Kemayoran masuk dalam ranah tanggung
jawab nya juga, Murtado setuju dengan permintaan Bek Lihun untuk membantu
memberantas kawanan perampok yang di pimpin oleh Warsa.
Murtado mulai menyusun strategi bersama Saomin dan Sarpin.
Ia pergi ke markas Warsa dan anak buahnya. Biasanya Warsa dan anak buahnya berkumpul
di Tambundan Bekasi, tapi malam itu mereka tak ada di sana. Murtado dan teman-temannya
tidak kehabisan akal, mereka bertanya pada setiap orang yang mereka jumpai. Akhirnya
mereka mendapat informasi kalau Warsa dan anak buahnya sedang berada di daerah Kerawang.
Tanpa buang-buang waktu Murtado yang dibantu oleh dua orang teman karibnya yaitu
Saomin dan Sarpin, mencari Warsa dan kawanan nya di sekitar Kerawang. Lalu mereka
berhasil menemukannya yang telah mereka cari dan terjadilah pertempuran hebat. Warsa
adalah lawan yang tangguh, ilmu beladiri nya jauh lebih hebat. Tak heran jika
orang-orang takut padanya.
“Ha…ha… anak ingusan macam apa kau hendak melawan ku? Rasakan
jurus ku ini!” kata Warsa sambil melayangkan tinju. Namun Murtado tak kalah hebat
di kerahkan nya ilmu bela diri yang ia kuasai. Saomin dan Sarpin juga bertarung
melawan anak buah Warsa. Warsa sendiri tewas dalam perkelahian nya melawan
Murtado. Sementara anak buahnya menyerah kalah. Akhirnya kemenangan berpihak pada
Murtado.
“Ampuni kami Tuan, kami akan melakukan apa saja yang Tuan
pinta, tapi jangan bunuh kami” kata mereka mengiba-iba.
“Tunjukan di mana hasil rampokan itu yang kalian simpan,
setelah itu kalian aku ampuni” kata Murtado tegas.
Kemudian para perampok itu memberitahu kan tempat penyimpanan
hasil rampokan tersebut dan Murtado bersama teman-teman nya mengambil kembali harta
rampasan kawananan Warkas dan membawa pulang hasil rampokan Warsa untuk di
kembalikan kepada masyarakat Kemayoran. Mereka mengembalikan nya kepada pemilik
nya masing-masing. Penduduk kemayoran sangat gembira.Begitu juga denganBek Lihun,
ia bahkan melaporkan keberhasilan Murtado ke Belanda.
Semua berterima kasih atas jasa Murtado, demikian pula
penguasa kompeni, bahkan semua rakyat di daerah Kemayoran merasa berhutang budi
kepada Murtado. Penguasa Belanda kagum pada kegigihan, keberanian dan sangat
menghargai jasa-jasa Murtado. Atas usul Bek Lihun, penguasa Belanda ingin
mengangkat Murtado untuk menjadi pemimpin daerah Kemayoran (bek Kemayoran) menggantikan
Bek Lihun.
Tetapi, tawaran Belanda di tolak Murtado dengan halus seraya berkata “Maaftuan,
tapi saya lebih senang menjadi rakyat biasa. Biarkan saya berjuang di jalan saya
sendiri”. Karena dia tidak ingin menjadi alat pemerintah jajahan.
Murtado memang ingin menjaga keamanan Kemayoran tapi
tidak ingin menjadi antek kompeni atau menjadi kaki tangan Belanda. Ia merasa lebih
baik hidup sebagai rakyat biasa dan ikut bertanggung jawab menjaga keamanan penduduk
Kemayoran dengan cara nya sendiri. Murtado juga berusaha untuk membebaskan
rakyat dari cengkeraman penjajahan, penindasan, dan pemerasan. Karena
keberanian nya itu, penduduk Kemayoran dan pengusa Belanda menjuluki Murtado
sebagai “MacanKemayoran”.
Kesimpulan
Jangan pernah menyombongkan diri atas apa yang kita
miliki, karna diatas langit masih ada langit, kesombongan adalah sifat setan
yang terkutuk, maka orang yang sombong akan disamakan dengan makhluk yang
terkutuk itu dan kesombongan adalah kunci kegagalan sedangkan rendah hati
adalah kunci kesuksesan.
Murtado walau memiliki ilmu beladiri yang tinggi ia
tetap rendah hati dan dengan suka rela membantu orang yang kesusahan, ia tidak
ingin di takuti seperti Bek Lihun dan Mandor Bacan tetapi ia di segani oleh
masyarakat karena kebaikannya.
Dari sifatnya itu Tuhan dengan senantiasa
menyelamatkan hidupnya dari gangguan-gangguan jahat. Itulah mengapa sejak kecil
kita diharuskan belajar merendahkan diri bukan menyombongkan diri, karena agar
hidup kita di selamatkan oleh Tuhan di dunia maupun diakhirat.
· Pada masa Hindia Belanda, kasta paling rendah
dalam strata social adalah kasta Pribumi. Karena itu, terjadi banyak perlakuan
tidak adil terhadap mereka. Misalnya, kebijakan pajak dan pembagian keuntungan
yang mereka terapkan.
· Ada syarat yang harus dipenuhi saat kegiatan
derapan padi berlangsung, yaitu “setiap memanen lima ikat padi, akan dibagi
antara si pemotong dengan Belanda. Si pemotong mendapat satu ikat, sedangkan
kompeni mendapat empat ikat.”
· Masyarakat pribumi hanyalah budak bagi para
penjajah dikarnakan tidak memiliki ilmu pengetahuan, dengan mudahnya para
pribumi dapat di adu domba oleh para penjajah. Inilah yang membuat penjajah
semakin leluasa membudakan dan mengeruk hasil alam rakyat pribumi.
Penutup
Sekian dari tugas saya. Terlepas dari semua itu, saya
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karna itu dengan tangan terbuka saya menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki tugas ini.
Akhir kata
saya berharap semoga tugas ini bermanfaat dan dapat terinspirasi bagi pembaca dan seluruh masyarakat. Cukup
sampai disini saya ucapkan terima kasih.
Wassalamuallaikum.Wr.Wb.
Nama : Roni Oktavia Hermawan (4423155469)
Kelas : Usaha Jasa Pariwisata B 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar