Minggu, 03 Januari 2016

Folklore Indonesia



Cerita Rakyat Betawi Murtado Macan Kemayoran



Kata Pengantar
 
Assalamuallaikum.Wr.Wb.

          Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.

          Tugas ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terimakasih atas karunia Allah SWT dan berbagai pihak yang membantu dalam pembuatan tugas ini.

Pembahasan

Alkisah, hiduplah seorang yang pemberani, santun, parasnya cukup tampan, dan pembela orang yang lemah di daerah Kemayoran yang bernama Murtado. Semua orang di daerah Kemayoran mengenal sosok Murtado sebagai seorang anak yang baik hati. Ayahnya adalah bekas seorang Lurah di daerah tersebut. Karena sudah tua, kedudukan nya digantikan oleh orang lain.

Saat  itu, keadaan daerah Kemayoran kurang aman. Selain karena masih di jajah oleh Belanda, banyak pula gangguan dari jagoan-jagoan jahat Kemayoran atau pun jagoan daerah lainnya yang datang ke daerah ini untuk mengacau, memeras rakyat kecil dan merampas harta benda penduduk. Dan penduduk pun selalu diliputi rasa ketakutan akan hal itu. Bahkan kadang-kadang mereka tidak segan-segan membawa lari anak perawan ataupun istri orang yang kemudian di perkosa dan jika melawan akan di siksa dan dibunuh.

Penduduk di daerah itu kebanyakan merupakan petani-petani kecil, di samping itu ada juga yang berdagang kecil-kecilan seperti membuka warung kopi dan lain sebagainya. Akibat gangguan keamanan ini, banyak warung-warung yang mereka tutup, sehingga mereka jatuh melarat dan bangkrut. Di samping itu, pihak kompeni sebagai penguasa turut menyusahkan mereka dengan jalan memungut segala macam jenis pajak rakyat. Di samping itu juga mereka diwajibkan menjual hasil buminya kepada kompeni dengan harga yang murah sekali. Kemudian mereka juga diperas oleh tuan-tuan tanah bangsa Belanda dan Cina yang memungut sewa tanah ataupun rumah dengan semaunya tanpa belas kasihan.

Sebagai anak mantan Lurah, si Murtado tidaklah seperti anak-anak kebanyakan yang gemar menekan masyarakat dengn kekuasaan. Sejak kecil Murtado di didik dengan baik oleh ayahnya. Walau ia jago dalam ilmu silat dan tekun menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu dunia. Meskipun menguasai ilmu bela diri dengan baik, Murtado tidak pernah sekali pun menyalah gunakan kemampuan nya itu. Dan kerendahan hatinya di tunjukkan si Murtado dengan ringan tangan kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan nya. Karakter ini di nilai oleh masyarakat dan justru disukai.
     
Pada zaman Murtado masih hidup, tepat pada masa Hindia Belanda, banyak jagoan silat kenamaan di Kemayoran mengkhianati kaumnya sendiri. Mereka lebih suka menjadi antek-antek sinyo Belanda, uangnya lebih banyak dan lebih berkuasa tentunya dari masyarakat Pribumi lainnya, tapi tidak dari Belanda.
     
Semakin hari di daerah Kemayoran semakin tidak aman, penguasa Belanda semakin merajalela. Pimpinan kemayoran pun di jadikan kaki tangan mereka. Alhasil, mereka banyak menebar teror demi memuluskan kebijakan tuan mereka Belanda dan Tionghoa.

Para jagoan silat kenamaan di Kemayoran ini dipegang dua orang yang sebenernya orang Pribumi, selain itu penguasa baru yang disokong kompeni sebagai kaki tangannya orang pribumi itu sendiri ialah Bek Lihun dan Mandor Bacan yang telah turut pula bertindak sewenang-wenang seperti merampas harta rakyat, merampas istri-istri orang ataupun anak perawan yang diculik, dikawini dan diperkosa. Tindakan mereka berdua sangat kejam dan mereka hanya memikirkan keuntungan pribadinya saja serta mengambil muka kepada penguasa kompeni.

Pada waktu itu wakil kompeni yang ditunjuk oleh Belanda untuk menguasai daerah Kemayoran adalah tuan Rusendal, seorang berdarah Belanda. Di dalam melaksanakan perintah daerah ini, Rusendal memerintahkan Bek Lihun memeras rakyat dengan segala macam pajak. Lalu Bek Lihun menugaskan pula bawahan nya Mandor Bacan untuk melaksanakan segala macam pungutan liar tersebut. Dan siapa yang membangkan akan mereka siksa dan mereka bunuh.

Pihak kompeni di dalam melaksanakan pemerintahan di daerah ini, tidaklah memperhatikan kepentingan rakyat. Mereka tidak memperhatikan jaminan keamanan di kampong tersebut. Kalau ada para pengacau memasuki kampung, mereka tidak memperdulikan, melainkan hanya menjaga keselamatan mereka sendiri saja. Ataupun selama kepentingan mereka terganggu, mereka bersikap apatis terhadap gangguan-gangguan perampok tersebut. Tetapi kalau sampai kepentingan nya dihalangi, misalnya ada seorang jagoan yang berwatak baik mencoba menghalangi para perampas rakyat  kaki tangan kompeni, mereka baru bertindak dengan mengadakan penangkapan-penangkapan. Setelah berhasil ditangkap, lalu dijebloskan ke dalam penjara.

Pada suatu hari di kampung Kemayoran diadakan derapan padi (panen memotong padi). Setelah meminta izin kepada penguasa, maka rakyat diperbolehkan melaksanakan upacara tersebut dengan syarat setiap lima ikat padi yang di potong, satu ikat adalah untuk memotong, sisanya empat ikat untuk kompeni. Mandor Bacan ditunjuk para kompeni untuk mengawasi jalan nya kegiatan itu, si Murtado pun ikut dalam kegiatan itu untuk menemani seorang gadis yang berparas cantik yang tidak lain adalah kekasih Murtado sendiri.

Meskipun pribumi, mereka lebih membela kepentingan Belanda dari pada kepentingan penduduk Kemayoran. Murtado sebenarnya tak tahan melihat perilaku Bek Lihun dan Mandor Bacan yang semena-mena, namun ia berusaha menahan diri. Suatu hari, kemarahannya memuncak, karena melihat Mandor Bacan yang berniat kurang ajar dan berani menggoda kekasih nya pada acara derapan padi. Namun, aksi Mandor Bacan dihalangi oleh Murtado. Merasa memiliki hak berbuat apapun di tempat itu, Mandor Bacan memerintahkan Murtado untuk menyingkir.

”Hei Mandor Bacan, berani sekali kau mengganggu kekasih ku” teriaknya sambil menghadang langkah Mandor Bacan. Mandor bacan menanggapinya dengan sinis “Memang nya kenapa? Aku bebas menyukai wanita manapun yang aku mau” jawabnya. Mandor Bacan memerintahkan Murtado untuk menyingkir.

“Minggirlah, jika tidak ingin pulang tinggal nama!” kata sang Mandor Bacan. “Silahkan kalau abang mau menjajal” tantang Murtado.

Terjadilah perkelahian antara Mandor Bacan dan Murtado. Murtado segera mengeluarkan jurus-jurus beladirinya. Mandor bacan tak mau kalah, awalnya perkelahian itu tampak seimbang, namun lama kelamaan terlihat siapa yang lebih unggul. Dengan satu pukulan pungkasan dari Murtado, Mandor Bacan limbung dan ambruk. Mandor Bacan berdiri sempoyongan. Ia berfikir, jika tetap melawan bocah ini, dirinya pasti kalah. Murtado dengan mudah mengalahkannya. Mereka bukan lawan yang seimbang. Maka ia memilih kabur meninggalkan tempat perkara. Tak terima dengan perilaku Murtado, kemudian Mandor bacan melaporkan kejadian itu pada Bek Lihun.

Mendengar laporan mandornya, Bek Lihun merasa tersinggung dengan tingkah laku Murtado dan mengancam Murtado. Segera ke tempat perkara utuk menuntaskan masalah antara Mandor Bacan dngan murtado. Tetapi Murtado telah mempersiapkan diri ketika dicari oleh Bek Lihun dan anak buahnya, pencarian pun tak membuahkan hasil.

Pada suatu hari Bek Lihun yang merasa penasaran mampir untuk minum-minum di sebuah warung kopi. Kemudian di warung kopi itu terlihat beberapa anak muda, yang ternyata mereka itu adalah teman-teman Murtado, tetapi Bek Lihun tidak mengetahuinya. Beberapa waktu kemudian ketika sedang minum-minum, lihatlah Murtado didepan warung itu. Melihat Murtado lewat lalu Bek Lihun bangkit dari duduknya dan mengejar pemuda itu. Setelah bertemu lalu di hadangnya. Tetapi Murtado tenang-tenang saja.

Lalu mereka mengadakan pembicaraan, namun pembicaraan di antara para jagoan silat itu tidak menemukan titik temu sehingga harus diselesaikan sekali lagi dengan jalan bertarung.

Ketika Murtado akan meneruskan langkahnya, tiba-tiba Bek Lihun memegang bahunya seraya berkata “Hei pemuda sombong! Kamu sok jago ya? Jangan berlagak membela rakyat. Aku jijik melihat sikap mu. Kalau kamu benar-benar berani coba rasakan kepalan tangan ku ini!”. Murtado masih saja bersikap tenang.

“Hei Lihun pemeras rakyat, kamu jangan murtad ya! Kalau kerja mu hanya memeras rakyat, pastilah Tuhan akan menghukum mu. Tidak ada satu pun perbuatan keji demikian yang di restui oleh Tuhan. Kelak kamu pasti akan hancur musnah, akibat perbuatan jahat mu itu. Sekarang insyaflah kamu, bahwa yang kamu peras itu adalah bangsa dan rakyat mu sendiri. Kalau kamu tidak insyaf aku sendirilah yang pertama akan menentang mu!”

Mendengar kata-kata Murtado ini makin marahlah Bek Lihun. Kemudian berkata :

“Hei anak kemarin, kamu jangan banyak bicara! Kamu masih belum tahu apa-apa, ilmu mu belum seberapa, jangan berani mencoba-coba. Aku pecahkan kepala mu, kamu baru tahu”.

Sambil berkata demikian, Bek Lihun mengayunkan kepalan nya ke kepala Murtado. Tetapi Murtado mengelak. Dia merasa yakin, bahwa dia pasti ditolong Tuhan karena dia membela yang benar, membela rakyatnya dari pada pemerasan kaki tangan penjajah Belanda. Bek Lihun pun menjajal kemampuan si Murtado. Lalu keduanya memakai jurus-jurus yang lumayan rumit di mata orang biasa.

Ayunan kepalan tangan Bek Lihun, dapat ditangkis oleh Murtado. Kemudian Murtado mengayunkan kakinya, tepat mengenai dada Bek Lihun. Bek Lihun tidak dapat mengelak, lalu terjatuhlah tubuhnya ke tanah. Dengan rasa yang mendongkol, lalu dia mencabut golok yang terselip di pinggangnya. Tetapi Murtado tidak khawatir. Murtado hanya memperbaiki sikap berdirinya, kemudian dengan mata yang awas dan tenang, dia memperhatikan gerak-gerik Bek Lihun.

Ketika Bek Lihun menyerang dengan golok itu, dapat dielakkan nya dan dengan sekali pukulan di punggung Bek Lihun. Golok itu terpental dan Bek Lihun menjerit tersungkur ke dalam selokan di pinggir jalan. Tubuhnya terbenam ke dalam lumpur dan kakinya terasa sakit sekali tidak dapat digerakkan. Murtado yang masih merasa kesal akan perbuatan Bek Lihun, lalu mengangkat Bek Lihun dan memutar-mutar tubuhnya, sehingga Bek Lihun menggelinting-gelinting dan ketakutan.

Mendengar suara teriakan Bek Lihun meminta tolong dan kesakitan pemuda-pemuda teman Murtado yang sedang duduk di warung, datang ke tempat kejadian itu. Dilihatnya Bek Lihun minta ampun dan mengaduh-aduh kesakitan dan Murtado hanya tersenyum saja sambil meninggalkan tempat itu. Setelah pemuda-pemuda mengetahui, bahwa Bek Lihun yang mengaduh-aduh kesakitan, lalu diantarkan Bek Lihun ke rumahnya. Ketika orang-orang kampung bertanya, tatkala para pemuda itu telah pulang ke rumah mereka masing-masing.

Bek Lihun merasa malu dikalahkan oleh Murtado, menerangkan bahwa dia habis di keroyok oleh teman-teman Murtado. Dia tidak menerangkan, bahwa dia dikalahkan oleh Murtado seorang sendiri. Dan ketika teman-temannya bertanya kepada Murtado tentang Bek Lihun, Murtado hanya tersenyum-senyum saja sambil menjawab:

“Ah tidak apa-apa. Saya hanya bercanda dengan Bek Lihun. Saya hanya mengusap kepalanya saja, tahu-tahu dia jumpalitan saja ke bawah”.

Tetapi di dalam hatinya, dia memang ingin memberikan pelajaran kepada penguasa kampung yang memeras rakyat tersebut. Dia merasa bahwa hal itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan nya yaitu membela kepentingan rakyat.


  Semenjak kejadian itu, Bek Lihun bertambah penasaran hatinya. Dia ingin membalas dendam untuk mengalahkan Murtado agar dapat lebih leluasa memeras penduduk Kemayoran. Kemudian muncul lah suatu ide di benak Bek Lihun untuk mencari cara mencelakai Murtado.


Untuk mencapai maksudnya ini, dicarinya dua orang tukang pukul dari Tanjung Priok untuk membunuh Murtado. Pada suatu malam, Murtado pulang ke rumahnya, tiba-tiba ia dicegat oleh orang suruhan Bek Lihun di daerah Kwitang. Kedua orang ini mengancam Murtado agar menghentikan tindakan-tindakan nya membela penduduk kampung dan jangan menghalang-halangi tindakan Bek Lihun.

Mendengar mereka berdua adalah suruhan Bek Lihun. Tetapi murtado tetap pada pendirian nya untuk melawan setiap tindakan pemerasan yang dilakukan oleh Bek Lihun dan kompeni. Dengan pemikiran demikian, maka tidak gentar hatinya meghadapi kedua orang tersebut.

Terjadilah perkelahian antara Murtado dan kedua orang suruhan Bek Lihun itu. Dalam perkelahian nya itu salah seorang musuhnya dapat dikalahkan dan mati. Seorang lagi lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu dan melaporkan semua kejadian ini kepada Bek Lihun. Mendengar laporan orang suruhannya itu Bek Lihun menjadi jengkel, kemudian mulai memfitnah Murtado membunuh orang di daerah Kwitang.

Setelah kejadian itu Murtado tetap saja tenang. Dia merasa yakin, bahwa orang yang berbuat baik selalu dilindungi Tuhan. Murtado kemudian menggabungkan diri bersama teman-teman nya untuk melatih diri menyanyi kasidah. Sedang mereka bernyanyi lagu-lagu kasidahan itu, tiba-tiba datang dua orang polisi kompeni untuk menangkap Murtado dengan tuduhan telah melakukan pembunuhan di daerah Kwitang. Namun teman-teman Murtado membela dan mempertahankan bahwa Murtado semenjak sore berada di tempat ini, jadi tidak mungkin melakukan pembunuhan malam itu. Akhirnya karena pembelaan teman-teman nya itu, maka polisi kompeni tidak berhasil menangkap Murtado. Lalu gagal pulalah rencana Bek Lihun untuk mencelakakan Murtado.

Menghadapi kejadian ini, Bek Lihun belum puas hatinya. Ia lalu berfikir bagaimana caranya agar dapat mencelakakan Murtado. Setelah kegagalan rencananya itu, lalu dipanggilnya lagi tiga orang jagoan yang berwatak jahat, yang berasal dari daerah Pondok Labu, Kebayoran Lama. Ketiga orang jagoan yang berwatak jahat ini, setelah diberi upah dan bayaran yang tinggi bersedia melenyapkan Murtado. Dan ketiga orang itu bernama Boseh, Kepleng, dan Boneng. Ketiga orang itu di tugaskan oleh Bek Lihun untuk membunuh Murtado di rumahnya ketika sedang tertidur di malam hari. Dengan cara menggasir (menggali tanah untuk masuk kedalam) dan membunuh disaat Murtado sedang tertidur.

Kemudian ketiga orang tersebut melakukan tugasnya pada tengah malam. Kemudian ketiga orang tersebut berhasil menggasir dan masuk kedalam rumah Murtado. Murtado terbangun karna mendengar suara orang berbisik dan langkah kaki. Lalu tanpa ragu-ragu Murtado pun menghampirinya dan memergoki tiga orang yang tidak diundang pada tengah malam berada di dalam rumahnya. Tanpa kata-kata Murtado menghajar dan mengusir mereka keluar rumahnya hingga lari terbirit-birit. Akhirnya rencana pembunuhan Murtado pun gagal.

Berbagai cara telah di lakukan untuk menjebak dan mengalahkan Murtado, namun sayangnya Murtado jauh lebih cepat, kuat dan bertenaga. Ketika pukulan Murtado tepat mengenai Bek Lihun terpental lah orang tua itu beberpa langkah ke belakang dan muntah darah tapi tidak sampai mati. Bek Lihun mulai menyadari bahwa semua usahanya untuk mengalahkan murtado gagal. Ketika Murtado hendak memberikan pukulan penghabisan pada Bek Lihun, tapi tidak disangka orang tua itu mengangkat kedua tangan nya seakan mengintruksikan bahwa ia akan menyerah dalam pertarungan itu. Seraya berkata “Gue menyerahhhhh…..” tukas si Bek Lihun.  Bek Lihun pun mengakui kehebatan Murtado.

Murtado mengampuni Bek Lihun dan Mandor Bacan dengan syarat mereka tidak akan mengganggu lagi siapapun yang ada di Kemayoran. Walaupun, mereka tetap menjadi kaki-tangan kompeni.

Sebagai seorang kesatria, Murtado menerima tawaran persahabatan dari Bek Lihun. Dan tak menyimpan dendam sedikit pun. Dan kehidupan pun berjalan seperti biasanya, hingga…..

Suatu hari segerombolan brocomorah di bawah pimpinan Warsa mulai menggasak Kemayoran. Setiap malam, gerombolan ini berhasil merauk harta penduduk, bahkan kadang-kadang melakukan pembunuhan. Aksi para brocomorah ini sebenarnya sudah mendapat respon dari Bek Lihun dan kawan-kawan, namun tampaknya gerombolan Warsa lebih kuat. Karena itu, Kemayoran menjadi tidak aman lagi. Pihak kompeni marah-marah kepada Bek Lihun dan kawan-kawan. Mereka beranggapan dengan ketidak amanan di Kemayoran, aliran dana pajak dan lainnya bakalan tidak berjalan dengan lancar.

Di tengah kegalauan itu, Bek Lihun dan kawan-kawan datang kepada Murtado untuk meminta bantuan.

“Murtado, Belanda sudah menegur ku berkali-kali, aku di anggap tak mampu menjaga keamanan daerah kita ini. Gara-gara Warsa, penduduk-penduduk kampung kita semakin miskin dan tak mampu membayar pajak.Mau kah kau membantuku?” pinta Bek Lihun.
Murtado berfikir sejenak. Sebenarnya ia bimbang membantu Bek Lihun berarti membantu Belanda juga.

“BekLihun, camkan kata-kataku. Aku mau membantu mu untuk melawan Warsa, tapi bukan untuk kepentingan Belanda. Aku wajib melindungi penduduk kampung dari kekejian Warsa dan anak buahnya” kata Murtado.

Merasa keamanan Kemayoran masuk dalam ranah tanggung jawab nya juga, Murtado setuju dengan permintaan Bek Lihun untuk membantu memberantas kawanan perampok yang di pimpin oleh Warsa.

Murtado mulai menyusun strategi bersama Saomin dan Sarpin. Ia pergi ke markas Warsa dan anak buahnya. Biasanya Warsa dan anak buahnya berkumpul di Tambundan Bekasi, tapi malam itu mereka tak ada di sana. Murtado dan teman-temannya tidak kehabisan akal, mereka bertanya pada setiap orang yang mereka jumpai. Akhirnya mereka mendapat informasi kalau Warsa dan anak buahnya sedang berada di daerah Kerawang. Tanpa buang-buang waktu Murtado yang dibantu oleh dua orang teman karibnya yaitu Saomin dan Sarpin, mencari Warsa dan kawanan nya di sekitar Kerawang. Lalu mereka berhasil menemukannya yang telah mereka cari dan terjadilah pertempuran hebat. Warsa adalah lawan yang tangguh, ilmu beladiri nya jauh lebih hebat. Tak heran jika orang-orang takut padanya.

“Ha…ha… anak ingusan macam apa kau hendak melawan ku? Rasakan jurus ku ini!” kata Warsa sambil melayangkan tinju. Namun Murtado tak kalah hebat di kerahkan nya ilmu bela diri yang ia kuasai. Saomin dan Sarpin juga bertarung melawan anak buah Warsa. Warsa sendiri tewas dalam perkelahian nya melawan Murtado. Sementara anak buahnya menyerah kalah. Akhirnya kemenangan berpihak pada Murtado.

“Ampuni kami Tuan, kami akan melakukan apa saja yang Tuan pinta, tapi jangan bunuh kami” kata mereka mengiba-iba.
“Tunjukan di mana hasil rampokan itu yang kalian simpan, setelah itu kalian aku ampuni” kata Murtado tegas.

Kemudian para perampok itu memberitahu kan tempat penyimpanan hasil rampokan tersebut dan Murtado bersama teman-teman nya mengambil kembali harta rampasan kawananan Warkas dan membawa pulang hasil rampokan Warsa untuk di kembalikan kepada masyarakat Kemayoran. Mereka mengembalikan nya kepada pemilik nya masing-masing. Penduduk kemayoran sangat gembira.Begitu juga denganBek Lihun, ia bahkan melaporkan keberhasilan Murtado ke Belanda.

Semua berterima kasih atas jasa Murtado, demikian pula penguasa kompeni, bahkan semua rakyat di daerah Kemayoran merasa berhutang budi kepada Murtado. Penguasa Belanda kagum pada kegigihan, keberanian dan sangat menghargai jasa-jasa Murtado. Atas usul Bek Lihun, penguasa Belanda ingin mengangkat Murtado untuk menjadi pemimpin daerah Kemayoran (bek Kemayoran) menggantikan Bek Lihun.

Tetapi, tawaran Belanda di tolak  Murtado dengan halus seraya berkata “Maaftuan, tapi saya lebih senang menjadi rakyat biasa. Biarkan saya berjuang di jalan saya sendiri”. Karena dia tidak ingin menjadi alat pemerintah jajahan.

Murtado memang ingin menjaga keamanan Kemayoran tapi tidak ingin menjadi antek kompeni atau menjadi kaki tangan Belanda. Ia merasa lebih baik hidup sebagai rakyat biasa dan ikut bertanggung jawab menjaga keamanan penduduk Kemayoran dengan cara nya sendiri. Murtado juga berusaha untuk membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajahan, penindasan, dan pemerasan. Karena keberanian nya itu, penduduk Kemayoran dan pengusa Belanda menjuluki Murtado sebagai “MacanKemayoran”.

Kesimpulan

Jangan pernah menyombongkan diri atas apa yang kita miliki, karna diatas langit masih ada langit, kesombongan adalah sifat setan yang terkutuk, maka orang yang sombong akan disamakan dengan makhluk yang terkutuk itu dan kesombongan adalah kunci kegagalan sedangkan rendah hati adalah kunci kesuksesan.

Murtado walau memiliki ilmu beladiri yang tinggi ia tetap rendah hati dan dengan suka rela membantu orang yang kesusahan, ia tidak ingin di takuti seperti Bek Lihun dan Mandor Bacan tetapi ia di segani oleh masyarakat karena kebaikannya.

Dari sifatnya itu Tuhan dengan senantiasa menyelamatkan hidupnya dari gangguan-gangguan jahat. Itulah mengapa sejak kecil kita diharuskan belajar merendahkan diri bukan menyombongkan diri, karena agar hidup kita di selamatkan oleh Tuhan di dunia maupun diakhirat.

·       Pada masa Hindia Belanda, kasta paling rendah dalam strata social adalah kasta Pribumi. Karena itu, terjadi banyak perlakuan tidak adil terhadap mereka. Misalnya, kebijakan pajak dan pembagian keuntungan yang mereka terapkan.
·       Ada syarat yang harus dipenuhi saat kegiatan derapan padi berlangsung, yaitu “setiap memanen lima ikat padi, akan dibagi antara si pemotong dengan Belanda. Si pemotong mendapat satu ikat, sedangkan kompeni mendapat empat ikat.”
·       Masyarakat pribumi hanyalah budak bagi para penjajah dikarnakan tidak memiliki ilmu pengetahuan, dengan mudahnya para pribumi dapat di adu domba oleh para penjajah. Inilah yang membuat penjajah semakin leluasa membudakan dan mengeruk hasil alam rakyat pribumi.

Penutup

          Sekian dari tugas saya. Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karna itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki tugas ini.

          Akhir kata saya berharap semoga tugas ini bermanfaat dan dapat terinspirasi  bagi pembaca dan seluruh masyarakat. Cukup sampai disini saya ucapkan terima kasih.

Wassalamuallaikum.Wr.Wb.


Nama : Roni Oktavia Hermawan  (4423155469)
Kelas : Usaha Jasa Pariwisata B 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar