MAPPABOTTING PERKAWINAN ADAT SULAWESI SELATAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur
saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
anugerah-Nya. Sehingga penulisan Tugas sejarah ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih kepada:
1. Bapak shobirien selaku pengajar
mata kuliah sejarah
2. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu berdoa dan memberikan kasih
sayang serta perjuangannya untuk tercapainya cita-cita .
3. Dan rekan-rekan
yang telah banyak memberikan bantuan baik moral maupun material untuk
terselesaikanya tugas 3
sejarah ini.
Harapan saya semoga dalam pembuatan tugas sejarah foklore ini bermanfaat bagi pembaca dan menambah
pengetahuan.Saya menyadari tugas
sejarah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat saya butuhkan dari para pembaca, agar
saya dapat memperbaiki dan dapat menjadi motivasi untuk pembuatan tugas sejarah selanjutnya.Semoga
Allah SWT selalu memberikan jalan terbaik dikehidupan.
PEMBAHASAN
1. Asal-usul
Mappabotting dalam bahasa Bugis
berarti melaksanakan upacara perkawinan . Sementara itu, istilah perkawinan
dalam bahasa Bugis disebut siala yang berarti saling mengambil satu sama lain.
Dengan demikian, perkawinan adalah ikatan timbal balik antara dua insan yang
berlainan jenis kelamin untuk menjalin sebuah kemitraan.
Menurut pandangan orang Bugis,
perkawinan bukan sekedar menyatukan dua mempelai dalam hubungan suami-istri,
tetapi perkawinan merupakan suatu upacara yang bertujuan untuk menyatukan dua
keluarga besar yang telah terjalin sebelumnya menjadi semakin erat atau dalam
istilah orang Bugis disebut mappasideppé mabélaé atau mendekatkan yang sudah
jauh . Oleh karena itu, perkawinan di kalangan masyarakat Bugis umumnya
berlangsung antarkeluarga dekat atau antarkelompok patronasi (endogami) ,
terutama di kalangan masyarakat biasa, karena mereka sudah saling memahami
sebelumnya.
Meskipun sistem perkawinan
endogami tersebut masih bertahan hingga sekarang, namun tidak dianut secara
ketat. Dewasa ini, peran orang tua tetap
diperlukan untuk memberikan petunjuk anak-anaknya agar mendapatkan pasangan
hidup dari keturunan orang baik-baik, memiliki adab sopan-santun, kecantikan,
keterampilan rumah tangga, serta memiliki pengetahuan agama.Dan
apbila mempelai wanita di lamar itu tergantung tangga rumah wanita tersebut
.karena satu tangga adalah satu permintaan mempelai wanita untuk mempelainya .
Dengan demikian, keterlibatan
orang tua dan kerabat dalam pelaksanaan pesta perkawinan tidak dapat diabaikan.
Mereka tetap memegang peranan sebagai penentu dan pelaksana dalam perkawinan
anak-anaknya. ), pilihan pasangan hidup bukanlah urusan pribadi, namun
merupakan urusan keluarga dan kerabat. Untuk itulah, perkawinan perlu dilakukan
secara sungguh-sungguh menurut agama dan adat yang berlaku di dalam masyarakat.
Alasan lain orang Bugis harus
mengadakan pesta perkawinan adalah karena hal tersebut sangat berkaitan dengan
status sosial mereka dalam masyarakat. Sebuah pesta, semakin mempertinggi
status sosial soseorang. upacara
perkawinan merupakan media bagi orang Bugis untuk menunjukkan posisinya dalam
masyarakat dengan menjalankan ritual-ritual serta mengenakan pakaian-pakaian,
perhiasan, dan berbagai pernak-pernik tertentu sesuai dengan kedudukan sosial
mereka dalam masyarakat.
2. Bahan-bahan dan
Perlengkapan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
upacara perkawinan orang Bugis di antaranya adalah:
Sompa , yaitu mahar atau mas
kawin dalam bentuk uang real sebagai syarat sah peminangan menurut Islam.
Dui’ ménré atau dui’ balanca,
yaitu sejumlah uang belanja dari mempelai pria sebagai syarat sah peminangan
menurut adat. Uang tersebut digunakan membiayai pesta pernikahan mempelai
wanita.
Cicing passiok , yaitu cincin
emas dari mempelai pria untuk mengikat mempelai wanita.
Sarung sutera sebagai hadiah untuk
kedua belah pihak keluarga mempelai.
Seperangkat peralatan dalam acara
mappacci seperti daun pacar, bantal, pucuk daun pisang, lilin, bekkeng (tempat
daun pacar dari logam),
wenno (padi yang disangrai), dan
daun nangka.
Berbagai macam makanan dan kue-kue
tradisional Bugis seperti beppa puteh, nennu-nennu, palopo, barongko, paloleng,
sanggarak, lapisi, cangkueng, badda-baddang, dan lain-lain sebagainya.
Bosara, yaitu tempat menyimpan
kue-kue tradisional Bugis, dan sebagainya.
3. Tempat
Pelaksanaan
Upacara atau pesta perkawinan
menurut adat Bugis umumnya dilaksanakan di rumah masing-masing kedua mempelai.
Untuk acara akad nikah dilakukan di rumah mempelai wanita pada tahap
mappenré botting (mengantar
pengantin). Namun bagi keluarga yang ingin menghemat biaya, pesta perkawinan
hanya dilakukan pada satu tempat, yaitu biasanya di tempat mempelai wanita.
Pelaksanaan pesta perkawinan semacam ini disebut dengan masséddi dapureng.
4. Proses
Pelaksanaan Upacara
Pelaksanaan upacara adat perkawinan
orang Bugis di Sulawesi Selatan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu upacara pra
perkawinan, resepsi/pesta perkawinan, dan pasca perkawinan.
a. Upacara Pra Perkawinan
Pada tahap pra perkawinan ini,
dilaksanakan beberapa kegiatan, yaitu:
Pemilihan Jodoh
Proses paling awal menuju
perkawinan dalam adat Bugis adalah pemilihan jodoh. Orang Bugis umumnya
mempunyai kecenderungan memilih jodoh dari lingkungan keluarga sendiri karena
dianggap sebagai hubungan perkawinan atau perjodohan yang ideal. Perjodohan
ideal yang dimaksud adalah siala massaposiseng
(perkawinan antarsepupu satu
kali), siala massapokadua (perkawinan antarsepupu dua kali), dan siala
massoppokatellu (perkawinan antarsepupu tiga kali) Kendati demikian, ketiga
jenis perjodohan tersebut di atas bukanlah suatu hal yang diwajibkan. Dewasa
ini, pria yang akan menikah dapat memilih jodoh dari luar lingkungan kerabat.
Adapun perjodohan ideal selain dari kerabat adalah perjodohan yang didasarkan
pada kedudukan assikapukeng , yaitu kedua mempelai memiliki stratifikasi sosial
yang sederajat di dalam masyarakat, baik dilihat dari segi keturunan (bangsawan
atau orang biasa), pendidikan, kedudukan dalam struktur pemerintahan, maupun
harta kekayaan. Setelah jodoh yang telah dipilih dirasa sudah cocok, maka
proses selanjutnya adalah mammanu’-manu’
Mammanu’-manu’ (penjajakan)
Mammanu’-manu’ atau biasa juga
disebut
mappése-pése, mattiro, atau
mabbaja laleng adalah suatu kegiatan penyelidikan yang biasanya dilakukan
secara rahasia oleh seorang perempuan dari pihak laki-laki untuk memastikan
apakah gadis yang telah dipilih sudah ada yang mengikatnya atau belum. Kegiatan
penyelidikan ini juga bertujuan untuk mengenali jati diri gadis itu dan kedua
orang tuanya, terutama hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan rumah tangga,
adab sopan-santun, tingkah laku, kecantikan, dan juga pengetahuan agama gadis
tersebut. Jika menurut hasil penyelidikan belum ada yang mengikat gadis itu,
maka pihak keluarga laki-laki memberikan kabar kepada pihak keluarga gadis
bahwa mereka akan datang menyampaikan pinangan.
Madduta atan massuro (meminang)
Madduta atau massuro artinya
pihak laki-laki mengutus beberapa orang terpandang, baik dari kalangan keluarga
maupun selain keluarga, untuk menyampaikan lamaran kepada pihak keluarga gadis.
Utusan ini disebut To Madduta sedangkan
pihak keluarga gadis yang dikunjungi disebut To Riaddutai. To Madduta memiliki
peranan yang sangat penting dalam menentukan diterima atau tidaknya suatu
pinangan. Oleh karena itu, To Madduta harus berhati-hati, bijaksana, dan pandai
membawa diri agar kedua orang tua gadis itu tidak tersinggung dan
harus sopan dan santun terhadap keluarga mempelai wanita agar wanita tersebut
tidak tersinggung.
Kegiatan madduta biasa juga
disebut dengan istilah mappetu ada , yaitu pertemuan antara kedua belah pihak
keluarga untuk merundingkan dan memutuskan segala sesuatu yang bertalian dengan
upacara perkawinan putra-putri mereka. Hal-hal yang dibicarakan dalam acara
mappettu ada tersebut tentang mahar karena membiacarakan mahar itu di
tawarkanya mahar untuk meminang mempelai wanita antara di pinang atau di tolak
karena mahar lah yang menentukan bisa meminang mempelai wanita.
Mahar dalam adat perkawinan orang
Bugis dikenal sangat tinggi karena seorang laki-laki yang akan menikah tidak
hanya diwajibkan memberi
sompa atau mahar sebagai
kewajiban seorang muslim, tetapi juga diwajibkan memberikan dui’ menré (uang
naik) atau dui’ balanca (uang belanja) kepada pihak keluarga perempuan. Menurut
Hadikusumah, dui’ menré merupakan uang petindih, yaitu uang jemputan kepada
pihak perempuan sebagai salah satu syarat sahnya pinangan atau pertunangan
menurut adat. Dalam pembicaraan ini terjadi tawar-menawar antara pihak
mempelai laki-laki dan mempelai wanita.
Besar kecilnya jumlah dui’ menré
dalam
perkawinan orang Bugis sangat
dipengaruhi oleh status sosial pihak perempuan. Semakin tinggi status sosial
keluarga perempuan semakin besar pula jumlah mahar yang harus diserahkan oleh pihak
laki-laki.
Oleh karena itu, pihak laki-laki yang diwakili oleh To Madduta harus
pandai-pandai melakukan negosiasi kepada pihak keluarga perempuan. Jika kedua
belah pihak telah menuai kesepakatan bersama masalah jumlah mahar berarti
pinangan.jadi jadi mempelai laki-laki menegosisasi apabila
harga maharnya terlalu tinggi.
To Madduta diterima.
Setelah pinangan diterima, acara
mappettu ada dilanjutkan dengan membicarakan masalah tanré esso atau penentuan
hari perkawinan . Penentuan hari pada saat ini biasanya disesuaikan dengan
penanggalan Islam. Setelah penentuan hari perkawinan selesai, selanjutnya
ditentukan lagi hari untuk pertemuan berikutnya guna mengukuhkan
kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat. Acara mappettu ada kemudian ditutup
dengan jamuan makan bersama, di mana rombongan To Madduta disuguhi berbagai
hidangan makanan yang terdiri diri kue-kue khas Bugis yang pada umumnya manis
rasanya sebagai simbol pengharapan agar kehidupan kedua calon mempelai selalu manis
(senang) di kemudian hari dan menjadi keluarga sakinah mawadah warohmah.
Mappasiarekeng (mengukuhkan
kesepakatan)
Mappasiarekeng berarti
mengukuhkan kembali kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya .
Acara ini dilaksanakan di tempat mempelai perempuan. Pengukuhan kesepakatan
ditandai dengan pemberian hadiah pertunangan dari pihak mempelai pria kepada
pihak mempelai wanita sebagai passio’ atau pengikat berupa sebuah cincin emas
dan sejumlah pemberian simbolis lainnya seperti tebu sebagai simbol
kebahagiaan, panasa (buah nangka) sebagai simbol minasa (pengharapan), sirih
pinang, sokko (nasi ketan), dan berbagai kue-kue tradisional lainnya .
Pada acara mappasiarekeng
tersebut pihak laki-laki juga menyerahkan dui’ menré—yang jumlahnya berdasarkan
kesepakatan—kepada pihak perempuan untuk digunakan dalam pesta perkawinan.
Penyerahan dui’ menré dan hadiah-hadiah lainnya diwakili oleh kerabat atau
sahabat terdekat orang tua mempelai laki-laki.
Mappaisseng dan mattampa
(menyebarkan undangan)
Pengukuhan
kesepakatan adalah menyebarkan berita mengenai perkawinan
putra-putri mereka kepada pihak keluarga yang dekat, para tokoh masyarakat, dan
para tetangga dan teman.
Pemberitahuan tersebut sekaligus sebagai permohonan bantuan baik pikiran,
tenaga, maupun harta demi kesuksesan seluruh rangkaian upacara perkawinan tersebut.
Pemberian bantuan harta biasanya dilakukan oleh pihak keluarga dekat.
Sementara itu, mattampa atau
mappalettu selleng (mappada ) adalah mengundang seluruh sanak keluarga dan
handai taulan yang rumahnya jauh, baik dalam bentuk lisan maupun tertulis.
Kegiatan ini biasanya dilakukan sekitar satu hingga sepuluh hari sebelum
resepsi perkawinan dilangsungkan. Tujuan dari mengundang seluruh sanak keluarga
dan handai taulan tentu saja dengan harapan mereka bersedia memberikan doa
restu kepada kedua mempelai.
Mappatettong sarapo/baruga
(mendirikan bangunan)
Mappatettong sarapo atau baruga
adalah mendirikan bangunan tambahan untuk tempat pelaksanaan acara perkawinan.
Sarapo adalah bangunan tambahan yang didirikan di samping kiri/kanan rumah
induk sedangkan baruga adalah bangunan tambahan yang didirikan terpisah dari
rumah induk. Pada kedua bangunan tersebut biasanya diberi dinding yang terbuat
dari anyaman bambu yang disebut dengan wolasuji dan di atasnya digantung janur
kuning. Di dalam kedua bangunan tambahan tersebut juga dibuatkan pula
lamming atau pelaminan sebagai
tempat duduk mempelai dan kedua orang tuanya.
Jika dalam pesta tersebut
terdapat pementasan kesenian seperti kecapi Bugis, musik gambus, atau orkes,
biasanya dibuatkan panggung di samping pelaminan. Pendirian sarapo atau baruga
biasanya dilakukan tiga hari sebelum pesta perkawinan dilangsungkan oleh para
kerabat dan tetangga dekat secara bergotong-royong. Dewasa ini, sarapo atau
baruga sudah jarang digunakan karena tersedianya persewaan gedung atau
tenda-tenda yang lengkap dengan segala peralatannya.
Mappassau botting dan cemmé
passili’ (merawat dan memandikan pengantin)
Mappasau botting berarti merawat
pengantin. Kegiatan ini dilakukan dalam satu ruangan tertentu selama tiga hari
berturut-turut sebelum hari “H” perkawinan. Perawatan ini dilakukan dengan
menggunakan berbagai ramuan seperti daun sukun, daun coppéng (sejenis anggur) ,
daun pandan, rempah-rempah, dan akar-akaran yang berbau harum. Sementara itu,
cemmé passili’ berarti mandi tolak balak, yaitu sebagai bentuk permohonan
kepada Allah SWT agar kiranya kedua mempelai dijauhkan dari segalam macam
bahaya atau bala. Upacara ini biasanya dilaksanakan sehari sebelum hari “H”
perkawinan, yaitu sekitar pukul 10.00 pagi. Setelah mandi tolak bala, mempelai
wanita masih harus melaksanakan ritual maccéko , yaitu mencukur bulu-bulu
halus.
Mappanré temme (khatam al-Quran)
dan pembacaan barzanji
Sebelum memasuki acara mappaci ,
terlebih dilakukan acara khatam al-Quran dan pembacaan barzanji sebagai ungkapan
rasa syukur kepada Allah SWT dan sanjungan kepad Nabi Muhammad SAW. Acara ini
biasanya dilaksanakan pada sore hari atau sesudah shalat ashar dan dipimpin
oleh seorang imam. Setelah itu, dilanjutkan acara makan bersama dan sebelum
pulang, para pembaca barzanji dihadiahi kaddo, yaitu nasi ketan berwarna kuning
yang dibungkus dengan daun pisang sebagai oleh-oleh untuk keluarga di rumah.
Mappacci atau tudammpenni
(mensucikan diri)
Pada malam menjelang hari “H”
perkawinan, kedua mempelai melakukan kegiatan mappaci atau tudammpenni di rumah
masing-masing. Acara ini dihadiri oleh kerabat, pegawai syara’, orang-orang
terhormat, dan para tetangga. Kata
mappaci berasal dari kata pacci,
yaitu daun pacar
(lawsania alba) . Pacci dalam
kata bahasa Bugis berarti bersih atau suci sedangkan tudammpenni secara harfiah
berarti duduk malam. Dengan demikian, mappacci dapat diartikan mensucikan diri
pada malam menjelang hari “H” perkawinan. Dikatakan dalam ungkapan ungkapan
orang Bugis:
Mappacci iyanaritu gau’
ripakkéonroi nallari ade’, mancaji gau mabbiasa, tampu’ sennu-sennuang, ri nia
akkatta madécéng mammuaréi nalétéi pammasé Déwata Séuwaé
Artinya: Mappacci merupakan
upacara yang sangat kental dengan nuansa bathin. Dimana proses ini merupakan
upaya manusia untuk membersihkan dan mensucikan diri dari segala hal yang tidak
baik. Dengan keyakinan bahwa segala tujuan yang baik harus didasari oleh niat
dan upaya yang baik pula.
Acara mappacci dimulai dengan
penjemputan (padduppa ) mempelai untuk dipersilakan duduk di pelaminan. Acara
penjemputan biasanya disampaikan oleh juru bicara keluarga melalui ungkapan
berikut:
Patarakkai mai bélo tudangeng
Naripatudang siapi siata
Taué silélé uttu patudangeng
Padattudan mappacci siléo-léo
Riwenni tudammpenni kuaritu
Paccingi sia datu bélo tudangeng
Ripatajang mai bottingngé
Naripatteru cokkong di lamming
lakko ulaweng
Artinya: Calon mempelai
dipersilakan menuju pelaminan. Pelaminan di sisi para pendamping. Duduk saling
berdekatan satu sama lain. Mereka duduk bersuka ria di malam tudammpenni.
Mappaci pada sang raja/ratu mempelai nan rupawan. Tuntun dan bimbinglah sang
raja/ratu menuju pelaminan yang bertahtakan emas.
Setelah mempelai pengantin duduk
di pelaminan berbagai perlengkapan disiapkan di depannya dengan cara disusun
dari bawah ke atas yaitu satu buah bantal sebagai simbol mappakalebbi
(penghormatan), tujuh lembar
sarung sutera sebagai simbol harga diri, selembar pucuk daun pisang sebagai
simbol kehidupan yang berkesinambungan, tujuh sampai sembilan daun nangka
sebagai simbol ménasa (harapan), sepiring wenno (padi yang disangrai hingga
mengembang) sebagai simbol berkembang dengan baik, sebatang lilin yang
dinyalakan sebagai simbol penerangan, daun pacar yang telah dihaluskan sebagai
simbol kebersihan atau kesucian, dan bekkeng (tempat pacci yang terbuat dari
logam) sebagai simbol penyatuan dua insane.
Setelah semua perlengkapan siap,
selanjutnya MC mulai mengundang satu persatu kerabat dan beberapa tamu undangan
untuk meletakkan atau mengusapkan pacci ke telapak tangan calon mempelai. Orang-orang
yang diundang biasanya orang yang memiliki kedudukan sosial yang baik dan
kehidupan rumah tangganya bahagia. Hal ini dimaksudkan agar calon mempelai
kelak dapat hidup seperti mereka. Jumlah orang yang diundang disesuaikan dengan
status sosial calon mempelai. Untuk golongan bangsawan tertinggi terdiri dari
sembilan orang dan setiap orang harus mengusapkan pacci ke tangan calon
mempelai sebanyak dua kali. Dalam adat Bugis, jumlah tersebut biasanya
disebutkan dalam bentuk angka yaitu 2 x 9 orang (duakkaséra ). Untuk golongan
bangsawan menengah berjumlah 2 x 7 orang
(duakkapitu) , sedangkan golongan
di bawahnya berjumlah 1 x 9 atau 1 x 7 orang
Adapun tata cara pelaksanaan
pacci yaitu mula-mula orang yang telah ditunjuk mengambil sedikit daun pacci
dari dalam bekkeng kemudian meletakkan atau mengusapkannya pada kedua telapak
tangan calon mempelai yang dimulai dari telapak tangan kanan ke telapak tangan
kiri dengan disertai doa semoga calon mempelai kelak dapat hidup bahagia. Pada
saat orang-orang tersebut meletakkan pacci, sesekali indo’ botting (inang
pengantin) yang duduk di samping mempelai menghamburkan wenno kepada calon
mempelai maupun kepada orang-orang yang melettakkan pacci. Kemudian kepada
orang telah memberikan pacci dihadiahi rokok sebagai penghormatan atau ucapan
terima kasih doa restu yang telah diberikan kepada calon mempelai.
b. Resepsi atau Pesta Perkawinan
Secara garis besar, upacara atau
resepsi perkawinan dibagi menjadi dua tahap yaitu
mappénré botting dan marola .
Mappénré Botting (mengntar
pengantin)
Mappénré botting adalah mengantar
mempelai pria ke rumah mempelai wanita untuk melaksanakan beberapa serangkaian
kegiatan seperti madduppa botting, akad nikah, dan
mappasiluka. Mempelai pria
diantar oleh iring-iringan tanpa kehadiran kedua orang tuanya. Adapun
orang-orang yang ikut dalam iring-iringan tersebut di antaranya indo’ botting,
dua orang
passeppi (pendamping mempelai)
yang terdiri dari anak laki-laki, beberapa kerabat atau orang-orang tua sebagai
saksi-saksi pada acara akad nikah, pembawa mas kawin, dan pembawa hadiah-hadiah
lainnya untuk mempelai wanita m
Madduppa botting (menyambut
kedatangan pengantin)
Madduppa botting berarti
menyambut kedatangan mempelai pria di sambut oleh kerabat mempelai
wanita.dan salah satu atu dua orang untuk menjemput mempelai laki-laki yaitu
paddupa botting dan menuntun mempeli laki-laki turun dari mobil menuju ke dalam
rumah.dan sementara itu,seluruh rombongan atau besan dari mempelai laki-laki di
persilahkan duduk di tempat yang sudah di siapkan untuk menyaksikan pelaksanaan
acara akad nikah.
Akad nikah
Orang Bugis di Sulawesi Selatan
umumnya beragama Islam. Oleh karena itu, acara akad nikah dilangsungkan menurut
tuntunan ajaran Islam dan dipimpin oleh imam kampung atau seorang penghulu dari
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Sebelum akad nikah atau ijab qabul
dilaksanakan, mempelai laki-laki, orang tua laki-laki (ayah) atau wali mempelai
wanita, dan dua saksi dari kedua belah pihak dihadirkan di tempat pelaksanaan
akad nikah yang telah disiapkan. Setelah semuanya siap, acara akad nikah segera
dimulai.
Seperti halnya adat perkawinan
suku bangsa lain yang menganut ajaran Islam, pelaksanaan akad nikah
dilangsungkan berdasarkan urutan acara seperti berikut yaitu dimulai dari
pembacaan ayat suci al-Quran, kemudian dilanjutkan pemeriksaan berkas
pernikahan oleh penghulu, dan penanda tanganan berkas oleh kedua mempelai,
wali, dan saksi-saksi. Khusus untuk mempelai wanita, penantanganan berkas
dilakukan di dalam kamar karena ia tidak boleh keluar kamar selama proses akad
nikah berlangsung.
Setelah itu, acara dilanjutkan
dengan penyerahan perwalian dari orang tua atau wali mempelai wanita kepada
imam atau penghulu untuk proses ijab kabul. Ijab kabul dimulai dengan khutbah
nikah oleh imam atau penghulu. Kemudian mempelai pria duduk berhadap-hadapan
dengan imam atau penghulu sambil berpegangan ibu jari (jempol) tangan kanan. Dengan
bimbingan imam, mempelai pria mulai mengucapkan beberapa bacaan seperti
istigfar, dua kalimat syahadat, shalawat, dan ijab kabul. Sighat atau kalimat
ijab kabul yang disampaikan oleh mempelai pria harus jelas kedengaran oleh para
saksi untuk sahnya akad nikah. Oleh karena itu, tak jarang mempelai pria harus
mengulanginya hingga dua tiga kali.
Mappasikarawa atau mappasiluka
(persentuhan pertama)
Setelah proses akad nikah
selesai, mempelai pria dituntun oleh orang yang dituakan menuju ke dalam kamar
mempelai wanita untuk ipasikawara (dipersentuhkan) . Kegiatan ini disebut
dengan
mappasikarawa, mappasiluka atau
ma’dusa’ jénné, yaitu mempelai pria harus menyentuh salah satu anggota tubuh
mempelai wanita. Kegiatan ini dianggap penting karena menurut anggapan sebagian
masyarakat Bugis bahwa keberhasilan kehidupan rumah tangga kedua mempelai
tergantung pada sentuhan pertama mempelai pria terhadap mempelai wanita. disentuh,
yaitu di antaranya:
1. Buah dada sebagai lambang
gunung, yaitu dengan harapan rezeki kedua mempelai kelak menggunung.
2. Ubun-ubun atau leher belakang,
yaitu mengandung makna agar wanita itu tunduk kepada suaminya.
3. Menggenggam tangan mempelai
wanita, yaitu mengandung makna agar kelak hubungankeduanya kekal atau langgeng.
4. Perut, yaitu mengandung makna
agar kehidupan mereka kelak tidak mengalami kelaparan dengan angggapan bahwa
perut selalu diisi.
Setelah acara mappasikarawa
selesai, kedua mempelai kemudian melakukan acara menyembah kepada kedua orang
tua mempelai wanita dan keluarga-keluarganya.
Upacara nasehat perkawinan dan
perjamuan
Setelah kedua mempelai duduk
bersanding di pelaminan, selanjutnya diadakan acara nasehat perkawinan. Tujuan
dari acara ini adalah untuk menyampaikan petuah, pesan, dan nasehat kepada
kedua mempelai agar mereka mampu membangun rumah tangga yang sejahtera, rukun,
dan damai. Nasehat perkawinan biasanya disampaikan oleh seorang ustadz yang
telah mempraktekkan cara membangun rumah tangga yang sejahtera dan bahagia
sehingga dapat dijadikan teladan bagi kedua mempelai dan kelak
menjadi keluarga mawaddah warohmah
Selanjutnya upacara mappénré
botting ditutup dengan upacara jamuan santap bersama. Pada zaman dahulu,
upacara perjamuan dilakukan dengan cara melantai atau lesehan. Hidangan nasi
dengan berbagai lauk-pauknya serta kue-kue tradisional khas Bugis digelar di
lantai yang diberi alas kain panjang berwarna-warni. Namun, sejak adanya
persewaan gedung dan tenda dengan segala perlengkapannya, perjamuan dilakukan
dengan cara prasmanan. Dengan selesainya upacara perjamuan, maka seluruh
rangkaian acara
mappénré botting telah selesai.
Rombongan mempelai pria berpamitan kepada pihak keluarga mempelai wanita.
Sementara itu, pengantin pria tidak ikut serta dalam rombongannya karena ia
harus melakukan acara mapparola bersama mempelai wanita.
Marola atau mapparola
Marola atau mapparola adalah
kunjungan balasan dari pihak mempelai wanita ke rumah mempelai pria. Pengantin
wanita diantar oleh iring-iringan yang biasanya membawa hadiah sarung tenun
untuk keluarga suaminya. Setelah mempelai wanita dan pengiringnya tiba di rumah
mempelai pria, mereka langsung disambut oleh seksi
padduppa (penyambut) untuk
kemudian dibawa ke pelaminan. Kedua orang tua mempelai pria segera menemui
menantunya untuk memberikan hadiah
paddupa berupa perhiasan, pakaian,
dan sebagainya sebagai tanda kegembiraan. Biasanya, beberapa kerabat dekat
turut memberikan hadiah berupa cincin atau kain sutera kepada mempelai wanita,
kemudian disusul oleh tamu undangan memberikan passolo (kado).
Setelah pemberian hadiah selesai,
acara dilanjutkan dengan nasehat perkawinan oleh seorang ustadz yang tujuannya
sama seperti nasehat perkawinan di tempat mempelai wanita. Selanjutnya, upacara
mapparola ditutup dengan perjamuan kepada rombongan mempelai wanita dan para
tamu undangan. Mereka disuguhi berbagai macam hidangan makanan dan kue-kue
tradisional Bugis. Usai acara perjamuan, kedua mempelai bersama rombongannya
massimang
(mohon diri) kepada kedua orang
tua mempelai pria untuk kembali ke rumah mempelai wanita.
c. Upacara Pasca Perkawinan
Setelah upacara perkawinan
dilangsungkan, masih terdapat sejumlah kegiatan yang juga perlu dilakukan
sebagai bagian dari adat perkawinan Bugis, di antaranya adalah mallukka ,
ziarah kubur, dan massita béseng.
Mallukka botting (melepas pakaian
pengantin)
Setelah tiba di rumah mempelai
wanita, busana adat pengantin dan segala aksesoris yang dikenakan oleh kedua
mempelai dilepaskan . Pengantin pria kemudian mengenakan celana panjang
berwarna hitam, kemeja panjang berwarna putih, dan kopiah. Sementara pengantin
wanita mengenakan rok atau celana panjang, kebaya, dan kudung. Setelah itu,
pengantin pria dilingkari tubuhnya dengan tujuh lembar sarung sutera untuk
kemudian dilepas satu persatu dan dilemparkan ke arah bujang atau gadis-gadis
yang ada di sekelilingnya. Menurut kepercayaan orang Bugis, bujang atau gadis
yang terkena lemparan sarung tersebut diharapkan segera mendapat jodoh.
Ziarah kubur
Sehari setelah perkawinan
berlangsung, kedua pengantin baru tersebut bersama keluarga sang istri
melakukan ziarah ke makam-makam leluhur. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai
penghormatan dan rasa syukur bahwa keluarga mereka telah melaksanakan pesta
perkawinan.
Massita béseng (bertemu besan)
Massita béseng adalah kunjungan
kedua orang tua pengantin laki-laki bersama beberapa kerabat dekat ke rumah
pengantin wanita untuk bertemu dengan besannya (orang tua pengantin wanita).
Kegiatan ini biasanya dilaksanakan pada malam harinya yakni seusai acara
mallukka atau satu hari setelah pesta perkawinan selesai. Tujuannya adalah
untuk bersilaturrahmi dan saling mengenal antarkedua keluarga secara lebih
dekat. Dalam kunjungan tersebut rombongan orang tua pengantin pria membawa
lisek rantang (isi rantang) yang terdiri dari dua belas macam lauk-pauk dan
kue-kue tradisional Bugis untuk keluarga pengantin wanita. Acara silaturrahmi
biasanya ditutup dengan jamuan santap siang/malam bersama antara kedua belah
pihak keluarga sebagai tanda syukur kepada Allah SWT atas terselenggaranya
upacara perkawinan dengan sukses. Acara santap bersama ini menandai berakhirnya
seluruh rangkaian upacara perkawinan.
PESAN MORAL
Dalam upacara adat perkawinan
orang Bugis di antaranya adalah: berbagai macam ritual-ritual khusus seperti
mandi tolak bala, pembacaan berzanji, acara mappacci , dan lain sebagainya.
Ritual-ritual tersebut dianggap sacral oleh orang Bugis dan bertujuan untuk
memohon keselamatan kepada Allah SWT. terlihat pada keberadaan proses
peminangan yang harus dilakukan oleh mempelai pria. Hal ini menunjukkan suatu
upaya untuk menghargai kaum
perempuan dengan meminta restu dari kedua orang tuanya. Nilai penghargaan
terhadap perempuan juga dapat dilihat dengan adanya pemberian mahar berupa mas
kawin dan dui’ balanca yang cukup tinggi dari pihak laki-laki kepada pihak
perempuan. Keberadaan mahar sebagai hadiah ini merupakan isyarat atau tanda
kemuliaan perempuan.
Kekerabatan. Bagi orang Bugis,
perkawinan bukan sekedar menyatukan dua insan yang berlainan jenis menjadi
hubungan suami-istri, tetapi lebih kepada menyatukan dua keluarga besar. Dengan
demikian, perkawinan merupakan salah satu sarana untuk menjalin dan mengeratkan
hubungan kekerabatan. pesta perkawinan yang melibatkan kaum kerabat, handai
taulan, dan para tetangga.
PENUTUP
Kesimpulan
Pernikahan
adat bugis sangat berbeda dengan adat –adat pernikahan lainnya sehingga jika
ingin menikah dengan adat bugis seorang wanita sangat dihormati sekali oleh
adat bugis ini,dan jika ingin menikah dengan wanita bugis seorang laki-laki
harus siap memenuhi semua permintaan dari seorang wanita tersebut sesuai dengan
tangga-tangga rumah depannya tersebut.Tetapi tidak perlu khawatir untuk calon
mempelai bisa tawar-menawar dengan keluarganya jika seorang laki-laki tidak
dapat memenuhinya maka calon mempelai tersebut tidak bisa menikahi wanita
tersebut.
Saran
Semoga dengan adanya tugas sejarah
ini kita bisa mengetahui foklorenya Indonesia terutama adat perkawinan adat
bugis .Dimana adat bugis ini berbeda dari adat-adat perkawinan lainya.muali
dari maharnya dan mempelai laki-laki harus memenuhi keinginan mempelai wanita.
DAFTAR PUSTAKA
sulawesi-selatan
NAMA : VEVI MARLINA(4423155352)
KELAS : USAHA JASA PARIWISATA B
Thanks buat info nya vevi☺😁 good job terus buat vevi
BalasHapusGood job vev..emanh sudah seharusnya kita harus menjaga kebudayaan kita masing-masing dan melestarikannya.sukses vevi marlina😘
BalasHapusBerawal dari ta’aruf (saling mengenal), berlanjut dengan akad nikah, berakhir dengan pertemuan di surga, sungguh indah rasanya pernikahan
BalasHapusMenikah itu sangatlah manis saat baru dimulai, tapi lebih manis lagi kalau tidak pernah berakhir.
Yang menjadikan keluarga selalu bahagia adalah selalu bersyukur.
Yang terindah dalam cinta pernikahan adalah dicintai oleh istri yang sangat setia
Ya Allah, jadikanlah kami pemimpin bagi keluarga kami dan bagi orang-orang yang bertakwa.
Thanks vev, skrg udh tau bnyk ttg adat pernikahan suku bugis. Jd bisa siapin modal yg bnyk kl pngen dpt jodoh dri bugis hehee. Good job vev keep it up
BalasHapusThanks vev, skrg udh tau bnyk ttg adat pernikahan suku bugis. Jd bisa siapin modal yg bnyk kl pngen dpt jodoh dri bugis hehee. Good job vev keep it up
BalasHapusoalaaaaah. bgtu tohhh. sangat bermanfaat bgt info nya. lanjut tulis hal hal yg seru yaaah ka vevi. good luck!
BalasHapusThanks vevi, keep it progress! Lewat tulisan tentang folklore ini, sekarang jadi lebih faham tentang pernikahan adat suku bugis yg notabenenya berbeda dengan adat-adat pernikahan yang lain. Semoga kita bisa lebih menghargai & melestarikan keragaman budaya Indonesia
BalasHapusmakasih yah vevi atas info nya jadi kita bisa mengetahui adat pernikahan bugis itu seperti apa dan bagaimana ...semangaaat terus yaaah vev ... Good job ...
BalasHapusBagus veeev,manfaat pisaaan makasihh yaa infonya
BalasHapussemangatt vevevp