Minggu, 03 Januari 2016

Tugas 2 - Solusi UNJ untuk Pariwisata Indonesia



Menghidupkan Kembali Budaya Jaman dulu di Jaman modern

Malioboro adalah sebuah Jalan sepanjang tidak lebih dari 2 Kilo Meter yang membentang mulai dari persimpangan Rel Kereta Api Stasiun Tugu Yogyakarta diujung utara hingga pertigaan pojokan Gedung Agung diujung Selatan. Malioboro adalah sebuah Jalan legendaris yang menjadi ikon Kota Yogyakarta dengan kehidupan kontras antara siang dan malamnya. Saat siang hari, ruas Jalan Malioboro dipadati kendaraan para pelancong maupun warga Yogyakarta yang  beraktifitas disekitar Jalan Malioboro, sementara dikanan-kiri jalan adalah toko-toko berbagai macam kebutuhan pokok, serta  sepanjang trotoar kaki limanya dijejali  lapak-lapak penjaja souvenir khas Yogyakarta, kemudian diujung selatannya ada pasar Beringharjo, tak ketinggalan sejumlah pusat perbelanjaan dan hotel yang mengguratkan kehidupan perekonomian warga Yogyakarta.
Sebaliknya pada malam hari, Malioboro dipenuhi aroma berbagai sajian kuliner yang menggugah selera, yang terhampar di ratusan tikar Warung lesehan dengan menu khas Gudeg Yogya, Bakmi Jawa, dan berbagai pilihan Ayam/ Burung dara/ Bebek bakar dan goreng. Keriuhan suasana lesehan akan ditimpali oleh alunan sejumlah seniman yang melantunkan musik dan lagu secara nomade dalam istilah kuno disebut sebagai “mbarang” atau pengamen.
          Malioboro berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat belanja, di sini Anda bisa memborong aneka barang yang diinginkan mulai dari pernik cantik, cideramata unik, batik klasik, emas dan permata hingga peralatan rumah tangga. Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri.
Malioboro adalah suatu nama sebuah pusat perbelanjaan di daerah jogjakarata. Malioboro sebuah kawasan perbelanjaan yang menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung, karena kawasan perbelanjaan ini hanya menjual barang yang diproduksi oleh masyarakat lokal dan menjadi pusat oleh – oleh bagi para turis lokal maupun turis mancanegara sebagai tanda atau ciri bahwa dia sudah mengunjungi daerah tersebut.  Kawasan Malioboro sebagai salah satu kawasan wisata belanja andalan kota Jogja, ini didukung oleh adanya pertokoan, rumah makan, pusat perbelanjaan, dan tak ketinggalan para pedagang kaki limanya. Untuk pertokoan, pusat perbelanjaan dan rumah makan yang ada sebenarnya sama seperti pusat bisnis dan belanja di kota-kota besar lainnya, yang disemarakan dengan nama-merk besar dan ada juga nama-nama lokal. Barang yang diperdagangkan dari barang import maupun lokal, dari kebutuhan sehari-hari sampai dengan barang elektronika, mebel dan lain sebagainya. Juga menyediakan aneka kerajinan, misal batik, wayang, ayaman, tas dan lain sebagainya. Terdapat pula tempat penukaran mata uang asing, bank, hotel bintang lima hingga tipe melati.
Keramaian dan semaraknya Malioboro juga tidak terlepas dari banyaknya pedagang kaki lima yang berjajar sepanjang jalan Malioboro menjajakan dagangannya, hampir semuanya yang ditawarkan adalah barang/benda khas Jogja sebagai souvenir/oleh-oleh bagi para wisatawan. Mereka berdagang kerajinan rakyat khas Jogjakarta, antara lain kerajinan ayaman rotan, kulit, batik, perak, bambu dan lainnya, dalam bentuk pakaian batik, tas kulit, sepatu kulit, hiasan rotan, wayang kulit, gantungan kunci bambu, sendok/garpu perak, blangkon batik [semacan topi khas Jogja/Jawa], kaos dengan berbagai model/tulisan dan masih banyak yang lainnya. Para pedagang kaki lima ini ada yang menggelar dagangannya diatas meja, gerobak adapula yang hanya menggelar plastik di lantai. Sehingga saat pengunjung Malioboro cukup ramai saja antar pengunjung akan saling berdesakan karena sempitnya jalan bagi para pejalan kaki karena cukup padat dan banyaknya pedagang di sisi kanan dan kiri.

A. Permasalahan Ekonomi yang ada di malioboro
Disini telah terjadi interaksi yang cukup baik antara Pemerintah yang telah menyediakan tempat yang manusiawi untuk para pedagang mencari rejeki dan antara pedagang dengan konsumen. Konsuemn masih dibolehkan untuk menawar harga barang yang akan dibelinya. Hal tersebut merupakan salah satu ciri khas dari Malioboro. Yaitu, harga yang ditawarkan oleh pedagang bukan harga pas tetapi konsumen masih dibolehkan untuk menawarnya lagi. Malioboro sebagai pusat belanja tentunya memberikan berkah tersendiri bagi masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan kawasan ini memberikan kesempatan bagi masyarakat sekitar untuk berdagang dan mencari keuntungan. Masalah yang muncul salah satunya adalah karena banyaknya pedagang, maka pembeli memiliki otoritas sendiri dalam memilih barang yang di inginkan. Sehingga timbullah apa yang di sebut dengan konsep “buyer’s market” atau pembeli yang menguasai pasar. Walaupun berkonsep “buyer’s market” atau pembeli yang menguasai pasar, terkadang pembeli merasa tidak nyaman berada didalam pusat belanja tersebut karena suasana yang ramai sehingga menjadi lebih sempit dan berdesak – desakan ketika sedang berbelanja.
Cara mengatasinya atau saran saya terhadap masalah ini adalah dengan cara mengajak pedagang lain untuk bekerja sama untuk mengurangi pedagang atau dengan cara menberikan syarat – syarat/ kriteria tertentu dalam berdagang jadi tidak sembarang orang bisa berdagang di daerah malioboro jadi bisa sedikit memperluas tempat/jalannya turis dalam memilih dan membeli barang dagangan.
 B. Permasalahan keamanan didaerah malioboro
Malioboro juga termasuk kawasan yang senantiasa ramai sehingga menimbulkan adanya kerawanan dalam bidang keamanan khususnya. Masalah ini adalah salah satu yang membuat berkurangnya turis/pengunjung yang datang ke pusat perbelanjaan tersebut.  Sehingga diperlukan sistem pengamanan yang lebih ketat lagi.
Cara mengatasinya atau saran terhadap masalah ini adalah memperketat keamanan disetiap sisi/tempat yang sering terjadi kejahatan, menambah penjaga keamanan dan memberitahukan kepada setiap pedagang untuk memasang cctv ditokonya agar turis/pengunjung merasa aman dan senang ketika sedang berbelanja barang yang dibutuhkan atau oleh – oleh untuk sanak saudara.

C. Permasalahan sosiologi dan Antropologi
Sebuah pusat perbelanjaan seperti Malioboro pada umumnya menimbulkan interaksi yang sangat intens dari penjual ataupun pembeli. Selain itu, adanya interaksi dan kontak sosial yang memiliki frekuensi yang sangat intens tersebut memberikan dampak pula bagi perkembangan budaya yang terjadi di daerah tersebut. Contohnya, karena banyaknya wisatawan asing yang berlibur di sana, salah satu minimarket menyediakan atau menjuual bir atau minuman keras untuk memenuhi keinginan konsumen. Sedangkan seperti yang kita tahu, bahwa budaya minuman keras bukanlah budaya yang semata-mata dimiliki atau di anut oleh bangsa Indonesia yang notabene bergaya ketimuran.
Cara mengatasinya atau saran terhadap masalah ini adalah dengan cara mengurangi penjualan terhadap barang tersebut atau dengan mengurangi pasokan barang tersebut dan memberikan ketentuan atau batasan dalam membeli barang/produk yang berdampak tidak baik bagi perkembangan budaya tersebut. Agar turis/ pengunjung tidak membeli barang/produk tersebut warga setempat harus memperbanyak makanan/ minuman cirikhas dari daerah tersebut sehingga turis/pengunjung tidak membeli barang yang akan berdampak buruk bagi perkembangan budaya setempat.

D. Dari masalah Geografi
Dari sudut pandang Geografi, Malioboro memiliki tempat atau posisi yang sangat strategis. Selain menjadi pusat perdagangan, jalan yang merupakan bagian dari sumbu imajiner yang menghubungkan Pantai Parangtritis, Panggung Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi ini pernah menjadi sarang serta panggung pertunjukan para seniman Malioboro pimpinan Umbu Landu Paranggi. Dari mereka pulalah budaya duduk lesehan di trotoar dipopulerkan yang akhirnya mengakar dan sangat identik dengan Malioboro. Menikmati makan malam yang romantis di warung lesehan sembari mendengarkan pengamen jalanan mendendangkan lagu "Yogyakarta" milik Kla Project akan menjadi pengalaman yang sangat membekas di hati. Sehingga, permasalahan yang biasanya muncul dalam objek wisata berupa keterjangkauan ataupun akses jalan bukanlah hal yang perlu dipertanyakan lagi.
Saran saya adalah dengan terus mengembangkan budaya yang ada tanpa merusak budaya yang sudah ada, sehingga turis/pengungjung akan berasa bahwa iya ada di daerah malioboro dan hanya disitulah dia merasakan rasanya tempo dulu di daerah malioboro. Sehingga tirus/pengung merasa senang berada disana dan ingin berkunjung lagi disana.

F.  sejarah yang ada dimalioboro
Sebelum berubah menjadi jalanan yang ramai, Malioboro hanyalah ruas jalan yang sepi dengan pohon asam tumbuh di kanan dan kirinya. Jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut. Kelompok Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu.
Sejarah Malioboro yang sangat manis ini menimbulkan kenangan tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. Hanya saja, bagaimana membangun dan mempertahankan sejarah tersebut yang perlu diperhatikan dan perlu di jaga.
kata malioboro berasal dari bahasa sansakerta yg berarti karangan bunga. Dahulu kawasan Malioboro dikembangkan oleh Sri Sultan HB I pada th 1758, kawasan itu sebelumnya dipakai untuk sarana perdagangan melalui pasar tradisional, dahulu di kawasan itu banyak terdapat karangan bunga sebagai daya tarik, maka sangat wajar jika kemudian kawasan itu dinamakan Malioboro.Ditinjau dari segi letaknya, Malioboro berada berada segaris dengan gunung merapi, kraton dan pantai parang tritis jogja.
Malioboro terletak 800 meter dari Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Jalan maliboro yogyakarta dulunya pernah menjadi basis perjuangan tentara Indonesia saat terjadi agresi militer belanda. Jalan malioboro diapit oleh bangunan gedung perkantoran dan gedung pertokoan sehingga malioboro bisa berkembang menjadi pusat bisnis seperti sekarang ini di Yogyakarta. Malioboro juga menjadi tempat berkumpulnya para seniman dan sastrawan dari berbagai daerah yang bermukim di Yogyakarta.

G. Masalah yang ada terhadap Filsafat di malioboro
Malioboro bukan hanya sekedar tempat, namanya pun bukan hany sekedar nama. Di lihat dari sejarahnya yang awalnya hanya berupa jalann kecil hingga kini menjadi sebuah objek atau kawasan pusat perbelanjaan, tentu saja wilayah ini pun tidak lepas dari unsur-unsur filosofis yang menyertainya.
Dalam bahasa Sansekerta, malioboro berarti jalan karangan bunga karena pada zaman dulu ketika Keraton mengadakan acara, jalan sepanjang 1 km ini akan dipenuhi karangan bunga. Meski waktu terus bergulir dan jaman telah berubah, posisi Malioboro sebagai jalan utama tempat dilangsungkannya aneka kirab dan perayaan tidak pernah berubah. Hingga saat ini Malioboro, Benteng Vredeburg, dan Titik Nol masih menjadi tempat dilangsungkannya beragam karnaval mulai dari gelaran Jogja Java Carnival, Pekan Budaya Tionghoa, Festival Kesenian Yogyakarta, Karnaval Malioboro, dan masih banyak lainnya.

H. Permasalahan politik
Malioboro yang merupakan denyut nadi perekonomian kota Yogyakarta tidak terlepas pula dari tangan-tangan politik yang menyertainya. Maliobboro yang awalnya hanya di penuhi oleh penjual tradisional kini sudah tumbuh menjadi salah satu tempat dengan investasi asing yang juga tumbuh menjamur. Pertokoan modern seperti rumah makan, restoran ataupun kafe-kafe yang beerdiri di sepanjang jalan ini sedikit demi sedikit menggeser keberadaan pasar atau penjual tradisional. Walaupun tentu saja tidak banyak pula orang yang masih lebih memilih makan di tempat lesehan untuk membangkitkan kenangan masa lalu pada kota Yogyakarta ini.
Cara mengatasinya adalah dengan memberhentikan datangnya investasi dari luar/asing, sehingga warga lokal dapat memperkembangkan dan mempertahankan budaya yang ada dimalioboro yang sudah ada sejak dulu. Yang dimaksud politik sosial pemerintah dalam hubungannya dengan pariwisata adalah langkah-langkah pemerintah untuk mewujudkan peraturan-peraturan dan keadaan yang diarahkan kepada perbaikan sosial bagi rakyat pekerja, seperti jam kerja, gaji, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, hak berlibur dan memperoleh rekreasi serta hal lain yang kesemuanya itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal kepariwisataan, terlebih pariwisata domestik.

Dalam hubungannya dengan pariwisata, dua faktor penting yang harus mendapat perhatian pemerintah dalam bidang sosial politik yaitu :
 Faktor yang menyangkut undang-undang dan peraturan yang ada hubungannya dengan jam kerja dan gaji bagi kaum pekerja dalam negeri tersebut yang memberi efek terhadap industri pariwisata.
Faktor yang menyangkut pemberian libur dengan biaya perjalanan yang berarti pula dapat memajukan pariwisata.
Dengan adanya tempat pariwisata Malioboro ini maka pembangunan dan pengembangan pariwisata akan mempunyai dampak positif dalam bidang sosial budaya, seperti : Pelestarian budaya dan adat istiadat salah satu sasaran wisatawan dalam melakukan perjalanan adalah untuk menikmati, mengagumi dan mempelajari kebudayaan, dan adat istiadat serta sejarah suatu bangsa. Oleh karena itu seni dan budaya serta tata cara hidup yang unik dan khas perlu dipertahankan dan dikembangkan. Apalagi Yogyakarta terkenal dengan kota yang penuh dengan seniman jalanan serta orang-orangnya yang ramah. Itu menyebabkan akan lebih banyak lagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Yogyakrta. Hal tersebut dapat meningkatkan kecerdasan masyarakat yang dikunjungi karena penduduk asli akan banyak belajar dari wisatawan yang berkunjung, demikian pula dengan yang datang berkunjung akan banyak belajar dari kunjungannya dengan cara melihat, mendengar, dan merasakan segala sesuatu yang dijumpai selama dalam perjalanannya. Dengan demikian, pengembangan pariwisata merupakan salah satu cara untuk menambah pengetahuan dan pengalaman. Dampak positif lainnya dengan adanya tempat pariwisata yaitu dapat mengurangi konflik sosial sering terjadi saling curiga antara suatu penduduk dengan penduduk lainnya, karena kurang saling mengenal, baik dalam soal adatistiadat, budaya sejarah, kebiasaan maupun perbedaan tingkat sosial. Salingberkunjung melalui berwisata dapat mengurangi atau menghilangkan saling curiga dan kecemburuan sosial, karena terjadinya komunikasi dan saling mengenal satu sama lainnya.

http://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_Malioboro
http://tempat-wisata.net/asal-usul-malioboro
https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/other/malioboro/ malioboro
https://crackbone.wordpress.com/pengembangan-kawasan-trading-perdagangan-di-malioboro/ malioboro masalah

AYU HARYANTI
4423155014 
UJP KELAS A 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar