Menghidupkan Kembali Budaya
Jaman dulu di Jaman modern
Malioboro adalah sebuah Jalan sepanjang tidak lebih dari 2
Kilo Meter yang membentang mulai dari persimpangan Rel Kereta Api Stasiun Tugu
Yogyakarta diujung utara hingga pertigaan pojokan Gedung Agung diujung Selatan.
Malioboro adalah sebuah Jalan legendaris yang menjadi ikon Kota Yogyakarta
dengan kehidupan kontras antara siang dan malamnya. Saat siang hari, ruas Jalan
Malioboro dipadati kendaraan para pelancong maupun warga Yogyakarta yang beraktifitas disekitar Jalan Malioboro,
sementara dikanan-kiri jalan adalah toko-toko berbagai macam kebutuhan pokok,
serta sepanjang trotoar kaki limanya
dijejali lapak-lapak penjaja souvenir
khas Yogyakarta, kemudian diujung selatannya ada pasar Beringharjo, tak
ketinggalan sejumlah pusat perbelanjaan dan hotel yang mengguratkan kehidupan
perekonomian warga Yogyakarta.
Sebaliknya pada malam hari, Malioboro dipenuhi aroma
berbagai sajian kuliner yang menggugah selera, yang terhampar di ratusan tikar
Warung lesehan dengan menu khas Gudeg Yogya, Bakmi Jawa, dan berbagai pilihan
Ayam/ Burung dara/ Bebek bakar dan goreng. Keriuhan suasana lesehan akan
ditimpali oleh alunan sejumlah seniman yang melantunkan musik dan lagu secara
nomade dalam istilah kuno disebut sebagai “mbarang” atau pengamen.
Malioboro
berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat belanja, di sini
Anda bisa memborong aneka barang yang diinginkan mulai dari pernik cantik,
cideramata unik, batik klasik, emas dan permata hingga peralatan rumah tangga.
Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik.
Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh
pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri.
Malioboro adalah suatu nama sebuah pusat perbelanjaan di
daerah jogjakarata. Malioboro sebuah kawasan perbelanjaan yang menjadi salah
satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung, karena kawasan perbelanjaan ini
hanya menjual barang yang diproduksi oleh masyarakat lokal dan menjadi pusat
oleh – oleh bagi para turis lokal maupun turis mancanegara sebagai tanda atau
ciri bahwa dia sudah mengunjungi daerah tersebut. Kawasan Malioboro sebagai salah satu kawasan
wisata belanja andalan kota Jogja, ini didukung oleh adanya pertokoan, rumah
makan, pusat perbelanjaan, dan tak ketinggalan para pedagang kaki limanya.
Untuk pertokoan, pusat perbelanjaan dan rumah makan yang ada sebenarnya sama
seperti pusat bisnis dan belanja di kota-kota besar lainnya, yang disemarakan
dengan nama-merk besar dan ada juga nama-nama lokal. Barang yang diperdagangkan
dari barang import maupun lokal, dari kebutuhan sehari-hari sampai dengan
barang elektronika, mebel dan lain sebagainya. Juga menyediakan aneka
kerajinan, misal batik, wayang, ayaman, tas dan lain sebagainya. Terdapat pula
tempat penukaran mata uang asing, bank, hotel bintang lima hingga tipe melati.
Keramaian dan semaraknya Malioboro juga tidak terlepas dari
banyaknya pedagang kaki lima yang berjajar sepanjang jalan Malioboro menjajakan
dagangannya, hampir semuanya yang ditawarkan adalah barang/benda khas Jogja
sebagai souvenir/oleh-oleh bagi para wisatawan. Mereka berdagang kerajinan
rakyat khas Jogjakarta, antara lain kerajinan ayaman rotan, kulit, batik,
perak, bambu dan lainnya, dalam bentuk pakaian batik, tas kulit, sepatu kulit,
hiasan rotan, wayang kulit, gantungan kunci bambu, sendok/garpu perak, blangkon
batik [semacan topi khas Jogja/Jawa], kaos dengan berbagai model/tulisan dan
masih banyak yang lainnya. Para pedagang kaki lima ini ada yang menggelar
dagangannya diatas meja, gerobak adapula yang hanya menggelar plastik di
lantai. Sehingga saat pengunjung Malioboro cukup ramai saja antar pengunjung
akan saling berdesakan karena sempitnya jalan bagi para pejalan kaki karena
cukup padat dan banyaknya pedagang di sisi kanan dan kiri.
A. Permasalahan Ekonomi yang ada di malioboro
Disini telah terjadi interaksi yang cukup baik antara
Pemerintah yang telah menyediakan tempat yang manusiawi untuk para pedagang
mencari rejeki dan antara pedagang dengan konsumen. Konsuemn masih dibolehkan
untuk menawar harga barang yang akan dibelinya. Hal tersebut merupakan salah
satu ciri khas dari Malioboro. Yaitu, harga yang ditawarkan oleh pedagang bukan
harga pas tetapi konsumen masih dibolehkan untuk menawarnya lagi. Malioboro
sebagai pusat belanja tentunya memberikan berkah tersendiri bagi masyarakat
sekitar. Hal ini dikarenakan kawasan ini memberikan kesempatan bagi masyarakat
sekitar untuk berdagang dan mencari keuntungan. Masalah yang muncul salah
satunya adalah karena banyaknya pedagang, maka pembeli memiliki otoritas
sendiri dalam memilih barang yang di inginkan. Sehingga timbullah apa yang di
sebut dengan konsep “buyer’s market” atau pembeli yang menguasai pasar.
Walaupun berkonsep “buyer’s market” atau pembeli yang menguasai pasar,
terkadang pembeli merasa tidak nyaman berada didalam pusat belanja tersebut
karena suasana yang ramai sehingga menjadi lebih sempit dan berdesak – desakan
ketika sedang berbelanja.
Cara mengatasinya atau saran saya terhadap masalah ini
adalah dengan cara mengajak pedagang lain untuk bekerja sama untuk mengurangi
pedagang atau dengan cara menberikan syarat – syarat/ kriteria tertentu dalam
berdagang jadi tidak sembarang orang bisa berdagang di daerah malioboro jadi
bisa sedikit memperluas tempat/jalannya turis dalam memilih dan membeli barang
dagangan.
B. Permasalahan
keamanan didaerah malioboro
Malioboro juga termasuk kawasan yang senantiasa ramai
sehingga menimbulkan adanya kerawanan dalam bidang keamanan khususnya. Masalah
ini adalah salah satu yang membuat berkurangnya turis/pengunjung yang datang ke
pusat perbelanjaan tersebut. Sehingga
diperlukan sistem pengamanan yang lebih ketat lagi.
Cara mengatasinya atau saran terhadap masalah ini adalah
memperketat keamanan disetiap sisi/tempat yang sering terjadi kejahatan,
menambah penjaga keamanan dan memberitahukan kepada setiap pedagang untuk
memasang cctv ditokonya agar turis/pengunjung merasa aman dan senang ketika
sedang berbelanja barang yang dibutuhkan atau oleh – oleh untuk sanak saudara.
C. Permasalahan sosiologi dan Antropologi
Sebuah pusat perbelanjaan seperti Malioboro pada umumnya
menimbulkan interaksi yang sangat intens dari penjual ataupun pembeli. Selain
itu, adanya interaksi dan kontak sosial yang memiliki frekuensi yang sangat
intens tersebut memberikan dampak pula bagi perkembangan budaya yang terjadi di
daerah tersebut. Contohnya, karena banyaknya wisatawan asing yang berlibur di
sana, salah satu minimarket menyediakan atau menjuual bir atau minuman keras
untuk memenuhi keinginan konsumen. Sedangkan seperti yang kita tahu, bahwa
budaya minuman keras bukanlah budaya yang semata-mata dimiliki atau di anut
oleh bangsa Indonesia yang notabene bergaya ketimuran.
Cara mengatasinya atau saran terhadap masalah ini adalah dengan
cara mengurangi penjualan terhadap barang tersebut atau dengan mengurangi
pasokan barang tersebut dan memberikan ketentuan atau batasan dalam membeli
barang/produk yang berdampak tidak baik bagi perkembangan budaya tersebut. Agar
turis/ pengunjung tidak membeli barang/produk tersebut warga setempat harus
memperbanyak makanan/ minuman cirikhas dari daerah tersebut sehingga
turis/pengunjung tidak membeli barang yang akan berdampak buruk bagi
perkembangan budaya setempat.
D. Dari masalah Geografi
Dari sudut pandang Geografi, Malioboro memiliki tempat atau
posisi yang sangat strategis. Selain menjadi pusat perdagangan, jalan yang
merupakan bagian dari sumbu imajiner yang menghubungkan Pantai Parangtritis,
Panggung Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi ini pernah menjadi
sarang serta panggung pertunjukan para seniman Malioboro pimpinan Umbu Landu
Paranggi. Dari mereka pulalah budaya duduk lesehan di trotoar dipopulerkan yang
akhirnya mengakar dan sangat identik dengan Malioboro. Menikmati makan malam
yang romantis di warung lesehan sembari mendengarkan pengamen jalanan
mendendangkan lagu "Yogyakarta" milik Kla Project akan menjadi
pengalaman yang sangat membekas di hati. Sehingga, permasalahan yang biasanya
muncul dalam objek wisata berupa keterjangkauan ataupun akses jalan bukanlah
hal yang perlu dipertanyakan lagi.
Saran saya adalah dengan terus mengembangkan budaya yang ada
tanpa merusak budaya yang sudah ada, sehingga turis/pengungjung akan berasa
bahwa iya ada di daerah malioboro dan hanya disitulah dia merasakan rasanya
tempo dulu di daerah malioboro. Sehingga tirus/pengung merasa senang berada
disana dan ingin berkunjung lagi disana.
F. sejarah yang ada
dimalioboro
Sebelum berubah menjadi jalanan yang ramai, Malioboro
hanyalah ruas jalan yang sepi dengan pohon asam tumbuh di kanan dan kirinya.
Jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks
kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji
Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji
Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi
selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun
mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut. Kelompok Tionghoa menjadikan
Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya
berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga
Stasiun Tugu.
Sejarah Malioboro yang sangat manis ini menimbulkan kenangan
tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. Hanya saja,
bagaimana membangun dan mempertahankan sejarah tersebut yang perlu diperhatikan
dan perlu di jaga.
kata malioboro berasal dari bahasa sansakerta yg berarti
karangan bunga. Dahulu kawasan Malioboro dikembangkan oleh Sri Sultan HB I pada
th 1758, kawasan itu sebelumnya dipakai untuk sarana perdagangan melalui pasar
tradisional, dahulu di kawasan itu banyak terdapat karangan bunga sebagai daya
tarik, maka sangat wajar jika kemudian kawasan itu dinamakan Malioboro.Ditinjau
dari segi letaknya, Malioboro berada berada segaris dengan gunung merapi,
kraton dan pantai parang tritis jogja.
Malioboro terletak 800 meter dari Kraton Ngayogyokarto
Hadiningrat. Jalan maliboro yogyakarta dulunya pernah menjadi basis perjuangan
tentara Indonesia saat terjadi agresi militer belanda. Jalan malioboro diapit
oleh bangunan gedung perkantoran dan gedung pertokoan sehingga malioboro bisa
berkembang menjadi pusat bisnis seperti sekarang ini di Yogyakarta. Malioboro
juga menjadi tempat berkumpulnya para seniman dan sastrawan dari berbagai
daerah yang bermukim di Yogyakarta.
G. Masalah yang ada terhadap Filsafat di malioboro
Malioboro bukan hanya sekedar tempat, namanya pun bukan hany
sekedar nama. Di lihat dari sejarahnya yang awalnya hanya berupa jalann kecil
hingga kini menjadi sebuah objek atau kawasan pusat perbelanjaan, tentu saja
wilayah ini pun tidak lepas dari unsur-unsur filosofis yang menyertainya.
Dalam bahasa Sansekerta, malioboro berarti jalan karangan
bunga karena pada zaman dulu ketika Keraton mengadakan acara, jalan sepanjang 1
km ini akan dipenuhi karangan bunga. Meski waktu terus bergulir dan jaman telah
berubah, posisi Malioboro sebagai jalan utama tempat dilangsungkannya aneka
kirab dan perayaan tidak pernah berubah. Hingga saat ini Malioboro, Benteng
Vredeburg, dan Titik Nol masih menjadi tempat dilangsungkannya beragam karnaval
mulai dari gelaran Jogja Java Carnival, Pekan Budaya Tionghoa, Festival
Kesenian Yogyakarta, Karnaval Malioboro, dan masih banyak lainnya.
H. Permasalahan politik
Malioboro yang merupakan denyut nadi perekonomian kota
Yogyakarta tidak terlepas pula dari tangan-tangan politik yang menyertainya.
Maliobboro yang awalnya hanya di penuhi oleh penjual tradisional kini sudah
tumbuh menjadi salah satu tempat dengan investasi asing yang juga tumbuh
menjamur. Pertokoan modern seperti rumah makan, restoran ataupun kafe-kafe yang
beerdiri di sepanjang jalan ini sedikit demi sedikit menggeser keberadaan pasar
atau penjual tradisional. Walaupun tentu saja tidak banyak pula orang yang
masih lebih memilih makan di tempat lesehan untuk membangkitkan kenangan masa
lalu pada kota Yogyakarta ini.
Cara mengatasinya adalah dengan memberhentikan datangnya
investasi dari luar/asing, sehingga warga lokal dapat memperkembangkan dan
mempertahankan budaya yang ada dimalioboro yang sudah ada sejak dulu. Yang
dimaksud politik sosial pemerintah dalam hubungannya dengan pariwisata adalah
langkah-langkah pemerintah untuk mewujudkan peraturan-peraturan dan keadaan
yang diarahkan kepada perbaikan sosial bagi rakyat pekerja, seperti jam kerja,
gaji, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, hak berlibur dan memperoleh rekreasi
serta hal lain yang kesemuanya itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal kepariwisataan,
terlebih pariwisata domestik.
Dalam hubungannya dengan pariwisata, dua faktor penting yang
harus mendapat perhatian pemerintah dalam bidang sosial politik yaitu :
Faktor yang menyangkut undang-undang dan peraturan yang ada hubungannya dengan jam kerja dan gaji bagi kaum pekerja dalam negeri tersebut yang memberi efek terhadap industri pariwisata.
Faktor yang menyangkut pemberian libur dengan biaya perjalanan yang berarti pula dapat memajukan pariwisata.
Faktor yang menyangkut undang-undang dan peraturan yang ada hubungannya dengan jam kerja dan gaji bagi kaum pekerja dalam negeri tersebut yang memberi efek terhadap industri pariwisata.
Faktor yang menyangkut pemberian libur dengan biaya perjalanan yang berarti pula dapat memajukan pariwisata.
Dengan adanya tempat pariwisata Malioboro ini maka
pembangunan dan pengembangan pariwisata akan mempunyai dampak positif dalam
bidang sosial budaya, seperti : Pelestarian budaya dan adat istiadat salah satu
sasaran wisatawan dalam melakukan perjalanan adalah untuk menikmati, mengagumi
dan mempelajari kebudayaan, dan adat istiadat serta sejarah suatu bangsa. Oleh
karena itu seni dan budaya serta tata cara hidup yang unik dan khas perlu
dipertahankan dan dikembangkan. Apalagi Yogyakarta terkenal dengan kota yang
penuh dengan seniman jalanan serta orang-orangnya yang ramah. Itu menyebabkan
akan lebih banyak lagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Yogyakrta. Hal
tersebut dapat meningkatkan kecerdasan masyarakat yang dikunjungi karena
penduduk asli akan banyak belajar dari wisatawan yang berkunjung, demikian pula
dengan yang datang berkunjung akan banyak belajar dari kunjungannya dengan cara
melihat, mendengar, dan merasakan segala sesuatu yang dijumpai selama dalam
perjalanannya. Dengan demikian, pengembangan pariwisata merupakan salah satu
cara untuk menambah pengetahuan dan pengalaman. Dampak positif lainnya dengan
adanya tempat pariwisata yaitu dapat mengurangi konflik sosial sering terjadi
saling curiga antara suatu penduduk dengan penduduk lainnya, karena kurang
saling mengenal, baik dalam soal adatistiadat, budaya sejarah, kebiasaan maupun
perbedaan tingkat sosial. Salingberkunjung melalui berwisata dapat mengurangi
atau menghilangkan saling curiga dan kecemburuan sosial, karena terjadinya
komunikasi dan saling mengenal satu sama lainnya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_Malioboro
http://tempat-wisata.net/asal-usul-malioboro
https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/other/malioboro/
malioboro
https://crackbone.wordpress.com/pengembangan-kawasan-trading-perdagangan-di-malioboro/
malioboro masalah
AYU HARYANTI
4423155014
UJP KELAS A 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar