Menelaah Kesiapan Masyarakat Dalam Menghadapi Objek
Wisata Setempat
Pariwisata Indonesia bisa dibilang sedang naik daun ,para wisatawan asing
berbondong – bondong mengunjungi Indonesia untuk mengexplore daerah – daerah yang ada di Indonesia, mulai dari Sabang
hingga Merauke. Para wisatawan lokal pun tidak kalah banyak nya dengan
wisatawan asing yang mengunjungi daerah – daerah yang ada di Indonesia, namun
sangat disayangkan sebagian wisatawan lokal lebih tertarik untuk keluar negeri
seperti Singapore, Malaysia, Thailand, dll. Padahal di Indonesia pun tak kalah
indah nya dengan Negara lain, tapi balik lagi kepada pribadi masing – masing.
Berbicara tentang daerah objek wisata, di Indonesia
masih banyak daerah objek wisata yang bisa dibilang belum matang untuk di
pasarkan, karena SDM yang kita miliki untuk membangun Industri Pariwisata masih
kurang. Berikut adalah salah satu masalah yang ada di pulau Bangka Belitung
PROVINSI Kepulauan
Bangka Belitung atau dikenal juga dengan sebutan Provinsi Babel adalah sebuah provinsi ke 31 Indonesia yg berdiri sejak 21 November 2000. Provinsi ini sudah
sejak lama terkenal dari ditemukannya Timah yang menjadikan Pulau ini sebagai
penghasil Timah dunia dan mempunyai peranan yang penting terhadap
industri dunia. Jauh sebelum daerah ini kembali diperkenalkan potensi nya dalam
film “Laskar Pelangi” pulau ini hanya dikenal sebagai daerah tambang bukanlah
sebagai daerah wisata.
Dua Tahun yang lalu tepatnya ketika kembali ke pulau ini ada
beberapa hal yang terlihat tak biasa ketika melihat bagaimana cara daerah ini
menjadikan dirinya sebagai sebuah destinasi wisata andalan baru Indonesia,
Sebenarnya ini adalah sebuah langkah yg patut kita apresiasi secara bijaksana
karena dengan melihat potensi yg kita miliki. Hal di atas bukanlah sebuah mimpi
semata tetapi sebuah mimpi yang bisa kita wujudkan secara bersama-sama. Sebuah
permasalahan tetaplah ada di dalam mewujudkan sesuatu apalagi dengan
pertimbangan kita adalah sebuah provinsi baru dan mungkin SDM yang kita miliki
untuk membangun Industri Pariwisata ini adalah orang-orang baru dengan
pengetahuan dan pengalaman yang minim untuk mengerti apa itu industri dan
bagaimana cara untuk membesarkan sebuah industri tersebut. Sebuah kesalahan
fatal jika fakta di atas itu dikesampingkan dan kemudian dengan beraninya
memutuskan membangun sesuatu tanpa adanya studi dan analisa dan perencanaan
yang tepat.
Terlihat tak biasa bukan lah satu hal yang tidak beralasan,
semuanya sedikit demi sedikit semakin terkuak dan kuat ketika mulai menelusuri
perkembangan industri pariwisata kita. Pariwisata adalah sebuah produk
dimana sebuah produk itu berkaitan erat dengan merk dan citranya, kualitas
produk, pemasaran, dan membangun hubungan emosional jangka panjang kepada
pelanggan atau bisa kita sebut sebagai wisatawan. Mari kita lihat bersama-sama
dan bersama-sama pula kita harus dengan gentle untuk mengakui kalau kita
belumlah lah siap menjadi daerah wisata dan menggantungkan hidupnya dari
industri pariwisata ini. Ini bisa dilihat dari bagaimana provinsi ini membangun
industri pariwisata-nya. Dari belum siap-nya masyarakat sebagai pelaku
utamanya, belum adanya infrastruktur yg baik dan menunjang, begitu pula dengan
bagaimana cara didalam mencitrakan produk wisatanya yang tentu berhubungan
dengan program promosi yang terkesan dipaksakan ketika provinsi ini tidak
berhasil membuat sebuah program promosi yang baik dan efektif jika dilihat dari
tidak tersedianya foto produk wisata yang layak, peta wisata yang layak,
advertisement yang layak dan event promosi yang kurang tepat sasaran. Bahkan
jika kita telusuri lebih dalam lagi seharusnya ada beberapa pulau-pulau kecil
lagi yang bisa dijadikan sebagai objek wisata andalan baru.
Ada hal yang nampak tak biasa juga ketika provinsi ini
memperkenalkan Pulau Bangka sebagai daerah wisata Bahari, sebuah pernyataan yg
terkesan mengada-ngada ketika kita melihat kenyataan di lapangan ketika hampir
sebagian besar laut di Pulau Bangka dihiasi oleh ribuan TI apung dan puluhan kapal
isap, kerusakan terumbu karang yang hampir mencapai 50 persen (penelitian
Universitas Bangka Belitung 2007-2010) adalah salah satu dasar dimana bisa
dikatakan kalau menjadikan Bangka sebagai daerah industri pariwisata bahari
adalah sebuah kekeliruan yang harus segera dibenarkan. Selain hal itu mari pula
kita tengok pembangunan masyarakat wisatanya atau kita sebut sebagai masyarakat
adat, Apakah pembuat kebijaksanaan di daerah kita ini sudah memiliki rencana
atau agenda jangka panjang untuk membangun masyarakat adat melayu melalui
kelompok-kelompok seni melayunya untuk siap sebagai sebuah produk wisata yang
siap dijual di tengah persaingan industri wisata nasional dan dunia yang sangat
ketat dan menuntut profesionalitas dan detail produk yang luar biasa.
Hal kedua yang nampak tak biasa dan sedikit keliru buat
orang-orang yang mengerti pemasaran adalah ketika provinsi ini mencitrakan
Pulau Belitung sebagai “Negeri Laskar Pelangi” terlepas dari booming-nya film
Laskar Pelangi pada waktu itu, ada beberapa hal yang seharusnya bisa lebih
dicermati oleh pemangku kepentingan disini, untuk lebih dalam mempelajari
bagaimana cara membangun sebuah merk pariwisata dan pengikutnya, sebuah cara
untuk membangun hubungan emosional terhadap pencitraan produk di mata wisatawan
dan sebuah kekuatan yang kuat sebagai daerah pilihan wisatawan. Sangat
disayangkan karena potensi terbesar industri pariwisata di provinsi ini adalah
di pulau Belitung mengingat telah rusaknya laut Bangka oleh penambangan laut.
Ahli marketing manapun tidak akan pernah mau membuat sebuah pencitraan produk
yang memiliki persamaan dengan produk lain yang dulu lebih popular. Hal ini
akan berimbas terhadap persepsi calon konsumen dan pilhan konsumen yang
nantinya akan mempengaruhi jumlah wisatawan yang akan berkunjung ke pulau
ini. Ketika kita berhadapan dengan calon wisatawan baru dan mempresentasikan
Belitung sebagai Negeri Laskar Pelangi ada beberapa hal yang seharusnya patut
dijadikan sebagai dasar pertimbangan di dalam mencitrakan pulau ini sebagai Negeri
Laskar Pelangi.
Yang pertama adalah kita harus tahu Laskar Pelangi itu sendiri
apa, Laskar Pelangi sejatinya adalah sebuah novel dimana novel adalah sebuah
karya sastra fiksi prosa yang ditulis secara naratif, dimana Fiksi adalah
sebuah istilah sastra yang berarti tidak benar terjadi atau sebuah karangan
belaka atau khayalan, jadi bisa diartikan dengan pencitraan Belitung sebagai
Negeri laskar Pelangi adalah memposisikan Pulau Belitung sebagai sebuah negeri
khayalan, negeri yg tidak ada. Dengan pertimbangan ini apakah ada wisatawan
yang mau mengunjungi negeri khayalan, negeri yang tidak ada? Sebuah pertanyaan
besar buat kami kenapa tidak memilih nama lain yang lebih menjual dan
mencitrakan Pulau Belitung secara benar.
Yang kedua adalah kita harus mengerti juga kalau keberhasilan Film
Laskar Pelangi ini adalah ceritanya bukan keindahan alam Belitung nya. Hal ini
juga berimbas terhadap lahirnya persepsi dan memposisikan Pulau Belitung
hanyalah daerah yang terkenal karena cerita Laskar Pelangi-nya bukan dari
cerita keindahan alamnya. Pertanyaan kami sekali lagi,apa benar keindahan pulau
Belitung ini kalah keren dibanding ceritanya Laskar Pelangi? Kami menilai
keindahan pulau Belitung jauh lebih keren dibandingkan cerita film ini. Perlu
dipelajari juga booming-nya film ini bukan semata-mata cerita film ini luar
biasa keren-nya, kita harus sadar kalau industri film Indonesia sebelum adanya
film Laskar Pelangi diisi dengan film-film yang didominasi oleh kisah cinta dan
misteri. Sebuah perilaku konsumen yang wajar ketika ada satu produk yang tidak
serupa muncul di pasaran, sama hal nya ketika J.CO Donuts menjadi produk donut
yang booming di Indonesia menggeser Dunkin Donuts, konsumen akan memilih
sesuatu yang tidak biasa ketika adanya kebosanan terhadap produk yang mereka
konsumsi.
Yang ketiga akan menjadi sebuah masalah ketika kita dihadapi
dengan kompetitor yang mengusung pencitraan yang lebih baik. Kita ambil contoh
ketika Belitung Negeri Laskar Pelangi disandingkan dengan kompetitior yang
mengusung Billitone The Exotic Islands, tentu wisatawan yang tidak tahu apa-apa
soal kedua pulau tadi akan memilih pulau yang eksotis ketimbang pulau khayalan.
Tidaklah terlambat untuk berbenah dan menjadi dewasa dengan
menerima kritik dan masukan dari siapapun. Re-branding itu adalah hal yang
biasa dan wajar didalam pemasaran sebuah produk. Diindustri manapun termasuk
industri pariwisata yang terlebih dahulu dijual dan ditawarkan kepada konsumen
adalah image atau citranya, jadi sangat disayangkan dengan fakta-fakta diatas
kita tidak mencitrakan ulang produk pariwisata kita secara baik dan benar, siap
di pasarkan dan mampu bersaing dengan daerah pariwisata lain-nya.
Secara garis besar bisa disimpulkan bahwa pembangunan industri
pariwisata Bangka Belitung tidak memiliki master plan yang jelas, baik ditinjau
dari bagaimana cara provinsi ini membangun industri pariwisatanya, berikut juga
masih ada kebijaksanaan pada industri pertambangan timah yang bertolak belakang
dengan industri pariwisata itu sendiri. Pertanyaan besar yang harus dijawab
oleh Pemerintah Provinsi kita adalah mau dibawa kemana industri pariwisata
Bangka Belitung? Jangan sampai industri pariwisata ini hanya dijadikan
pengalihan persepsi saja atas rusaknya lingkungan Bangka Belitung oleh
aktivitas penambangan timah di darat dan laut. Dan melihat kenyataan diatas
sudah selayaknya provinsi ini menggandeng pihak-pihak yang lebih professional
di dalam menjual produk pariwisata Bangka Belitung.
Dan tidak lupa juga provinsi ini harus mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada photographer-photographer lokal dan mancanegara
yang telah menceritakan keindahan Bangka Belitung ini kepada dunia luar melalui
karya-karyanya, berikut juga dengan pemuda-pemudi lokal yang berada di negeri
rantauan yang telah menceritakan dan mengajak teman-teman nya untuk berkunjung
ke Bangka Belitung. Berikut juga kepada wisatawan-wisatawan yang telah
berkunjung dan menceritakan bagaimana indahnya Bangka Belitung ini baik di
ceritakan di dalam social media, menulisnya di dalam blog atau website pribadi.
Begitu juga kepada para penggiat-penggiat wisata di Bangka Belitung yang telah
berjuang mempromosikan potensi wisata Peranan mereka lah yang selama ini lebih
terasa didalam membangun Industri Pariwisata di Bangka Belitung ini.
Dan terakhir semoga masih ada jalan untuk menuju perubahan demi
suksesnya industri pariwisata Bangka Belitung di masa yang akan datang. Ada
baiknya juga kita mulai membuat sebuah tujuan jangka panjang yang ingin dicapai
oleh daerah ini, begitu juga dengan apa yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan tersebut.
Dibawah ini adalah solusi yang sekira nya dapat di terapkan pada masyarakat sekitar :
Masalah
SDM merupakan tantangan yang cukup berat bagi pengembangan pariwisata, karena
SDM sangat menentukan segala sesuatu yang perhubungan dengan pariwisata.
Pariwisata sangat mementingkan profesionalisme baik dalam pengelolaan investasi
maupun dalam bidang perhotelan, transportasi, komunikasi dan informasi. Selain
itu, walaupun pariwisata telah membuka peluang pasar bagi sektor-sektor lain,
akibat dari rendahnya SDM peluang tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara
optimal. SDM yang rendah dapat menyebabkan mutu barang-barang kerajinan
menurun, teknik pemasaran kurang tepat, kurang tepat membaca trend pasar,
dan lain-lain. Sehubungan masalah SDM
Akibat rendahnya SDM dan kurangnya modal
dalam negeri akan membuka kemungkinan bahwa pariwisata akan dikuasai oleh pihak
asing yang memiliki SDM yang lebih baik dan lebih siap dari segi modal. Untuk
itu dibutuhkan upaya-upaya khusus untuk menghindari hal tersebut.
Dan
juga sistem
informasi yang kurang memadahi juga tantangan yang perlu mendapat perhatian
serius dalam pengelolaan pariwisata. Hal ini menjadi penting agar pengalaman
masa lalu tidak terulang. Akibat sistem informasi yang kurang memadahi
pandangan dunia terhadap Indonesia menjadi miring, celakanya lagi ketika
Jakarta atau daerah-daerah tertentu rusuh, dunia menganggap bahwa seluruh
Indonesia rusuh sehingga mengeluarkan larangan berkunjung ke Indonesia. Padahal
DTW bukan hanya ada satu di Indonesia, dan belum tentu semua DTW mengalami
kerusuhan secara serentak. Untuk itu maka diperlukan suatu sistem informasi
yang profesional, mantap visinya serta terampil dan cekatan dalam gerak
langkahnya. Sistem informasi ini antara lain bertugas untuk memberikan
klarifikasi, sekaligus secara proaktif menyiapkan dan memberikan informasi
tentang obyek wisata, kesiapan sarana, prasarana dan lain-lain. Selain itu,
juga dapat dimanfaatkan untuk mempromosikan pariwisata di Indonesia ke
negara-negara lain.
Berdasarkan potensi dan peluang yang ada, maka
pengembangan pariwisata perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dengan pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam kerangka itu pariwisata perlu
mengembangkan paket-paket wisata baru seperti agrowisata atau ekowisata. Jenis
wisata semacam ini selain tidak membutuhkan modal yang besar juga dapat
berpengaruh langsung bagi masyarakat sekitar. Masyarakat dapat diikutsertakan
dan keuntungan yang diperolehpun dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar.
Kita juga harus
waspada adanya kemungkinan pariwisata dapat merusak budaya,
seperti pergeseran nilai upacara adat yang dapat mengarah kepada
komersialisasi, timbulnya industri seks, dan sebagainya. Hal ini harus
diwaspadai dengan agar keutuhan dan nilai-nilai budaya tetap diperhatikan, perlu ditetapkan berbagai peraturan yang
berpihak pada peningkatan mutu pelayanan pariwisata dan kelestarian lingkungan
wisata, bukan berpihak pada kepentingan pihak-pihak tertentu. Selain itu perlu
diambil tindakan yang tegas bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap
aturan yang telah ditetapkan. Pengelolaan pawisata harus melibat masyarakat
setempat dan kegiatan promosi yang dilakukan harus beragam.
Perlu dilakukan pemerataan arus wisatawan bagi semua DTW yang
ada di seluruh Indonesia. Dalam hal ini pemerintah juga harus memberikan
perhatian yang sama kepada semua DTW. Perhatian terhadap DTW yang sudah mandiri
hendaknya dikurangi dan memberikan perhatian yang lebih terhadap DTW yang
memerlukan perhatian lebih.
menggugah masyarakat
sekitar DTW agar menyadari peran, fungsi dan manfaat pariwisata serta
merangsang mereka untuk memanfaatkan peluang-peluang yang tercipta bagi
berbagai kegiatan yang dapat menguntungkan secara ekonomi. Masyarakat diberikan
kesempatan untuk memasarkan produk-produk lokal serta membantu mereka untuk
meningkatkan keterampilan dan pengadaan modal bagi usaha-usaha yang
mendatangkan keuntungan.
sarana dan prasarana yang dibutuhkan
perlu dipersiapkan secara baik untuk menunjang kelancaran pariwisata. Pengadaan
dan perbaikan jalan, telephone, angkutan, pusat perbelanjaan wisata dan
fasilitas lain disekitar lokasi DTW sangat diperlukan.
Dengan memperhatikan
beberapa saran ini kiranya dapat membantu bagi penyelengaraan pariwisata yang
dapat menunjang pertumbuhan ekonomi. Tentunya saran-saran tersebut tidak
berlaku untuk semua DTW, hal itu sangat tergantung pada kebutuhan DTW
masing-masing yang memiliki permasalahannya sendiri dari waktu ke waktu dan
lingkungan yang berbeda-beda.
Daftar pustaka:
http://analisispengembanganpariwisata.blogspot.co.id
http://www.radarbangka.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar